Anda di halaman 1dari 17

MAKNA VOKAL PENDEK DAN PANJANG BAHASA NAGEKEO – KECAMATAN

BOAWAE – NAGEKEO – FLORES – NTT


Yohana Venensia Bidi Lua
1980111002
Universitas Udayana. Program Pascasarjana Ilmu Linguistik
Konsentrasi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa
Pos – el : venensiabidi18@gmail.com

ABSTRACT
Language is one of the cultural heritages that must be preserved their existence.
Vernacular or first language is the forerunner of the national language. Regional languages will
be lost presence in the archipelago if no special effort preservation. This paper, discusses about
the meaning of short vowel and long vowel in Nagekeo language which represented in minimal
pairs. Talking about vernacular or first language not only how the word or sentence were used
but we must be smart to listen and try to understand the language is expressed so there will no
argue or misunderstanding in found the meaning. Because in Nagekeo language there were the
words that has double meaning
Key words: meaning, short vowel, long vowel, and Nagekeo language

ABSTRAK
Bahasa merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan eksistensinya.
Bahasa daerah atau bahasa Ibu merupakan cikal-bakal dari bahasa nasional. Bahasa daerah akan
hilang eksistensinya di Nusantara jika tidak ada upaya khusus pelestariannya. Dalam makalah
ini penulis membahas tentang makna vocal pendek dan vocal Panjang dalam bahasa daerah
Nagekeo yang mana direpresntasikan dalam Minimal Pair atau pasangan minimal. Berbicara
bahasa daerah tidak hanya bagaimana kata atau kalimat yang digunakan namun kita harus jeli
mendengar dan memahami bahasa yang diungkapkan agar tidak terjadi perdebatan dan
kesalahpahaman dalam menafsirkan makna tersebut. Sebab dalam Naegekeo terdapat kata – kata
yang bermakna ganda yang selalu digunakan oleh masyarakat setempat dalam kehidupan sehari
– hari.
Kata kunci: makna, vocal pendek dan vocal Panjang, bahasa Nagekeo.
1. PENDAHULUAN
Bahasa daerah merupakan salah satu kebudayaan yang sekaligus menjadi wadah
pembentukan kebudayaan itu sendiri. Bahasa daerah telah berperan sebagai sarana untuk
membentuk dan mewariskan kebudayaan dalam suatu komunitas. Bahasa daerah atau bahasa
regional atau bahasa ibu adalah bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah negara
berdaulat, yaitu di suatu daerah kecil, negara bagian federal, provinsi, atau teritori yang lebih
luas.
Pada dasarnya bahasa daerah di Kabupaten Nagekeo sampai sekarang ini masih berfungsi
sebagai alat komunikasi dalam tata kehidupan rumah tangga dan anggota masyarakat
pemakainya. Fungsi penting lainnya adalah sebagai alat komunikasi dalam kegiatan sosial
budaya misalnya dalam pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan adat seperti: upacara
perkawinan adat, upacara pembuatan rumah adat, dan upacara pesta adat. Hal ini dapat
dimaklumi karena seperti halnya bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah di Nusa Tenggara
Timur termasuk bahasa Nagekeo juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang tidak kalah
pentingnya dengan kedudukan dan fungsi bahasa daerah Indonesia. Menurut Hasan Alwi
(2001:28-30) untuk mengetahui dan melihat kedudukan bahasa daerah kita harus menggunakan
dua sudut pandang. Pertama, bahasa daerah sebagai sarana komunikasi bagi penutur yang
berasal dari kelompok etnik yang sama. Maka fungsi bahasa daerah terbagi menjadi lima fungsi
yaitu: (1) lambang kebanggaan daerah; (2) lambang identitas daerah; (3) alat perhubungan di
dalam keluarga dan masyarakat daerah; (4) sarana pendukung kebudayaan daerah; (5)
pendukung bahasa dan sastra daerah.
Kedua, bahasa daerah dalam kaitannya dengan Bahasa Indonesia. Apabila dilihat dari
sudut pandang kedua, yaitu dari segi hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia, maka
ada empat fungsi yang diemban oleh bahasa daerah, yaitu: (1) pendukung bahasa nasional; (2)
pengantar pada tingkat permulaan di Sekolah Dasar; (3) sumber kebahasaan untuk memperkaya
bahasa Indonesia; (4) pelengkap bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintah daerah
Minimal pairs atau pasangan minimal tidak hanya terdapat dalam bahasa Indonesia
maupun Bahasa Inggris namun minimal pairs atau pasangan minimal juga terdapat dalam bahasa
daerah yaitu Bahasa Nagekeo.

2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis mengunakan beberapa sumber data tertulis yang berkaitan
dengan bahasa daerah Nagekeo sebagai bahan referensi. Data tertulis yang digunakan yaitu
dengan membaca salah buku tentang kosakata bahasa daerah Nagekeo, dimana kosakata –
kosakata tersebut biasa digunakan dalam komunikasi sehari – hari antar masyarakat Nagekeo
dan juga sering digunakan dalam upacara adat.
Penelitian ini juga menggunakan hasil wawancara (by phone) kepada informan yang
berasal dari Nagekeo yang merupakan seorang pemangku adat kelurahan Natanage, kecamatan
Boawae, Kabupaten Nagekeo. Dalam proses wawancara, penulis menggunakan daftar
pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Selanjutnya, menyimak dan mencatat hal – hal yang
berkaitan dengan bahasa nagekeo dalam hal ini kalimat dan kosakata yang digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
Instrument sangat penting dalam penelitian karena dengan adanya instrument, hal hal terkait
dengan objek penelitian dapat tersimpan dan apabila diperlukan dapat direplika sesuai dengan
kebutuhan (Putri,2017:31). Pada penelitian ini yang menjadi instrument adalah peneliti sendiri
(human instrument). Untuk diketahui, penulis juga merupakan penutur asli Nagekeo sebab
kosakata yang digunakan di dalam makalah ini merupakan kosakata yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.

3. Hasil dan Diskusi


Data empiris yang dikumpulkan dalam makalah ini berasal dari pemakaian lisan dan tulisan
- mengindikasikan bahwa ada sejumlah kasus yang perlu ditelaah. Telaah perbedaan pendek dan
panjang bunyi vokal pada kosakata bahasa Nagekeo, yang setelah disandingkan dalam pasangan
minimal ‘minimal pair’ pasti memberi faedah yang signifikan. Signifikansi perbedaan makna
muncul karena satu sama lain (vokal pendek vs vokal panjang) memang berbeda secara
ortografi ‘ejaan’. Ejaaan yang berbeda antara [a] dengan [aa] pada contoh ana dan aana secara
sederhanapun pasti menampakkan makna yang berbeda. Urutan dari daftar ini ditulis
sedemikian rupa sehingga mudah ditemukan dan gampang dipahami maknanya. Mudahnya
memahami tentu berkat sumbangsih konsep meaning configuration yang terselip pada
metabahasa, sebuah telaah makna bahasa dengan perangkat bahasa, seperti kutipan dari buku
Natural Language Semantics oleh Prof. Keith Allan (2001:8) A metalanguage is just another
language, often an artificial and not a natural one. One important practical constrain on a
metalanguage is that (mostly) it needs to be understood by human beings who normally
communicate in a natural language of which they have fluent command.
Atas dasar itulah setiap leksikon dalam buku ini dipetakan bersandar atas : entitas, proses,
alat dan hasil sebagai contoh:
Sae ‘bongkar’
Slo’o nga’o mo’o sae imo buku ena rak
‘sebentar saya akan membongkar semua buku di rak itu’
Sa’e ‘panen’ (khusus jagung)
Poa imo kami la’a sa’e holo
‘Besok kami akan panen jagung’
Cara kerja Metabahasa:
Leksikon Entitas Proses/cara Alat Hasil Makna
Bahasa
Indonesia
Sae Buku Cepat Tangan Terpisah dari Membongkar
rak/
berserakan
Sa’e Jagung Pelan Parang/pisau Terkumpul Memanen
hasil
panennya

Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis sebagai penutur asli bahasa Nagekeo dan
melalui hasil wawancara kepada seorang tua adat yang juga merupakan penutur asli Bhasa
Nagekeo, penulis memperoleh data sebagai berikut:
3.1 [a] vs [aa]

Ana ‘anak manusia’


Nga’o ngusa gae ana ke jeka sa’i
‘saya harus menemukan anak itu’

Aana ‘ bercerita atau membicarakan hal yang sangat penting’


Nebulu demu aana so, hoga ke mata negha nebumai
‘Semalam mereka bercerita bahwa orang itu telah meninggal kemarin’

Aka ‘bohong’
Ma’e dheko imu ta punu, ke imu aka kita
‘Jangan mempercayai apa yang dia katakana, dia membohongi kita’

Aaka ‘gotong royong atau menolong’


Poa kita dua lau sawa supaya papa aaka kema sawa
‘Besok kita pergi ke sawa agar bergotong royong menyelesaikan pekerjaan di sana’

Aate ‘kubur’
Mona ngala podhu ena wawo aate’
‘Tidak boleh duduk di atas kubur’

Ate ‘hati’
Ate nga’o laza ngata tei imu la’a ne’e anahaki ta io
‘Hati saya sangat sakit ketika melihat dia pergi bersama laki – laki lain’

Na ‘saudara’
Nga’o ne’e na haki lima
‘Saya mempunyai 5 saudara’

Na’a ‘memberi minum pada hewan’


Ka’e nga’o negha la’a na’a bhada
‘Kakak saya telah memberi minum pada kerbau’

3.2 [ai] vs [a’i]

Bai ‘terlalu’
Ka ma’e bai woso, aki tuka kau laza
‘Makan jangan terlalu banyak nanti perutmu sakit’

Ba’i ‘ kakek’
Nebulu nga’o dhesi ba’i nga’o
‘Semalam saya mengunjungi kakek saya’

Ba’i ‘pahit’
Uta padu nge ba’i ngata nga’o kelo talo
‘Sayur daun pepaya sangat pahit dan saya tidak sanggup menelannya’
Sai ‘siapa’
Azi kau ngaza sai?
Siapa nama adikmu?

Sa’i ‘menemukan’
Nga’o sa’i buku ena one kelas
‘Saya menemukan buku ini di dalam kelas’

3.3 [ae] vs [a’e]

Gae ‘mencari’
Puu nebumai ana ke gae ta ine
‘Sejak kemarin anak itu mencari ibunya’

Ga’e ‘menunjukkan banyaknya manusia’


Nga’o negha ne’e ana ga’e dhua
‘Saya sudah mempunyai dua orang anak’

Sae ‘bongkar’
Slo’o nga’o mo’o sae imo buku ena rak
‘sebentar saya akan membongkar semua buku di rak itu’

Sa’e ‘panen’ (khusus jagung)


Poa imo kami la’a sa’e holo
‘Besok kami akan panen jagung’

3.4 [au] vs [a’u]


Bau ‘tidak mau’
Ana ke bau ka ele ta ine ta pelu
‘Anak itu tidak mau makan walaupun disuap mamanya’

Ba’u ‘ jatuh’ khusus untuk benda’


Cinci nga’o pota negha mona be’o ba’u waa ba
‘Cincin saya sudah hilang entah jatuh di mana’

Kau ‘engkau atau anda’


Kau lele ko mona apa ta mama lese?
Apakah engkau dengar apa yang dipesan mama?’

Ka’u ‘aduk’
Ka’u ngia uta ae nio kena jeka heto
‘Aduklah sayur santan itu samapai mendidih’

Mau ‘jinak’
Bhada mosa ta mite mau ngata
‘Kerbau jantan berwarna hitam sangat jinak’

Ma’u
Poa imo demu mo la’a mena ma’u
‘Besok mereka akan pergi ke pantai’

Pau ‘mangga’
Nebumai kami ka pau
‘Kemarin kami makan mangga’

Pau ‘lari’
Azi nga’o pau ilo ngata go taku ata bingu ta legho
‘Adik saya berlari sangat kencang karena takut dikejar orang gila’

Pa’u ‘pikul’ secara berulang – ulang sampai selesai


Baba ne’e mama pa’u pae lau sawa
‘Bapak dan ibu memikul padi di sawah’

3.5 [ao] vs [a’o]


Ghao ‘mencampur’
Mama ghao gula nee tepung mo tau kue
‘Ibu mencampur gula dan tepung untuk membuat kue’

Gha’o ‘kiri’
Imu kema pake lima gha’o
‘Dia bekerja dengan tangan kiri’

Kao ‘irus’
Imu seo muku pake kao’
‘Dia menggoreng pisang menggunakan irus’

Ka’o ‘gendong’
Mama ka’o azi nga’o
‘Mama menggendong adik saya’

Ngao ‘hijau’
Haki nga’o sena pake labu ngao
‘Suamiku suka memakai baju berwarna hujau’

Nga’o ‘saya’
Nga’o dhesi he mama ta lese
‘Saya selalu ingat pesan mama’

Pao ‘jalan’ khusus untuk balita yang berlatih jalan


Ana nga’o negha mo’o pao ena ligo sa’o
‘Anak saya sudah mulai berlatih jalan’

Pa’o ‘melarang’
Mama pa’o nga’o mona ngala la’a moko ena kisa zala
‘Mama melarang saya untuk tidak boleh bermain tengah jalan’

Sao ‘timbah’
Demu la’a sao ae zili lowo
‘Mereka pergi menimbah air di kali

Sa’o ‘rumah’
Sa’o kami ena kisa bo’a
‘Rumah kami terletak di tengah kampung

3.6 [i] vs [ii]


Ika ‘ikan’
Dewe leza kami ka nika lu ne’e ika
‘Tadi siang kami makan nasi dan ikan’

Iika ‘mengusir’
Mama iika manu ta kedho pae ena wewa
‘Mama mengusir ayam yang mencotok padi di halaman’

Ti ‘umbi suweg’
Baba la’a koe ti lau uma
‘Bapak pergi ke kebun untuk memanen umbi suweg’

Ti’i ‘beri’
Nebumai nasa imu ti’i imu doi
‘Kemarin pacarnya memberi dia uang’
3.7 [ia] vs [i’a]
Lia ‘lubang’
Nga’o boba taga nga’o goge lia
‘Saya terjatuh karna kaki saya terjerat dalam lubang itu’
Li’a ‘tinggal, meninggalkan’
Ana haki ke la’a li’a nea nasa imu
‘Lelaki itu pergi meninggalkan kekasihnya’

3.8 [iu] vs [i’u]


Kiu ‘berkotek’ untuk anak ayam
Ana manu kiu ta iaba ai
‘Entah mengapa anak ayam itu berkotek’

Ki’u ‘putar atau belok’


Oto ke mona ngala ki’u wa’a wana
Mobil itu tidak seharusnya belok ke kanan

3.9 [ua] vs [u’a]


Kua ‘kurang atau tidak cukup’
Nika ta nga’o tedha bai kua utu demu
‘Nasi yang saya hidangkan tidak cukup bagi mereka’

Kua ‘burung gagak’


Dewe poa kua dhada manu moka nga’o
‘Tadi pagi burung gagak memangsa ayam betina punyaku’

Ku’a ‘patah’
Imu ku’a nea keke negha poke nea’
‘Dia patahkan sisir lalu dibuang’

Sua ‘surat/kertas’
Dewe poa nga’o ti’i sua utu imu
‘Tadi pagi saya memberikan surat untuk dia’

Sua ‘buka’ untuk tutupan periuk ata dandang


Zapa sua tutu podo kena
‘Tolong bukakan tutupan periuk itu’

Su’a ‘cabut’untuk duri di telapak kaki’


Nawe su’a ga ena taga nga’o
‘Tolong cabut duri di telapak kaki saya’

2.10 [ui] vs [u’i]


Pui ‘menyapu’
Merry nabu pui ena wewa sa’o
‘Merry sedang menyapu halaman rumah’

Pui ‘sapu’
Mama watu nga’o ala pui
‘Mama menyuruhku mengambil sapu’

Pu’i ‘petik’
Baba pu’i pau
‘Ayah ‘memetik buah mangga’
3.11 [u] vs [u’u]
Su ‘anyam’
Nene nga’o ngana su te’e
‘Nenekku menganyam tikar’

Su’u ‘junjung’
Mama su’u pae pu’u lau sawa
Mama menjunjung padi dari sawah’

Tu ‘hantar’
Baba la’a tu azi zili sakola
‘Ayah pergi menghantar adik di sekolah’

Tu’u ‘kering’
Imo uuta negha tu’u
‘Semua rumput telah kering’

3.11 [ea] vs [eea]


Ea ‘ijin’
Ema imu mona ea imu la’a ne ta nasa
‘Ayahnya tidak mengijinkannya untuk pergi Bersama pacarnya’

Eea ‘lepas’
Ana ke bau eea pu’u na ta ine kogo
‘Anak itu tidak ingin melepaskan pelukan mamanya’

3.12 [ea] vs [e’a]


Kea ‘sorak’
Demu kea toto sena pas ana pu’u bo’a demu menang dhegha bola
Mereka bersorak kegirangan ketika tim mereka menang dalam pertandingan bola kaki’

Ke’a ‘jelajah’
Migu ulu kami ke’a witu we’e lowo
Minggu yang lalu kami menjelajahi hutan dekat sungai itu’

Lea ‘jahe’
Baba la’a koe lea lau uma
Bapak pergi memanen jahe di kebun

Le’a ‘pecah’
Imu tau embe le’a dhua
‘Dia pecahkan ember itu’

Mea vs me’a
Mea ‘malu’
Fai ga’e ke mea pas ta nasa se’a
‘Perempuan itu tersipu malu ketika pacarnya datang’

Me’a ‘sendiri’
Imu ngala nade me’a ele ta ka’e mona
Dia bisa tidur sendiri meskipun tanpa ditemani sang kakak’

Zea ‘biji’
Ngaza ka jambu ke mona ngala kelo ta zea
Jika ingin makan jambu tidak boleh menelan bijinya

Ze’a ‘daun pandan untuk menganyam’


Nene nga’o la’a kaza ze’a mo ngana te’e
‘Nenekku pergi memotong pandan untuk menganyam tikar’

3.13 [e] vs [ee]


Me ‘sesak’
Cakelake nge imu pela talo negha bai me
Celana ini sudah terlalu sesak untuk dia

Mee ‘embik’ tiruan bunyi kambing


Kau lele ko mona usa ta mee?
Apakah kau dengar kambing itu mengembik?

Keli ‘kuat’
Hoga ke keli ngata egi koo pae sekaro
‘Pemuda itu sangat kuat mengangkat satu karung padi’

Keeli ‘bukit’
Uma kami baka mena we’e ne’e keeli
‘Kebun kami kea rah timur berdekatan dengan bukit’

3.14 [eu] vs [e’u]


Keu ‘peluk’
Imu keu ta azi pas demu papa zabu mena pasa
‘Dia memeluk adiknya ketika mereka bertemu di pasar’

Ke’u ‘rontok padi’ secara manual


Demu la’a ke’u pae lau sawa
‘Mereka merontokkan padi di sawah’

Peu ‘menggembala’
Baba we osa walo peu lebu zele wolo
‘Ayah baru saja pulang menggembala domba di padang’

Pe’u ‘menuduh’
Imu pe’u ta azi ta ala doi ena dompet ko’o mama
‘Ia menuduh adiknya yang mengambil uang di dompet mama’

3.15 [oa] vs [o’a]


Doa ‘kembar’
Nga’o ne’e azi ta doa ngaza demu santy ne’e santo
‘Saya mempunyai adik kembar bernama santy dan santo

Doa ‘teman atau sahabat’


Fai ga’e ta pake labu to ke doa nga’o
‘Perempuan yang berbaju merah itu sahabat saya’

Do’a ‘sembayang’
Slo’o kobe ma’e ghewo do’a dia sa’o kami
‘Sebentar malam jangan lupa sembayang di rumah kami’

3.16 [oi] vs [o’i]


Doi vs do’i
Doi ‘uang’
Dewe poa nga’o ti’i doi ena mama
‘Tadi pagi saya memberikan uang pada mama’

Do’i ‘menumpahkan’
Ta iaba kau do’i nea ae inu kena?
‘Mengapa engkau tumpahkan air minum itu?’

3.17 [oe] vs [o’e]


Goe ‘sulit’
Ola muzi li ngee mema goe ngata ngaza kita mona nee sekolah
‘Kehidupan masa sekarang memang sulit jika kita tidak bersekolah atau berpendidikan’

Go’e ‘lilit’
Imu go’e tali be ena ta lima
Dia melilit tali tas di tangannya

3.18 [o] vs [o’o]


Bo ‘lumbung’
Patani biasa pebhi pae holo demu ena bo
‘Para petani biasanya menyimpan padi dan jagungnya di lumbung’

Bo ‘bunyi meledak’
Nebumai kami lele li bo waa baka zale
‘kemarin kami mendengar bunyi sesuatu meledak dari arah barat’

Bo’o kenyang’
Ba azi kaunka bo’o negha?
Apakah adikmu sudah kenyang?

Ko ‘cabe, sambal’
Baba tuka laza kerna la’i ko bai aka
‘Perut bapak sakit karena terlalu banyak makan sambal’

Ko’o ‘punya’
Imu pake labu’ ko’o mama
Dia memakai baju punya mama’

No ‘marah’
Ma’e no nga’o mona se’a nebumai papa sabu ne’e kau
‘Jangan marah, kemarin saya tidak bias datang menemuimu’

No’o ‘cukup’
Doi ta mama ti’i no’o ko mona?
‘Cukupkah uang yang diberi ibumu?’

To ‘merah’
Labu nga’o ta to
‘Baju saya berwarna merah’

To’o ‘bangun’ ajakan untuk segera bangun


To’o sa’i ola negha leza
‘Ayo bangun hari sudah siang’
4. SIMPULAN

Vocal pendek dan vocal Panjang dalam bahasa Nagekeo tidak hanya
memunculkan vocal tunggal [a] dan [aa], [i] dan [ii], [u] dan [uu], [e] dan [ee], [o] dan
[oo] tetapi ada juga bunyi diftong atau vocal ganda sepert [ai] dan [a’i], [ae] dan [a’e],
[au]dan [a’u], [ao] dan [a’o], [ia] dan [i’a], [iu] dan [i’u], [ua] dan [u’a], [ui] dan [u’i]
serta [ea] dan [eea]. bunyi diftong yang kita ketahui tidak hanya terdapat dalam bahasa
inggris atau bahasa lainnya di dunia tetapi juga terdapat dalam bahasa Nagekeo. Bunyi
diftong dalam minimal pair bahasa Nagekeo seperti pada kata [sae] dan [sa’e]
mempunyai makna yang berbeda. [sae] artinya bongkar dan [sa’e] artinya panen yang
penggunaannya khusus untuk memanen jagung.
Dalam bahasa Nagekeo juga terdapat kata yang bermakna ganda seperti pada
contoh kata [pau] yang artinya mangga yang merupakan noun atau kata benda dan makna
yang kedua adalah berlari yang merupakan verba. Pentingnya kita memahami persoalan
ini dengan jelas, terutama dalam pemakaian bahasa Nagekeo lisan sangat bermanfaat
untuk menghindari debat perbedaan makna yang ditimbulkannya. Makalah ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi masyarakat luar yang ingin belajar bahasa Nagekeo.
5. Biodata Informan

Stefanus Ngato Noy adalah seorang Pemangku adat atau di daerah setempat biasa
memanggilnya “ Ame Ka’e”. Lahir di Boawae, 30 November 1966, Alamat / tempat
Tinggal di RT 17/ RW 04 , Kampung Rabu – Kelurahan Natanage - Kecamatan Boawae
– Kabupaten Nagekeo - Flores- NTT. Perkerjaannya adalah seorang Petani. Disamping
Bertani, ia juga berperan sebagai tua adat atau pemangku adat di daerah Kecamatan
Boawae dalam setiap upacara adat baik adat perkawinan maupun upacara adat lainnya.
6. Pustaka Acuan

Allan, Keith. 2001. Natural Language Semantics. London : Blackwell Publisher.


Hasan, Alwi. 2001. Kebijakan Bahasa Daerah. Jakarta : Pusat Bahasa.
Hasan, Alwi. 1992. Modalitas Dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Putri, Darni Enzimar. 2017. (Tesis). Makna Idiom Bahasa Jepang. Kajian
Metabahasa
Semantik Alami. Denpasar: Universitas Udayana.
Sudipa, I Nengah. 2019. Makna Vokal Pendek dan Panjang Bahasa Bali. Denpasar.
Universitas Udayana.
--------1994. Bahasa Daerah Nagekeo Dialek Sub Etnis Nage. Jakarta:
Jambatan.

Anda mungkin juga menyukai