Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bahasa, Media Sosial, Instagram, dan Sosiolinguistik

2.1.1 Pengertian Bahasa


a) Menurut Chaer dan Agustina (2010: 17), fungsi utama bahasa ialah sebagai
sarana komunikasi dan dan interaksi. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan ilmu teknologi di era globalisasi saat ini sangat cepat, terutama dalam
teknologi informasi.
b) Saddhono (2012), bahasa termasuk dalam teknologi informasi karena
digunakan sebagai alat komunikasi di dalam masyarakat yang digunakan
dalam lingkungan, kepentingan, dan tingkatan yang beraneka ragam
c) Menurut Simatupang (2018), bahasa mempunyai fungsi sebagai sosial, baik
itu alat komunikasi untuk berinteraksi ataupun sebagai cara mengidentifikasi
kelompok sosial.

Beberapa pengertian para ahli bahasa diatas, dapat disimpulkan bahwa bahasa
adalah alat yang digunakan sebagai sarana komunikasi, khas dimiliki oleh manusia.

2.1.2 Pengertian Sosial Media


Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai
sekelompok aplikasi Internet yang dibangun di atas dasar ideologis dan dalam
teknologi Web 2.0 serta memungkinkan pembuatan dan pertukaran konten buatan
pengguna. Web 2.0 menjadi andalan media sosial. Media sosial hadir dalam berbagai
bentuk, termasuk jejaring sosial, blog, bookmark social, wiki, forum online, blog
sosial, gambar, mikroblog, podcast, serta video. Kemudian, Kaplan dan Haenlein,
membagi enam jenis media sosial, yaitu, blog dan mikroblog, komunitas konten,
sosial virtual, jejaring sosial, virtual game, dan proyek kolaboratif.
Media sosial disebut sebagai jejaring sosial atau media online, penggunanya
dapat berpartisipasi dalam menciptakan sebuah karya atau isi, seperti forum, blog,
dunia virtual (maya), wiki, dan jejaring sosial lainnya. jejaring sosial digunakan
sebagai media berbagi informasi serta berkomunikasi dengan orang-orang jauh yang
tidak terjangkau secara langsung. Saat ini perkembangan teknologi semakin pesat
dengan mudah kita dapat mengakses aplikasi media sosial, misalnya Instagram,
WhatsApp, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Penggunaan media sosial saat ini
digunakan sebagai alat komunikasi yang paling banyak penggunanya, kegunaannya
yang mudah dan siapa pun dapat menjangkaunya.

2.1.3 Pengertian Instagram


Menurut Sari (2017: 6), Instagram merupakan media sosial yang digunakan
untuk mengambil foto serta mengirimnya dalam waktu cepat. Kemudian, menurut
Atmoko (2012: 28) di dalam Instagram terdapat lima menu utama, yaitu homepage,
comments, explore, profil, dan news feed. Selain itu, Atmoko menyebutkan terdapat
bagian pada Instagram yang sebaiknya diisi agar foto yang diunggah itu dapat
bermakna, seperti judul, hashtag, dan lokasi. Aktivitas lain yang dapat dilakukan
adalah follow, like, comment, dan mention.

2.1.4 Pengertian Sosiolinguistik


1. Waridah (2015)
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari aspek bahasa
kemasyarakatan, khususnya variasi atau perbedaan yang terdapat dalam
bahasa yang berkaitan erat dengan kemasyarakatan itu sendiri.
2. P. W. J. Nababan (1984: 2)
Sosiolinguistik terdiri dari dua unsur utama, yaitu sosio dan lingustik. Sosio
merupakan hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan, sedangkan linguistik
merupakan ilmu yang mempelajari bahasa. Jadi dari pengetian Nababan dapat
disimpulkan, sosiolinguistik ialah ilmu yang membahas hubungan penutur
bahasa itu sebagai anggota masyarakat.
3. Harimurti, Kridalaksana (1984: 181)
Sosiolinguistik merupakan cabang dari ilmu linguistik yang mempelajari
hubungan saling pengaruh antara perilaku bahasa serta perilaku sosial.

Beberapa pengertian dari para ahli bahasa diatas dapat disimpulkan,


sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari aspek-aspek bahasa dalam
masyarakat, khususnya perbedaan atau variasi bahasa, khususnya pada masyarakat.

2.2 Bentuk Dari Ragam Bahasa dan Variasi Bahasa

Ragam bahasa Indonesia ini terbagi dalam ragam tertulis dan ragam lisan dan
keduanya berbeda. Tidak semua tulisan dapat diucapkan dan sebaliknya karena
kaidah ragam lisan yang belum tentu berlaku dalam ragam tulis. Varian lisan
menuntut orang atau teman lain untuk berbicara di depan pembicara, sedangkan
varian tertulis tidak mengharuskan lawan bicara berada di depan. Dalam ragam lisan,
unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu
ditentukan. Terkadang elemen ini bisa dihilangkan. Hal ini karena bahasa yang
digunakan dibantu oleh gerak tubuh, ekspresi wajah, anggukan, pandangan.
Menurut Rumadhan (2014), menyatakan bahwa bahasa itu dapat dapat
mengalami perubahan bentuk karena dialek. Dalam berkomunikasi menggunakan
jejaring sosial atau media sosial, penggunaan bahasa yaitu dengan tulisan. Fenomena
penggunaan ragam komunikasi di internet sering diistilahkan ecrononciation, hal ini
merujuk pada kata, frasa, dan klausa, bukan pada struktur kalimat. Ada delapan aspek
temuan ragam bahasa, yaitu diftongisasi, zeroisasi, perubahan grafi, ellipsis,
perubahan leksikal, mixing code, penambahan grafi, dan onomatope.
Contoh dari ecrononciation:
Tidak Baku Baku

Pake Pakai

Kalo Kalau

Nggak Tidak

Sampe Sampai

Samak Dengan

Aktip Aktif

Lo Kamu

Gue Saya

Chaer (2010: 62) berpendapat bahwa, variasi bahasa merupakan


keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan oleh
masyarakat atau kelompok yang berbeda dan disebabkan oleh penutur heterogen.
Sejalan dengan pendapat Allan Bell (Coupland dan Adam, 1997: 20), variasi
linguistik merupakan salah satu aspek sosiologi yang paling menarik. Prinsip dasar
dibalik variasi linguistik ini adalah bahwa penutur tidak selalu berbicara dengan cara
yang sama di semua kesempatan atau kesempatan. Artinya, penutur memiliki pilihan
atau alternatif untuk berbicara dengan cara yang berbeda dalam situasi yang berbeda.
Cara berbicara yang berbeda ini dapat menyebabkan makna sosial yang berbeda.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa
adalah jenis bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan tugas dan situasi, tanpa
memperhatikan kaidah-kaidah dasar bahasa yang bersangkutan. Hal ini karena
keragaman bahasa disebabkan oleh keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
Dalam variasi bahasa ada beberapa penyebab, yaitu interferensi, integrasi, campur
kode, bahasa gaul, dan alih kode
Variasi dalam bahasa ialah komunikasi sosial yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat yang berbeda serta fakta bahwa penuturnya tidak homogen.
Ada dua sudut pandang tentang variasi bahasa, yaitu pertama dalam variasi dapat
dilihat sebagai akibat keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi
bahasa. Dengan demikian, ragam bahasa muncul sebagai akibat dari keragaman sosial
dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, pilihan bahasa sudah ada untuk memenuhi
perannya sebagai alat komunikasi.

Berikut contoh dari variasi dalam bahasa:


A: “Mending pikir-pikir dulu bro. Gue rasa hidup lo bakal ambyar…”
B: “Lo itu bisa kayak ultramen, kalo imajinasinya kuat”
Kalimat diatas merupakan campur kode karena adanya faktor kebiasaan yang
menjelaskan dengan santai. Bahasa yang digunakan tersebut terdapat bahasa Jawa
seperti “ambyar” dalam bahasa Indonesia artinya hancur dan ada kata “bro” dalam
bahasa gaul yang artinya kawan. Hal ini menunjukkan pemilik akun Satu Persen
mencampurkan bahasa daerah dan bahasa gaul.

2.3 Bahasa Slang atau Prokem

Bahasa slang atau prokem ini hadir untuk membuat komunikasi dengan orang
lain sulit dipahami atau aka nada multitafsir dalam menangkap makna bahasa. Bahasa
slang juga menimbulkan kesan kesantunan yang kurang baik saat berbicara dengan
orang lain. Bahasa slang atau prokem ini dilakukan untuk memunculkan variasi baru
bahasa penutur demi kepentingan tertentu, seperti dalam konteks kerahasian
informasi. Menurut Fardani dan Wiranti (2019), proses penyisipan kata dengan cara
ini dilakukan secara konsisten di dalam banyak kata. Dengan demikian, muncul unsur
kesengajaan yang tinggi dalam pembentukan bahasa prokem ini ditemukan melalui
fenomena bahasa lain.

Faktor-faktor dalam bahasa slang atau prokem:


1. Faktor Sosial
Ikatan remaja saat ini sudah lumrah karena banyak situs media sosial di dalam
jejaring sosial dapat menghubungkan satu sama lain. Misalnya, pada Facebook dan
Instagram, di media inilah bahasa alay muncul dan berkembang. Tulisan di status-
status yang kemudian dibaca oleh para remaja kemudian yang mengamati
penggunaan bahasa alay itu akan terbawa dalam berkomunikasi. Bahasa ini
berkembang di kalangan remaja dan paling sering digunakan di media sosial.
Semakin lama bahasa ini tumbuh, semakin dianggap normal di kalangannya.

2. Faktor Gengsi
Banyak remaja mencoba gaul tidak ketinggalan zaman yang mengharuskan
mereka untuk mengetahuinya, salah satunya adalah alay, singkatan dari terlalu
kekanak-kanakan, yaitu bahasa tulis dalam bentuk ampuran bahasa gaul lisan, bahasa
asing terutama bahasa Inggris, singkatan, kode, angka, dan simbol. Alasan mereka
menggunakan bahasa ini adalah karena mereka tidak ingin disebut orang kampungan

3. Faktor Periklanan
Kecintaan masyarakat terhadap sinetron, film, bahkan iklan sedikit banyak
berpengaruh terhadap penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa yang digunakan para
remaja berasal dari apa yang mereka dengarkan dan yang mereka lihat. Misalnya di
televisi, banyak sinetron, film, bahkan iklan yang turut mempopulerkan bahasa alay.
Bagi remaja melihat dirinya mengikuti dan menggunakan bahasa alay dalam
kehidupan sehari-hari dianggap gaul dan keren.

2.4 Bentuk Analisis Kalimat Pada Gambar Akun Satu Persen di Instagram

Hasil dari kajian ini adalah penggunaan media social di Instagram


menunjukkan adanya kesalahan bahasa yang tidak benar serta postingan tersebut
perlu dianalisis untuk memahami bagaimana penggunaan bahasa di dalamnya, apakah
sudah baik diterima oleh masyarakat atau mempersulit bahasa itu sendiri.
Pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada akun
Instagram Satu Persen. Satu Persen merupakan startup pendidikan yang mengajarkan
tentang pengetahuan dan makna kehidupan yang belum pernah diajarkan di tingkat
pendidikan, serta masyarakat luas, platform ini menyediakan layanan di berbagai
media sosial, seperti YouTube, Facebook, Tiktok, Instagram, dan sebagainya.
Namun, fokus peneliti hanya pada media sosial Instagram, lalu mengklasifikasikan
sesuai dengan permasalahan dan hasilnya akan disimpulkan berdasarkan hasil
analisis.
Dalam hal ini penggunaan diksi yang baik dan benar dalam kalimat perlu
diperhatikan. Widyamartaya (1990: 45) berpendapat bahwa penggunaan diksi atau
pilihan kata merupakan kemampuan seseorang untuk membedakan dengan benar atau
salah makna kata atau frasa sesuai dengan ide yang ingin disampaikan dan
keterampilan ini harus disesuaikan dengan situasi dan nilai-nilai individu dan
sekelompok. Berdasarkan pengamatan langsung di Instagram, diketahui penggunaan
kalimat ini terjadi dalam situasi informal atau kata nonbaku, seperti kata lo, logical
fallacy, ambyar, bro, struggling, kayak, dan lain-lain. Penggunaan bahasa ini
tujuannya untuk mempermudahkan memahami apa yang dituliskan dan bahasa gaul
ini menjadi trend atau bahasa sekarang itu disebut bahasa anak Jaksel (Jakarta
Selatan).

Bentuk Analisis:
1. “Kenapa ya semua orang tuh kayak gak suka sama gue…?”
2. Let's say di kerjaan, lo sebagai manager. Di keluarga, lo sebagai anak
sulung. Di circle, lo sebagai teman. Dan masih banyak lagi.
3. Bisa jadi juga pada akhirnya susah nge-fit, karena gak sama sekali belajar
tentang peran dan segala bobot-bebetnya, termasuk manner dan attitude.
4. Coba aja lo bayangin kalo semua orang gak punya batas dan segalanya serba
semrawut.
5. …..ngejelasin kalo tidur itu ternyata bisa memperbaiki suasana hati, mengisi
sistem kekebalan tubuh & hormon, sampai mengatur nafsu makan.
Beberapa kalimat diatas merupakan kalimat yang dibuat oleh admin Satu Persen
melalui media sosial Instagram, selain pemilihan diksi dapat dilihat terdapat bahasa
daerah, bahasa gaul, dan bahasa slang atau prokem.
No Kalimat Asli Pemilik Kata Non Baku dan Kalimat Perbaikan Sesuai
Akun Perbaikannya Ejaan Bahasa Indonesia

1 “Kenapa ya semua kenapa=mengapa “Mengapa semua orang itu


orang tuh kayak gak tuh=itu seperti tidak suka dengan
suka sama gue…?” kayak=seperti saya?”
gak=tidak
gue=saya
sama=dengan

2 Let's say di kerjaan, lo let’s say=katakanlah Katakanlah di kerjaan, kamu


sebagai manager. Di lo=kamu sebagai manager; di keluarga,
keluarga, lo sebagai circle=lingkaran kamu sebagai anak sulung; di
anak sulung. Di circle, lingkaran, kamu sebagai
lo sebagai teman. Dan teman; dan masih banyak lagi.
masih banyak lagi.

3 Bisa jadi juga pada nge-fit=bugar Bisa jadi juga pada akhirnya
akhirnya susah nge-fit, gak=tidak susah membugarkan karena
karena gak sama sekali bobot-bebet=kepribadian tidak sama sekali belajar
belajar tentang peran dan pendidikan-status tentang peran dan segala
dan segala bobot- sosial ekonomi kepribadian serta pendidikan-
bebetnya, termasuk manner dan status sosial ekonominya,
manner dan attitude. attitude=cara termasuk cara dan sikap.
dan sikap

4 Coba aja lo bayangin lo=kamu Coba aja kamu bayangin kalau


kalo semua orang gak kalo=kalau semua orang tidak punya batas
punya batas dan gak=tidak dan segalanya serba acak-
segalanya serba semrawut=acak-acakan acakan.
semrawut.
Kalimat (1) menggunakan bahasa informal karena bahasa ini digunakan agar
masyarakat di media sosial mengerti yang dituliskan. Lalu, frasa “tuh kayak” ini
sering kita jumpai di dalam media sosial dan percakapan sehari-hari karena bahasa ini
pengucapannya lebih mudah, kalau dalam KBBI ini frasa tersebut tidak ada. Jika
digantikan sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia menjadi “itu sepertinya”, secara
keseluruhan jika diubah menjadi kalimat baku akan berterima secara kaidah, namun
secara masyarakat kalimat ini akan dimaknai sebagai kalimat aneh.
Kalimat (2) menggunakan ragam bahasa asing atau biasa disebut bahasa gaul,
hal ini karena adanya kata “Let’s say” bahasa Inggris yang jika diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia menjadi “Katakanlah” dan di kalimat tersebut kata “di” ini tidak
boleh di awal setiap kalimat jika menunjukkan rincian atau uraian. Dapat diganti
dengan tanda titik dua (;) karena tanda ini digunakan sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan lainnya dalam
kalimat majemuk. Kalimat di atas jika diubah menjadi kalimat baku secara tata
bahasa berterima, namun jika di masyarakat media sosial penggunaan yang terlalu
baku berkesan aneh.
Kalimat (3) menggunakan ragam bahasa yang sama seperti kalimat (2),
bedanya kalimat ini menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa. Terdapat frasa
“Bobot-bebet” dalam bahasa Indonesia berarti status sosial dan kepribadian orang.
Kemudian, ada kata “nge-fit” kata ini jika diartikan menjadi “nge-bugar” kalau
menggunakan kalimat baku ini secara tata bahasa tidak berterima karena afiks nge-
ini tidak baku, seharusnya ditulis mem- katanya menjadi membugar. Frasa
berikutnya, yaitu “manner dan attitude” frasa ini menggunakan bahasa Inggris yang
menggunakan konjungsi “dan” penggunaan frasa ini ada dua variasi yaitu kata “dan”
yang merupakan bahasa Indonesia “manner-attitude” bahasa Inggris. Kalau kalimat
ini diartikan sesuai dengan tata bahasa Indonesia atau EYD akan berterima. tapi kalau
di dalam masyarakat media sosial mungkin akan berkesan aneh. Penggunaan kalimat
ini menggunakan bahasa Inggris agar terkesan kekinian dan menjadi kebiasaan
pengguna media sosial, khususnya Instagram.
Kalimat (4) dan kalimat (5) sama seperti kalimat sebelumnya, penggunaan
ragam bahasa, variasi bahasa, dan bahasa asing. Pada umumnya hal ini dilakukan
karena adanya campur kode dan alih kode dengan mempertimbangkan beberapa
alasan, seperti bahasa daerah lebih dipandang mampu menggambarkan pikiran serta
perasaan yang tepat, tidak ada istilah yang tepat dalam bahasa lain untuk
mengungkapkan makna tersebut, dan cenderung dianggap lebih sopan dan baik dalam
penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai