ABSTRACT
Language is one of the cultural heritages that must be preserved their existence.
Vernacular or first language is the forerunner of the national language. Regional languages will
be lost presence in the archipelago if no special effort preservation. This paper, discusses about
the meaning of short vowel and long vowel in Nagekeo language which represented in minimal
pairs. Talking about vernacular or first language not only how the word or sentence were used
but we must be smart to listen and try to understand the language is expressed so there will no
argue or misunderstanding in found the meaning. Because in Nagekeo language there were the
words that has double meaning
Key words: meaning, short vowel, long vowel, and Nagekeo language
ABSTRAK
Bahasa merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan eksistensinya.
Bahasa daerah atau bahasa Ibu merupakan cikal-bakal dari bahasa nasional. Bahasa daerah akan
hilang eksistensinya di Nusantara jika tidak ada upaya khusus pelestariannya. Dalam makalah
ini penulis membahas tentang makna vocal pendek dan vocal Panjang dalam bahasa daerah
Nagekeo yang mana direpresntasikan dalam Minimal Pair atau pasangan minimal. Berbicara
bahasa daerah tidak hanya bagaimana kata atau kalimat yang digunakan namun kita harus jeli
mendengar dan memahami bahasa yang diungkapkan agar tidak terjadi perdebatan dan
kesalahpahaman dalam menafsirkan makna tersebut. Sebab dalam Naegekeo terdapat kata – kata
yang bermakna ganda yang selalu digunakan oleh masyarakat setempat dalam kehidupan sehari
– hari.
Kata kunci: makna, vocal pendek dan vocal Panjang, bahasa Nagekeo.
1. PENDAHULUAN
Bahasa daerah merupakan salah satu kebudayaan yang sekaligus menjadi wadah
pembentukan kebudayaan itu sendiri. Bahasa daerah telah berperan sebagai sarana untuk
membentuk dan mewariskan kebudayaan dalam suatu komunitas. Bahasa daerah atau bahasa
regional atau bahasa ibu adalah bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara
berdaulat, yaitu di suatu daerah kecil, negara bagian federal, provinsi, atau teritori yang lebih
luas.
Pada dasarnya bahasa daerah di Kabupaten Nagekeo sampai sekarang ini masih berfungsi
sebagai alat komunikasi dalam tata kehidupan rumah tangga dan anggota masyarakat
pemakainya. Fungsi penting lainnya adalah sebagai alat komunikasi dalam kegiatan sosial
budaya misalnya dalam pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan adat seperti: upacara
perkawinan adat, upacara pembuatan rumah adat, dan upacara pesta adat. Hal ini dapat
dimaklumi karena seperti halnya bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah di Nusa Tenggara
Timur termasuk bahasa Nagekeo juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang tidak kalah
pentingnya dengan kedudukan dan fungsi bahasa daerah Indonesia. Menurut Hasan Alwi
(2001:28-30) untuk mengetahui dan melihat kedudukan bahasa daerah kita harus menggunakan
dua sudut pandang. Pertama, bahasa daerah sebagai sarana komunikasi bagi penutur yang
berasal dari kelompok etnik yang sama. Maka fungsi bahasa daerah terbagi menjadi lima fungsi
yaitu: (1) lambang kebanggaan daerah; (2) lambang identitas daerah; (3) alat perhubungan di
dalam keluarga dan masyarakat daerah; (4) sarana pendukung kebudayaan daerah; (5)
pendukung bahasa dan sastra daerah.
Kedua, bahasa daerah dalam kaitannya dengan Bahasa Indonesia. Apabila dilihat dari
sudut pandang kedua, yaitu dari segi hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia, maka
ada empat fungsi yang diemban oleh bahasa daerah, yaitu: (1) pendukung bahasa nasional; (2)
pengantar pada tingkat permulaan di Sekolah Dasar; (3) sumber kebahasaan untuk memperkaya
bahasa Indonesia; (4) pelengkap bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintah daerah
Minimal pairs atau pasangan minimal tidak hanya terdapat dalam bahasa Indonesia
maupun Bahasa Inggris namun minimal pairs atau pasangan minimal juga terdapat dalam bahasa
daerah yaitu Bahasa Nagekeo.
Dalam penelitian ini, penulis mengunakan beberapa sumber data tertulis yang berkaitan
dengan bahasa daerah Nagekeo sebagai bahan referensi. Data tertulis yang digunakan yaitu
dengan membaca salah buku tentang kosakata bahasa daerah Nagekeo, dimana kosakata –
kosakata tersebut biasa digunakan dalam komunikasi sehari – hari antar masyarakat Nagekeo
dan juga sering digunakan dalam upacara adat.
Penelitian ini juga menggunakan hasil wawancara (by phone) kepada informan yang
berasal dari Nagekeo yang merupakan seorang pemangku adat kelurahan Natanage, kecamatan
Boawae, Kabupaten Nagekeo. Dalam proses wawancara, penulis menggunakan daftar
pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Selanjutnya, menyimak dan mencatat hal – hal yang
berkaitan dengan bahasa nagekeo dalam hal ini kalimat dan kosakata yang digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
Instrument sangat penting dalam penelitian karena dengan adanya instrument, hal hal terkait
dengan objek penelitian dapat tersimpan dan apabila diperlukan dapat direplika sesuai dengan
kebutuhan (Putri,2017:31). Pada penelitian ini yang menjadi instrument adalah peneliti sendiri
(human instrument). Untuk diketahui, penulis juga merupakan penutur asli Nagekeo sebab
kosakata yang digunakan di dalam makalah ini merupakan kosakata yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis sebagai penutur asli bahasa Nagekeo dan
melalui hasil wawancara kepada seorang tua adat yang juga merupakan penutur asli Bhasa
Nagekeo, penulis memperoleh data sebagai berikut:
3.1 [a] vs [aa]
Aka ‘bohong’
Ma’e dheko imu ta punu, ke imu aka kita
‘Jangan mempercayai apa yang dia katakana, dia membohongi kita’
Aate ‘kubur’
Mona ngala podhu ena wawo aate’
‘Tidak boleh duduk di atas kubur’
Ate ‘hati’
Ate nga’o laza ngata tei imu la’a ne’e anahaki ta io
‘Hati saya sangat sakit ketika melihat dia pergi bersama laki – laki lain’
Na ‘saudara’
Nga’o ne’e na haki lima
‘Saya mempunyai 5 saudara’
Bai ‘terlalu’
Ka ma’e bai woso, aki tuka kau laza
‘Makan jangan terlalu banyak nanti perutmu sakit’
Ba’i ‘ kakek’
Nebulu nga’o dhesi ba’i nga’o
‘Semalam saya mengunjungi kakek saya’
Ba’i ‘pahit’
Uta padu nge ba’i ngata nga’o kelo talo
‘Sayur daun pepaya sangat pahit dan saya tidak sanggup menelannya’
Sai ‘siapa’
Azi kau ngaza sai?
Siapa nama adikmu?
Sa’i ‘menemukan’
Nga’o sa’i buku ena one kelas
‘Saya menemukan buku ini di dalam kelas’
Gae ‘mencari’
Puu nebumai ana ke gae ta ine
‘Sejak kemarin anak itu mencari ibunya’
Sae ‘bongkar’
Slo’o nga’o mo’o sae imo buku ena rak
‘sebentar saya akan membongkar semua buku di rak itu’
Ka’u ‘aduk’
Ka’u ngia uta ae nio kena jeka heto
‘Aduklah sayur santan itu samapai mendidih’
Mau ‘jinak’
Bhada mosa ta mite mau ngata
‘Kerbau jantan berwarna hitam sangat jinak’
Ma’u
Poa imo demu mo la’a mena ma’u
‘Besok mereka akan pergi ke pantai’
Pau ‘mangga’
Nebumai kami ka pau
‘Kemarin kami makan mangga’
Pau ‘lari’
Azi nga’o pau ilo ngata go taku ata bingu ta legho
‘Adik saya berlari sangat kencang karena takut dikejar orang gila’
Gha’o ‘kiri’
Imu kema pake lima gha’o
‘Dia bekerja dengan tangan kiri’
Kao ‘irus’
Imu seo muku pake kao’
‘Dia menggoreng pisang menggunakan irus’
Ka’o ‘gendong’
Mama ka’o azi nga’o
‘Mama menggendong adik saya’
Ngao ‘hijau’
Haki nga’o sena pake labu ngao
‘Suamiku suka memakai baju berwarna hujau’
Nga’o ‘saya’
Nga’o dhesi he mama ta lese
‘Saya selalu ingat pesan mama’
Pa’o ‘melarang’
Mama pa’o nga’o mona ngala la’a moko ena kisa zala
‘Mama melarang saya untuk tidak boleh bermain tengah jalan’
Sao ‘timbah’
Demu la’a sao ae zili lowo
‘Mereka pergi menimbah air di kali
Sa’o ‘rumah’
Sa’o kami ena kisa bo’a
‘Rumah kami terletak di tengah kampung
Iika ‘mengusir’
Mama iika manu ta kedho pae ena wewa
‘Mama mengusir ayam yang mencotok padi di halaman’
Ti ‘umbi suweg’
Baba la’a koe ti lau uma
‘Bapak pergi ke kebun untuk memanen umbi suweg’
Ti’i ‘beri’
Nebumai nasa imu ti’i imu doi
‘Kemarin pacarnya memberi dia uang’
3.7 [ia] vs [i’a]
Lia ‘lubang’
Nga’o boba taga nga’o goge lia
‘Saya terjatuh karna kaki saya terjerat dalam lubang itu’
Li’a ‘tinggal, meninggalkan’
Ana haki ke la’a li’a nea nasa imu
‘Lelaki itu pergi meninggalkan kekasihnya’
Ku’a ‘patah’
Imu ku’a nea keke negha poke nea’
‘Dia patahkan sisir lalu dibuang’
Sua ‘surat/kertas’
Dewe poa nga’o ti’i sua utu imu
‘Tadi pagi saya memberikan surat untuk dia’
Pui ‘sapu’
Mama watu nga’o ala pui
‘Mama menyuruhku mengambil sapu’
Pu’i ‘petik’
Baba pu’i pau
‘Ayah ‘memetik buah mangga’
3.11 [u] vs [u’u]
Su ‘anyam’
Nene nga’o ngana su te’e
‘Nenekku menganyam tikar’
Su’u ‘junjung’
Mama su’u pae pu’u lau sawa
Mama menjunjung padi dari sawah’
Tu ‘hantar’
Baba la’a tu azi zili sakola
‘Ayah pergi menghantar adik di sekolah’
Tu’u ‘kering’
Imo uuta negha tu’u
‘Semua rumput telah kering’
Eea ‘lepas’
Ana ke bau eea pu’u na ta ine kogo
‘Anak itu tidak ingin melepaskan pelukan mamanya’
Ke’a ‘jelajah’
Migu ulu kami ke’a witu we’e lowo
Minggu yang lalu kami menjelajahi hutan dekat sungai itu’
Lea ‘jahe’
Baba la’a koe lea lau uma
Bapak pergi memanen jahe di kebun
Le’a ‘pecah’
Imu tau embe le’a dhua
‘Dia pecahkan ember itu’
Mea vs me’a
Mea ‘malu’
Fai ga’e ke mea pas ta nasa se’a
‘Perempuan itu tersipu malu ketika pacarnya datang’
Me’a ‘sendiri’
Imu ngala nade me’a ele ta ka’e mona
Dia bisa tidur sendiri meskipun tanpa ditemani sang kakak’
Zea ‘biji’
Ngaza ka jambu ke mona ngala kelo ta zea
Jika ingin makan jambu tidak boleh menelan bijinya
Keli ‘kuat’
Hoga ke keli ngata egi koo pae sekaro
‘Pemuda itu sangat kuat mengangkat satu karung padi’
Keeli ‘bukit’
Uma kami baka mena we’e ne’e keeli
‘Kebun kami kea rah timur berdekatan dengan bukit’
Peu ‘menggembala’
Baba we osa walo peu lebu zele wolo
‘Ayah baru saja pulang menggembala domba di padang’
Pe’u ‘menuduh’
Imu pe’u ta azi ta ala doi ena dompet ko’o mama
‘Ia menuduh adiknya yang mengambil uang di dompet mama’
Do’a ‘sembayang’
Slo’o kobe ma’e ghewo do’a dia sa’o kami
‘Sebentar malam jangan lupa sembayang di rumah kami’
Do’i ‘menumpahkan’
Ta iaba kau do’i nea ae inu kena?
‘Mengapa engkau tumpahkan air minum itu?’
Go’e ‘lilit’
Imu go’e tali be ena ta lima
Dia melilit tali tas di tangannya
Bo ‘bunyi meledak’
Nebumai kami lele li bo waa baka zale
‘kemarin kami mendengar bunyi sesuatu meledak dari arah barat’
Bo’o kenyang’
Ba azi kaunka bo’o negha?
Apakah adikmu sudah kenyang?
Ko ‘cabe, sambal’
Baba tuka laza kerna la’i ko bai aka
‘Perut bapak sakit karena terlalu banyak makan sambal’
Ko’o ‘punya’
Imu pake labu’ ko’o mama
Dia memakai baju punya mama’
No ‘marah’
Ma’e no nga’o mona se’a nebumai papa sabu ne’e kau
‘Jangan marah, kemarin saya tidak bias datang menemuimu’
No’o ‘cukup’
Doi ta mama ti’i no’o ko mona?
‘Cukupkah uang yang diberi ibumu?’
To ‘merah’
Labu nga’o ta to
‘Baju saya berwarna merah’
Vocal pendek dan vocal Panjang dalam bahasa Nagekeo tidak hanya
memunculkan vocal tunggal [a] dan [aa], [i] dan [ii], [u] dan [uu], [e] dan [ee], [o] dan
[oo] tetapi ada juga bunyi diftong atau vocal ganda sepert [ai] dan [a’i], [ae] dan [a’e],
[au]dan [a’u], [ao] dan [a’o], [ia] dan [i’a], [iu] dan [i’u], [ua] dan [u’a], [ui] dan [u’i]
serta [ea] dan [eea]. bunyi diftong yang kita ketahui tidak hanya terdapat dalam bahasa
inggris atau bahasa lainnya di dunia tetapi juga terdapat dalam bahasa Nagekeo. Bunyi
diftong dalam minimal pair bahasa Nagekeo seperti pada kata [sae] dan [sa’e]
mempunyai makna yang berbeda. [sae] artinya bongkar dan [sa’e] artinya panen yang
penggunaannya khusus untuk memanen jagung.
Dalam bahasa Nagekeo juga terdapat kata yang bermakna ganda seperti pada
contoh kata [pau] yang artinya mangga yang merupakan noun atau kata benda dan makna
yang kedua adalah berlari yang merupakan verba. Pentingnya kita memahami persoalan
ini dengan jelas, terutama dalam pemakaian bahasa Nagekeo lisan sangat bermanfaat
untuk menghindari debat perbedaan makna yang ditimbulkannya. Makalah ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi masyarakat luar yang ingin belajar bahasa Nagekeo.
5. Biodata Informan
Stefanus Ngato Noy adalah seorang Pemangku adat atau di daerah setempat biasa
memanggilnya “ Ame Ka’e”. Lahir di Boawae, 30 November 1966, Alamat / tempat
Tinggal di RT 17/ RW 04 , Kampung Rabu – Kelurahan Natanage - Kecamatan Boawae
– Kabupaten Nagekeo - Flores- NTT. Perkerjaannya adalah seorang Petani. Disamping
Bertani, ia juga berperan sebagai tua adat atau pemangku adat di daerah Kecamatan
Boawae dalam setiap upacara adat baik adat perkawinan maupun upacara adat lainnya.
6. Pustaka Acuan