Anda di halaman 1dari 28

Nama : Awan Purnawan Sidik

NIM : 857494213
MODUL 1
PDGK 4204 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SD
Kegiatan Belajar 1
A. Pengertian Bahasa
Bahasa kerap digunakan dalam berbagai konteks dengan bermacam makna. Kita
sering mendengar ungkapan bahasa tubuh, bahasa isyarat, bahasa cinta, hahasa prokem,
bahasa bunga, bahasa lisan, bahasa militer, serta berbagai ungkapan lain yang
disandingkan dengan kata bahasa. Sebagai guru yang telah cukup lama mengajarkan
bahasa Indonesia di SD, menurut Anda apakah yang dimaksud dengan bahasa? Silakan
rumuskan!
1. Bahasa adalah sehuah simbol bunyi yang arbiter yang digunakan untuk komunikasi
manusia (Wardhaugh, 1972).
2. Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan secara
sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak alau tanda-tanda yang disepakati,
yang memiliki makna yang dipahami (Webster's New Collegiate Dictionary, 1981)
3. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergamakan oleh para
anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri
(Kentjono, Ed., 1984:2).
4. Bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama- sama
membentuk budaya manusia (Halliday dan Hasan, 1991).

1. Bahasa adalah Sebuah Sistem


Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling terkait dan
tertata secara beraturan, serta memiliki makna. Unsur-unsur bahasa diatur, seperti pola
yang berulang. Kalau salah satu bagian terdeteksi maka keseluruhan bagiannya dapat
diramalkan. Misalnya, kita menemukan kalimat Nenek sedang ... , kue ... dapur, kita
akan dapat menerka bunyi keseluruhan kalimat itu. Oleh karena itu, sebagai penutur
bahasa Indonesia, kita dapat menerima kalimat (1.a) Bunga ita sangat indah, (2.a)
Kebaikan itu abadi, (3.a) Kematiannya membuat warga kampung berduka; tetapi tidak
menerima kalimat (1.b) Itu indak sangat bunga atau Uit abung ngasat dihan, (2.b)
Memhaikan itu ahadi, (3.b) Kemampuannya berduka memhuat warga kampung.
Mengapa kalimat-kalimat 1.b, 2.b, dan 3.b tidak berterima? Sebab tidak sesuai dengan
sistem Bahasa Indonesiu. Pola penataannya tidak dikenal, maknanya tidak jelus buhkan
tidak ada, serta imbuhan dan pilihan katanya tidak selaras.
Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya
bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terhatas yang herkombinasi dengan
kaidah- kaidah yang dapat diramalkan. Seandainya bahasa itu tidak sistematik maka
bahasa itu akan kacau, tidak bermakna, dan tidak dapat dipelajari. Sistemis artinya
bahasa terdiri dari sejumlah subsistem, yang satu sama lain saling terkait dan
membentuk satu kesatuan utuh yang bermakna. Bahasa terdiri dari tiga subsistem, yaitu
subsistem fonologi (bunyi- bunyi bahasa), subsistem gramatika (morfologi, sintaksis,
dan wacana), serta subsistem leksikon (perbendaharaan kata). Ketiga subsistem itu
menghasilkan dunia bunyi dan dunia makna, yang membentuk sistem bahasa.
2. Bahasa merupakan Sistem Lambang yang Arbiter (Mana Suka) dan Konvensional
Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi dan/atau tulisan yang
dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial. Ikan adalah suatu Binatang air
yang bersirip dan bernapas dengan insang. Dalam pertuturan hewan itu disimbolkan
dengan bunyi/ikan/dan secara tertulis ikan. Dengan menggunakan simbol tersebut maka
interaksi berbahasa antarpenutur lebih mudah. Ketika seorang anak mengatakan, "Bu,
mau ikan!" maka segera dalam benak si ibu tergambar apa yang diinginkan si anak.
Coba, kalau kita tidak memiliki simbol, terbayung sulitnya berbahasa. Mungkin anak
itu akan mengatakan, "Bu, mau hewan yang suka berenang dan ada siripnya dan bisa
dimakanV!".
3. Bahasa Bersifat Produktif
Saudara, tahukah Anda berapa banyak fonem dan pola dasar kalimat dalam Bahasa
Indonesia? Ya, Begitu terbatas bukan. Justru dari keterbatasannya itu dapat dihasilkan
satuan bahasa dalam jumlah yang tak terbatas. Kita dapat membentuk ribuan kata,
kalimat atau wacana dengan segala variasinya, sesuai dengan kebutuhan Masyarakat
penggunanya. Olch karena itu pula, bahasa itu bersifat produktif.
4. Bahasa Memiliki Fungsi dan Variasi
Bahasa tercipta karena kebutuhan manusia dan sebagai upaya untuk
mempertahankan kelangsungan dan eksistensi hidup manusia. Dengan bahasa kita
dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, dan nilai-nilai yang dianut sehingga dapat
dipahami dan juga memahami orang lain. Dengan bahasa manusia dapat saling
memahami dan bekerja sama. Dengan demikian, bahasa memiliki fungsi sebagai alat
komunikasi,
Suatu bahasa digunakan untuk berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, suatu bahasa tidak pernah tampil seragam. Keragaman
itu terjadi karena perbedaan kelompok atau setiap individu pemnakainya. Kelompok
manusia itu begitu banyak dan beragam, yaitu ada kelompok profesi guru, dokter,
pedagang, pemuka agama; ada orang yang tinggal di kota dan di desa; ada yang
berpendidikan tinggi dan ada yang tidak; ada kelompok pria dan wanita; juga ada
kelompok usia tua, muda, dan anak-anak. Perbedaan penggunaan bahasa oleh suatu
kelompok itu disebut variasi atau ragam bahasa. Sementara itu, setiap kelompok itu
terdiri dari scjumlah anggota pengguna bahasa. Disadari atau tidak, masing-masing
individu memiliki kekhasan lersendiri yang tercermin dalam bahasa yang
digunakannya. Ketika mendengar sescorang berbicara meskipun orangnya tidak
terlihat, tetapi kita kerap dapat menduga siapa yang sedang berbicara. Mengapa? Sebab
dia memiliki ciri khas dalam bahasanya - mungkin dalam pilihan kata, penataan
kalimat, aksentuasi atau intonasinya - yang membedakannya dari orang lain. Nah,
kescluruhan ciri Bahasa orang per orang disebut idiolek.
Sehagai sebuah produk kebudayaan, bahasa juga merupakan simbol kelompok
yang mencerminkan identitas masyarakat penggunanya. Antaranggota Masyarakat
bahasa tersebut terikat oleh perasaan sebagai satu kesatuan, yang membedakannya
darikelompok masyarakat lainnya. Bahasa Indonesia adalah jati diri masyarakat dan
bangsa Indonesia, yang memiliki ciri khas tersendiri, yang berbeda dan tidak sama
dengan bahasa lain. Bahkan dengan bahasa Melayu yang digunakan di Malaysia atau di
Brunei Darussalar. Bagi orang Bali, bahasa Bali merupakan simbol dari kelompok etnis
Bali.

B. FUNGSI BAHASA
Dari penjelasan tentang pengertian bahasa tersebut, secara umum Bahasa memiliki
fungsi personal dan sosial. Fungsi personal mengacu pada peranan Bahasa sebagai alat
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan setiap diri manusia sebagai makhluk
individu. Dengan bahasa, manusia menyatakan keinginan, cita-cita, kesetujuan Halliday
(1975, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995) secara khusus mengidentifikasi fungsi-
fungsi bahasa sebagai berikut.
1. Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran,
sikap atau perasaan pemakainya.
2. Fungsi regulafor, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap
ataupikiran/pendapat orang lain, seperti bujukan, rayuan, permohonan atau perintah.
3. Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga
hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan. Fungsi
informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu
pengetahuan atau budaya. Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk belajar
atau memperolch informasi, seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas
sesuatu hal.
4. Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan menyalurkan rasa
estetis (indah), seperti nyanyian dan karya sastra.
5. Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau
kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin ....

C. RAGAM BAHASA
Contoh penggunaan bahasa Indonesia berikut!
Contoh 1.1. Percakapan di Bus Kota
"Bang, lewat Senin?".
"Enggak, De. Hanya sampai Pasar Baru?".
"Kalau begitu, maaf, Bang, saya turun di sini saja!".
"Kiri ...! ".
"Terima kasih, Bang!".
Contoh 1.2. Percakapan di Sekolah
"Selamat pagi, Pak?".
"Pagi, Bu. Ada apa terburu-buru?".
"Itu ... , Pak. Ada anak-anak mau berkonsultasi?".
"Perlu bantuan?".
"Tidak, Pak. Terima kasih!".
Contoh 1.3. Sambutan dalam Pemilihan Ketua RW
*.... Pertama-tama, perkenankan saya selaku ketua panitia menyampaikan terima
kasih atas kehadiran para Bapak dalam acara pemilihan Ketua RW. Olch karena
berbagai kesibukan kita, acara ini menjadi tertunda-tunda. Seandainya, Bapak
Ketua RW kita masih bersedia untuk melanjutkan kepemimpinannya, mungkin hal
it tidak menjadi masalah. Namun, Ketua RW kita telah menyatakan bahwa beliau
tidak ingin dipilih lagi. Beliau ingin beristirahat setelah 12 tahun menjahat sebagai
Ketua RW kita. Sckaligus, beliau pun mengharapkan agar yang muda- muda
didorong untuk berani tampil sebagai pimpinan RW. Kita sangat mencintai Ketua
RW kita. Akan tetapi, kita pun harus dapat memaklumi bahwa 12 tahun adalah
waktu yang tidak sebentar dalam mengasuh dan membimbing kita semua. ... ".
Contoh 1.4. Tulisan dalam Sebuah Artikel
"Air merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Rumah tangga.
konsumsi, pabrik, pertanian, dan hampir semua segi kehidupan manusia
memerlukan air. Besarnya ketergantungan manusia pada air, menjadikan air
sebagai harang mewah bagi schagian orang. İronisnya, terbatasnya persediaan air,
temyata tidak disertai dengan sikap hemat air. Dalam rumah tangga misalnya,
kerap ditemukan lerjadinya pemborosan. Kebocoran keran yang tidak segera
diperbaiki, penggunaan air yang berlebihan ketika mandi dan cuci, penyiraman
tanaman yang tak kenal takaran, merupakan faktor-faktor penychab tersia-
siakannya air."
Penggunaan bahasa Indonesia pada Contoh 1.1 sampai dengan 1.4 memiliki
sejumlah variasi. Bahasa yang digunakan dalam Contoh 1.1 adalah ragam lisan
atau
percakapan dan tidak baku. Dalam percakapan, unsur-unsur bahasa yang
(dianggap)
sudah diketahui oleh lawan bicara dilesapkan (deletion) atau tidak dimunculkan.
Kalau dipaksakan dimunculkan, selain perbincangan menjadi tidak efektif,
membuang waktu, juga akan membosankan. Kata bus misalnya dalam percakapan
berikut.
: "Bang, lewat Senin?" (Maksudnya, bus ini melewati Pasar Senin?)
Kondektur : "Enggak, De. Hanya sampai Pasar Baru?" (Maksudnya, bus ini hanya
sampai pasar baru) Kata bus tidak dimunculkan dalam tuturan, tanpa mengganggu
komunikasi antarkeduanya. Mengapa? Konteks (dalam hus) telah membantu
terjadinya komunikasi yang baik, yang sama-sama telah dipahami keduanya.
Sementara itu, ragam tak baku dapat terlihat dari penggunaan struktur dan
kosakata (seperti lewat, enggak).
Bahasa Indonesia pada Contoh 1.2 menggunakan ragam lisan, ragam resmi,
dan sekaligus ragam baku. Keresmian dan kebakuan itu dischabkan olch
hubungan sosial antara guru dan kepala sekolah. Contoh 1.3 menggunakan ragam
bahasa lisan (sambutan), sedangkan pada Contoh 1.4 menggunakan ragam bahasa
tulis (artikel). Namun, keduanya juga menggunakan ragam bahasa baku yang
dapat dilihat melalui kaidah bahasa dan kosakata yang digunakan.
Dari keempat contoh tersebut dapat Anda lihat penggunaan bahasa Indonesia
yang bervariasi sesuai situasi, lawan bicara, masalah yang disampaikan, dan
media
yang digunakan. Kenapa harus bervariasi? Kenapa tidak cukup satu ragam saja
yang digunakan, yaitu ragam baku? Untuk menjawab pertanyaan Anda, mari kita
cermati contoh penggunaan ragam baku dan resmi dalam komunikasi Aris dan
kondektur.
Contoh 1.5
Aris
Kondektur
Aris
Kondektur
Aris
Nah, coba Anda bandingkan penggunaan bahasa dalam Contoh dialog 1.1 dan
1.5, manakah yang lebih tepar? Ya, pasti penggunaan bahasa pada Contoh 1.1
lebih
efektif daripada Contoh 1.5. Jadi, penggunaan variasi bahasa itu tidak dapat
dihindari
karena adanya tuntutan fungsi dan konteks berbahasa. Bagaimana, jelas?
Aris
: "Bang, apakah bus ini melewati Pasar Senin?".
: "Maaf, De, bus ini tidak melewati Pasar Senin. Bus ini hanya
sampai di Pasar Baru?".
: "Kalau begitu, saya salah naik bus. Saya minta maaf, Bang.
Saya turun di sini saja!".
: "Bolch. Supir, ada yang mau berhenti di sini. Kiri!",
: "Terima kasih, Bang, atas kebaikannya!"

KEGIATAN BELAJAR 2
Hakikat Pembelajaran Bahasa
A. KONSEP BELAJAR
Belajar layaknya sebuah proses membangun gedung. Anak-anak secara terus-
menerus membangun makna baru (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) berdasarkan
apa yang telah mereka kuasai sebelumnya (pengetahuan, sikap, dan keterampilan). Kalau
diibaratkan, dalam belajar sesuatu, misalkan bahasa, anak atau peserta didik (sebagai
pengguna bahasa) adalah orang yang membangun, makna adalah apa yang mereka
bangun, dan apa yang mercka miliki afau kuasai sebelumnya adalah material atau bahan
bangunan yang mereka gunakan untuk membangun. Belajar adalah sebuah proses
penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap apa yang telah mereka ketahui
dan kuasai sebelumnya.
Pengetahuan dibangun siswa melalui keterlibatan mereka secara aktif dalam belajar
atau apa yang Anda kenal dengan istilah John Dewey "belajar sambil berbuat (learning by
doing). Contoh, siswa belajar menyimak melalui kegiatan menyimak, belajar berbicara
melalui kegiatan berbicara, belajar membaca melalui kegiatan
B. BELAJAR BAHASA
Sebelum masuk ke sekolah dasar, anak belajar bahasa melalui komunitasnya, yaitu
keluarga, teman, media radio atau televisi, dan lingkungannya. Anak memahami apa yang
dikatakan oleh anggota komunitasnya dan sekaligus menyampaikan ide serta perasaan
dengan yang lain melalui bahasa yang digunakan. Memang luar biasa, dalam waktu tiga
sampai empat tahun, anak-anak telah menguasai sistem yang kompleks dari bahasa
ibunya. Bahkan, mereka dapat memahami kalimat-kalimat yang belum pernah didengar
sebelumnya, dan menghasilkan kalimat-kalimat yang belum pemah terucap schelumnya.
Lalu, bagaimana mereka belajar bahasa schingga hasilnya begitu luar biasa? Anak-
anak itu belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari dan tanpa beban, apalagi diajari
secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut.
1. Semua Komponen, Sistem, dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara Terpadu
Ketika anak belajar berbicara, dia sekaligus belajar menyimak. Pada saat itu pula,
tampa disadari, mereka pun mempelajari dan menguasai komponen dan aturan
bahasa, seperti bunyi bahasa berikut sistem fonologinya, satuan bahasa (seperti frase,
kalimat, wacana, intonasi) berikut sistem gramatika, kosa kata dan sistem
penggunaannya, serta pragmatik yang memungkinkan mereka dapat memilih dan
menggunakan ragam hahasa yang sesuai dengan fungsi dan tujuan berbahasa.
2. Belajar Bahasa Dilakukan secara Alami dan Langsung dalam Konteks yang Otentik
Anak-anak belajar bahasa tanpa terlebih dulu belajar teori bahasa, melainkan melalui
pengalaman langsung dalam kegiatan berbahasa (immersion). Coba tanya diri Anda
sendiri, Apakah Anda mengajari balita Anda dengan teori hahasa ketika mereka
belajar bahasa? Apakah Anda mengajari mereka dengan teori apa dan bagaimana
berbicara dan menyimak atau apa komponen dan sistem bahasa? Pasti jawabnya,
tiduk. Lagi pula kalau Anda ajari pun, mercka tak akan mengerti. Komponen, sistem,
dan keterampilan berbahasa yang dikuasai anak tidak berasal dari teori yang dipelajari
secara khusus. Mereka memahaminya berdasarkan simpulan sendiri yang secara tidak
sadar dilakukannya berdasarkan pengalaman bahasa yang dilaluinya. Mereka belajar
bahasa secara langsung dalam kegiatan berbahasa dan interaksi dengan keluarga,
pengasuh, teman bermain, dan lingkungannya dalam konteks nyata, alami, dan tidak
dibual-buat (otentik).
Komunitas di mana anak tumbuh dan herkembang memherikan inspirasi,
masukan, dan model dalam belajar bahasa. Oleh karena itu, keadaan komunitas yang
mengitari anak, akan mempengaruhi pula corak berbahasa yang dikuasai dan
dihasilkan anak. Jika masukan dan model berbahasa yang diperoleh anak kaya dan
bagus maka
akan tinggi dan bagus pula bahasa yang dikuasai anak. Begitu pula, sebaliknya. Coba
Anda perhatikan, bagaimana perbedaan bahasa anak-anak balita yang dibesarkan
dalam lingkungan keluarga terdidik dan agamais, dan anak-anak yang dibesarkan di
lingkungan pasar atau jalanan!
3. Belajar Bahasa Dilakukan secara Bertahap, Sesuai dengan Kebutuhannya
Anak belajar bahasa secara bertahap. Tahapan itu terjadi seiring dengan kebutuhan
anak dalam berkomunikasi serta pertumbuhan fisik, intelektual, dan sosial mereka.
Jika masukan bahasa yang mereka terima tidak sesuni dengan kebutuhan mereka atau
ternyata terlalu sulit maka mereka akan mengabaikannya. Mereka belajar bahasa dari
yang sederhana menuju yang rumit, dari yang dekat menuju yang jauh, dan konkret
menuju yang abstrak.
Mana yang lebih dahulu anak kuasai dari kata berikut?
Susu
Rumah.
Mama.
Mandi
Ya, tentu Anda setuju bahwa anak akan menguasai kata (a) baru kata lainnya.
4. Belajar Bahasa Dilakukan melalui Strategi Uji Coba (Trial-Errer) dan Strategi
Lainnya
Mencontoh adalah salah satu cara yang dilakukan anak dalam belajar bahasa. Namun
demikian, perilaku mencontoh yang dilakukan anak tidak, seperti halnya beo yang
mengikuti apa saja yang 'diajarkan' orang kepadanya. Anak meniru atau mencontoh
perilaku berbahasa yang disediakan lingkungannya secara kreutif. la mengolah dan
menerapkannya secara langsung dalam berbahasa melalui strategi uji-coba, Kalau
ternyata unjuk berbahasa yang dia lakukan ternyata mendapat respons yang baik maka
ia akan melanjutkannya dengan kreasi-kreasi berbahasa lainnya. Sebaliknya, apabila
anak merasa apa yang disampaikannya tidak pas maka ia akan menghentikan dan
memperbaikinya. Oleh karena itu, kesalahan dalam belajar bahasa harus disikapi
secara
wujur, sebugai bugian penting dari belajar bahasa itu sendiri. Cara belajar bahasa anak
itu-yang kerap luput dari pengamatan kita selaku orang dewasa -kerap membuat kita
terkaget-kaget karena anak ternyata dapat memahami dan menghasilkan tuturan baru,
yang tidak pernah didengar dan diucapkan sehelumnya.
Anak
Ibu
Anak
lbu
Lalu, mengapa anak belajar bahasa? Anak belajar bahasa bukan demi bahasa itu
sendiri. Ia belajar bahasa ridak untuk mengetahui apa itu fonem, morfem, kalimat atau
makna. Anak belajar bahasa karena ia memerlukan untuk keberlangsungan hidupnya.
la ingin apa yang disampaikan dapat dipahami orang lain. Ketika ia lapar, haus, sedih,
takut atau sakit, misalnya ia akan memberikan berbagai tanda atau
mengungkapkannya dengan berbagai cara supaya dapat dimengerti dan direspons.
Coba Anda perhatikan, kalau apa yang disampaikan anak tak kunjung dapat kita
mengerti dan meresponsnya dengan cepat dan tepat maka biasanya anak akan terus
menangis, rewel atau menunjukkan ketidaknyamanan.
: "mam, mum".
: "mama, mau minum".
: "mama, enum".
: "ya, minum".
C. Pembelajaran Bahasa
Saudara, Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe belajar
yang melihatkan bahasa.
I. Belajar Bahasa
Seseorang mempelajari suatu bahasa dengan fokus pada penguasaan kemampuan
berbahasa atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang digunakannya.
Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan untuk menyampaikan
pesan, baik secara lisan (melalui berbicara) maupun tertulis (melalui menulis), serta
(2) kemampuan memahami, menafsirkan, dan menerima pesan, baik yang
disampaikan secara lisan (melalui kegiatan menyimak) maupun tertulis (melalui
kegiatan membaca). Secara implisit, kemampuan-kemampuan itu tentu saja
melibatkan penguasaan kaidah bahasa serta pragmatik. Kemampuan pragmatik
merupakan kesanggupan pengguna bahasa untuk menggunakan bahasa dalam
berbagai situasi yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan konteks
berbahasa itu sendiri.
II. Belajar melalui Bahasa
Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap,
keterampilan. Dalam konteks ini bahasa berfungsi sebagai alar untuk mempelajari
sesuatu, seperti Matematika, IPA, Sejarah, dan Kewarganegaraan.
III. Belajar tentang Bahasa
Seseorang mempelajari bahasa untuk mengetahui segala hal yang terdapat pada
suatu bahasa, seperti sejarah, sistem bahasa, kaidah berbahasa, dan produk Bahasa
seperti sastra. Lalu, dari ketiga tipe belajar bahasa tersebut, mana yang dipelajari di
SD?
Belajar bahasa Indonesia untuk siswa SD pada dasarnya bertujuan untuk mengasah
dan membekali mereka dengan kemampuan berkomunikasi atau kemampuan
menerapkan bahasa Indonesia dengan tepat untuk berbagai tujuan dan dalam konteks
yang berbeda.
Dengan kata lain, pembelajaran bahasa Indonesia berfokus pada penguasaan
berbahasa (Tipe 1: belajar bahasa), untuk dapat diterapkan bagi berbagai keperluan
dalam bermacam situasi, seperti belajar, berpikir, berekspresi, bersosialisasi atau
bergaul, dan berapresiasi (Tipe 2: belajar melali bahasa). Agar siswa dapat
berkomunikasi dengan baik maka siswa perlu menguasai kaidah bahasa dengan baik
pula (Tipe 3: belajar tentang bahasa). Dalam konteks ini, penguasaan kaidah bahasa
bukan tujuon, melainkan hanyalah sebagai alat agar kemampuan berbahasanya dapat
berkembang dengan baik. Dengan demikian, ketiga tipe belajar tersebut saling
terkait. Ketiganya terjadi secara bersamaan dalam belajar bahasa. Ketika siswa
belajar kemampuan berbahasa yang terkait dengan penggunaan dan konteksnya, ia
pun belajar tentang kaidah bahasa. dan sekaligus belajar menggunakan bahasa untuk
mempelajari berbagai mata pelajaran. Olch karena itu, mengapa pembelajaran
bahasa seyogianya dilakukan secara terpadu, buik antaruspek dalam bahasa itu
sendiri (kebahusuan, kesastraan, dan keterumpilan berbahasa) atau antarbahasa
dengan mata pelajaran lainnya.
Apabila kita berbicara tentang kemampuan berbahasa maka wujud
kemampuan
itu lazimnya diklasifikasikan menjadi empat macam.
1. Kemampuan Menyimak atau Mendengarkan
Kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara lisan
oleh orang lain. Kendatipun tercantum dalam kurikulum, kemampuan menyimak
ini kurang mendapat perhatian guru untuk dilatihkan. Mengapa? Guru biasanya
menganggap keterampilan ini mudah dipelajari schingga tidak begitu
dipentingkan dalam pembelajaran. Tentu saja pendapat itu keliru! Menyimak itu
banyak macamnya. Bukan hanya mendengarkan pereakapan, tetapi juga berita,
ceramah, cerita, penjelasan, dan sebagainya. Siswa mendengarkan beragam
simakan dengan tujuan yang berbeda: untuk berkomunikasi, belajar, hiburan,
serta memperolch, merangkum, mengolah, mengkritisi, dan merespons
informasi. Tujuan menyimak yang berbeda tentu saja menuntut strategi
menyimak yang berlainan pula.
2. Kemampuan Berbicara
Kemampuan untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain. Pesan
di sini adalah pikiran, perasaan, sikap, tanggapan, penilaian, dan sebagainya.
Seperti halnya menyimak, banyak pihak yang kurang mengangap penting
keterampilan berbicara. Mereka beranggapan bahwa berbicara itu mudah dan
dapat dipelajari di mana saja dan dengan siapa saja. Lagi-lagi anggapan ini
keliru. Sekadar berbicara dengan teman atau keluarga mungkin tidak terlalu sulit.
Tetapi, berbicara secara sistematis dengan sikap yang sesuai dan bahasa
Indonesia yang tepat dalam berbagai situasi tentu tidak mudah. Berbicara juga
bermacam-macam berinteraksi dengan sesama, berdiskusi dan berdebat,
berpidato, menjelaskan, bertanya, menceritakan, melaporkan, dan menghibur.
Tujuan berbicara yang berbeda, tentu saja menuntut strategi berbicara yang tidak
sama. Mungkinkah keterampilan itu dapat dimiliki siswa tanpa dilatihkan?
3. Kemampuan Membaca Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan
yang disampaikan secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya
berkaitan dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami
pesan atau makna yang disampaikan oleh penulis.
4. Kemampuan Menulis
Kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis.
Kemampuan ini bukan hanya berkaitan dengan kemahiran siswa menyusun dan
menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga mengungkapkan pikiran,
pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas dan sistematis schingga dapat
dipahami olch orang yang menerimanyu, seperti yung dia maksudkun.
Umumnya orang beranggapan bahwa keempat kemampuan berbahasa itu
berkembang secara berurutan, dari kemampuan menyimak, berbicara, membaca,
baru menulis. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Mungkin kemampuan
menyimak anak berkembang lebih awal, tetapi kemampuan itu segera diikuti
oleh kemampuan berbicara. Sementara itu dalam hal kemampuan baca-tulis,
banyak peneliti menemukan bahwa umumnya kemampuan menulis anak
berkembang lebih awal. Anak-anak sangat suka bermain-main dengan kertas dan
pensil, Mereka mencoret-coret kertas itu, membuat garis atau gambar. Apa yang
mereka lakukan pada kacamata orang dewasa mungkin tidak berarti, tetapi bagi
anak kegiatan itu adalah awal proses mereka dalam belajar menulis. Pemilahan
keempat kemampuan berbahasa itu menyiratkan bahwa masing- masing
keterampilan itu terkesan berdiri sendiri. Sebenarnya, tidak. Kenyataan
menunjukkan bahwa suatu aktivitas berbahasa melibatkan lebih dari satu jenis
kegiatan berbahasa. Ketika anak berbicara dengan temannya maka sebetulnya ia
pun menyimak respons lawan bicaranya. Sewaktu anak membaca, sebenarnya
tanpa disadari ia pun melakukan kegiatan menulis, apakah mencatat hal-hal yang
dianggap penting atau belajar bagaimana penulis menata tulisannya. Bahkan
dalam pembelajaran bahasa, keempat kegiatan berbahasa itu dapat dilakukan
bersamaan. Contoh, belajar cerita dapat dilakukan sebagai berikut.

Menyimak
- Mendengarkan guru
membacakan cerita
- Mendengarkan cerita
dari radio, video, atau TV
- Menyimak rekan sekelas
menceritakan kembali
cerita yang didengamya
- Menyimak rekan sekelas
mengenai cerita yang
ditulisnya dalam kerja
kelompok
Berbicara
- Menceritakan kembali cerita
yang dikenal siswa
- Mendiskusikan unsur-unsur
cerita
- Menyampaikan tanggapan
atas cerita yang didengar/
dibacanya
- Melakukan dramatisasi cerita
melalui boneka atau aksi
teatrikal
- Mendiskusikan draft cerita
yang dibuat dalam kelompok
SASTRA
Membaca
- Membaca cerita
- Membaca cerita bersama-
sama
- Menafsirkan cerita
- Membaca cerita yang telah
disusun siswa dalam
kelompok
Menulis
- Menuliskan kembali cerita
yang menjadi favorit
- Menulis tanggapan terhadap
cerita
- Menyadur cerita
- Menyusun cerita dalam
kelompok
- Menyusun pertanyaan tentang
hal-hal menarik dalam cerita
1.
Gambar 1.2
Dari penelitiannya, Walter Loban (1976, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995)
menyimpulkan adanya hubungan antarketerampilan berbahasa siswa dan
keterampilan berbahasa dengan belajar. Pertama, siswa dengan kemampuan
berbahasa lisan (menyimak dan berbicara) yang kurang efektif cenderung kurang
efektif pula kemampuan berbahasa tulisnya (membaca dan menulis). Kedua,
terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan berbahasa siswa dengan
kemampuan akademik yang diperolehnya. Pembelajaran bahasa seyogianya
didasarkan pada bagaimana siswa belajar dan bagaimana mereka belajar bahasa.
Selaras dengan uraian sebelumnya tentang belajar dan belajar bahasa maka
paradigma atau cara pandang pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah
sebagai berikut.
1. Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan 'menerjunkan' siswa secara
langsung dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya. Contoh, ketika siswa
belajar mengarang, terjunkanlah langsung dalam kegiatan mengarang. Berikan ia
pengalaman bagaimana, seperti apa mengarang itu dengan memintanya menulis
sebuah karangan dengan topik tertentu. Jika siswa kesulitan, berikan ia model
atau contoh karangan yang sesuai. Selanjutnya, guru memandu untuk menggali
'teori' mengarang itu berdasarkan pengalaman siswa. Jika ada yang kurang maka
guru melengkapinya. Hal yang sama dilakukan untuk mengajarkan menyimak,
berbicara, membaca, kesastraan, dan kebahasaan.
2. Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional, dan otentik. Bermakna artinya
kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa dapat menghasilkan wawasan, sikap
atau keterampilan baru yang secara bertahap dapat meningkatkan kemampuan
berbahasanya. Fungsional artinya aktivitas berbahasa yang dilakukan siswa
memiliki tujuan yang jelas dalam berkomunikasi. Maksudnya, mengarah pada
salah satu atau lebih dari tujuh fungsi bahasa (Lihat KB 1). Otentik artinya
aktivitas berbahasa siswa terjadi dalam konteks yang jelas, yang memang lazim
digunakan dalam kenyataan berbahasa di luar kelas. Ini berarti, apabila siswa
harus membuat satu kalimat atau wacana, siswa harus dapat membayangkan
untuk apa dan dalam situasi berbahasa apa ia membuat kalimat atau wacana
tersebut. Dengan paradigma ini diharapkan tidak terjadi lagi adanya tugas atau
kegiatan siswa yang asal-asalan atau hanya sekadar rekaan, yang tidak pernah
ada dalam kegiatan berbuhasa sehari-hari. Perhatikan contoh berikut, kalimat
mana yang paling otentik ketika mengajarkan kalimat aktif dan pasif kepada
siswa?
Contoh
(1) Budi memukul anjing.
(2) Anjing dipukul Budi.
(1) Aku tidur sangat nyenyak. Ibu membangunkanku, "Andi, bangun ...!
Hari sudah siang".
(2) Tidurku sangat nyenyak. Aku dibangunkan ibu, "Andi, bangun ...!
Hari sudah siang".
3. Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi -dengan pemodelan
dan dukungan - yang disediakan guru. Model atau contoh merupakan Upaya
pembelajaran yang dapat menjadikan sesuatu (konsep, sikap, keterampilan) yang
abstrak, rumit atau sulit menjadi konkret, sederhana atau mudah karena
gambaran
yang ditampilkannya. Model itu dapat berupa manusia (guru atau sumber lain)
atau sesuatu yang lain. Ketika siswa belajar membacakan berita, akan lebih
efektif
apabila mereka diberikan model 'pembacaan berita' dengan mendengarkan radio,
melihat TV atau melihat contoh yang ditampilkan guru. Dari model itu siswa
akan
menginspirasi atau mencontoh secara kreatif apa dan bagaimana membacakan
berita itu.
4. Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan
dilakukannya. Upaya ini akan bermanfaat bagi siswa untuk (1) menyalurkan
minat dan keinginannya dalam belajar bahasa, dan (2) menjadikan siswa lebih
percaya diri dan bertanggung jawab atas tugas atau kegiatan yang dipilih dan
dilakukannya. Kalau siswa mendapat tugas membaca suatu karya sastra cerpen,
misalnya, siswa diberi kesempatan untuk memilih salah satu karya sastra yang
dibacanya. Siswa pun diberikan kebebasan untuk memilih bentuk respons
terhadap karya sastra yang dibacanya. Mungkin ada yang meresponsnya hanya
dengan membuat: rangkuman cerita, peta cerita, esai, menggambar tokoh atau
peristiwa (yang sangat mengesankan) atau Menyusun pertanyaan penting tentang
isi cerita. Uji coha (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut
pandang siswa. Sebagaimana telah dijelaskan sebelurnnya, kesalahan dalam
belajar bahasa merupakan bagian dari proses belajar bahasa itu sendiri. Oleh
karena itu, siswa akan lebih percaya diri dalam belajar apabila ia mengerti bahwa
gurunya tidak hanya menekankan pada ketepatan, tetapi memberinya
kesempatan untuk memperbaiki atau menyempurnakan hasil kerjanya melalui
uji-coba yang dilakukan siswa.
5. Pengharapan (expectation), artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau
berhasil dalam helajar jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia
menjadi
sukses. Sikap pembelajaran ini akan ditunjukkan guru melalui perilakunya yang
mau memperhatikan, mengerti, dan membantu kesulitan siswa; mendorong atau
membesarkan hatinya apabila siswa melakukan kesalahan disertai dengan
pemberian masukan, serta memberikannya penguatan apabila siswa melakukan
hal yang henar.
Berdasarkan paradigma pembelajaran bahasa tersebut, guru dapat
mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Indonesia. Apa pun strategi
pembelajaran yang digunakan guru tidak menjadi masalah selama sesuai dengan
tujuan pembelajaran, karakteristik belajar dan belajar bahasa, serta paradigma
pembelajaran bahasa,
Demikianlah sekilas bahasan tentang pembelajaran bahasa. Bahasan yang
lebih
rinci dan aplikatif akan Anda temukan pada modul-modul selanjutnya. Baiklah
Saudara, semoga Anda menjadi cukup jelas! Kalau belum, silakan pelajari ulang
dan diskusikan dengan teman-teman guru. Selanjutnya, untuk memantapkan dan
sekaligus menilai penguasaan Anda atas sajian materi tentang pembelajaran
bahasa, kerjakanlah Latihan berikut dengan baik.
MODUL 2
PDGK 4204 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SD
Kegiatan Belajar 1
A. Pemerolehan Bahasa Pertama
Faras, anak perempuan berusia 24 bulan, sedang memperhatikan ibunya menata makanan
di meja makan. Begitu melihat kerupuk di stoples, Faras pun meminta kepada ibunya.
Faras : "Ma, Faras mau upuk".
Ibu : "Oh, mau kerupuk sayang? Boleh, sebelah saja, ya".
Faras : "Maacih, Ma".
: "Ya, sayang".
Dalam waktu tidak lama, kerupuk itu pun habis. Dan Faras minta lagi kepada ibunya.
Faras : "Ma, upuk ... ".
Ibu: "Sudah dulu, ya Nak. Jangan banyak-banyak. Nanti batuk".
Ibu: "Apel, ya, Nak .... "
Faras : "Gak mau, ... upuk, Ma," rengek Faras.
Ibu: "Ih, sayang. Pisang saja, ya".
Faras : "Nggak mau, upuk ... " rajuk Faras.
Tbu: Ibu: "Apel, ya, Nak .... "
Faras : "Upuk aja ... " ujar Faras sambil mau nangis.
Dari contoh percakapan ibu-anak di atas, apa yang dapat Anda simpulkan? Ya, luar biasa!
Anak usia dua tahun sudah dapat berkomunikasi. Ia memahami apa yang disampaikan
ibunya, sekaligus meresponsnya dengan baik. Kapan, anak itu belajar hahasa dan
hagaimana caranya? Itulah yang disebut dengan pemerolchan bahasa. Pemerolchan
bahasa (language acquisition) aduluh proses pemilikan kemampuan berbuhasa secara
alamiah. Proses
pemerolehan bahasa memiliki karakteristik berikut.
1. Berjalan secara spontan, tanpa sadar, dan tanpa beban.
2. Terjadi secara langsung dalam situasi informal, tanpa melalui pembelajaran formal.
3. Didorong oleh kebutuhan, baik kebutuhan untuk memahami maupun dipahami orang
lain.
4. Berlangsung secara terus-menerus dalam konteks berbahasa yang nyata dan
bermakna.
5. Diperoleh secara lisan melalui tindak berbahasa menyimak/mendengarkan dan
berbicara.

Kegiatan pemerolehan bahasa melibatkan dua kemampuan. Pertama, kemampuan


reseptif, ynitu kemampuan menyerap, menerima, dan memahami tuturan orang lain.
Kedua, kemampuan produktif, yaitu kemampuan menghasilkan tuturan, untuk
mengekspresikan diri atau menanggapi rangsang bahasa yang disampaikan oleh orang
lain. Ketika anak melakukan kegiatan berbahasa secara langsung, secara perlahan dan
tentu saja tanpa disadari, telah terbangun unsur dan kaidah bahasa (kosakata, struktur, dan
makna) dan kaidah berbahasa.
Untuk lebih jelasnya, coba amati secara individu atau kelompok, bagaimana anak-
anak bayi hingga prasekolah sampai pada kemampuannya berbahasa. Amati juga
bagaimana mereka belajar bahasa, strategi apa yang mereka lakukan, dan apa faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan mereka dalam belajar bahasa. Sebelum Anda
mempelajari penjelasan berikutnya, cermati beberapa kasus berikut ini dan jawablah
pertanyaannya.
Kasus 1:
Bu Maryam, penutur bahasa Sunda, menikah dengan Pak Didi, penutur Bahasa Jawa
Cirebon. Mereka tinggal di kota Cirebon. Dalam berkomunikasi, Masyarakat sekitar
menggunakan bahasa Jawa Cirebon dan bahasa Indonesia. Ketika mereka memiliki anak,
bahasa yang dipergunakan dengan anaknya, Permana adalah Bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa Cirebon. Permana pun sejak kecil telah memahami dan menggunakan kedua bahasa
tersebut dalam berinteraksi. Pertanyaan: Apakah bahasa pertama dan kedua Permana?
Kasus 2:
Arif dilahirkan dan dibesarkan di Pamekasan, Madura. Masyarakat sekitar, juga ayah dan
lbu serta Arif menggunakan bahasa Madura schagai alat komunikasi schari-hari dengan
lingkungannya. Sekalipun Arif telah mengenal bahasa Indonesia melalui radio dan
televisi, tetapi bahasa tersebut baru benar-benur digunakan ketika dia bersekolah.
Pertanyaan: Apakah bahasa pertama dan bahasa kedua Arif?
Kasus 3:
"Mutia terlahir dari ayah berbahasa Jawa dan ibu berbahasa Aceh, Pertuturan dalam
keluarga dan masyarakat sekitar menggunakan bahasa Indonesia. Mutia pun hanya
menguasai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasinya." Pertanyaan: Apakah bahasa
pertama Mutia? Apakah Mutia memiliki bahasa kedua?
Sudah selesai menjawab pertanyaan ketiga kasus di atas? Baik, mari bandingkan
jawaban Saudara dengan uraian selanjutnya.
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai olch
seorang anak. Bahasa pertama itu bisa hanya satu bahasa atau dua bahasa yang dikuasai
anak secara bersamaan. Sementara itu, bahasa kedua adalah bahasa yang dikuasai anak
setelah menguasai bahasa pertama. Dalam menguasai dua bahasa atau lebih, anak dapat
melakukannya secara serempak atau berurut, Pemerolehan serempak dua bahasa
(simultaneous bilingual acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masyarakat
bilingual (dua bahasa) atau multilingual (lebih dari dua bahasa). Anak mengenal,
mempelajari, dan menggunakan kedua bahasa tersebut sama baiknya
Dari uraian tersebut, jawaban pertanyaan Kasus 1 sampai dengan 3 adalah sebagai
berikut.
1. Bahasa pertama Permana adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa Cirebon. Kedua
bahasa tersebut diperoleh secara serempak. Permana tidak memiliki
2. bahasa kedua. Bahasa pertama Arif adalah bahasa Madura karena bahasa itulah yang
pertama dikenal dan dikuasai Arif. Sedangkan bahasa Indonesia bagi Arifmerupakan
Bahasa kedua karena dikuasai setelah Arif menguasai bahasa Madura dan
mempelajari bahasa Indonesia setelah ia bersekolah. Jadi B2-nya secara terencana ..
Kedua bahasa tersebut diperoleh Arif secara berurut.
3. Bahasa pertama Mutia adalah bahasa Indonesia karena bahasa itulah yang dikenal dan
dikuasainya. Mutia hanya menguasai satu bahasa (monolingual). la tidak memiliki
bahasa kedua.

Bagaimana, jawaban Anda benar? Bagus!

Selanjutnya, kalau kita cermati, bahasa Indonesia schagai bahasa pertama anak
hiasanya terjadi karena beberapa hal berikut.
1. Pasangun suami istri hanya menguasai bahasa Indonesia.
2. Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang berbeda. Masing-masing pihak tidak
menguasai bahasa pasangannya dengan baik.
3. Perkawinan antarpenutur bahasa dacrah yang sama, dengan situasi berikut.
a. Lingkungan sckitar menggunakan hahasa Indonesia sebagai alat komunikasi
kesehariannya.
b. Lingkungan sosial sekitar tempat tinggal keluarga tersebut menggunakan
bahasa daerah yang tidak dikuasai oleh keluarga tersebut (mungkin
keluarga pendatang).
c. Lingkungan sekitar menggunakan bahasa daerah yang sama dengan bahasa
yang digunakan dalam suatu keluarga. Tetapi karena pertimbangan praktis, keluarga
tersebut memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.

B. TEORI PEMEROLEHAN BAHASA


Sudah lama muncul perdebatan tentang bagaimana anak menguasai bahasa? Apakah
karena bawaan schingga dengan sendirinya dapat menguasai suatu bahasa atau karena
pengaruh dari lingkungannya? Menurut Anda sendiri bagaimana? Setidaknya ada tiga
pandangan yang mengungkapkan proses pemerolehan Bahasa pertama.
1. Pandangan Nativistis
Menurut pandangan nativistis, setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan
kemampuan bawaan atau alami untuk dapat berbahasa. Bukan lingkungan yang
membuat anak mampu berbahasa. Juga bukan karena meniru orang lain karena
banyak
juga ungkapan kreatif yang dimunculkan anak ketika berbahasa, yang belum pernah
dicontohkan sebelumnya. Jadi, kalau bukan karena kemampuan bawaan, mustahil
anak
dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa yang komponen dan aturannya begitu
rumit hanya dalam waktu yang begitu singkat. Hanya dalam waktu sekitar empat
tahun
anak telah dapat berbahasa dengan rapi dan komunikatif. Selama belajar bahasa,
sedikit
demi sedikit potensi berbahasa yang secara genetis telah terprogram menjadi terbuka
dan berkembang.
Kemampuan bawaan berbahasa itu disebut dengan 'piranti pemerolehan
bahasa"
(kaneguage acquisition device atau LAD) yang berpusat di otak. Piranti itulah yang
membuat anak dapat berbahasa, sebagaimana halnya sirip dan ckor yang
memungkinkan seckor ikan bisa berenang. Cara kerja LAD adalah sebagai berikut.
MASUKAN
Data linguistik
primer berupa
ujaran orang
dewasa

LAD
Prinsip/struktur
belajar bahasa
secara umum
Kompetensi
Gramatika

KELUARAN
Ujaran
anak

Ujaran atau tuturan lisan dalam lingkungan anak memberikan masukan kepada anak.
Selanjutnya, data tersebut diolah oleh LAD dengan memakai potensi gramatika
bahasa anak sehingga tersusunlah pola-pola kaidah bahasa dan kaidah berbahasa pada
diri anak, kemudian tercermin dalam tindak berbahasa (ujaran) yang dihasilkan anak
yang sesuai dengan pola ujar orang dewasa (Chomsky dalam Santrock, 1994;
Cahyono, 1995)
2. Pandangan Behavioristis
Menurut behavioris, penguasaan bahasa anak ditentukan olch rangsangan yang
diberikan lingkungannya. Anak tidak memiliki peranan aktif, hanya sebagai penerima
pasif. Perkembangan bahasa anak terutama ditentukan oleh kekayaan dan lamanya
latihan yang diberikan oleh lingkungan, serta peniruan yang dilakukan anak terhadap
tindak berbahasa lingkungannya.
3. Pandangan Kognitif
Menurut pandangan kognitif, penguasaan dan perkembangan bahasa anak ditentukan
oleh daya kognitifnya. Lingkungan tidak serta merta memberikan pengaruhnya
terhadap perkembangan intelektual dan bohasa anak, kalau si anak sendiri tidak
melibatkan sccara aktif dengan lingkungannya. Dengan kata lain, anaklah yang
berperan aktif untuk terlibat dengan lingkungannya agar penguasaan bahasanya dapat
berkembang sccara optimal.
Bagaimana, apakah uraian tentang ketiga pandangan pemerolehan bahasa anak
tersebut dapat Anda pahami? Di antara ketiga pandangan tersebut, pandangan mana
yang paling sesuai dengan pendapat Anda? Mengapa? Silakan jawab dulu pertanyaan
tersebut sebelum mempelajari lebih lanjut uraian berikutnya.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMEROLEHAN BAHASA
ANAK
Kecepatan dan kefasihan perkembangan bahasa satu anak dengan anak yang lain
tidaklah sama. Ada scjumlah faktor yang mempengaruhi pemerolchan bahasa anak.
Apakah faktor-faktor tersebut? Ada faktor biologis, lingkungan sosial, inteligensi, dan
motivasi. Mari kita ulas satu per satu.
1. Faktor Biologis
Sehagaimana dikemukan di muka, setiap anak telah di lengkapi dengan kemampuan
kodrati atau potensi hawaan yang memungkinkannya mampu berbahasa. Perangkat
biologis yang menenlukan penguasaan bahasa anak adalah otak (sistem syaraf), alat
dengar, dan alat ucap. Ketergantungan pada salah satu, apalagi ketiganya, akan
menghambat kemampuan berbahasa anak. Cobalah Anda amati bagaimana
kemampuan berbahasa anak-anak tunarungu, lemah mental, gagap atau tunawicara.
Kemampuan berbahasa mereka pasti berbeda dengan anak yang ketiga perangkat
biologisnya schat dan normal.
Dalam proses berbahasa, seorang anak dikendalikan oleh sistem syaraf pusat
yang berada di otak. Pada belahan otak sebelah kiri terdapat wilayahr Broca yang
mempengaruhi dan mengontrol produksi bahasa, seperti berbicara. Sementara itu,
pada belahan otak kanan terdapat wilayah Wernicke yang mempengaruhi dan
mengendalikan penerimaan atau pemnahaman bahasa, seperti menyimak. Di antara
kedua bagian otak tersebut terdapat wilayah motor suplementer yang berfungsi
mengendalikan unsur fisik penghasil ujaran.
Berdasarkan tugas ketiga bagian otak tersebut, bahasa didengarkan dan
dipahami melalui wilayah Wernicke. Isyarat bahasa itu, kemudian disalurkan ke
wilaynh Broca untuk mempersiapkan produksi berbahasa sebagai tanggupan atas apa
yang didengar dan dipahaminya. Selanjutnya, isyarat tanggapan bahasa itu dikirimkan
ke daerah motor suplementer, seperti alat ucap untuk menghasilkan bahasa secara
fisik.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa setiap anak merniliki kernampuan
bawaan dan kelengkapan berbahasa. Namun demikian, untuk menumbuhkembangkan
kemampuan berbahasanya, scorang anak memerlukan lingkungan sosial sebagai
contoh atau model berbahasa, memberikan rangsangan, dan tanggapan, serta
melakukan Latihan dan uji coba berbahasa dalam konteks yang sesungguhnya.
Lingkungun sosial di sini adalah perilaku berbahasa orang tua, saudara, kerabat,
keluarga, teman atau anggota masyarakat.
Lingkungan yang kaya sumber, mendukung, dan aktif dalam berinteraksi
dengan anak, akan membuat pemerolchan bahasa anak semakin beraneka dan cepat.
Sebaliknya, lingkungan yang miskin dengan aktivitas berbahasa, terlalu banyak
menekan dengan melakukan pelarangan dan menyalahkan, dan rendah dalam
berinteraksi, akan menjadikan pemerolehan bahasa anak pun tidak beragam, miskin,
dan lambat.
Dukungan dan keterlibatan sosial begitu penting bagi anak dalam belajar
bahasa. Inilah yang disebut dengan "Sistem Pendukung Pemerolehan Bahasa' atau
Language Acquisition Support System atau LASS (Bruner dalam Santroc, 1994),
Jadi, bagaimana hubungan perangkat biologis dengan lingkungan sosial dalam
pemerolehan bahasa anak? Lihat gambar berikut.

Lalu, bagaimana cara lingkungan sosial memberikan dukungan kepada anak


dalam belajar bahasa? Banyak cara! Di antaranya sebagai berikut.
a. Bahasa semang (motherless), yaitu cara bahasa yang dilakukan orang dewasa
terhadap bayi atau balita melalui penyederhanaan kata atau kalimat, dengan
penggunaan tempo yang lebih lambat dan nada yang lebih lembut. Cara Bahasa
ini memiliki peran penting untuk dapat menangkap perhatian dan memelihara
komunikasi dengan anak.
b. Parafrase, yaitu pengungkapan kembali ujaran yang diucapkan anak dengan cara
yang berbeda, untuk membantu anak belajar bahasa. Misalnya, kalimat pemyataan
diubah menjadi pertanyaan. Misalnya, berikut ini.
Vivi
Ibu
c. Menegaskem kembali (echoing), yaitu mengulang apa yang disampaikan anak,
terutama apabila tuturannya tidak lengkap, tidak jelas atau tidak sesuai dengan
maksud. Misalnya, berikut ini.
Vivi
Thu
d. Memperluas (expanding), yaitu mengungkapkan kembali apa yang disampaikan
anak dalam bentuk kebahasaan yang lebih kompleks. Lihat contoh c.
e. Menamai (labeling), yaitu melakukan identifikusi suatu benda dengan nama yang
sesuai. Lihat contoh c.
f. Penguatan (reinforcement), yaitu menanggapi dan memberikan respons positif
atas perilaku berbahasa anak.
g. Pemodelan (modelizing), yaitu pemberian contoh atau model berbahasa yang
ditunjukkan orang dewasa kepada anak
3. Faktor Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan sescorang dalam berpikir atau bernalar, termasuk
memecahkan suatu masalah. Inteligensi hersifat ahstrak dan tak dapat diamati
langsung, kecuali melalui perilaku. Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa,
anak-anak yang bernalar tinggi tingkat pencapaiannya cenderung lebih cepat, lebih
kaya, dan lebih
bervariasi khasanah bahasanya, daripada anak yang bemalar sedang atau rendah. Jadi,
pengaruh inteligensi terletak pada jangka waktu dan tingkat kreativitas perkembangan
bahasanya.
4. Faktor Motivasi
Sebagaimana kita ketahui, motivasi itu bersumber dari dalam dan luar diri anak.
Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu sendiri. Anak belajar
bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti lapar, haus,
sakit, : "Ma, pis ... ," ujar Vivi sambil menunjukkan celananya yang basah
(pipis, kencing).
: "Oh, pipis, sayang?"
c.
: "Ma, uh ... ," ujar vivi ketakutan sambil tangannya menunjuk cecak
di dinding.
: "Oh, cecak. Rani takut cecak? Nggak apa-apa, cecak baik, kok".

D. STRATEGI PEMEROLEHAN BAHASA


Kalau kita amati dan bandingkan, dalam mempelajari dan menguasai suatu hahasa anak-
anak cenderung lebih cepat daripada orang dewasa. Setuju? Ya, selama masa anak-anak
sampai dengan usia pubertas, otak berada dalam keadaan paling siap untuk mempelajari
bahasa tertentu. Usia hingga 12 tahun itu disebut 'periode penting" (critical period).
Disebut periode kritis karena pada usia tersebut berbagai piranti atau kelengkapan
kehahasaannya telah benar-benar siap dan matang. Lalu, apakah setelah usia tersebut,
sescorang tidak dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa dengan baik? Tidak juga.
Tetapi, kecepatan dan kefasihannya akan berbeda (Asher dan Garcia dalam Santrock.
1994; Lenneberg dalam Cahyono, 1995).
Lalu, bagaimana mereka dapat mempelajari dan menguasai suatu Bahasa pertamanya
begitu cepat dan baik? Padahal, mereka tidak diajari secara khusus. Saudara, tanpa sadar
ternyata anak melakukan sejumlah strategi dalam belajar suatu bahasa, di antaranya
adalah sebagui berikut.
1. Mengingat
Mengingat memainkan peranan yang cukup penting dalam belajar bahasa atau belajar
apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, dicatat dalam benaknya.
Ketika dia menyentuh, menyerap, mencium, mendengar, dan melihat sesuatu, memori
anak merekamnya. Pada tahap awal belajar bahasa, anak mulai membangun
pengetahuan tentang bunyi dan kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang merujuk pada
sesuatu yang dia dengar atau alami. Ingatan itu akan semakin kuat apabila penyebutan
akan benda atau peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini anak akan
mengingat bunyi, kombinasi
2. Meniru
Dalam belajar bahasa anak pun menggunakan strategi peniruan. Lho, meniru
seperti burung beo? Tidak persis seperti itu. Peniruan di sini bisa berarti mencontoh
secara kreatif atau menginspirasi. Pada dasarnya, peniruan yang dilakukan anak tidak
selalu berupa pengulangun yung persis sama atas apa saja yung didengamya, Kalau
tidak percaya, cobalah Anda amati pengulangan 'tiruan' yang dilakukan seorang anak
dalam berbahasa. Anda akan menemukan bahwa untuk maksud yang sama, tuturan
anak cendenng beruhah, mungkin berupa pengurangan, penambahan atau penggantian
kntn atau susunan kata dan intonasinya. Mengapa begitu?
Setidaknya uda dua penyebab. Penyebab pertama, berkuitan dengan
perkembangan otak dan alat ucap, penguasaan kaidah bahasa, serta adanya masukan
bahasa dari sumber lain. Dengan demikian, anak hanya akan mengucapkan tuturan
yang
telah dikuasainya saja. Penyehab kedua, berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak.
Di satu sisi, anak secara bertahap dapat memahami dan menggunakan tuturan yang
lebih rumit. Di sisi lain, secara bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa
yang memungkinkan dia mengerti dan memproduksi tuturan dalam bentuk dan jumlah
yang tak terbatas. Keadaan ini mendorong anak senang melakukan uji coba atau
eksperimen dalam berbahasa. Percobaan ini terus berlangsung hingga kemampuan
berbahasanya berpindah pada kemampuan yang lebih kompleks.
Atas dasar itu pula, peniruan bulat-bulat atas apa yang dituturkan orang
dewasa
tampaknya sulit dilakukan anak. Mengapa? Sebab, di samping memori anak terbatas
untuk mengingat semua yang dia dengar, juga bila anak terus-menerus berkonsentrasi
pada tuturan yang didengarnya maka perkembangan kemampuan anak akan terhambat
dengan hasil yang sangat terbatas (MaCaulay, 1980). Tak heran apabila suatu Ketika
Anda mendengar anak mampu memproduksi tuturan yang belum pernah Anda dengar
sebelumnya. Hal ini karena dalam belajar bahasa, seorang anak tidak sekadar
menangkap kata-kata. Dia juga mencema dan mengolah prinsip-prinsip organisasi
bahasa secara alami. Dengan demikian, peniruan yang dilakukan anak bersifat
dinamis dan kreatif.
Saudara, karena strategi peniruan itu pula maka orang yang menjadi model
(memberikan contoh dan masukan) berbahasa akan sangat mempengaruhi corak
bahasa

3. Mengalami Langsung
Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah
mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak
menggunakan
bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun sewaktu sendirian.
Dia menyimak dan herhicara langsung, dan sekaligus memperoleh tanggapan dari
mitra
bicaranyu. Dari tanggapan yang diperolehnya, secara tidak sadar anak memperoleh
masukan tentang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dan dalam waktu
yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak berbahasa yang dilakukan
mitra
berbicaranya.
Anak melakukan kegiatan berbahasa dalam situasi formal, tanpa disadari, dan tanpa
beban. Dia pun melakukan eksperimen atau uji coba dalam berbahasa tanpa takut
salah, untuk memperkaya dan mempermantap sistem bahasa yang dipelajarinya.
Melalui latihan dan uji coba tersebut, secara perlahan dan bertahap si anak mengubah.
memperbaiki, dan menyimpulkan aturan bahasa itu sampai tuturannya dirasakan
benar
dan mantap. Karena itu pula, kesalahan berhahasa hagi anak dalam helajar hahasa
adalah hal yang biasa. Orang tua tidak boleh serta merta mengkritik atau
menyalahkannya. Kesalahan itu menunjukkan adanya proses pemantapan aturan
bahasa yang dipelajarinya. Kegiatan berbahasa yang dilakukan anak sekaligus
menggiringnya untuk melakukan generalisasi, apakah kesimpulannya benar atau
salah. Sebagai contoh, ketika melihat bus ber-AC berhenti dan pada bagian bawah bus
menetes-neteskan air, Fajar berkata kepada ibunya, "Mah, ... itu pipis," sambil
tangannya menunjuk pada bagian bawah bus. Dalam benaknya mungkin Fajar
berkesimpulan bahwa segala sesuatu yang bagian bawahnya mengeluarkan air disebut
'pipis' (kencing).
4. Bermain
Saudara, dunia anak memang dunia bermain. Kegiatan bermain sangat penting untuk
mendorong pengembangan kemampuan berbahasa anak. Dalam bermain, si anak
kadang berperan sebagai orang dewasa; sebagai penjual atau pembeli dalam bermain
dagang-dagangan; ibu, bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan; sebagai
dokter, perawat atau pasien; atau sebagai guru dan murid dalam bermain sekolah-
sckolahan. Tanpa disadari, mereka sedang bermain drama, sekaligus mereka berlatih
berbicara dan menyimak. lya, kan?
5. Penyederhanaan
Anda dapat memperkirakan tuturan anak usia berapa yang terdapat pada kotak
sebelah kiri? Ya, tuturan anak berusia sekitar 15 - 24 bulan. Kalau kita cermati tuturan
anak-anak tersebut maka kita akan berkesimpulan bahwa:
a. pada tuturan 1 ada bunyi yang hilang, tuturan 2 ada kata dan fonern yang hilang,
dan pada tuturan 3 ada beberapa kata yang hilang:
b. bahasa yang digunakan anak cenderung langsung pada objeknya atau pada
sasarannya (perhatikan tuturan 2 dan 3).

Mengapa bisa begitu? Di samping perbuatan anak bersifat egosentris (berpusat


pada dirinya, perkembangan kemampuan anak yang bertahap yang membuat
tuturan yang digunakannya lebih sederhana dan langsung. Satu atau dua kata
mewakili satu kalimat.
Ciri berbahasa anak seperti itu disebut penyederhanaan atau reduksi. Strategi
itu tentu saja tidak disadari si anak. Meskipun sederhana, kita sebagai orang
dewasa akan memahaminya karena dibantu oleh konteks terjadinya perilaku
berbahasa anak.
E. TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA
1. Tahap pralinguistik
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin mendekati bunyi
vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya bunyi-bunyi tersebut belumlah
mengacu pada kata atau kalimat dengan makna tertentu. Oleh karena itu,
perkembangan
bahasa anak pada fase ini disehut tahap pralinguistik. Cobalah Anda perhatikan Ketika
anak-anak mendekut atau berceloteh.
a. Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur sekitar 12 bulan. Pada umur
0 - 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk menyatakan
rasa lapar, haus, sakit atau ketidaknyamanan, serta bunyi-bunyi vegetatif yang
herkaitan dengan aktivitas tubuh, seperti hatuk, bersin, sendawa, telanan (ketika
makan), dan tegukan (ketika menyusu atau minum). Meskipun bunyi-bunyi itu
tidak bermakna secara bahasa, tetapi merupakan jembatan perkembangan bagi
tuturan selanjutnya.
b. Pada umur 2 - 5 bulan, anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyi-bunyi
vokal yang hercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi itu biasanya
muncul sebagai respons terhadap senyum atau ucapan orang tuanya.
c. Pada umur 4 - 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak utuh dengan
rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan konsonannya lebih
bervariasi. Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah mulai muncul.
d. Pada umur 6 - 12 bulan, anak mulai bereeloteh. Celotchannya berupa reduplikasi
atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama, seperti /ba-ha-ba/, /ma-ma-
ma/, dan /da-da-da/. Vokal yang muneul adulah vokal dasar /a/ dengan konsonan
bambat labial /p. b/, nasal /m, n, n/, dan alveolar /t, d/. Selanjutnya, celotehan
reduplikasi tersebut berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju
vokal /u/ dan /i/, Konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul (MeNeil,
1970; Crystal, 1987; Stark dalam Dardjowidjojo, 1995).
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrasis
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 - 18 bulan. Pada tahap ini, anak
menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang
disampaikannya.
Tegasnyn, satu kata yang diucapkan anak mewakili satu frasa, kalimat atau wacana.
Karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis. Contohnya, berikut ini. "Mimi!"
sambil menunjuk cangkir. (Saya mau minum)
"Akut!" sambil menunjuk laba-laba. (Saya takut laba-laba)
"Akit!" sambil mengacungkan jarinya. (Jari saya sakit)
3. Tahap Dua-Kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 - 24 bulan. Pada tahap ini
kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat, seiring dengan kematangan
otak dan alat ucapnya. Dalam hertutur anak-anak mulai menggunakan dua kata: papa
ikut, menah main, mau boho, dan sebagainya. Hanya kata-kata pokok yang diucapkan
anak, seperti kata benda, kata kerja (dasar), dan/atau kata sifat. Tak ada kata tugas
seperti kata depan atau kata penghubung.
4. Tahap telegrafis
Antara usia 2 - 3 tahun anak telah menghasilkan ujaran dalam bentuk kalimat- kalimat
pendek. Ciri yang paling mencolok pada fase ini bukanlah pada jumlah kata yang
dihasilkan anak, letapi pada variasi bentuk kata yang sudah mulai muncul. Namun
demikian, pada fase ini, anak belum menggunakan kata tugas dalam bertutur. Oleh
karena iru, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut dengan tahap telegrufis.
Seiring dengan hertambahnya usia dan perkembangan otak dan perangkat biologis
lainnya maka kemampuan anak pun (kuidah bahasa dan kaidah berbahasa) akan
semakin meningkat hingga mendekati tuturan orang dewasa. Begitulah seterusnya.
Menurut Anda kemampuan apakah yang lebih dulu berkembang pada anak:
kemampuan menyimak atau berbicara? Ayo, amati perkembangan bahasa anak-anak
kecil di sekitar Anda. Jawahlah dulu pertanyaan tersebut sebelum Anda melanjutkan
baca uraian berikut, beserta bukti-buktinya.
Bayi dalam usia 2 - 4 bulan temyata telah memahami dan merespons maksud tuturan
orang tuanya, melalui berbagai nada suara tertentu. Sekitar enam bulan, anak mulai
mengaitkan tuturan yang didengarnya dengan konteks yang menyertainya, seperti
ucapan dadah (disertai dengan lambaian tangan), tepuk tangan atau gurauan.
Dalam suatu studi yang dilakukan terhadap delapan anak, temyata kedelapan anak itu
telah 20 - 30 kata sebelum mereka dapat mengucapkan 10 kata. Melalui studi ini
ditemukan pula bahwa kemampuan memahami anak lebih cepat satu bulan sebelum
mereka dapat mengucapkan kata pertamanya. Dengan demikian, kemampuan anak
dalam memahami tuturan muncul lebih awal daripada kemampuan mengucapkan
(Ingram, 1974; Benedict, 1979; Owens, 1984; Crystal, 1987). Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh dialog seorang Ibu dengan anaknya Fajar, yang berusia 24 tahun.
Ibu : "Fajar, minum susu, ya sayang?"
Fajar : "Nga!" (Enggak 'tidak") memahami

KEGIATAN BELAJAR 2
Pemerolehan Bahasa Kedua
A. Pengertian dan Cara Memperoleh Bahasa Kedua
Anda masih ingat pengertian bahasa kedua yang disajikan pada awal uraian materi
Kegiatan Belajar 1? Baik! Untuk menyegarkan ingatan Anda, cermati kasus berikut. Putri
adalah seorang anak yang beribukan dan berayahkem penutur bahasa ibu hahasa Jawa.
Putri lahir dan dibesarkan di New York, USA, hersama ayah dan ihunya yang sedang
menempuh studi. Bahasa yang digunakan orang tuanya dan masyarakar sekitar ketika
berkomunikasi dengan Putri adalah bahasa Inggris. Jadilah Putri pun sebagai penutur
bahasa Inggris. Ketika pulang ke Indonesia, Putri sudlah berusia 9 tahu dan belajar bahasa
Indonesia di sekolalya agar dapat berkomunikasi dengan leman-teman dan
lingkungannya. Nah, apakah bahasa pertama dan bahasa kedua Putri? Ya, Anda benar!
Bahasa pertama (B1) Putri adalah bahasa Inggris dan bahasa keduanya (B2) adalah
Bahasa Indonesia. Suatu bahasa disebut bahasa kedua apabila bahasa tersebut dikuasai
anak melalui belajar secara formal. Dalam memperoleh B2 banyak cara yang dilakukan.
Secara umum, tipe perolchan B2 dapat dibedakan menjadi pemerolehan B2 secara
terpimpin, secara alamiah, serta terpimpin dan alamiah (Lihat Subyakto-Nababan, 1992).
Pemerolehan B2 secara terpimpin dilakukan melalui aktivitas pembelajaran, baik di
sekolah maupun kursus atau les. Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari bersifat formal
atau baku. Sementara itu, pemerolehan B2 secara alamiah dilakukan secara spontan.
Dengan demikian seorang anak bisa memniliki beberapa bahasa pertama dan juga
beberapa bahasa kedua. Kunci keberhasilan belajar B2 adalah kemauan belajar,
keberanian mempraktikkan dalam situasi riel, dan keintensifan dalam berkomunikasi
dengan B2. Memang penting belajar kosakata dan kaidah bahasa dengan menggunakan
berbagai sumber. Tetapi, tak kalah pentingnya adalah faktor individu pembelajar B2,
dalam hal ini keberanian

B. TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA


Telah banyak dilakukan penelitian tentang pemerolchan B2. Ellis (1986) telah
mengidentifikasi tujuh teori pemerolehan B2, yang terdiri dari model akulturasi, teori
akomodasi, teori wacana, teori monitor, model kompetensi variabel, hipotesis universal,
dan teori neurofingsional. Apakah esensi dari berbagai teori itu?
1. Model Akulturasi
Akulturasi adalah proses adaptasi atau penyesuaian dengan kebudayaan baru.
Dalam pemnerolehan B2, akulturasi dipandang penting karena bahasa sebagai
ungkapan budaya serta berhubungan dengan saling menilai antara masyarakat Bl
dengan B2. Akulturasi ditentukan olch jarak sosial dan jarak psikologis antara
pembelajar
(B1) dengan budaya bahasa sasaran (B2). Jarak sosial adalah pengaruh faktor-faktor
pembelajar sebagai anggota masyarakat yang harus berhubungan dengan Masyarakat
'pemilik' B2. Sementara itu, jarak psikologis adalah pengaruh faktor afeksi pembelajar
sebagai pribadi pembelajar.
Faktor-faktor yang menentukan jarak sosial antara kelompok B1 dan B2 adalah:
a. kesumaan derajat sosiul;
b. timbulnya keinginan asimilasi;
c. saling terlibatnya antardua kelompok;
d. kelompok belajar B2 kecil dan tidak kohesif;
e. kesesuaian budaya;
f. saling memiliki sikap positif;
g. lama tidaknya berasimilasi antara kelompok B1 dan B2.

Sementara itu, faktor-faktor penentu jarak psikologis yang sebenamya lebih ersifat
afektif, meliputi kejutan bahasa, guncangan budaya, motivasi, dan batas-batas
keakuan (Ellis, 1986; Cahyono, 1995; Ardiana dan Sodiq, 2000).
2. Teori Akomodasi
Teori akomodasi menyatakan bahwa hubungan masyarakat BI dengan B2 dalam
berinteraksi sangat menentukan pemerolchan B2. Faktor-faktor berikut akan
mempermudah dan mempengaruhi keberhasilan pembelajar dalam mempelajari B2.
a. Anggapan pembelajar B2 bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat B2.
b. Tidak memandang rendah kelompok masyarakat B2.
c. Persepsi pembelajar tentang pentingnya etnolinguistik.
d. Terbuka dan tidak ketat dalam mempersepsikan batas kelompok B1 dengan B2.
e. Pembelajar B1 mengidentifikasi diri sama kuat dan memuaskannya dengan
kelompok sosial lainnya.
3. Teori Wacana
Teori wacana menekankan pentingnya pembelajar B2 menemukan makna Bahasa
melalui keterlibatanrya dalam berkomunikasi. Melalui kesertaannya dalam
komunikasi, pembelajar dapat mengembangkan kaidah gramatika dan penggunaan
bahasanya. Teori wacana mempunyai sejumlah prinsip utama berikut.
a. Pemerolchan B2 mengikuti urutan alamiah dalam perkembangan sintaksis.
b. Penutur asli akan menyesuaikan tuturannya untuk mencapai makna yang
disepakati bersama penutur nonasli.
c. Strategi pereakapan yang ditempuh untuk mencapai makna yang disepakati dan
masukan mempengaruhi kecepatan dan urutan pemerolehan B2.
Menurut teori wacana interaksi sosial sangat penting karena dapat memberikan
data terbaik bagi pembelajar untuk dapat diolah oleh otak. Melalui data tersebut
disusunlah suatu model masukan yang pantas dan terkait.
4. Model Monitor
Monitor adalah proses konstruksi kreatif dalam berbabasa. Model Monitor memiliki
lima hipotesis berikut yang mempengaruhi pemerolchan B2.
a. Hipotesis pemerolehan-pembelajaran
Penguasaan B2 dilakukan melalui pemerolchan dan belajar. Pemerolchan
berlangsung tanpa sadar akibat kelerlibatan pembelajar B2 dalam komunikasi
langsung yang menekankan pada makna. Sementara itu, belajar B2 dilakukan
secara sadar dalam situasi yang relatif formal. Pengetahuan yang diperoleh
digunakan untuk memulai pemahaman dan pengucapan tuturan, sedangkan
pengetahuan yang dipelajari digunakan melalui monitor.
b. Hipotesis urutan alamiah
Proses penguasaan B2 (terutama pada orang dewasa) cenderung lebih dulu
menguasai aspek tata bahasa daripada yang lainnya. Dalam berkomunikasi,
pembelajar B2 akan menggunakan urutan baku.
c. Hipotesis monitor
Monitor merupakan piranti yang digunakan oleh pembelajar untuk menyunting
tampilan bahasanya berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajari dan
memodifikasi ujaran yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan yang
diperolehmya. Proses monitor ini dapat berlungsung sebelum dan setelah tuturan
berlangsung. Monitor akan digunakan apabila cukup waktu, berfokus pada bentuk
dan bukan makna, serta penutur memiliki pengetahuan tentang kaidah B2.
d. Hipotesis masukaan
1) Hipotesis ini terdiri dari prinsip-prinsip berikut. Masukan terjadi pada proses
pemerolehan, bukan pada pembelajaran.
2) Pemerolehan akan terjadi apabila pembelajar memaharni masukan Bahasa
yang setingkat lebih tinggi dari tingkat pemahaman bahasa pembelajar saat itu
(i + 1). Apabila masukan beberapa tingkat di atas pemahaman pembelajar
maka pembelajar tidak akan terpicu untuk belajar, bahkan bisa jadi frustrasi.
Masukan yang dapat dipahami pembelajar merupakan masukan yang tepat,
yang memungkinkannya dapat berkomunikasi dengan baik. Kemampuan
memproduksi tuturan terjadi secara langsung, tidak melalui pembelajaran.
e. Hipotesis saringan afektif
Saringan afektif akan menentukan seberapa banyak masukan yang daput diserap
oleh pembelajar (intake atau penerimaan). Sikap yang terbuka akan membuat
saringan otou filter akan membuka lebih lebar schingga masukan pun akan lebih
maksimal.
Faktor-faktor yang menentukan penerimaan masukan adalah motivasi, rasa
percaya diri, dan tingkat kecemasan.

5. Model Kompetensi Variabel


Model ini menyatakan bahwa cara seseorang mempelajari babasa akan
mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang dipelajarinya, Produk
penggunaan hahasa terdiri atas herhagai macam produk hahasa (wacana) dari yang
tidak terencana sampai yang terencana. Produk yung tidak direncanakan adalah wujud
penggunaan bahasa yang penyampuiannya bersifat spontan, tanpa persiapan, dun
tidak
melalui pemikiran yang matang. Penggunaan bahasa ini terjadi dalam komunikasi
rutin
seperti tutur-sapa, percakapan.
Scbaliknya, produk bahasa yang direncanakan merupakan wujud penggunaan
bahasa yang pengungkapannya didahului dengan persiapan dan pemikiran yang cukup
matang. Produk bahasa seperti ini, umumnya terjadi dalam aktivitas berbahasa resmi,
contohnya seperti pidato, sambutan atau diskusi resmi. Sebelum Anda berbahasa,
Anda
pasti mempersiapkan diri lebih dahulu: apa yang ingin saya sampaikan, seperti apa
urutannya, dan bagaimana saya menyajikannya.
Model kompetensi variabel menyampaikan prinsip-prinsip berikut.
a. Pembelajar menyimpan pengetahuan tunggal yung berisi knidah-kaidah bahasa
antara (interlangue). Secara otomatis, peryimpan ini akan aktif apabila dirangsang,
didorong, dan dipicu untuk berlatih menerapkan B2.
b. Pembelajar memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa. Kemampuan itu
berbentuk:
1) proses wacana primer, yang berperan memunculkan wacana yang tidak
direncanakan dan dihasilkan berdasarkan pada pengetahuan otomatis yang
tidak teranalisis pembelajar, misalnya penyederhanaan semantik;
2) proses wacana sekunder, yang berfungsi menghasilkan wacana yang
direncanakan berdasarkan pada pengetahuan yang teranalisis pembelajar,
misalnya memonitor dan menyunting bahasa yang digunakan;
3) proses kognitif, yang membangun struktur konseptual pokok suatu pesan yang
disampaikan, pembandingan struktur tersebut dengan kerangka acuan yang
digunakan pasangan berbahasa, serta pengurangan unsur bahasa yang
berlebihan dan unsur leksikalnya tidak tersedia.
c. Tampilan B2 merupakan variable yang dihasilkan melalui proses primer dalam
wacana yang tidak terencana afaw proses sekunder dalam wacana yang
direncanakan.
d. Perkembangan pemerolehan B2 terjadi sebagai akibat:
1) pemerolehan kaidah-kaidah baru dari B2 melalui keterlibatan pembelajar
dalam berbagai tipe wacana;
2) pengaktifan kaidah-kaidah B2 yang sudah ada pada dalam bentuk tidak
teranalisis dan tidak otomatis atau teranalisis schingga dapat digunakan untuk
wacana yang tidak direncanakan.
6. Hipotesis Universal
Hipotesis universal menyatakan bahwa anak menemukan kaidah-kaidah
Bahasa dengan bentuk gramatika universal, yakni gramarika inti. Contoh gramatika
universal, umumnya bahasa memiliki struktur kalimat yang berpola subjek-predikat.
Gramatika inti bersifat tak hermarkah, artinya sesuai dengan kecenderungan bahasa.
Kaidah-kaidah yang berada di luar gramatika universal merupakan kaidah-kaidah
pinggiran yang dipelajari tanpa bantuan kaidah gramatika universal. Kaidah-kaidah
pinggiran bersifat bermarkakı, artinya dalam beberapa hal kaidah-kaidah itu bersifat
kekeeualian. Dalam pembelajaran B2 jika pembelajar menemukan kaidah B2 yang
bermarkah, pembelajar tersebut tergoda untuk kembali ke kaidah BI, terutama apabila
B1 itu memiliki kaidah universal yang sama.
Hipotesis ini menyatakan bahwa terdapat kesemestaan bahasa yang
menentukan
proses pemerolchan B2 seperti berikut ini.
a. Kesemestaan bahasa membantu mengatasi hambatan yang berpotensi muncul
dalam bahasa antara (interlangue).
b. Pembelajar akan merasa lebih mudah memperoleh pola-pola yang sesuai dengan
kesemestaan bahasa daripada yang tidak sesuai. Kaidah-kaidah bahasa yang sesuai
cenderung dipelajari lebih dahulu daripada yang tidak sesuai.
c. Apabila BI menerapkan kesemestaan bahasa maka B1 cenderung akan membuntu
perkembangan penguasaan bahasa antara melalui transfer.
7. Teori Neurofungsional Teori ini menyatakan adanya hubungan antara bahasa dengan
anatomni syaraf. Dua daerah dalam otak, yaitu belahan otak kanan (daerah Wernickle)
dan belahan otak kiri (daerah Brocka), menentukan pemerolchan B2. Belahan otak
kanan berkaitan dengan proses menyeluruh dan berfungsi untuk merekam dan
memproses ujaran yang berpola.
Sementara belahan otak kiri berkaitan dengan penggunaan bahasa secara
kreatif yang meliputi pemrosesan secara sintaktik dan semantik, serta pengendali
aktivitas berbicara dan menulis. Dalam kaitannya dengan pemerolehan B2, fokus teori
ini berkenaan dengan perbedaan usia (pada usia kritis otak berada pada kesiapan
sempurna untuk belajar bahasa), fosilisasi (aspek bahasa yang telah terkuasai
bertahun-tahun hingga usia dewasa menjadi unsur kompetensi yang otomatis dan
memfosil atau menetap secara permanen), ujaran terpola, dan pola latihan di kelas
dalam mempelajari B2. Pemerolchan B2 dapat diterangkan menurut fungsi syaraf
dengan memperhatikan dua hal. Pertama, fungsi syaraf yang mana yang digunakan
untuk berkomunikasi. Kedua, tingkatan mana dalam system syaraf tersebut yang
dilibatkan.

Anda mungkin juga menyukai