OLEH :
2019/2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. M dengan Hipertensi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Mpunda Kota Bima
Mahasiswa
Mengatahui
Pembimbing Akademik
ii
KATA PENGANTAR
Tiada kata paling indah dan paling mulia yang patut penulis panjatkan
kepada Allah SWT kecuali rasa syukur atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Gerontik yang berjudul “ Resume
Asuhan Keperawatan gerontik pada Klien Tn. M Dengan Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Mpunda Kota Bima. Dalam menyelesaikan asuhan Keperawatan Gerontik
ini penulis sadari sepenuhnya sangat banyak
kesulitan yang dialami, namun berkat Allah SWT yang senantiasa memberikan
petunjuk-Nya dan keyakinan pada kemampuan diri sendiri sehingga segala hambatan
yang penulis hadapi dapat teratasi. Terimakasih yang tak ternilai penulis ucapkan
Kepada keluarga dan teman-teman penulis yang sangat penulis sayangi atas segala
doa dan kasih sayang yang tak henti-hentinya tercurahkan demi keberhasilan penulis.
Akhir kata, semoga asuhan Keperawatan Keluarga ini dapat bermanfaat bagi
kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti selanjutnya
di Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) Mataram serta kiranya Allah SWT selalu
memberi rahmat kepada kita semua. Amin.
Penulis
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
4
peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung
bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan
kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan
penglihatan dan hipertensi (Andrian Patica N Ejournal keperawatan volume
4 nomor 1, Mei 2016)
2. Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi
sering dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arterioskeloris, obesitas, dan
diabetes militus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan yaitu (WHO, 2014) :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
5
Stadium I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium II ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
TD Sistolik
Kategori TD diastolik (mmHg)
(mmHg)
6
gangguan fungsi diastolic karena gangguan relaksasi ventrikel kiri sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi. (Hull,
1996; dalam Bustan 2007).
Berdasarkan uraian patofisiologi hipertensi diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi dimulai adanya pengerasan arteri. Penimbunan lemak terdapat
pada dinding arteri yang mengakibatkan berkurangnya volume cairan darah
ke jantung. Penimbunan itu membentuk plak yang kemudian terjadi
penyempitan dan penurunan elastisitas arteri sehingga tekanan darah tidak
dapat diatur yang artinya beban jantung bertambah berat dan terjadi
gangguan diastolik yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
4. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil (edema pada diskus
optikus ) (Brunner & Suddart, 2015).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun – tahun.Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Penyakit arteri coroner
dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi.Hipertrofi
ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat
dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik yang menigkat.Apabila
jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja, maka dapat
terjadi gagal jantung kiri (Brunner & Suddart, 2015).
Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan bahwa sebagian
besar gejala klinis timbul :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekana intracranial.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat,
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edama dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
7
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosterone
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
g. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi
dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan atau adanya diabetes.
j. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
k. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
l. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin
dapat juga meningkat.
m. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
n. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
o. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
p. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi.
q. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi. (Anonim, 2013)
6. Komplikasi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada
organ-organ tubuh menurut Wijaya & Putri (2013), sebagai berikut :
8
Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung
koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat,
otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga
banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang
dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal
jantung.
Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apabila
tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam ginjal akibat lambat
laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh
yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.
7. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015).
a. Terapi nonfamakologis
Wijaya & Putri (2013), menjelaskan bahwa penatalaksanaan non
farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
b. Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry, (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi obesitas
juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun
kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat
badan 2,5 – 5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan
sebanyak 5 mmHg.
c. Kurangi asupan natrium
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), penguramgan
konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari dapat menurunkan tekanan
9
sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
d. Batasi konsumsi alkohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi alkohol
harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat meningkatkan
tekanan darah.Para peminum berat mempunyai resiko mengalami
hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak
meminum berakohol.
e. Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan, (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan asupan diet
potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet
tinggi buah dan sayur seperti : pisang, alpukat, papaya, jeruk, apel,
kacang-kangan, kentang dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat total. Sedangkan menurut
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), kalium dapat
menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang
terbuang bersama urin.Dengan mengonsumsi buah-buahan sebanyak
3-
5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yamg
cukup.
f. Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok memang
tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi
merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari rokok karena
dapat memperberat hipertensi.
g. Penurunan Stress
Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang tidak
menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress
sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat
tinggi.
h. Terapi pijat
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada prinsipnya pijat
yang dikukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar
aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi
dankomplikasinya dapat diminalisir, ketika semua jalur energi tidak
terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka
risikohipertensi dapat ditekan.
8. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
10
a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara megeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis.
c. Betabloker (Metoprolol, propanolol dan atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya
pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan seperti asma bronkhial.
d. Vasodilator (Prasosin, Hidralisin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos pembuluh darah.
e. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin
II dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Penghambat angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika jenis obat-obat
penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada resptor.
g. Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol :
1. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita. Wanita
diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pria
ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada
wanita ketika berumur 55 tahun, sekitar 60% menderita hipertensi
berpengaruh pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan
hormon pada wanita setelah menopause (Endang Triyanto, 2014).
2. Umur
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah
di usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat
secara cepat. Sehingga, semakin bertambah usia seseorang maka
tekanan darah semakin meningkat. Jadi seorang lansia cenderung
mempunyai tekanan darah lebih
tinggi dibandingkan diusia muda (Endang Triyanto, 2014).
11
3. Keturunan (genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga
yang telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium individu sehingga pada orang tua
cenderung beresiko lebih tinggi
menderita hipertensi dua kali lebih besar dibandingan dengan orang
yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi
(Buckman, 2010).
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan
darah. Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan yang rendah,
kemungkinan kurangnya pengetahuan dalam menerima informasi
oleh petugas kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola
hidup sehat (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R., 2007).
10. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikonrol
a. Obesitas
Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung kurangnya
melakukan aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi kebutuhan
energi, sehingga akan terjadi peningkatan berat badan atau obesitas
dan akan memperburuk kondisi (Anggara, F.H.D., & N. Prayitno,
2013).
b. Kurang olahraga
Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah untuk
mengurangi peningkatan tekanan darah tinggi yang akan menurunkan
tahanan perifer, sehigga melatih otot jantung untuk terbiasa
melakuakn pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
c. Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan di
dalam kandungan nikotik yang dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.
d. Konsumsi garam berlebihan
WHO merekomendasikan konsumsi garam yang dapat mengurangi
peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah
tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram) (H.
Hadi Martono Kris Pranaka,
2014-2015).
e. Minum alcohol
Ketika mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan menyebabkan
12
peningkatan tekanan darah yang tergolong parah karena dapat
menyebabkan darah di otak tersumbat dan menyebabkan stroke.
f. Minum kopi
Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200 mg, dimana dalam satu
cangkir kopi dapat meningkatakan tekanan darah 5- 10 mmHg.
g. Kecemasan
Kecemasan akan menimbulkan stimulus simpatis yang akan
meningkatkan frekuensi jantung, curah jantung dan resistensi
vaskuler, efek samping ini akan meningkatkan tekanan darah.
Kecemasan atau stress meningkatkan tekanan darah sebesar 30
mmHg. Jika individu meras cemas pada masalah yang di hadapinya
maka hipertensi akan terjadi pada dirinya. Hal ini dikarenakan
kecemasan yang berulang-ulang akan mempengaruhi detak jantung
semakin cepat sehingga jantung memompa darah keseluruh tubuh
akan semakin cepat.
Artritis Reumatoid adalah suatu gangguan kronik yang menyerang
berbagai organ, merupakan salah satu dari sekelompok penyakit
jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak
diketahui, biasanya terjadi destruksi sendi progresif walaupun
episode peradangan sendi mengalami masa remisi (Price S. A, 2006).
13
- Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
- Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
- Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyaki cebrocaskuler, episode palpitasi.
14
- Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
- Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9. keamanan
- Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
10. Pembelajaran / Penyuluhan
- Gejala : Faktor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit serebrovaskuler, ginjal - Faktor resiko etnik,
penggunaan pil KB atau hormon lain Penggunaan obat / alcohol.
D. Diagnosa Keperawatan
15
Gelisah atau ketegangan otot
Durasi episode nyeri
Merintih dan menangis
gelisah
c) memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
d) mempertahankan nyeri pada ….atau kurang (dengan skala 0-10)
e) melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
f) mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
factor tersebut
g) melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
h) melaporkan pola tidur yang baik
Intervensi keperawatan (NIC)
Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
b) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh analgesic
dan kemungkinan efek sampingnya
d) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri
dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
Manajemen nyeri:
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan
factor presipitasinya
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang
tidak mampu berkomunikasi efektif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi obat
tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan
16
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid (resiko
ketergantungan atau overdosis)
Manajemen nyeri:
a) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
b) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)
Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b) Manajemen nyeri:
c) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
d) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa
lalu
Perawatan dirumah
a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang diperlukan
dalam pemberian obat
17
Intervensi Keperawatan NIC
Pengkajian
a) kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik
setiap……..
b) kaji untuk factor budaya yang menjadi penyebab ansietas
c) gali bersama pasien tenteng tehnik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas dimasa lalu
d) reduksi ansietas (NIC); menentukan kemampuan pengambilan keputusan
pasien
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis, termasuk kebutuhan
untuk pengulangan, dukungan dan pujian terhadap tugas-tugas yang telah
dipelajari
b) berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok bantu, tempat ibadah, lembaga sukarelawan dan pusat
rekreasi
c) informasikan tentang gejala ansietas
d) ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara serangan panic dan
gejala penyakit fisik
e) penurunan ansietas (NIC);
f) sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, terapi dan prognosis
g) instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
h) jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dialami selama
prosedur
Aktivitas kolaboratif
a) penurunan ansietas (NIC); berikan obat untuk menurunkan ansietas jika
perlu
Aktivitas lain
a) pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan
ketenangan serta rasa nyaman
b) beri dorngan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan
perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
c) bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
ansietas
d) sediakan pengalihan melaui televise, radio, permainan serta terapi okupasi
untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus
e) coba teknik seperti imajinasi bombing dan relaksasi progresif
18
f) dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi, serta izinkan
pasien untuk menangis
g) yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal
dan nonverbal secara bergantian
h) sediakan lingkungan yang tenang dan batasi kontak dengan orang lain
i) sarankan terapi alternative untuk mengurangi ansietas yang dapat diterima
oleh pasien
j) singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan
k) penurunan ansietas (NIC);
l) gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
m) nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien
n) damping pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut
o) berikan pijatan punggung, pijatan leher jika perlu
p) jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
q) bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas
19
4. sering
5. selalu
Indikator 1 2 3 4 5
Menyadari keterbatasan energy
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energy
Intervensi keperawatan (NIC)
Pengkajian
a) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan ADL
b) Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
c) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Manajemen energy (NIC):
a) Tentukan penyebab keletihan
b) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
c) Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas
d) Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy yang adekuat
e) Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur dalam
jam
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk:
b) Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
c) Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan ke dokter
d) Pentingnya nutrisi yang baik
e) Penggunaan peralatan seperti oksigen saat aktivitas
f) Penggunaan tehnik relaksasi selama aktivitas
g) Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga
h) Tindakan untuk menghemat energy
Manajemen energy (NIC):
a) Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri yang akan
meminimakan konsumsi oksigen
b) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Aktivitas kolaboratif
a) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu
penyebab
b) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu.
20
c) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan kesehatan jiwa
dirumah
d) Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan perawtan rumah, jika perlu
e) Rujuk pasien keahli gizi untuk perencanaan diet
f) Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung
Aktivitas lain
a) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode istirahat
b) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, jika perlu
c) Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas
d) Rencanakan aktivitas bersama pasien secara terjadwal antar istirahat dan latihan
Manajemen energy (NIC);
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
b) Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energy paling banyak
c) Bantu pasien untuk aktivitas fisik teratur
d) Bantu rangsangan lingkungan untuk relaksasi
e) Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri dengan membuat dan
menggunakan dokumentasi tertulis untuk mencatat asupan kalori dan energy
Perawatan dirumah
a) Evaluasi kondisi rumah yang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas
b) Kaji kebutuhan terhadap alat bantu, oksigen dan lain sebagainga dirumah
21
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Data Biografi
Nama : Tn. M
Golongan Darah :B
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
TB / BB : 157 cm / 50 kg
22
Alamat : Rt 08 Rw 03 Lingk. Bedi
B. Alasan Masuk
Saat dilakukan pengkajian Tn. M mengeluh kepala terasa sakit, keluhan yang dirasakan seperti tertekan benda berat pada daerah kepala
dan leher, skala nyerinya 6. Tn M juga mengatakan cemas dan takut tubuhnya tidak bisa digerakan seperti tetangganya. Hasil
pemeriksaan : Tn. M tampak meringis, Tn. M tampak gelisah.
C. Analisa Data
23
DO:
1 Tn M tampak meringis
2. Tn M tampak gelisah.
3. Tanda-tanda vital.
TD:180/110
N: 96x/m
RR: 18x/m
S : 37 ̊ C
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury biologi
24
E. RENCANA KEPERAWATAN
25
sebelum pemberian obat pasien, sehingga hal yang
cek jenis obat, dosis dan tidak diinginkan akan dapat
frekuensi dihindari dan tidak
cek riwayat alergi memberikan efek negatif
tentukan pilihan analgesik pada pasien
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
tentukan dosis, dan rute
optimal obat
evaluasi efektifitas analgesik,
tanda dan gejala
26
6. Menganjurkan Tn. M untuk meningkatkan - Klien mengatakan nyeri sedikit
istrahat. berkurang setelah melakukan
7. Menganjurkan keluarga memberi teknik menejeman nyeri yang
lingkungan yang nyaman untuk klien diajarkan.
untuk mengurangi nyeri. - Klien mengatakan merasa lebih
8. Mengkolaborasikan Pemberian Terapi nyaman dan nyeri berkurang
untuk mengurangi nyeri dengan Dokter setelah melakukan kompres
hangat pada kepala bagian
belakang.
Objektif :
- Klien mampu
mendemonstrasikan teknik
relaksasi, distraksi dan kompres
hangat pada kepala bagian
belakang.
- Klien tidak lagi terlihat gelisah
dan meringis.
- Tanda-tanda vital :
TD : 150/100.
N : 90 x/m
RR : 18 x/m
S : 36,8 ̊ C
A : Masalah teratasi sebagian
Planning :
- Kaji skala nyeri
- Observasi TTV
27
- Anjurkan melakukan teknik
relaksasi.
- Anjurkan melakukan teknik
distraksi.
- Anjurkan memberi kompres
hangat pada kepala bagian
belakang.
- Anjurkan Klien meningkatkan
istrahat.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Penyakit Hipertensi Dan Cara Penanganannya. Diakses Mei 2018
Dari
Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Bustan, M.N. 2007. Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2. Jakarta:
Rineka Cipta
Kemenkes RI. Info Data Dan Informasi Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta :
Kemenkes RI; 2014.
Koes Irianto. 2014. Epideminologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung: IKAPI
Nurarif & Kusuma. 2013. Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
Nurarif & Kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
29
30