Anda di halaman 1dari 93

MATERI BAHASA INDONESIA

KHUSUS JURUSAN MANAJEMEN DAN KEUANGAN PERBANGKAN


DISUSUN UNTUK LINGKUNGAN SENDIRI
STIE YASA ANGGANA GARUT

Dr. Endang Kasupardi, S.Pd., M.Pd.

1
PERTEMUAN 1
Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan


maupun tertulis. Hal ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak
dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai
dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan
berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan menggunakan bahasa
seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa sangat
berabagam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain
itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan
beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan sebagai
alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang
sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan simbol yang di
hasilkan alat ucap yang biasa digunakan oleh sesama masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan
bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan
dan bahasa tubuh. Bahkan saat kita tidur pun tanpa sadar kita
menggunakan bahasa.

A. Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa


Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar,
bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana
kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada
mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu
tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti
bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu.
Kalau demikian halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan
fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual
manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar
bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial.
Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya
selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia
selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia
anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya
bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya
yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.

2
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya
(baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab
kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa
yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas
terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan
‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual),
akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih
bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara
sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa
bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa
yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa)
itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan
kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara
lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya.
Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima,
sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk
menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya
layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan
dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara
kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional
yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang
dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah
bahasa.

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa


Nasional
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa
Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang
menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia
mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan
pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan
Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke
bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang
didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di
Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi:

3
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia

mengakoe berbangsa satoe,


Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian


pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang
dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian, sebab negara-
negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat
hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan
bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa
hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan
tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda,
bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah
air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya
kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa
bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari
bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat
perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga
mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang
dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi
bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan
dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah,
khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi
sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober
1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan
ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi,
kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya.
Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih
bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah
Pemuda semangat dan jiwa bahasa Melayu sudah bersifat nasional atau

4
jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat
baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain
menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai
masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia
‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan
keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga
dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap
bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri,
malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan
memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa
Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan
watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian
itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita
tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat
Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda
bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan
rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing
dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi
dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa
Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan,
bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa
Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita
ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari suku lain yang
berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar
pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita

5
seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak
mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat
menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat
saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah,
segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat:
ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya.
Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan
mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita
meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa


Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan
sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia
merupakan sambungan yang tidak langsung dari bahasa Melayu.
Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa
Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan
Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi
pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan
Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang
sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian
antara kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.

Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:


a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa a. Bahasa yang digunakan dalam gerakan
Belanda, terutama untuk tingkat yang kebangsaan untuk mencapai
dianggap rendah. kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah
b.
yang didirikan atau menurut sistem Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-
pemerintah Hindia Belanda. penerbitan yang bertuju-an untuk
mewujudkan cita-cita perjuangan
. Ppenerbitan-penerbitan yang dikelola oleh kemerdekaan Indonesia baik berupa:
jawatan pemerintah Hindia Belanda. 1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.

6
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan


Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pulalah bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam UUD 1945,
Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah
pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya
suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita Malaysia,
Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan
sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa
resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu
bahasa sebagai bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan
dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis,
bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa
tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa
yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak
mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3).
Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin
mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling
menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig
faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan,
tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan
tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia.
Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi
kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur
kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975
dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia befungsi sebagai
( 1) bahasa resmi kenegaraan,
( 2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

7
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat
fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat
dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa
Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat
itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat
resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya
dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama
pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan
diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan
ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu
menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama
beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana
dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa
pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-
kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan,
beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa
pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi
pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku
yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini
dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).
Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai
bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional
untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan
pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman
dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan

8
dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca:
masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional,
ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya.
Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat
Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia
dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari
Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis
dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan
pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui
buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah
maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya
sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan,
khususnya di perguruan tinggi.

D. Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan


Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Perbedaan dari Segi Ujudnya


Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial
dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato
sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari
Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang
semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan
tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada
waktu kita membaca surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan
peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang
berasal dari daerah atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai
kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’?
Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak
akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan
bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan
menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang
memahami maksudnya.

9
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan
ujud antara bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi
sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di atas, dan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah
juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seorang lain daerah atau
lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan
kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya
berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang
berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi.
Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan
tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan
bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak
pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk
memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’
(untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’
(untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa),
‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk begini),
dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.

Perbedaan dari Proses Terbentuknya


Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya
antara kedua kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan
nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian pada butir 1.2 dan
1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang
timbulnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda.
Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong
oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk
mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta
runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa
untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya.
Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana
komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan
dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka
ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/resmi. Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri
yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh

10
wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di
samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh
pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat
ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa
Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya
dengan suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa
Indonesia tersebut dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang
berbeda.

Perbedaan dari Segi Fungsinya


Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa
fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda
sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung
jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan
dengn tanggung jawab kita terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila
kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat
kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita
berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng membedakan tanggung
jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa
negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai
sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai
bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia.
Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang
menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak
mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa
Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan
keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara
kebetulan menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada
saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan berkewajiban moral
untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar
berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua
pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah
tidak.

11
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
penghubung antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap
di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara
Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.

Peranan dan Fungsi bahasa


Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang
digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni; sebagai alat untuk
berkomunikasi, sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat
untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan.
Bahasa Indonesia adalah alat pemersatu bangsa Indonesia yang
memiliki banyak perbedaan, baik dari segi suku, agama, ras, adat
istiadat dan budaya yang masing-masing memiliki bahasa daerah
tersendiri. Oleh karena itu, keberadaan bahasa Indonesia sangatlah
penting bagi masyarakat Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia
merupakan penunjang aktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.
Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan yang sangat
vital dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kegunaan
bahasa sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan
bermasyarakat, tanpa bahasa mungkin dunia ini tidak akan seperti
sekarang ini dan karena manusia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa
bahasa. Untuk berkomunikasi dengan seseorang kita pasti
menggunakan bahasa, contoh seorang dosen yang menyampaikan
materi kuliah, seorang guru yang menyampaikan pelajaran, seorang
pedagang yang menawarkan dagangannya, seorang atasan yang
memberikan perintah kepada bawahannya, dan banyak lagi contoh
lainnya, dan pasti itu semua menggunakan bahasa dalam melakukan
aktivitasnya.
Bahasa Indonesia tidak saja bermanfaat sebagai bahasa
perantara dan bahasa resmi, tetapi juga berfungsi sebagai sarana
pemersatu bangsa. Sebagai sarana pemersatu dan alat yang digunakan
masyarakat Indonesi untuk melakukan interaksi sosial, bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang memiliki peranan vital untuk
menumbuhkan rasa persatuan antara masyarakat Indonesia. Bahasa
Indonesia telah berhasil mempersatukan beragam suku di Indonesia
yang biasanya bertutur dengan bahasa daerahnya masing-masing.
Dengan demikian, sekiranya dapat dikatakan pula bahwa bahasa
Indonesia merupakan salah satu aspek yang memiliki pengaruh
terhadap kondisi sosial maupun politik bangsa Indonesia.

12
Dalam aspek kehidupan sosial, bahasa Indonesia juga memiliki
peranan yang sangat vital dalam rangka menyelesaikan persoalan-
persoalan sosial masyarakat. Dewasa ini, kita sering dihadapkan dengan
masalah-maslah sosial. Perbedaan suku, ras, golongan, dan agama sering
menjadi pemicu terjadinya pertikaian atupun hanya karena
kesalahpahaman semata.
Adapun bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa
merupakan salah satu solusi yang cukup efektif untuk menyelesaikan
beberapa masalah sosial dewasa ini. Hal tersebut karena bahasa
Indonesia dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial sesuai dengan
fungsi bahasa itu sendiri. Dalam hal ini, bahasa merupakan alat yang
dipergunakan dalam usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak
tanduk orang lain karena bahasa memang pada dasarnya mampu
mempengaruhi sikap seseorang dan juga mempunyai relasi dengan
proses-proses sosialisasi masyarakat.
Sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan bagi bangsa
Indonesia, bahasa Indonesia juga memiliki kedudukan yang sangat
penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Bahasa Indonesia
mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang secara konkrit terdiri
dari beragam suku maupun etnis yang masing-masing memiliki bahasa
daerah tersendiri. Oleh karena itu, bahasa Indonesia merupakan salah
satu solusi yang cukup efektif dalam menyelesaikan masalah-masalah
sosial dan politik yang sekiranya sering kita temui dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal itu disebabkan karena bahasa Indonesia
merupakan wahana pemersatu dan juga dapat berfungsi sebagai alat
kontrol sosial. Selain itu, bahasa Indonesia juga mampu mempengaruhi
tingkah laku bangsa Indonesia sebagai penutur karena sejatinya bahasa
memang mampu mempengaruhi sikap seseorang.
Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang
selama ini kurang disadari oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu
sebagai alat untuk berpikir. Seperti kita ketahui, ilmu tentang cara
berpikir adalah logika. Dalam proses berpikir, bahasa selalu hadir
bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan.
Segala kegiatan yang menyangkut penghitungan atau kalkulasi,
pembahasan atau analisis, bahkan berangan-angan atau berkhayal,
hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses berpikir disertai
alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa
makin tinggi kemampuan berbahasa seseorang, makin tinggi pula
kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa seseorang, maka makin
teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula itulah,

13
dapat dikatakan bahwa seseorang tidak mungkin menjadi intelektual
tanpa menguasai bahasa. Seorang intelektual pasti berpikir, dan proses
berpikir pasti memerlukan bahasa.
Fungsi umum bahasa indonesia adalah sebagai alat komunikasi
sosial. Bahasa pada dasarnya sudah menyatu dengan kehidupan
manusia. Aktivitas manusia sebagai anggota masyarakat sangat
bergantung pada penggunaan bahasa masyarakat setempat. Gagasan,
ide, pikiran, harapan dan keinginan disampaikan lewat bahasa.
Selain fungsi bahasa diatas, bahasa merupakan tanda yang jelas
dari kepribadian manusia. Melalui bahasa yang digunakan manusia,
maka dapat memahami karakter, keinginan, motif, latar belakang
pendidikan, kehidupan sosial, pergaulan dan adat istiadat manusia.
Menurut Sumiati Budiman (1987:1) mengemukakan bahwa
fungsi bahasa dapat dibedakan berdasarkan tujuan, yaitu :
1. Fungsi praktis :
Bahasa digunakan sebagai komunikasi dan interakis antar anggota
masyarakat dalam pergaulan hidup sehari-hari.

2. Fungsi kultural
Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyimpan, menyebarkan dan
mengembangkan kebudayaan.
3. Fungsi artistik
Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan rasa estetis
(keindahan) manusia melalui seni sastra.
4. Fungsi edukatif
Bahasa digunakan sebagai alat menyampaikan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Fungsi politis
Bahasa digunakan sebagai alat untuk memusatkan bangsa dan untuk
menyelenggarakan administrasi pemerintahan.

Mencermati keadaan dan perkembangan dewasa ini, semakin


terasa betapa besar fungsi dan peran bahasa dalam kehidupan manusia.
Tanpa bahasa kehidupan manusia terasa hampa dan tidak berarti.
Melalui peran bahasa, manusia dapat menjadikan dirinya menjadi
manusia berbudi pekerti, berilmu dan bermartabat tinggi. Berdasarkan
semua ini, dapat disimpulkan fungsi bahasa yaitu sbb:
1. Bahasa sebagai alat komunikasi
Melalui Bahasa, manusia dapat berhubungan dan berinteraksi
dengan alam sekitarnya, terutama sesama manusia sebagai makhluk

14
sosial. Manusia dapat memikirkan, mengelola dan memberdayakan
segala potensi untuk kepentingan kehidupan umat manusia menuju
kesejahteraan adil dan makmur. Manusia dalam berkomunikasi tentu
harus memperhatikan dan menerapkan berbagai etika sehingga
terwujud masyarakat yang madani selamat dunia dan akhirat. Bahasa
sebagai alat komunikasi berpotensi untuk dijadikan sebagai sarana
untuk mencapai suatu keberhasilan dan kesuksesan hidup manusia, baik
sebagai insan akademis maupun sebagai warga masyarakat.
Penggunaan bahasa yang tepat menjadikan seseorang dalam
memperlancar segala urusan. Melalui bahasa yang baik, maka lawan
komunikasi dapat memberikan respon yang positif. Akhirnya, dapat
dipahami apa maksud dan tujuannya.
2. Bahasa sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri
Sebagai alat ekspresi diri, bahasa merupakan sarana untuk
mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam diri seseorang, baik
berbentuk perasaan, pikiran, gagasan, dan keinginan yang dimilikinya.
Begitu juga digunakan untuk menyatakan dan memperkenalkan
keberadaan diri seseorang kepada orang lain dalam berbagai tempat
dan situasi.

15
Pertemuan 2

RAGAM BAHASA
PENGERTIAN RAGAM BAHASA
Ragam bahasa adalah variasi penggunaan bahasa yang
pemakaianya berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan menurut
hubungan pembicara, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicaraan.
Indonesia terdiri dari banyak kepulauan yang terbentang dari
sabang sampai marauke, dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan
sehingga melahirkan bahasa yang berbeda-beda. Variasi bahasa yang
digunakan oleh masing-masing suku yang ada di suatu daerah di
Indonesia itulah, yang dinamakan ragam bahasa.

SEBAB TERJADINYA RAGAM BAHASA

Ragam bahasa timbul seiring dengan perubahan masyarakat.


Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai
keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme
untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu
yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000).

MACAM-MACAM RAGAM BAHASA

A. Ragam bahasa berdasarkan media atau sarana


Ragam bahasa berdasarkan media atau sarana dibedakan
menjadi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Berikut ini
penjelasannya :

1. Ragam bahasa lisan


Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan alat ucap
manusia. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa,
kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, ekspresi wajah,
intonasi, dan gerakan tangan yang bercampur menjadi satu untuk
mendukung komunikasi yang dilakukan. Ragam lisan dapat kita temui,
misalnya pada saat seseorang berpidato, dalam situasi perkuliahan,
ceramah, dalam percakapan antar teman, dan lainnya.

16
Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya :
1. Memerlukan kehadiran orang lain
2. Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
3. Terikat ruang dan waktu
4. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan


kekurangan. Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai
berikut:
a) Dapat disesuaikan dengan situasi.
b) Faktor efisiensi.
c) Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa
tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang
dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
d) Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar
terhadap apa yang dibicarakannya.
e) Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas
pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f) Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan
penafsiran dari informasi audio, visual dan kognitif.

Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:


a) Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan
terdapat frase-frase sederhana.
b) Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c) Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
d) Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan
ragam tidak formal.

2. Ragam bahasa tulis


Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan media tulis seperti kertas dengan huruf sebagai unsur
dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan
dan kosakata . Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun
susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan,
dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Ragam tulis
dapat berupa ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam
tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah,
surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non
standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

17
Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis juga
memiliki kelemahan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari ragam
bahasa tulis diantaranya:
a) Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media
atau materi yang menarik dan menyenangkan.
b) Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan
masyarakat.
c) Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d) Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan
informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu
mencanggihkan wawasan pembaca.

Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis diantaranya sebagai


berikut:
a) Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan
itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b) Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika
harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung
miskin daya pikat dan nilai jual.
c) Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong,
oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang
lebih besar.

Contoh ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis

No Ragam bahasa Ragam bahasa tulis


lisan
1. Ibu bilang kalo Ibu mengatakan apabila cuaca sudah
cuaca udah mendung, pakaian harus segera diangkat
mendung,
pakaian harus
cepet-cepet
diangkat
2. Saya tinggal di Saya bertempat tinggal di Bogor
Bogor

18
3. Kiki lagi ngerjain Kiki sedang mengerjakan tugas Bahasa
tugas Bahasa Indonesia
Indonesia

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur


1. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah
(logat/dialek). Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang
tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan
di Jawa Tengah, Bali, Madura, dan Papua. Masing-masing memiliki
ciri khas /logat yang berbeda-beda.

2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur.


Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikan, berbeda dengan kelompok penutur yang tidak
berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari
bahasa asing, misalnya vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang
tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitamin, pideo,
pilm, pakultas.

3. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur.


Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan
bicaranya. Sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan
kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga
mempengaruhi sikap tersebut. Contohnya, pada saat kita berbicara
dengan seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan yang
tinggi dan saat berbicara dengan seorang teman akrab. Pasti
tentunya akan sangat berbeda. Semakin formal jarak penutur dan
kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan
bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan.

SITUASI RAGAM BAHASA DALAM BERBAGAI MACAM KEADAAN

a) Ragam Baku adalah ragam bahasa yang oleh penuturnya dipandang


sebagai ragam yang baik. Ragam ini biasa dipakai dalam kalangan
terdidik, karya ilmiah, suasana resmi, atau dalam penulisan surat
resmi.

19
b) Ragam Cakapan (akrab) adalah ragam bahasa yang dipakai apabila
pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama (sama
usianya), lebih muda, lebih rendah statusnya atau apabila topik
pembicara bersifat tidak resmi.

c) Ragam Hormat adalah ragam bahasa yang dipakai apabila lawan


bicara orang yang dihormati, misalnya orang tua dan atasan.
d) Ragam Kasar adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
pemakaian tidak resmi di kalangan orang yang saling mengenal,
misalnya ketika berbicara dengan teman sebaya.
e) Ragam Resmi adalah ragam bahasa yang dipakai dalam suasana
resmi, misalnya pidato kepresidenan, wawancara, ketika
membawakan berita dll.
f) Ragam ilmiah adalah ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan
ilmiah, misalnya ceramah, penulisan karya ilmiah dll.
g) Ragam populer adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
pergaulan sehari-hari dan dalam tulisan popular, misalnya singkatan
bahasa yang sering digunakan ketika seseorang mengirimkan sms
kepada temannya.

20
PERTEMUAN 3

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan Tanda Baca

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang


berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ada beberapa tanda baca yang
terdapat pada EYD yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tanda baca yang terdapat dalam EYD:

1. Tanda Titik
- Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau
seruan.
Misalnya:
Dia menanyakan siapa yang akan datang.

- Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai
Pustaka.

2. Tanda Koma (,)


- Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian
atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

- Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
- Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian
alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah
atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.

21
- Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia,
jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

- Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Misalnya:
Ny. Khadijah, M.A.
- Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang
sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti
latihan paduan suara.

3. Tanda Titik Dua (:)


- Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan
lemari.
- Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Ahmad Wijaya
- Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa koper) “Bawa koper ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat koper dan masuk)

4. Tanda Hubung (-)


- Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru.

22
- Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
- Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan
bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian
kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
- Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris.
Misalnya:
dismash

5. Tanda Pisah (–)


- Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan
oleh bangas itu sendiri.
- Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti
sampai’.
Misalnya:
Jakarta–Bandung.

6. Tanda Tanya (?)


- Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?

7. Tanda Seru (!)


- Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa
seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!

8. Tanda Kurung ((…))


- Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian
Kegiatan) kantor itu.

23
- Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan
bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal
di Bali) ditulis pada tahun 1962.
- Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam
teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.

9. Tanda Petik (“…”)


- Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang
dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu
Tempat.
- Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di
belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai
dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.

10. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)


- Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian
kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali ’kan kusurati. (‘kan = akan)

24
PERTEMUAN 4

Diksi atau Pilihan Kata

Bahasa apapun yang kita gunakan dalam berbicara maka,


rangkaian pembicaraan tersebut tidak lepas dari rangkaian kata yang
digunakan sehingga terbentuk kelompok kata, klausa, kalimat,
paragraph dan akhirnya sebuah wacana dalam konteks pembicaraan.
Diksi merupakan pilihan kata yang digunakan oleh pembicara yang
dapat menggambarkan isi hati dan pikiran si pembicara tersebut.
Sehingga diksi yang secara tunggal/berdiri sendiri dan atau
dirangkaikan menjadi sebuah kalimat memiliki makna dan mnejadi
media penyampaian isi hati dan pikiran tersebut.
Diksi yang diguunakan tidak hanya terbatas pada lisan saja tetapi
juga pada tulisan. Teks/wacana disusun berdasarkan pilihan kata untuk
menyampaikan gagasan penulis. Penulis atau pengarang memilih diksi
untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih
memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau
menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa,
ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari
diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau
karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
Diksi yang digunakan secara tunggal memiliki arti; Diksi
merupakan pemilihan kata yang tepat dalam membuat suatu kalimat
yang memiliki pengungkapan arti yang bertujuan agar mudah
dipahami.Dalam peemilihan kata tersebut terdapat istilah umum dan
istilah khusus. Istilah umum merupakan kata yang biasa
digunakan,sedangkan istilah khusus merupakan penggunaan kata yang
jarang didengar dan digunakan oleh orang pada umumnya.
Diksi merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam
penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh
efek tertentu (seperti yg diharapkan). Diksi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia
adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang
diharapkan).
Fungsi dari diksi antara lain :
 Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan
tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh
pembicara atau penulis.
 Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.

25
 Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
 Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi,
resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau
pembaca.

Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, konjungsi,


hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans.
Macam macam hubungan makna:
1. Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan/kemiripan
makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau
kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna
ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat.
2. Antonim.
Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna/ungkapan lain.
Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar
berantonim dengan kata kecil.
3. Polisemi.
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang
memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna;
bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia
dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau
depan, seperti kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api,
bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala
paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
4. Hiponim.
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata
yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat)
yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu
ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata
ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
5. Hipernim.
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain. unggas
6. Homonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi
namun berbeda arti.
7. Homofon.
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan
artinya berbeda.

26
8. Homograf.
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi
bunyi dan artinya berbeda.

Makna Denotasi
Makna Denotasi merupakan makna kata yang sesuai dengan
makna yang sebenarnya atau sesuai dengan makna kamus.
Contoh :
Adik makan nasi.
Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Makna Konotasi
Kalau makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya, maka
seharusnya Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya
dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di
Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan,
padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna
konotasi. Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam
artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase
jam tangan.
Contoh:
Pak Saleh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan
berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat
rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan
kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain “Jam tangan pak
Slesh bagus yah”.

Pada ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi


yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh
orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu
dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna
Konotasi Positif karena sifatnya memuji
Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu konotasi
positif merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan
lebih sopan, dan konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar
atau tidak sopan.
Diksi sering disebut juga sebagai sebuah kata. Kata adalah suatu
unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau
lebih morfem. Kata adalah merupakan bahasa terkecil yang dapat
berdiri sendiri. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau

27
dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa,
klausa, atau kalimat.
Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat:
kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan kata majemuk. Kata dasar
adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata
berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya
afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks
atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Kata ulang
adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik
seluruh maupun sebagian sedangkan kata majemuk adalah gabungan
beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti baru.
Pada tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi
menjadi tujuh kategori, yaitu:
a. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua
benda dan segala yang dibendakan, misalnya buku, kuda.
b. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau
pengertian dinamis.
c. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya
keras, cepat.
d. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada
kata yang bukan kata benda, misalnya sekarang, agak.
e. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda.
f. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau
hal atau menunjukkan urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu,
kedua.
g. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang
berdasarkan peranannya.

Adapun kata dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:


1. Kata Baku
a. Kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang
telah ditentukan.
b. Dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengukapan
gagasan secara cepat.
2. Kata Tidak Baku
a. Kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
yang ditentukan.
b. Dalam bahasa sehari-hari, bahasa tutur.

28
NO KATA BAKU KATA TIDAK BAKU
1. Aktif Aktip
2. Ambulans Ambulan
3. Analisa Analisis
4. Anggota Anggauta
5. Antre Antri
6. Apotek Apotik
7. Atlet Atlit
8. Berpikir Berfikir
9. Frekuensi Frekwensi
10. Hakikat Hakekat

2. Pengertian Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat
nonpredikatif, misalnya: bayi sehat, pisang goreng, sangat enak, sudah
lama sekali dan dewan perwakilan rakyat.
a. Frasa Verbal
Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja,
terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a. Frasa verbal modifikatif (pewatas); terdiri atas
Pewatas belakang, misalnya: Ia bekerja keras sepanjang hari.
Pewatas depan, misalnya: Mereka dapat mengajukan kredit di
BRI.
b. Frasa verbal koordinatif adalah dua verba yang disatukan dengan
kata penghubung dan atau misalnya;
Mereka menangis dan meratapi nasibnya.
Kita pergi atau menunggu ayah.

c. Farba verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan


atau diselipkan, misalnya:
Pulogadung, tempat tinggalnya dulu, kini menjadi terminal modern.
Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.
Mata pencaharian orang itu, bertani dan berternak, sekarang telah
maju.

2. Frasa Adjektval
Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata
sifat atau keadaan sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan
kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti: agak, dapat, harus,
kurang, lebih, paling, dan sangat.

29
agak baik harus baik
akan tenang kurang pandai
amat pandai lebih baik
belum baik paling tinggi
dapat palsu selalu rajin

Frasa adjektival mempunyai tiga jenis:


a. Frasa adjektival modifikatif (membatasi), misalnya: cantik sekali,
indah nian, hebat benar;
b. Frasa adjektival koordinatif (mengabungkan), misalnya: tegap kekar,
aman tentram, makmur dan sejahtera, aman sentausa;
c. Frasa adjektival apositif, misalnya:
 Bima tokoh ksatria, gagah perkasa, dan suka menolong kaum yang
lemah. Frasa apositif bersifat memberiakan keterangan tambahan
Bima tokoh ksatria yang tampan merupakan unsur utama kalimat
gagah perkasa merupakan keterangan tambahan. Frasa apositif
terdapat dalam kalimat berikut ini:
Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.
Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh
universitas.

3. Frasa Nominal
Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan
memperluas sebuah kata benda ke kiri dan ke kanan; ke kiri
menggolongkan, misalnya: dua buah buku, seorang teman, beberapa
butir telur, ke kanan sesudah kata (inti) berfungsi mewatasi
(membatasi), misalnya: buku dua buah, teman seorang, telur beberapa
butir.
a. Frasa nominal modifikatif (mewarisi), misalnya: rumah mungil, hari
Minggu, buku dua buah, pemuda kampus, dan bulan pertama.
b. Frasa nominal koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya:
hak dan kewajiban,dunia akhirat, lahir batin, serta adil dan makmur.
c. Frasa nominal apositif
Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di
universitasnya.
Burung cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir
punah.
Ibu Megawati, presiden republik indonesia, berkenan memberikan
sambutaqn dalam acara itu.

30
4. Frasa Adverbial
Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan
keterangan kata sifat. Frasa ini bersifat modifikatif (mewatasi),
misalnya: sangat baik, kata baik merupakan inti dan sangat merupakan
pewatas. Frasa adverbial yang termasuk jenis ini:kurang pandai, hampir
baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dan dengan
gelisah. Frasa adverbial yang bersifat koordinatif (tidak saling
menerangkan), misalnya: lebih kurang, kata lebih tidak menerangkan
kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.

5. Frasa Pronomial
Frasa Proniomial adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti.
Frasa ini terdiri atas tiga jenis:
a. Modifikatif, misalnya: kami semua, kalian semua, anda semua,
mereka semua, mereka itu, mereka berdua, dan mereka itu.
b. Koordinatif, misalnya: engkau dan aku, kami dan mereka, serta
saya dan dia,
c. Apositif:
Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang melawan
korupsi.
Mahsiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.

6. Frasa Numerialia
Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata
bilangan. Frasa jenis ini terdiri atas dua jenis, yaitu
a. Modifikasi
Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
Orang itu menyumbang pembangunan jalan kampung dua juta
rupiah.
b. Koordinaasi
Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang
itu.
Entah tiga, entah empat kali saya makan obat hari itu.

7. Frasa Interogativa Koordinatif


Frasa interogativa Koordinatif adalah frasa yang berintikan pada
kata tanya.
Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.
Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan penanda predikat.

31
8. Frasa Demonstrativa Koordinatif
Frasa ini dibntuk dengan dua kata yang tidak saling menerangkan.
Saya bekerja di sana atau sini sama saja.
Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.

9. Frasa Proposisional Koordinatif


Frasa ini dibentuk dengan kata depan dan tidak saling
menerangkan.
Perjalanan kami dari dan ke Bandung memerlukan waktu enam jam.
Koperasi dari, oleh dan untuk anggota.

3. Pengertian Klausa
Klausa merupakan kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri
atas subjek dan predikat dan berpontensi menjadi kalimat. Klausa
adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P)
baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk
menjadi kalimat.
Ada tiga hal yang dapat mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu
adalah:
1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada
hadir tidaknya unsur inti klausa yaitu S dan P. Dengan demikian,
unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S. Sedangkan P unsur
inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa
berdasarkan unsur internnya.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi
P, contoh: mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang
mengaktifkan P, klausa positif ialah klausa yang ditandai tidak adanya
unsur negasi yang mengaktifkan P, contoh: mahasiswa itu
mengerjakan tugas.

4. Pengertian Diksi
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang
sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam
dunia tutur setiap hari. Kata yang tepat akan membantu seseorang
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik
lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula
sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Diksi dapat
diartikan sebagai pilihan kata, gaya bahasa, ungkapan-ungkapan
pengarang untuk mengungkapkan sebuah cerita

32
Agar menghasilkan cerita yang menarik, diksi atau pemilihan kata
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.
2. Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan
secara tepat nuansa-nuansa makna, sesuai dengan gagasan yang
ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang
sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembaca.
3. Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu
memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat yang jelas,
efektif, dan efisien.

Fungsi dari diksi :


1. Untuk mencegah kesalahpahaman.
2. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
3. Untuk Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
4. Supaya suasana yang tepat bisa tercipta.
5. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi,
tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.

Frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau
lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang,
kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase
mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau
lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur
klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur
klausa yaitu: S, P, O, atau K.

Macam-macam frase:
A. Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang
sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu:

1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari


unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-
unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.

33
Misalnya:
kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan
laki bini
belajar atau bekerja

2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-
unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin
dihubungkan.
Misalnya:
perjalanan panjang
hari libur

Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara


distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik
merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan
atributif
.
3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa
aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu,
dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu
Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi.
Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh
merupakan aposisi (Ap).

B. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang
sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas

34
C. Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata
nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan
golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan
kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda,
diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa

D. Frase Ambigu

Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan


keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu
disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal,
tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua
tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian
ganda:
1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2. Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.

Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan
predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1. Berdasarkan unsur intinya
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik
menegatifkan predikat
3. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi
predikat

35
PERTEMUAN 5 6 7 kalimat
Definsi Kalimat Secara Leksikal (Kamus)

Kalimat adalah susunan kata atau kelompok kata yang teratur dan
mengandung maksud atau pikiran yang jelas. Kalimat adalah satuan
bahasa yang berdiri sendiri dan tidak merupakan bagian dari kesatuan
yang lebih besar yang lain yang diakhiri dengan intonasi final, terdiri
atas satu atau lebih klausa. Kalimat adalah kesatuan ujar yang
mengungkapkan suatu konsep pikiran, perasaan dan perkataan.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau
tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan
kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela
jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf
latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik. (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).

A. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan
(informasi) secara singkat, lengkap, dan mudah diterima oleh
pendengar. Yang dimaksud singkat adalah hemat dalam penggunaan
kata-kata. Hanya kata-kata yang diperlukan yang digunakan. Sebaliknya,
Kata-kata yang mubadzir tidak perlu digunakan.Penggunaan kata-kata
mubadzir berarti pemborosan. Hal itu tentu bertentangan dengan
prinsip kalimat efektif yang hemat, (Wiyanto, 2004:48).
Meskipun hemat dalam penggunaan kata, Kalimat efektif tetap
harus lengkap, Artinya kalimat itu harus disampaikan. Sedemikian
lengkapnya sehingga kalimat efektif mampu menimbulkan pengaruh,
meninggalkan kesan, atau menghasilkan akibat. Selanjutnya, kalimat
efektif harus dapat dipahami pendengar dengan cara yanng mudah dan
menarik. Selain itu, kalimat efektif harus mematuhi kaidah struktur
bahasa dan mencerminkan cara berpikir yang masuk akal (logis).
Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan,
gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si
pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat
sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya benar, pilihan katanya
tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar.
Menurut Gorys keraf kalimat yang memenuhi syarat-syarat efektif
adalah berikut :
a. Secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau
penulis.

36
b. Sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran
pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau
penulis.

B. Syarat-syarat kalimat efektif


1. Koherensi
Yaitu hubungan timbal-balik yang baik dan jelas antara unsur-
unsur (kata atau kelompok kata) yang membentuk kalimat itu. Setiap
bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri bagaimana mengurutkan
gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat yang memiliki hubungan
yang lebih erat sehingga tidak boleh dipisahkan, ada yang lebih
renggang kedudukannya sehingga boleh ditempatkan dimana saja, asal
jangan disisipkan antara kata-kata atau kelompok-kelompok kata yang
rapat hubungannya.
Contoh;
Sehubungan dengan itu, dikemukakannya juga minat baca kaum remaja
menurun.

2. Kesatuan
Syarat kalimat efektif haruslah mempunyai struktur yang baik.
Artinya, kalimat itu harus memiliki unsure-unsur subyek dan predikat,
atau bisa ditambah dengan obyek, keterangan, dan unsure-unsur
subyek, predikat, obyek, keterangan, dan pelengkap, melahirkan
keterpautan arti yang merupakan cirri keutuhan kalimat.

Contoh: Ibu menata ruang tamu tadi pagi.

S P Pel K

Dari contoh tersebut, kalimat ini jelas maknanya, hubungan antar unsur
menjadi jelas sehingga ada kesatuan bentuk yang membentuk kepaduan
makna. Jadi, harus ada keseimbangan antara pikiran atau gagasan
dengan struktur bahasa yang digunakan.

3. Kehematan
Kehematan yang dimaksud berupa kehematan dalam pemakaian kata,
frase atau bentuk lainnya yang dianggap tidak diperlukan. Kehematan
itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Tidak berarti bahwa
kata yang menambah kejelasan kalimat boleh dihilangkan. Berikut
unsur-unsur penghematan yang harus diperhatikan:

37
Frase pada awal kalimat
Contoh :
Sulit untuk menentukan diagnosa jika keluhan hanya berupa sakit perut,
menurut para ahli bedah.

Pengurangan subyek kalimat


Contoh:
– Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui mempelai
memasuki ruangan. (salah)

4. Paralelisme
Paralelisme atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau
imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan
verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama
menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya
harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.
Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
(tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan.
(efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
(efektif)
Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak
efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)
5. Penekanan
Gagasan pokok atau misi yang ingin ditekankan oleh pembicara
biasanya dilakukan dengan memperlambat ucapan, melirihkan suara,
dan sebagainya pada bagian kalimat tadi. Dalam penulisan ada berbagai
cara untuk memberikan penekanan yaitu :

Posisi dalam kalimat


Untuk memberikan penekanan dalam kalimat, biasanya dengan
menempatkan bagian itu di depan kalimat. Pengutamaan bagian kalimat
selain dapat mengubah urutan kata juga dapat mengubah bentuk kata
dalam kalimat.
Contoh :
– Salah satu indikator yang menunjukkan tak efesiennya Pertamina,
menurut pendapat Prof. Dr. Herman Yohanes adalah rasio yang masih
timpang antara jumlah pegawai Pertamina dengan produksi minyak.

38
- Rasio yang masih timpang antara jumlah pegawai Pertamina dengan
produksi minyak adalah salah satu indikator yagn menunjukkan tidak
efisiennya Pertamina. Demikian pendapat Prof. Dr. Herman Yohanes.

Urutan yang logis


Sebuah kalimat biasanya memberikan sebuah kejadian atau
peristiwa. Kejadian yang berurutan hendaknya diperhatikan agar
urutannya tergambar dengan logis. Urutan yang logis dapat disusun
secara kronologis, dengan penataan urutan yang makin lama makin
penting atau dengan menggambarkan suatu proses.
Contoh :
– Kehidupan anak muda itu sulit dan tragis.

6. Kevariasian
Untuk menghindari kebosanan dan keletihan saat membaca,
diperlukan variasi dalam teks. Ada kalimat yang dimulai dengan subyek,
predikat atau keterangan. Ada kalimat yang pendek dan panjang.

a). Cara memulai


Subyek pada awal kalimat.
Contoh:
– Bahan biologis menghasilkan medan magnetis dengan tiga cara.

Predikat pada awal kalimat (kalimat inversi sama dengan susun balik)
Contoh:
– Turun perlahan-lahan kami dari kapal yang besar itu.

Kata modal pada awal kalimat


Dengan adanya kata modal, maka kalimat-kalimat akan berubah
nadanya, yang tegas menjadi ragu tau sebaliknya dan yagn keras
menjadi lembut atau sebaliknya. Untuk menyatakan kepastian
digunakan kata: pasti, pernah, tentu, sering, jarang, kerapkali, dan
sebagainya.
Untuk menyatakan ketidakpastian digunakan: mungkin,
barangkali, kira-kira, rasanya, tampaknya, dan sebagainya. Untuk
menyatakan kesungguhan digunakan: sebenarnya, sesungguhnya,
sebetulnya, benar, dan sebagainya.

Contoh:
– Sering mereka belajar bersama-sama.

39
b). Panjang-pendek kalimat.
Tidak selalu kalimat pendek mencerminkan kalimat yang baik
atau efektif, kalimat panjang tidak selalu rumit. Akan sangat tidak
menyenangkan bila membaca karangan yang terdiri dari kalimat yang
seluruhnya pendek-pendek atau panjang-panjang. Dengan menggabung
beberapa kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk setara terasa
hubungan antara kalimat menjadi lebih jelas, lebih mudah dipahami
sehingga keseluruhan paragraf merupakan kesatuan yang utuh.

c). Jenis kalimat.


Biasanya dalam menulis, orang cenderung menyatakannya dalam
wujud kalimat berita. Hal ini wajar karena dalam kalimat berita
berfungsi untuk memberi tahu tentang sesuatu. Dengan demikian,
semua yang bersifat memberi informasi dinyatakan dengan kalimat
berita. Tapi, hal ini tidak berarti bahwa dalam rangka memberi
informasi, kalimat tanya atau kalimat perintah tidak dipergunakan,
justru variasi dari ketiganya akan memberikan penyegaran dalam
karangan.

d). Kalimat aktif dan pasif.


Selain pola inversi, panjang-pendek kalimat, kalimat majemuk
dan setara, maka pada kalimat aktif dan pasif dapat membuat tulisan
menjadi bervariasi.

e). Kalimat langsung dan tidak langsung.


Biasanya yang dinyatakan dalam kalimat langsung ini adalah
ucapan-ucapan yang bersifat ekspresif. Tujuannya tentu saja untuk
menghidupkan paragraf. Kalimat langsung dapat diambil dari hasil
wawancara, ceramah, pidato, atau mengutip pendapat seseorang dari
buku.

7. Logis/Nalar
Suatu kalimat dikatakan logis apabila informasi dalam kalimat
tersebut dapat diterima oleh akal atau nalar. Logis atau tidaknya kalimat
dilihat dari segi maknanya, bukan strukturnya. Kelogisan kalimat
tampak pada gagasan dan pendukungnya yang dipaparkan dalam
kalimat. Suatu kalimat dikatakan logis apabila gagasan yang
disampaikan masuk akal, hubungan antar gagasan dalam kalimat masuk
akal, dan hubungan gagasan pokok serta gagasan penjelas juga masuk
akal.
Contoh kalimat salah nalar:

40
a. Waktu dan tempat dipersilahkan. (siapa yang dipersilahkan)
b. Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)

41
PERTEMUAN 8 9
PENGERTIAN PARAGRAF ATAU ALINEA

Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya


merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya
menghimpun beberapa kalimat menjadi paragraph, yang perlu
diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh
kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan(gagasan
tunggal).Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak,
saling berkaitan mendukung gagasan tunggal paragraf.
Dalam kenyataannya kadang-kadang kita menemukan alinea yang
hanya terdiri atas satu kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan.
Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam itu dianggap
sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang ideal
jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai
dalam tulisan ilmiah. Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide
yang lebih luas dari sudut pandang komposisi, pembicaraan tentang
paragraf sebenarnya ssudah memasuki kawasan wacana atau karangan
sebab formal yang sederhana boeh saja hanya terdiri dari satu paragraf.
Jadi, tanpa kemampuan menyusun paragraf, tidak mungkin bagi
seseorang mewujudkan sebuah karangan.

Syarat Paragraf
Paragraf yang efektif harus memenuhi dua syarat ,yaitu adanya
kesatuan dan kepaduan.
1) Kesatuan paragraf
Sebuah paragraf dikatakan mempunyai kesatuan jika seluruh kalimat
dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok ,satu topik /
masalah. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang
dari masalah yang sedang di bicarakan, berarti dalam paragraf itu
terdapat lebih dari satu ide atau masalah.

2) Kepaduan paragraf
Seperti halnya kalimat efektif , dalam paragraph ini juga dikenal istilah
kepaduan atau koherensi. Kepaduan paragraf akan terwujud jika aliran
kalimat berjalan mulus dan lancer serta logis. Untuk itu, cara repetisi,
jasa kata ganti dan kata sambung, serta frasa penghubung dapat
dimanfaatkan. Selengkapnya mengenai syarat paragraf.
Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf sangat berkaitan erat dengan posisi kalimat
topik karena kalimat topiklah yang mengandung inti permasalahan atau

42
ide utama paragraf. Pengembangan paragraph deduktif, misalnya, yang
menempatkan ide/gagasan utama pada awal paragraf, pasti berbeda
dengan pengembangan paragraf induktif yang merupakan kebalikan
dari paragraf deduktif. Demikian juga dengan tipe paragraf yang lainnya.
Selain kalimat topik, pengembangan paragraf berhubungan pula
dengan fungsi paragraf yang akan dikembangkan: sebagai paragraf
pembuka, paragraf pengembang, atau paragraf penutup. Fungsi tersebut
akan mempengaruhi pemilihan metode pengembangan karena misi
ketiga paragraf tersebut dalam karangan saling berbeda .
Metode pengembangan paragraf akan bergantung pada sifat
informasi yang akan disampaikan,yaitu: persuasive, argumentatif,
naratif, deskriptif, dan eksposisi. Metode tersebut sudah pasti digunakan
untuk mengembangkan alinea argumentatif, misalnya akan berbeda
dengan naratif.
Setelah mempertimbangkan factor tersebut barulah kita memilih
salah satu metode pengembangan paragraf yang dianggap paling tepat
dan efektif. Diantara banyak metode pengembangan paragraf yang
terdapat di dalam buku – buku komposisi, disini diangkat enam metode
yang umum dipakai untuk mengembangkan alinea dalam penulisan
karangan. Metode yang dimaksud adalah : metode definisi, metode
contoh, metode sebab-akibat, metode umum khusus, dan metode
klasifikasi.
Di dalam mengarang, keenam metode pengembangan paragraf
tersebut dapat dipakai silih berganti sesuai dengan keperluan
mengarang si penulisnya.

1) Metode Definisi
Yang dimaksud dengan definisi adalah usaha penulis untuk
menerangkan pengertian/konsepistilah tertentu. Untuk dapat
merumuskan definisi yang jelas, penulis hendaknya memperhatikan
klasifikasi konsep dan penentuan ciri khas konsep tersebut. Satu hal
yang perlu diingat dalam membuat definisi, kita tidak boleh mengulang
kata atau istilah yang kita definisikan di dalam teks definisi itu

2) Metode Proses
Sebuah paragraf dikatakan memakai metode proses apabila isi alinea
menguraikan suatu proses. Proses ini merupakan suatu urutan tindakan
atau perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Bila
urutan atau tahap – tahap kejadian berlangsung dalam waktu yang
berbeda, penulis harus menyusunnya secara runtut (kronologis).
Banyak sekali peristiwa atau kejadian yang prosesnya berbeda satu

43
sama lainnya. Proses kerja suatu mesin , misalnya, tentu berbeda sangat
jauh dengan proses peristiwa sejarah.

3) Metode Contoh
Dalam karangan ilmiah, contoh dan ilustrsi selalu ditampilkan.
Contoh-contoh terurai, lebih-lebih yang memerlukan penjelasan rinci
tentu harus disusun berbentuk paragraf.

4) Metode Sebab-Akibat
Metode sebab-akibat atau akibat-sebab (kausalitas) dipakai untuk
menerangkan suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkannya, atau
sebaliknya. Factor yang terpenting dalam metode kausalitas ini adalah
kejelasan dan kelogisan. Artinya, hubungan kejadian dan penyebabnya
harus terungkap jelas dan informasinya sesuai dengan jalan pikiran
manusia. Metode kausalitas atau sebab-akibat umumnya tampil di
tengah karangan yang berisi pembahasan atau analisis. Sifat paragrafnya
argumentative murni atau dikombinasikan dengan deskriptif ata
eksposisi.

5) Metode Umum-Khusus
Metode umum-khusnya dan khusus-umum paling banyak dipakai
untuk mengembangkan gagasan paragraf agar tampak teratur. Bagi
penulis pemula, belajar menyusun paragraf dengan metode ini adalah
yang paling disarankan. Pertimbangannya, di samping mengembangkan
urutan umum-khusus relative lebih gampang,juga karena model inilah
yang paling banyak dipakai dalam karangan ilmiah dan tulisan eksposisi
seperti arikel dalam media massa.
6) Metode Klasifikasi
Bila kita akan mengelompokan benda-benda atau non benda yang
memiliki persamaan ciri seperi sifat, bentuk, ukuran, dan lain-lain, cara
yang paling tepat adalah dengan metode klasifikasi. Klsifikasi
sebenarnya bukan khusu untuk persamaan factor tersebut di atas, tetapi
juga untuk perbedaan. Namun, pengelompokan tidak berhenti pada
inventarisasi persamaan dan perbedaan. Setelah dikelompokan, lalu
dianalisis untuk mendapatkan generalisasi, atau paling tidak untuk
diperbandingkan atau dipertentangkan satu sama lainnya.

Jenis Paragraf
Paragraf memiliki banyak ragamnya. Untuk membedakan paragraf
yang satu dari paragraf yang lain berdasarkan kelompoknya,yaitu : jenis

44
paragraf menurut posisi kalimat topiknya, menurut sifat isinya, menurut
fungsinya dalam karangan.

1) Jenis paragraf menurut posisi kalimat topiknya


Kalimat yang berisi gagasan utama paragraf adalah kalimat topik.
Karena berisi gagasan utama itulah keberadaan kalmat topic dan letak
posisinya dalam paragraf menjadi penting. Posisi kalimat topik di dalam
paragraf yang akan memberi warna sendiri bagisebuah paragraf.
Berdasarkan posisi kalimat topik, paragraf dapa dibedakan atas empat
macam, yaitu : paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif-
induktif, paragraf penuh kalimat topik.

A. Paragraf Deduktif
Adalah paragraf yang letak kalimat pokoknya di tempat kan pada
bagian awal paragraf ,yaitu paragraf yang menyajikan pokok
permasalahan terlebih dahulu, lalu menyusul uraian yang terinci
mengenai permasalahan atau gagasan paragraf (urutan umum-khusus).
Contoh paragraf deduktif :
" Olahraga akan membuat badan kita menjadi sehat dan tidak mudah
terserang penyakit. Fisik orang yang berolahraga dengan yang jarang
atau tidak pernah berolahraga sangat jelas berbeda. Contohnya jika kita
sering berolahraga fisik kita tidak mudah lelah, sedangkan yang jarang
atau tidak pernah berolahraga fisiknya akan cepat lelah dan mudah
terserang penyakit."

Contoh paragraf deduktif


" Orang yang sukses adalah orang yang mampu menangkap sebuah
peluang dan memanfaatkan peluang itu untuk meraih suatu
keberhasilan. Kemampuan membaca dan memanfaatkan peluang itulah
yang menghantar Rahayu S. Purnami, lulusan Farmasi Universitas
Padjadjaran Bandung, sampai kepada kesuksesan menjadi pengusaha
salon keliling yang memberikan pelayanan “door to door”.

B. Paragraf Induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan dipada akhir paragraf akan terbentuk
paragraf induktif, yaitu paragraf yang menyajikan penjelasan terlebih
dahulu, barulah diakhiri dengan pokok pembicaraan.

Contohnya:
"Pak Sopian memiliki kebun kakao seluas 1 hektar. Tetangganya, Pak
Gatot, juga memiliki kebun kakao seluas 1 hektar. Adik Pak Gatot, Ali

45
Bashya, malah memiliki kebun kakao yangt lebih luas daripada
kakaknya, yaitu 2,5 hektar. Tahun ini merupakan tahun ketiga bagi
mereka memanen kakao. Seperti mereka, dari 210 penduduk petani di
Desa Sriwaylangsep, 175 kepala keluarga berkebun kakao. Maka,
tidaklah heran apabila Desa Sriwaylangsep tersebut dikenal dengan
Desa Kakao.
Contoh paragraf induktif ."

" Yang menyebabkan banjir di Jakarta sangat jelas disebabkan oleh ulah
manusia itu sendiri. Contohnya saja masih banyak orang-orang yang
buang sampah yang tidak pada tempatnya. Selain itu masyarakat juga
tidak peduli terhadap selokan di sekitarnya. Oleh sebab itu maka
seharusnya pemerintah setempat harus lebih mensosialisasikan bahaya
banjir kepada masyarakat. Supaya masyarakat dapat ikut serta dalam
bersosialisasi terhadap bahaya banjir. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa seluruh masyarakat dan pemerintah setempat harus
menggalakan supaya Jakarta bebas banjir dengan cara membuang
sampah pada tempatnya dan membersihkan selokan di sekitarnya."

C. Paragraf Deduktif-Induktif
Bila kalimat pokok di tempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf,
terbentuklah paragraf deduktif-induktif. Kalimat pada akhir paragraf
umumnya menjelaskan atau menegaskan kembali gagasan utama yang
terdapat pada awal paragraf.

Contoh paragraf deduktif-induktif :


" Pemerintah menyadari bahwa rakyat Indonesia memerlukan rumah
yang kuat,murah, dan sehat. Pihak dari pekerjaan umum sudah lama
menyelidiki bahan rumah yang murah, tetapi kuat. Tampaknya bahan
perlit yang diperoleh dari batuan gunung beapi sangat menarik
perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan air tanah. Usaha ini
menunjukan bahwa pemerintah berusaha membangun rumah yang
kuat, murah dan sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat."

D. Paragraf penuh kalimat topik


Seluruh kalimat yang membangun paragraf sama pentingnya
sehingga tidak satupun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik.
Kondisi seperti itu dapat atau biasa terjadi akibat sulitnya menentukan
kalimat topic karena kalimat yang satu dan lainnya sama-sama penting.
Paragraf semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian bersifat
dskriptif dan naratif terutama dalam karangan fiksi.

46
Contoh paragraf penuh kalimat topik :
" Pagi hari itu aku berolahraga di sekitar lingkungan rumah. Dengan
udara yang sejuk dan menyegarkan. Di sekitar lingkungan rumah
terdengar suara ayam berkokok yang menandakan pagi hari yang sangat
indah. Kuhirup udara pagi yang segar sepuas-puasku."

2) Jenis Paragraf Menurut Sifat Isinya


Isi sebuah paragraf dapat bermacam-macam bergantung pada
maksud penulisannya dan tuntutan korteks serta sifat informasi yang
akan disampaikan.Penyelarasan sifat isi paragraf dengan isi karangan
sebenarnya cukup beralasan karena pekerjaan menyusun paragraf
adalah pekerjaan mengarang juga.

Berdasarkan sifat isinya, alinea dapat digolongkan atas lima


macam,yaitu:
o Paragraf Persuasif : adalah isi paragraf mempromosikan sesuatu
dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf persuasif
banyak dipakai dalam penulisan iklan,terutama majalah dan Koran .
Sedangkan paragraf argumentasi, deskripsi, daneksposisi umumnya
dipakai dalam karangan ilmiah seperti buku,skripsi makalah dan
laporan. Paragraf naratif sering dipakai untuk karangan fiksi seperti
cerpen dan novel.

Contoh : “Marilah kita membuang sampah pada tempatnya, agar


lingkungan kita bebas dari banjir dan bebas dari penyakit yang
disebabkan oleh sampah – sampah yang di buang tidak pada tempatnya.
Oleh karena itu, perlu kesadaran pada diri kita masing – masing untuk
membuang sampah pada tempatnya.

o Paragraf argumentasi : adalah isi paragraf membahas satu masalah


dengan bukti_bukti alasan yang mendukung.

Contoh : “Menurut Ketua panitia, Derrys Saputra, mujur merupakan


kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh HMTK untuk memilih ketua
dan wakil HMTK yang baru. Bersamaan dengan berakhirnya masa
jabatan kepengurusan MHTK periode 2008 – 2009, maka sebagai
penggantinya dilakukan mujur untuk memilih ketua dan wakil HMTK
yang baru untuk masa kepengurusan 2009 – 20010.”

47
o Paragraf naratif : adalah isi paragraf menuturkan peristiwa atau
keadaan dalam bentuk data atau cerita.
Contoh : “ Pada game pertama, Kido yang bermain dengan lutut kiri
dibebat mendapat perlawanan ketat Chai/Liu hingga skor imbang 16 –
16. pada posisi ini, Kido/Hendra yang lebih berpengalaman dalam
berbagai kejuaraan memperlihatkan keunggulan mereka.”

o Paragraf deskritif : adalah paragraf yang melukiskan atau


menggambarkan sesuatu dengan bahasa.

Contoh : “Kini hadir mesin cuci dengan desain bunga chrysant yang
terdiri dari beberapa pilihan warna, yaitu pink elegan dan dark red
untuk ukuran tabung 15 kg. Disamping itu, mesin cuci dengan bukaan
atas ini juga sudah dilengkapi dengan LED display dan tombol-tombol
yang dapat memudahkan penggunaan. Adanya fitur I-sensor juga akan
memudahkan proses mencuci”.

o Paragraf eksposisi : adalah paragraf yang memaparkan sesuatu fakta


atau kenyataan kejadian tertentu.

Contoh :“Rachmat Djoko Pradopo lahir 3 November 1939 di Klaten,


Jawa Tengah. Tamat SD dan SMP (1955) di Klaten, SMA II (1958) di
Yogyakarta. Masuk Jurusan Sastra Indonesia Universitas Gadkah Mada,
tamat Sarjana Sastra tahun 1965. pada tahun 1978 Rachmat mengikuti
penataran sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Jakarta
bersama ILDEP dan terpilih untuk melanjutkan studi di Pascasarjana
Rijkuniversiteit Leiden, Nederland, tahun 1980 – 1981, di bawah
bimbingan Prof. Dr. A. Teeuw”.
3) Jenis Paragraf Menurut Fungsinya dalam Karangan
Menurut fungsinya, paragraf dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu:

1) Paragraf Pembuka
Bertujuan mengutarakan suat aspek pokok pembicaraan dalam
karangan .
Sebagai bagian awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus di
fungsikan untuk:
1. menghantar pokok pembicaraan
2. menarik minat pembaca
3. menyiapkan atau menata pikiran untuk mengetahui isi seluruh
karangan.

48
Setelah memiliki ke tiga fungsi tersebut di atas dapat dikatakan
paragraf pembuka memegang peranan yang sangat penting dalam
sebuah karangan. Paragraf pembuka harus disajikan dalam bentuk yang
menarik untuk pembaca. Untuk itu bentuk berikut ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan menulis paragraf pembuka,yaitu:
1. kutipan, peribahasa, anekdot
2. pentingnya pokok pembicaraan
3. pendapat atau pernyataan seseorang
4. uraian tentang pengalaman pribadi
5. uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan
6. sebuah pertanyaan.

2) Paragraf Pengembang
Bertujuan mengembangkan pokok pembicaraan suatu karangan yang
sebelumnya telah dirumuskan dalam alinea pembuka. Paragraf ini
didalam karangan dapat difungsikan untuk:
1.mengemukakan inti persoalan
2. memberikan ilustrasi
3. menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya
4. meringkas paragraf sebelumnya
5. mempersiapkan dasar bagi simpulan.

3)Paragraf Penutup
Paragraf ini berisi simpulan bagian karangan atau simpulan seluruh
karangan. Paragraf ini sering merupakan pernyataan kembali maksud
penulis agar lebih jelas. Mengingat paragraf penutup dimaksudkan
untuk mengakhiri karangan. Penyajian harus memperhatikan hal
sebagai berikut :
1. sebagai bagian penutup,paragraf ini tidak boleh terlslu psnjsng
2. isi paragraf harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir
sebagai cerminan inti seluruh uraian
3. sebagai bagian yang paling akhir dibaca, disarankan paragraf ini dpat
menimbulkan kesan yang medalam bagi pembacanya
PERTEMUAN 10
Perencanaan penulisan karangan ilmiah

Pemilihan Topic
Pembatasan Topic
Pemilihan Judul
Penentuan Tujuan Penulisan
Penentuan Kerangka Karangan

49
Langkah-Langkah Penulisan Ilmiah

Pemilihan Topik

Memilih topik berarti memilih apa yang akan menjadi pokok


pembicaraan. Topik itu dapat diperoleh dari berbagai sumber yakni :
pengalaman, pengamatan, pendapat dan khayalan. Topik-topik karya
ilmiah banyak yang bersumber pada pengamatan, pengalaman dan
penalaran.
Istilah topik sering dikacaukan dengan tema. Topik adalah
medan atau lapangan masalah yang akan digarap dalam karya tulis atau
penelitian. Tema adalah pernyataan sentral atau pernyataan inti tentang
topik yang akan ditulis. Tema sifatnya masih hipotesis yang masih
hipotesis yang masih memerlukan pembinaan atau penolakan dengan
cara penelitian. Judul adalah pernyataan inti permasalahan yang
merupakan proses penyarian dari topic dan tema

Dalam memilih topik karya ilmiah, terdapat beberapa hal yang


perlu dipertimbangkan:
1. Topik yang akan dipilih hendaknya menarik untuk dikaji.
Sebuah topik akan menarik apabila
o Merupakan masalah yang menyangkut persoalan bersama
o Merupakan jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah
dihadapi
o Mengandung konflik pendapat
o Masalah yang di kaji hendaknya dapat diselesaikan dalam
waktu yang disediakan
2. Topik jangan terlalu luas dan terlalu sempit
3. Topik yang di pilih sesuai dengan minat dan kemampuan
penulis
4. Topik yang di kaji hendaknya ada manfaatnya untuk
menambah ilmu pengetahuan atau yang berkaitan dengan
profesi.

Pembatasan Topik
Membatasi Topik dalam Karangan. Seorang penulis harus
membatasi topik yang akan digarapnya. Setiap penulis harus betul-betul
yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan terbatas atau
sangat khusus untuk digarap, sehingga tulisannya dapat terfokus.
Pembatasan topik sekurang-kurangnya akan membantu
pengarang dalam beberapa hal:

50
1. Pembatasan memungkinkan penulis untuk menulis dengan
penuh keyakinan dan kepercayaan, karena topik itu benar-
benar diketahuinya.
2. Pembatasan dan penyempitan topik akan memungkinkan
penulis untuk mengadakan penelitian yang lebih intensif
mengenai masalahnya. Dengan pembatasan itu penulis akan
lebih mudah memilih hal-hal yang akan dikembangkan.
Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan
mempergunakan cara sebagai berikut:
1. Tetapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan
sentral.
2. Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam
kedudukan sentral itu masih dapat dirinci lebih lanjut? Bila
dapat, tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik
pertama tadi.
3. Tetapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih.
4. Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat
dirinci lebih lanjut atau tidak.
Dengan demikian dilakukan secara berulang sampai diperoleh
sebuah topik yang sangat khusus dan cukup sempit.

Pemilihan Judul

Pemilihan topik atau lebih konkritnya judul, akan


menggambarkan tingkat kedalaman dan cakupan dari sebuah penelitian
yang akan dibahas. Bagi pembaca judul akan dianggap mewakili bobot
sebuah hasil penelitian yang akan ditulis, bahkan merupakan gambaran
mutu tulisan yang akan digarap. Secara umum, kriteria judul yang baik
adalah :
1. Topik yang diteliti mengandung masalah yang tidak terlalu luas
dan tidak terlalu sempit. Lebih baik kalau topik yang diajukan
lebih spesifik, menarik, dan aktual secara akademik dan secara
praktis.
2. Belum banyak diteliti orang lain. Kalaupun sudah ada penelitian
lain, studi ini mengambil sisi lain, sisi tertentu, yang selama ini
tidak memperoleh perhatian.
3. Diungkapkan dalam kalimat yang simpel, tetapi mampu
menunjukkan dengan jelas independent variable dan dependent
variable-nya.
4. Judul harus dapat menunjukkan problematik yang terkandung di
dalam tema yang akan diteliti.

51
5. Sebaiknya judul dibuat dengan kalimat ganda. Kalimat pertama
bersifat umum yang kemudian diikuti dengan ungkapan yang
menunjukkan fokus persoalan yang dikaji. Dalam kaitan ini,
harus dihindari ungkapan/kalimat yang mengesankan bersifat
snob/bombastis.

Penentuan Tujuan Penulisan

Menetapkan tujuan hanyalah sebatas menentukan apa yang


Anda ingin agar pembaca Anda tahu atau dapat lakukan setelah mereka
selesai membaca laporan atau tulisan Anda. Namun Anda harus
seksama; sering kali penulis menyatakan tujuan yang terlalu luas
sehingga tidak ada gunanya. Tujuan menulis seperti “Untuk melaporkan
tempat-tempat yang berpotensi bagi pembangunan pabrik baru”, terlalu
umum dan tidak akan ada gunanya. Namun “Menghadirkan kelebihan-
kelebihan Chicago, Minneapolis, dan Salt Lake City sebagai lokasi yang
berpotensi bagi pembangunan pabrik baru sehingga atasan dapat
memilih lokasi yang terbaik” akan memberikan Anda sebuah tujuan
yang dapat menuntun Anda dalam seluruh proses penulisan.

Penentuan Kerangka Karangan

Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang


memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan
merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara sistematis, logis, jelas,
terstruktur, dan teratur.
1. Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh,
dan terarah.
2. Kerangka karangan membantu penulis untuk melihat
gagasan-gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat
dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal-balik
antara gagasan-gagasan itu sudah tepat, apakah gagasan-
gagasan itu sudah disajikan dengan baik, harmonis dalam
perimbangannya.
3. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-
beda. Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks
tertentu. Namun sebelum mencapai klimaks dari seluruh
karangan itu, terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda
kepentingannya terhadap klimaks utama tadi. Tiap bagian
juga mempunyai klimaks tersendiri dalam bagiannya. Supaya
pembaca dapat terpikat secara terus menerus menuju

52
kepada klimaks utama, maka susunan bagian-bagian harus
diatur pula sekian macam sehingga tercapai klimaks yang
berbeda-beda yang dapat memikat perhatian pembaca.
4. Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada
kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau
lebih, sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun
penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak
perlu, karena hal itu hanya akan membawa efek yang tidak
menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul
maka pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian
terdahulu berbeda dengan yang diutarakan pada bagian
kemudian, atau bahkan bertentangan satu sama lain. Hal
yang demikian ini tidak dapat diterima. Di pihak lain
menggarap suatu topik lebih dari satu kali hanya membuang
waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang tidak dapat
dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian mana
topik tadi akan diuraikan, sedangkan di bagian lain cukup
dengan menunjuk kepada bagian tadi.
5. Dengan mempergunakan rincian-rincian dalam kerangka
karangan penulis akan dengan mudah mencari data-data
atau fakta-fakta untuk memperjelas atau membuktikan
pendapatnya. Atau data dan fakta yang telah dikumpulkan itu
akan dipergunakan di bagian mana dalam karangannya itu.

Bila seorang pembaca kelak menghadapi karangan yang telah


siap, ia dapat menyusutkan kembali kepada kerangka karangan yang
hakekatnya sama dengan apa yang telah dibuat penggarapnya. Dengan
penyusutan ini pembaca akan melihat wujud, gagasan, struktur, serta
nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur
atau prototipe dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini
karangan tersebut dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara
menyelurih, bukan secara terlepas-lepas.

Langkah-Langkah Penulisan Ilmiah

Salah satu kesulitan yang dihadapi oleh guru atau anak didik
adalah menulis karya ilmiah. Salah satu masalah utamanya adalah
mereka kurang memahami langkah-langkah menulis karya ilmiah.
Mereka selalu mengatakan bahwa menulis karya ilmiah itu sangat sulit
dan tidak mungkin dapat mereka lakukan.

53
Hal ini ada banyak hal yang menyebabkannya. Mereka selalu
mengeluhkan bahwa langkah-langkah menulis karya ilmiah sangat sulit
dan tidak mendukung keinginan menulis yang mereka miliki.
Oleh karena itulah, maka seharusnya ada rujukan yang jelas
mengenai langkah langkah menulis karya ilmiah. Hal ini untuk
memberikan kesempatan guru dan anak didik berperan dan
mengembangkan kemampuan menulisnya secara maksimal.
Dengan petunjuk yang ada dalam langkah-langkah menulis
karya ilmiah ini, maka mereka mempunyai arah yang jelas dalam proses
penulisannya. Mereka tidak perlu lagi meraba-raba tentang bagaimana
menulis karya ilmiah tersebut.
Langkah-langkah menulis karya ilmiah yang ada memang
sangat bermanfaat bagi para guru dan anak didik, sehingga mereka
dapat berlatih menulis secara intens. Hal ini karena dengan langkah-
langkah yang jelas, maka setidaknya segala aspek yang dibutuhkan
dalam kepenulisan dapat terpenuhi.
Dengan mengikuti langkah-langkah menulis karya ilmiah ini,
maka setidaknya penulis dapat menerapkan metode yang benar dalam
menyusun karya ilmiah. Bahwa dalam menulis karya ilmiah, Anda harus
menerapkan konsep metode ilmiah.
Bahwa dalam sebuah proses pembelajaran, ada salah satu
tujuan agar anak didik mempunyai kompetensi khusus. Untuk
mendapatkan kompetensi khusus tersebut, maka guru memberikan
tugas penelitian dan atau pengembangan berdasarkan langkah-langkah
menulis karya ilmiah.
Penelitian adalah kegiatan penyelidikan yang dilakukan sesuai
metode ilmiah yang sistematis untuk menemukan informasi ilmiah,
membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran hipotesis sehingga
merumuskan teori baru.
Sementara pengembangan adalah kegiatan guru atau anak didik
dalam rangka pengamalan ilmu untuk peningkatan kualitas, baik proses
belajar, profesionalisme atau untuk menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi masyarakat. Ini merupakan bagian dari langkah
langkah menulis karya ilmiah.
Metode ilmiah penelitian dan pengembangan menulis karya
ilmiah adalah suatu cara untuk pelaksanaan secara sistematis dan
objektif yang mengikuti langkah-langkah menulis karya ilmiah sebagai
berikut:

54
1. Melakukan observasi dan menetapkan masalah dan tujuan

Ini merupakan langkah langkah menulis karya ilmiah yang


pertama, yaitu melakukan pengamatan atas obyek yang diteliti.
Menetapkan masalah dan tujuan yang akan diteliti dan dijadikan karya
ilmiah. Langkah ini merupakan titik acuan Anda dalam proses penulisan
atau penelitian.

2. Menyusun hipotesis
Langkah langkah menulis karya ilmiah yang kedua adalah
menyusun dugaan-dugaan yang menjadi penyebab dari obyek penelitian
Anda. Hipotesis ini merupakan prediksi yang ditetapkan ketika Anda
mengamati obyek penelitian.

3. Menyusun rancangan penelitian


Selanjutnya Anda menyusun rancangan penelitian sebagai
langkah ketiga dari langkah langkah menulis karya ilmiah. Ini
merupakan kerangka kerja bagi penelitian yang dilakukan.

4. Melaksanakan percobaan berdasarkan metode yang


direncanakan
Ini langkah keempat dari langkah langkah menulis karya ilmiah
yang merupakan kegiatan nyata dari proses penelitian dalam bentuk
percobaan terkait penelitian yang dilakukan. Anda lakukan percobaan
yang signifikan dengan objek penelitian.

5. Melaksanakan pengamatan dan pengumpulan data


Setelah melakukan percobaan atas objek penelitian dengan
metode yang direncanakan, maka selanjutnya Anda melakukan
pengamatan terhadap objek percobaan yang dilakukan tersebut. Apa
yang terjadi pada objek penelitian. Ini merupakan langkah langkah
menulis karya ilmiah yang kelima.

6. Menganalsis dan menginterpretasikan data


Langkah langkah menulis karya ilmiah keenam, yaitu
mengenalisa dan menginterpretasikan hasil pengamatan yang sudah
dilakukan. Anda coba untuk menginterpretasikan segala kondisi yang
terjadi pada saat pengamatan. Di langkah inilah Anda mencoba untuk
meneliti dan memperkirakan apa yang terjadi dari pengamatan dan
pengumpulan data.

55
7. Merumuskan simpulan dan atau teori
Langkah ketujuh dari langkah langkah menulis karya ilmiah
adalah merumuskan kesimpulan atau teori mengenai segala hal yang
terjadi selama percobaan, pengamatan, penganalisaan, dan
penginterpretasian data. Langkah ini mencoba untuk menarik
kesimpulan dari semua yang didapatkan dari proses percobaan,
pengamatan, penganalisaan, dan penginterpretasian terhadap objek
penelitian.

8. Melaporkan hasil penelitian


Langkah terakhir dari langkah langkah menulis karya ilmiah
adalah melaporkan hasil penelitian. Dan, langkah inilah yang
sesungguhnya merupakan proses penulisan karya ilmiah. Dengan
langkah ini, maka guru atau anak didik dapat menyusun sebuah tulisan
atau karya tulis ilmiah yang akan memberikan kontribusi pada
peningkatan kualitas personal.
Jika ingin melakukan proses penyusunan karya tulis ilmiah, maka
setidaknya langkah-langkah menulis karya ilmiah ini Anda pahami dan
terapkan. Dengan demikian, maka proses penulisan Anda benar-benar
objektif dan berguna bagi kehidupan masyarakat. Dan, ini merupakan
kontribusi kongkrit Anda kepada masyarakat.

CIRI-CIRI KARYA ILMIAH :

1. Objektif
Setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan
bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Menyajikan fakta objektif
secara sistematik atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi
spesifik.

2. Netral
Setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-
kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok.
Pernyataan bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi
pembaca.

3. Sistematik
Setiap langkah direncanakan secara sistematis terkendali, secara
konseptual dan prosedural. Mengikuti pola pengembangan seperti pola
urutan, klasifikasi, dan kausalitas.

56
4. Tidak Pleonastis
Kata-kata yang digunakan tidak berlebihan, hemat, tidak
berbelit-belit, tidak didasarkan atas motif mementingkan diri sendiri
yang dapat menyebabkan kehancuran tujuan penulisan.

5. Struktur Sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari
bagian awal (pendahuluan) yang merupakan pengantar ke bagian inti,
bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup yang merupakan
kesimpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang
tindak lanjut gagasan tersebut.

6. Komponen dan Substansi


Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya,
namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti,
penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal
mempersyaratkan adanya abstrak.

7. Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa naku yang tercermin dari pilihan
kata atau istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang
baku, tidak boleh mengemukakan gejolak perasaan. Dianjurkan pula
untuk menggunakan gaya bahasa metafora, hiperbola, ilusi, ironi, dan
lain-lain.

57
PERETEMUAN 11 12
PANDUAN MENULIS KARANGAN ILMIAH POPULER

Panduan memiliki pengertian petunjuk, petunjuk jalan,


penggiring. Orang yang mampu menunjukkan jalan disebut pemandu,
memandu jalan, menjelaskan, membawa seseorang dari tidak tahu
kepada sesuatu yang menjadi pengetahuannya atau pengalamannya.
Panduan merupakan petunjuk yang sudah berbentuk
kodifikasi/buku pedoman. Sedangkan pemandu merupakan orang yagn
sudah memiliki keahlian dibidang tertentu dan lebih menonjolkan
kemampuan verbalnya.
Antara panduan dan pemandu, keduanya memiliki kelebihan
dalam menjelaskan sesuatu kepada orang lain. Panduan merupakan
bentuk informasi yang baku kepada orang yang ingin mengetahuinya
bersifat statis dan formal. Sedangkan pemandu merupakan bentuk
informal dan fleksibel karena subjek yan gmenjelaskannya adalah orang
yang mampu mendalami sampai detil masalah ketidaktahuan seseorang
sehingga menjadi tahu.
Ketika diksi panduan dipadu padankan dengan rangkaian kata
menulis karangan ilmiah populer, artinya panduan tersebut merupakan
petunjuk bagi seseorang berkaitan dengan kegiatannya dalam menulis
karangan ilmiah populer.

Prinsip Menulis Karangan Ilmiah Populer

Prinsip artinya dasar , asas (kebenaran yangg menjadi pokok


dasar berpikir, bertindak, dsb); Prinsip Menulis Karangan Ilmiah
Populer adalah kegiatan menganalisis, berusaha memahami, berusaha
mengetahui satu masalah yang sedang menjadi perhatian. Perhatian dari
individu terhadap masalah dirinya dan atau masalah sosial. Ketika
seseorang berusaha menganalisis permasalahan dan menuliskannya
maka ia akan menggunakan cara-cara tertentu sehingga permasalahan
yang dihadapi berhasil dipecahkannya.
Seorang individu dalam menganalisis permasalahan yang
dihadapi individu dan atau masalah sosial, maka hasil dari analisis
tersebut ditulis sehingga berbentuk kodifikasi laporan tertulis.

58
Definsi karangan ilmiah populer

Karangan ilmiah populer merupakan karya tulis hasil dari


kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan
menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.
Sedangkan menurut para ahli karangan ilmiah adalah sebagai
berikut;
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang
menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik
dan benar (Brotowidjoyo)
Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil
pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun
menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun
bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya/keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).
Karangan ilmiah merupakan karya tulis ilmu pengetahuan alam
kodrat (natural sciences). Yang ditulis berdasarkan fakta umum, dapat
dibuktikan secara fisik, dapat dilihat, didengar, dan bersifat konkrit.
Karangan ilmiah merupakan karya tulis ilmu pengetahuan sosial (social
sciences). Yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara fisik dan
bersifat abstrak. Karangan ilmiah merupakan karya tulis ilmu
pengetahuan humaniora. Yang ditulis berdasarkan perasaan dan logika,
serta tidak perlu adanya bukti empiris.

Jenis Karangan:
Kegiatan seseorang dalam mengungkapkan pikiran, gagasan, isi
hati, keinginan, harapan, maksud, tujuan dlsb. Pada bentuk tulisan, agar
bentuk tulisannya terarah dan dapat dipahami oleh orang lain maka ia
harus memahami jenis-jenis tulisan. Diantara jenis tulisan/karangan
yagn harus dipahami oleh seseorang yang akan melakukan kegiatan
menulis antara lain adalah sebagai berikut;
1) Karangan Narasi,
Karangan Narasi/kisahan adalah sebuah karangan yang
menceritakan suatu rangkaian kejadian yang disusun secara
runtut/runut/urut sesuai dengan urutan waktu. Proses menulis
karangan Narasi merupakan sebuah kegiatan menulis karangan yang
dibuat berdasarkan urutan waktu kejadian dan atau skala waktu.
Beberapa ciri-ciri narasi diantaranya adalah :
a. Adanya unsur perbuatan atau tindakan
b. Adanya unsur rangkaian cerita
c. Adanya sudut pandang pengarang

59
d. Adanya keterangan nama tokoh dalam cerita
e. Adanya keterangan yang menjelaskan latar kejadian peristiwa
f. Unsur pikiran lebih tajam dibandingkan unsur perasaan
g. Menggunakan bahasa sehari-hari
h. skala waktu kisahan dengan menunjukkan kapan kejadian
tersebut.
Secara garis besar narasi bisa dibagi menjadi dua yakni narasi
ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositorik adalah narasi yang
mempunyai sasaran penyampaian informasi secara tepat mengenai
suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang
kisah seseorang. Sedangkan Narasi Sugestif adalah narasi yang lebih
menekankan makna. Bahasa yang digunakan ketika menulis narasi
sugestif bersifat konotatif dengan menunjukkan kemampuan daya
khayal penulisnya agar dapat dipahami oleh pembaca. Dengan kegiatan
narasi sugestif ini, pembaca merasa percaya dan merassakan keindahan
terhadap khayalan penulisnya. Ia menikmati tulisan tersebut. Beberapa
contaoh karangan narasi antara lain; novel, dongeng, cerpen, dan roman.
Adapun Struktur karangan narasi adalah unsure intrisik sebuah
karangan yakni; a) Tema, b) judul, c) Alur/plot/jalan cerita, d) Watak
atau karakter tokoh, e) gaya bahaa, f) sudut pandang, g) amanat
pengarang yang tersirat dan diterjemahkan oleh pembaca .

Ciri-ciri ar karangan narasi anatara lain;


Menurut Gorys Keraf (2000:136)
 Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
 Dirangkai dalam urutan waktu.
 Berusaha menjawab pertanyaan "apa yang terjadi?"
 Ada konfiks.
Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan
menarik jika tidak ada konfiks. Selain alur cerita, konfiks dan susunan
kronologis, ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi diungkapkan oleh Atar Semi
(2003: 31) sebagai berikut:
 Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman penulis.
 Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang
benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau
gabungan keduanya.
 Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak
menarik.
 Memiliki nilai estetika.
 Menekankan susunan secara kronologis.

60
Ciri yang dikemukakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar
Semi, bahwa narasi memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan
susunan kronologis atau dari waktu ke waktu dan memiliki konfiks.
Perbedaannya, Keraf lebih memilih ciri yang menonjolkan pelaku.

Tujuan
Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental yaitu:
 Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas
pengetahuan
 Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca

Langkah-langkah menulis karangan narasi


 Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan
 Tetapkan sasaran pembaca
 Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam
bentuk skema alur
 Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan,
dan akhir cerita
 Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail
peristiwa sebagai pendukung cerita
 Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandangan
 mengerti aturan tanda bacanya dalam kalimat tersebut

2) Deskripsi,

Karangan deskripsi: adalah karangan yang bertujuan melukiskan


atau menggambarkan suatu objek apa adanya sehingga pembaca juga
bisa melihat, mendengar, merasakan, dan mencium segala sesuatu
sesuai dengan pencitraan yang dipaparkan penulisnya. Objek yang
dilukiskan bisa manusia, lingkungan/alam sekitar, binatang, tumbuhan,
dan sebagainya. Oleh karena itu, deskripsi disebut juga sebagai hasil
observasi (pengamatan) melalui pancaindra yang diungkapkan dengan
kata-kata.
Deskripsi adalah salah satu kaedah upaya pengolahan data
menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan
tujuan agar dapat dimengerti oleh orang yang tidak langsung
mengalaminya sendiri.
Karangan deskripsi dari sudut keilmuan sangat diperlukan agar
peneliti tidak melupakan pengalamannya dan agar pengalaman tersebut
dapat dibandingkan dengan pengalaman peneliti lain, sehingga mudah
untuk dilakukan pemeriksaan dan kontrol terhadap deskripsi tersebut.

61
Pada umumnya deskripsi menegaskan sesuatu, seperti apa sesuatu itu
kelihatannya, bagaimana bunyinya, bagaimana rasanya, dan sebagainya.
Deskripsi yang detail diciptakan dan dipakai dalam disiplin ilmu sebagai
istilah teknik.
Saat data yang dikumpulkan, deskripsi, analisis dan
kesimpulannya lebih disajikan dalam angka-angka maka hal ini
dinamakan penelitian kuantitatif. Sebaliknya, apabila data, deskripsi,
dan analisis kesimpulannya disajikan dalam uraian kata-kata maka
dinamakan penelitian kualitatif.
Tulisan deskripsi adalah tulisan yang bertujuan untuk
menjelaskan sebuag objek secara terperinci tanpa adanya pengaruh
pendapat-pendapat pengarang di dalam deskripsi tsb (andy the
gunnerz)
Karangan Deskripsi ialah karangan yang menggambarkan atau
melukiskan sesuatu seakan-akan pembaca melihat, mendengar,
merasakan, mengalaminya sendiri.
Ciri-ciri / karakteristik karangan deskripsi
a. Melukiskan atau menggambarkan suatu objek tertentu
b. Bertujuan untuk menciptakan kesan atau pengalaman pada diri
pembaca agar seolah-olah mereka melihat, merasakan,
mengalami atau mendengar, sendiri suatu objek
yang dideskripsikan
c. Sifat penulisannya objektif karena selalu mengambil objek tertentu,
yang dapat berupa tempat, manusia, dan hal yang
dipersonifikasikan.
d. Penulisannya dapat menggunakan cara atau metode realistis
(objektif), impresionistis (subjektif), atau sikap penulis

3) Eksposisi,
Karangan Eksposisi adalah bentuk karangan yang memaparkan,
memberi keterangan, menjelaskan, memberi informasi sejelas-jelasnya
mengenai suatu hal.

Ciri-ciri/karakteristik karangan Eksposisi


a. Menjelaskan informasi agar pembaca mengetahuinya
b. Menyatakan sesuatu yang benar-benar terjadi (data faktual)
c. Tidak terdapat unsur mempengaruhi atau memaksakan kehendak
d. Menunjukkan analisis atau penafsiran secara objektif terhadap fakta
yang ada.
e. Menunjukkan sebuah peristiwa yang terjadi atau tentang proses kerja
sesuatu

62
4) Karangan Persuasi
Karangan Persuasi adalah karangan yang tujuannya untuk
membujuk pembaca agar mau mengikuti kemauan atau ide penulis
disertai alasan bukti dan contoh konkrit.
Persuasi adalah jenis karangan yang di samping mengandung
alasan-alasan dan bukti atau fakta, juga mengandung ajakan atau
imbauan agar pembaca mau menerima dan mengakui pendapat atau
kemauan penulis.
Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan untuk
mempengaruhi pembaca agar melakukan sesuatu yang diujarkan
sipenulis. Oleh karena itu, sebuah tulisan persuasif memerlukan data
sebagai penunjang. Data yang digunakan dalam tulisan atau karangan
persuasif lebih baik berupa fakta (Kosasih, 2003:27)
Tulisan atau karangan persuasif biasanya menggunakan kalimat-
kalimat yang sifatnya mengajak atau memengaruhi pembaca agar
bersikap atau melakukan sesuatu.

Ciri-ciri Karangan Persuasi


· Harus ada argumen (alasan dan bukti).
· Ada unsur imbauan atau ajakan.
· Tidak ada pertentangan (konflik).

Langkah-langkah Penyusunan Karangan Persuasi

· Menentukan sebuah topik.


· Mendeskripsikan topik menjadi sub topik.
· Mengembangkan sub topik menjadi sebuah karangan.
· Menyusunnya menjadi sebuah karangan persuasi.

Topik Yang Dapat Dijadikan Bahan Mengarang Persuasi


· Iklan
· Dakwah
· Kampanye

Contoh Persuasi Sederhana


a. Jangan membuang sampah di got-got karena saluran yang
tersumbat dapat mengakibatkan banjir jika hujan turun.
b. Dengan semangat “Sumpah Pemuda” kita tingkatkan persatuan
dan kesatuan bangsa.

63
c. Hendaknya kalian selalu memperhatikan nasihat orang tua atau
guru agar kalian menjadi orang-orang baik. Orang-orang baik
pasti menjadi panutan orang banyak.

karangan persuasi dapat mempengaruhi dan mengubah sikap, atau


mengimbau pembaca agar dengan sukarela melakukan sesuatu sesuai
dengan kehendak penulis disertai kesadaran dan dilandasi oleh
pengertian. Untuk mempengaruhi sikap seseorang (pembaca),
diperlukan alasan dan bukti nyata sehingga pembaca mempercayai
penulis.

5. Karangan Argumentasi

Karangan Argumentasi adalah karangan yang isinya bertujuan


meyakinkan atau mempengaruhi pembaca terhadap suatu masalah
dengan mengemukakan alasan, bukti, dan contoh nyata.
Ciri-ciri/karakteristik karangan Argumentasi
a. Berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran gagasan pengarang
sehingga kebenaran itu diakui oleh pembaca
b. Pembuktian dilengkapi dengan data, fakta, grafik, tabel, gambar
c. Dalam argumentasi pengarang berusaha mengubah sikap, pendapat
atau pandangan pembaca
d. Dalam membuktikan sesuatu, pengarang menghindarkan
keterlibatan emosi dan menjauhkan subjektivitas
e. Dalam membuktikan kebenaran pendapat pengarang, kita dapat
menggunakan bermacam-macam pola pembuktian

TUJUAN PEMBUATAN KARANGAN ILMIAH:

a) Memberikan penjelasan
b) Memberikan komentar atau penilaian
c) Memberikan saran
d) Menyampaikan sanggahan
e) Membuktikan hipotesa
f) Menyampaikan ide
g) Melatih kemampuan menulis
h) Eksistensi
i) Tugas akhir

64
BENTUK KARYA ILMIAH :

Dalam karya ilmiah dikenal antara lain berbentuk makalah,


report atau laporan ilmiah yang dibukukan, dan buku ilmiah.

1. Karya Ilmiah Berbentuk Makalah


Makalah pada umumnya disusun untuk penulisan didalam
publikasi ilmiah, misalnya jurnal ilmu pengetahuan, proceeding untuk
seminar bulletin, atau majalah ilmu pengetahuan dan sebagainya. Maka
ciri pokok makalah adalah singkat, hanya pokok-pokok saja dan tanpa
daftar isi.

2. Karya Ilmiah Berbentuk Report/ Laporan Ilmiah Yang Dibukukan


Karya ilmiah jenis ini biasanya ditulis untuk melaporkan hasil-
hasil penelitian, observasi, atau survey yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok orang. Laporan ilmiah yang menjadi persyaratan
akademis di perguruan tinggi biasanya disebut Skripsi, yang biasanya
dijadikan persyaratan untuk karya ilmiah jenjang S1, Tesis untuk
jenjang S2, dan Disertasi untuk jenjang S3.

3. Buku Ilmiah
Buku ilmiah adalah karya ilmiah yang tersusun dan tercetak
dalam bentuk buku oleh sebuah penerbit buku umum untuk dijual
secara komersial di pasaran. Buku ilmiah dapat berisi pelajaran khusus
sampai ilmu pengetahuan umum yang lain.

CIRI-CIRI KARYA ILMIAH :


1. Objektif
Setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan
bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Menyajikan fakta objektif
secara sistematik atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi
spesifik.

2. Netral
Setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-
kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok.
Pernyataan bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi
pembaca.

65
3. Sistematik
Setiap langkah direncanakan secara sistematis terkendali, secara
konseptual dan prosedural. Mengikuti pola pengembangan seperti pola
urutan, klasifikasi, dan kausalitas.

4. Tidak Pleonastis
Kata-kata yang digunakan tidak berlebihan, hemat, tidak
berbelit-belit, tidak didasarkan atas motif mementingkan diri sendiri
yang dapat menyebabkan kehancuran tujuan penulisan.

5. Struktur Sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari
bagian awal (pendahuluan) yang merupakan pengantar ke bagian inti,
bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup yang merupakan
kesimpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang
tindak lanjut gagasan tersebut.

6. Komponen dan Substansi


Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya,
namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti,
penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal
mempersyaratkan adanya abstrak.

7. Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa naku yang tercermin dari
pilihan kata atau istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan
struktur yang baku, tidak boleh mengemukakan gejolak perasaan.
Dianjurkan pula untuk menggunakan gaya bahasa metafora, hiperbola,
ilusi, ironi, dan lain-lain.
Tetapi, harus menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas.
Harus terus mengacu kepada hal-hal yang bersifat objektif, meyakinkan,
dan bermodus indikatif.

MACAM-MACAM KARYA ILMIAH :


a. Skirpsi
Karya tulis ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa untuk melengkapi
syarat mendapatkan gelar sarjana (S1). Ditulis berdasarkan pendapat
(teori) orang lain. Skripsi menuntut kecermatan metodologis hingga
menggaransi ke arah sumbangan material berupa penemuan baru.

66
b. Tesis
Jenis karya tulis dari hasil studi sistematis atas masalah.
Mengandung metode pengumpulan, analisis dan pengolahan data, serta
menyajikan kesimpulan dan mengajukan rekomendasi. Bersifat
argumentative dan dihasilkan dari suatu proses penelitian yang
memiliki bobot orisinalitas tertentu. Dan merupakan tulisan ilmiah
untuk mendapatkan gelar akademik strata dua (S2), yaitu Master

c. Disertasi
Karya tulis ilmiah resmi akhir bagi mahasiswa dalam
menyelesaikan program S3 ilmu pendidikan.

d. Surat Pembaca
Surat yang berisi kritik dan tanggapan terhadap isi suatu tulisan
ilmiah.

e. Resensi
Merupakan tanggapan terhadap suatu karangan atau buku yang
memaparkan manfaat karangan atau buku tersebut bagi pembacanya.

f. Monograf
Adalah karya asli menyeluruh dari suatu masalah. Monograf ini
dapat berupa tesis ataupun disertasi.

g. Kabilitasi
Adalah karangan-karangan penting yang dikerjakan sarjana
Departemen Pendidikan Nasional untuk bahan kuliah.

DEFINISI BAGIAN-BAGIAN KARYA ILMIAH

KATA PENGANTAR
Kata pengantar dicantumkan ucapan terimakasih penulis yang
ditujukan kepada orang-orang, lembaga, organisasi, dan/atau pihak-
pihak lain yang telah membantu dalam mempersiapkan, melaksanakan
dan menyelesaikan karya ilmiah tersebut. Tulisan kata pengantar
dikerik dengan huruf kapital, simetris di batas atas bidang pengetikan
dan tanpa tanda titik. teks pada pengantar diketik dengan spasi ganda (2
Spasi). Panjang teks tidak lebih dari dua halaman kertas kuarto. Pada
Bagian akhir teks (di pojok kanan-bawah) dicantumkan kata penulis
tanpa menyebut nama terang.

67
ABSTRAK
Kata abstrak ditulis di tengah halaman dengan huruf kapital,
simetris dibatas atas bidang pengetikan dan tanpa tanda titik. Nama
penulis dikerik dengan jarak dua spasi dari kata abstrak, di tepi kiri
dengan urutan nama akhir diikuti koma, nama awal, nama tengah (jika
ada), diakhiri titik. Tahun penulisan ditulis setelah nama diakhiri dengan
titik. Judul dicetak miring dan diketik dengan huruf kecil (kecuali huruf-
huruf pertam dari (setiap kata) dan diakhiri dengan titik. Kata jenis
karya ilmiah, misalnya skripsi, tesis atau disertasi ditulis setelah judul
dan diakhiri dengan koma, diikuti dengan nama jurusan, tidak boleh
disingkat, nama universitas dan diakhiri dengan titik. kemudian
diocantumkan siapa nama pembimbing penulisan karya ilmiah tersebut.
Pada bagian abstrak dicantumkan kata kunci yang ditempatkandi
bawah nama dosen pembimbing. Jumlah kata kunci berkisar antara 3-5
buah. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sistem informasi
ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan judul-judul penelitian dan
lapotran penelitian dengan mudah.
Teks abstrak disajikan secara padat intisari penelitian dan
laporan penelitian yang mencakup latar belakang, masalah yang diteliti,
metode yang digunakan, hasil yang diperoleh, kesimpulan yang dapat
ditarik, dan saran yang diajukan.
Suatu karya ilmiah yang mempunyai tingkat keformalan yang
tinggi, seperti misalnya skripsi, sistematika penulisan lebih baku, dan
beberapa paparan lainnya sering diminta dari mahasiswa, seperti
seperti Kesimpulan dan Rekomendasi (Saran-Saran) pada bagian akhir,
atau Kata Pengantar pada bagian awal. Banyak jurnal dan majalah
meminta abstrak, yakni rangkuman informasi yang ada dalam dokumen
laporan, makalah, atau skripsi, lengkapnya. Abstrak yang ditulis secara
baik memungkinkan pembaca mengenali isi dokumen lengkap secara
secara cepat dan akurat, untuk menentukan apakah isi dokumen sesuai
dengan bidang minatnya, sehingga dokumen tersebut perlu dibaca lebih
lanjut. Abstrak sebaiknya tidak lebih dari 250 kata (dalam satu atau dua
paragraf), menyatakan secara singkat tujuan dan lingkup
penelitian/pengkajian, metode yang digunakan, rangkuman hasil, serta
kesimpulan yang ditarik.

68
Contoh Abstrak Artikel Jurnal:
Abstract
The absorption of graduates in opportunities of employment that matc
with their discipline is one indicator of the education institution success.
Seeking the absorption of Sociology and Anthropology Study Program
graduates in opportunities of employment is much needed. Most of the
Sociology and Anthropology Study Program graduates are become
teacher, both in state or private school. Beside become a teacher, they
work in non educational field, such as in bank, in hospital, etc. to access
job opportunities, Sociology and Anthropology Study Program graduate
seek the information through asking friends, internet media, mass
media, and trial and error method.

Key words: absorption, graduates, job opportunity.


Contoh Abstrak Laporan Hasil Penelitian:

Abstrak

Kelestarian hutan dan ketahanan pangan merupakan dua hal


yang seringkali issue yang mengemuka. Terkait dengan issue tersebut
yang perlu diketahui adalah kemungkinan memanfaatkan hutan untuk
medukung ketahanan pangan masyarakat khususnya di sekitar hutan
tanpa menimbulkan gangguan kerusakan hutan.
Pemanfaatan Lahan Di Bawah Tegakan (PLDT) di wilayah
perhutani merupakan salah satu upaya peningkatan ketahanan pangan.
PLDT diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tanpa
menimbulkan kerusakan hutan. Rumusan masalah yang dijadikan
tujuan utama penelitian ini antara lain: Kontribusi hasil PLDT setiap
satu kali musim tanam; Kajian dan analisa perilaku penduduk terhadap
lingkungan hutan; Kajian bentuk dan tingkat responcibility penduduk
setempat dalam pemanfaatan lahan hutan milik negara; Solusi jenis
tanaman PLDT ramah lingkungan; Model PLDT yang sesuai potensi
setempat dalam mendukung ketahanan pangan.
Penelitian ini merupakan jenis research and development yang
dilakukan dengan tahap-tahap berikut: Tahap Persiapan; Tahap
Pengumpulan Basis Data; Tahap Pembuatan Basis Data Spasial; dan
Tahap Pembuatan Laporan. Analisis yang digunakan mencakup
pendekatan ekologi bentang lahan; pendekatan keruangan (spatial
approach); dan kualitatif-kuantitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) PLDT memberikan
konstribusi penciptaan pendapatan pokok dan sampingan bagi sebagian

69
masyarakat; (2) Perilaku penduduk terhadap lingkungan hutan terdiri
atas (a) Membuka lahan; (b) Memanfaatkan Lahan Hutan untuk
Pertanian; (b) Menjaga Kelestarian Hutan; (c) Menjaga Keamanan
Hutan; (3) bentuk dan tingkat responcibility penduduk setempat dalam
pemanfaatan lahan hutan milik negara. Terwujud dalam bentuk berikut:
pembentukan organisasi kelompok tani, dan pembentukan organisasi
LMDH; Peningkatan Partisipasi Desa; (4) Pengembangan Tanaman PLDT
Ramah Lingkungan yang telah dikembangkan terdiri atas tanaman
perdu kacang tanah, padi, jagung, ketela pohon di hutan jati Semirejo;
dan kapulogo, kopi serta tanaman buah di hutan lindung Desa Klakah
Kasihan. Model PLDT yang sesuai potensi setempat dalam mendukung
ketahanan pangan.

PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bab pertama yang mengantarkan
pembaca untuk mengetahui ikhwal topik penelitian, alasan, dan
pentingnya suatu karya ilmiah. Pendahuluan dalam laporan penelitian
lebih kompek daripada pendahuluan dalam makalah dan artikel ilmiah
untuk jurnal. Pendahuluan untuk artikel dan makalah disampaikan
secara lebih ringkas dan unsur-unsurnya tidak harus dicantumkan
secara eksplisit.
Bab pendahuluan biasanya memuat latar belakang yang dengan
singkat mengulas alasan mengapa penelitian dilakukan, tujuan, dan
hipotesis jika ada. Memberikan alasan yang kuat, termasuk kasus yang
dipilih dan alasan memilih alasan tersebut, perumusan dan pendekatan
masalah, metode yang akan digunakan dan manfaat hasil penelitian. Bab
ini seyogianya membimbing pembaca secara halus, tetap melalui
pemikiran logis yang berakhir dengan pernyataan mengenai apa yang
diteliti dan apa yang diharapkan dari padanya. berikan kesan bahwa apa
yang anda teliti benar-benar bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
pembangunan. Bagian tujuan penelitian mengakhiri bab pendahuluan
yang berisi pernyataan singkat mengenai tujuan penelitian. Dalam
menuliskan tujuan, gunakan kata kerja yang hasilnya dapat diukur dan
dilihat, seperti menjajaki, menguraikan, menerangkan, menguji,
membuktikan, atau menerapkan suatu gejala, konsep, atau dugaan
(Widya dkk, 2004: 6-7).
Pendahuluan dalam penelitian dapat dibedakan pada laporan
penelitian kuantitatif dan laporan penelitian kualitatif. Pendahuluan
dalam laporan penelitian kualitatif memuat uraian tentang: (1) latar
belakang masalah penelitian, (2) identifikasi masalah, (3) cakupan

70
masalah (penegasan dan pembatasan masalah), (4) rumusan masalah,
(5) tujuan penelitian, (6) keguanaan penelitian, (7) sistematik.
a. Latar Belakang Masalah
Bagian ini menerangkan keternalaran (kerasionalan) mengapa
topik yang dinyatakan pada judul karya tulis ilmiah itu diteliti. Untuk
menerangkan keternalaran tersebut perlu dijelaskan dulu pengertian
topik yang dipilih. Baru kemudian diterangkan argumen yang
malatarbelakangi pemilihan topik itu dari sisi substansi dalam
keseluruhan sistem substansi yang melingkupi topik itu. Dalam hal ini
dapat dikemukakan misalnya adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan, antara teori dan praktek, antara dasolen dan dasain dari
konsep dalam topik.
Setelah itu diterangkan keternalaran pemilihan topik dari
paradigma penelitian sejenis. Untuk itu perlu dilakukan kajian pustaka
yang memuat hasil-hasil penelitian tentang topik atau yang berkaitan
dengan topik yang dipilih. Dengan melihat hasil yang diperoleh dalam
penelitian sebelumnya dapat ditunjukkan bahwa topik yang dipilih
masih layak untuk diteliti.
Topik yang pernah diteliti boleh saja diteliti, asal penelitian yang
baru itu dapat menghasilkan sesuatu yang baru, yang berbeda dan dapat
mengatasi kekurangan hasil penelitian sebelumnya, atau dalam
penelitian yang baru itu digunakan teori atau metode tyang berbeda dan
diduga dapat menghasilkan temuan yang lain dari sebelumnya.
Dalam skripsi atau tugas akhir, kajian pustaka untuk mengemukakan
keternalaran (kerasionalan) pemilihan topik penelitian itu bisa
dikemukakan di bawah judul tersendiri, misalnya hasil penelitian
sebelum ini. Dalam kajian pustaka itu, pembicaraan dilakukan secara
kronologis. Dengan demikian, diketahui kemajuan penelitian yang
dilakukan pada peneliti selama ini dan diketahui pula posisi peneliti
sekarang dalam deretan penelitian sejenis. Dengan demikian peneliti
memiliki alasan yang mendasar (baik empiris, praktis, maupu teoritis)
mengenai pemilihan topik penelitiannnya.

Contoh Latar Belakang Masalah:


Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terdapat beberapa
aspek yang harus diperhatikan, antara lain guru, kurikulum,
sarana/prasarana, lingkungan belajar dan masyarakat serta pemerintah.
Dalam pembelajaran guru dituntut harus profesional dalam
melaksanakan tugasnya dan para siswa harus terlibat aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran, dan ditunjang dengan tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai.

71
Tersedianya guru yang professional, siswa berperan aktif serta
tersedianya sarana dan prasarana, belum cukup untuk menunjang
kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan pembelajaran dapat mencapai
tujuan yang diharapkan, perlu tersedianya kurikulum yang senantiasa
disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan kata lain, agar kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka perlu tersedianya
guru yang professional, adanya peran aktif dari para siswa, tersedianya
kurikulum yang baik, dan ditunjang dengan sarana dan prasarana yang
memadai.
Mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi sebagai salah satu mata
pelajaran di SMA diajarkan sejak Kurikulum 1984 hingga sekarang. Pada
Kurikulum 1984, mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi digabung.
Mata pelajaran ini tidak dipelajari sejak kelas I SMA, namun diberikan
sejak kelas II untuk jurusan A3 dan A4. Pada Kurikulum 1994, mata
pelajaran Sosiologi dan Antropologi dipisah. Mata pelajaran Sosiologi
diberikan mulai dari kelas II program umum sampai kelas III jurusan IPS
dan Bahasa, sedangkan mata pelajaran Antropologi hanya diberikan di
jurusan IPS dan Bahasa. Pada Kurikulum 2004 dan KTSP, mata pelajaran
Sosiologi diberikan di kelas X, kelas XI dan XII untuk Jurusan IPS. Mata
pelajaran Antropologi diberikan di kelas XI dan XII untuk jurusan
Bahasa.
Kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi di SMA perlu
ditunjang dengan tersedianya guru yang professional, adanya peran
aktif dari para siswa, tersedianya kurikulum yang baik, dan ditunjang
dengan sarana dan prasarana yang memadai. Muatan kurikulum
disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja, tenaga guru yang
profesional dan kompeten, sarana dan prasarana disesuaikan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidik atau guru sebagai salah satu pelaku dalam kegiatan
pembelajaran Sosiologi dan Antropologi harus tersedia secara memadai,
baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Secara kuantitas, guru
Sosiologi dan Antropologi harus tersedia dalam jumlah tertentu agar
beban mengajarnya tidak terlalu banyak. Secara kualitas, guru Sosiologi
dan Antropologi harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diampunya.
Meskipun mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi di berikan di
SMA sejak Kurikulum 1984, namun lembaga pencetak tenaga guru (ex
IKIP) di Indonesia baru tahun 2001 membuka Program Studi
Pendidikan Sosiologi dan Antropologi. Akibatnya, dengan belum adanya
tenaga guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi maka menjadi
terbatasnya jumlah tenaga guru. Lebih dari itu, mata pelajaran Sosiologi

72
dan Antropologi diampu oleh guru yang tidak sesuai dengan kualifikasi
pendidikannya. Mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi diampu oleh
guru-guru yang kekurangan jam mengajarnya. Sebab ada ketentuan dari
otoritas pendidikan bahwa beban mengajar guru minimal 18 jam per
minggu. Itulah sebabnya tidak aneh jika mata pelajaran Sosiologi dan
Antropologi diampu oleh guru-guru yang berlatar belakang pendidikan
Geografi, Sejaran, Teknik, PKn, dan PKK. Bagaimana keadaan dan
kebutuhan guru Sosiologi dan Antropologi di SMA Negeri di Jawa
Tengah saat ini? Untuk memperoleh gambaran mengenai ini perlu
diadakan penelitian.

b. Identifikasi dan Rumusan Masalah


Rumusan masalah adalah rumusan persoalan yang perlu
dipecahkan atau dipertanyakan yang perlu dijawab dengan penelitian.
Perumusan itu sebaiknya disusun dalam bentuk kalimat tanya, atau
sekurang-kurangnya mengandung kata-kata yang menyatakan
persoalan atau pertanyaan. Yakni apa, siapa, berapa, seberapa, sejauh
mana. Bagaimana (bisa tentang cara atau wujud keadaan) dimana,
kemana, dari mana, mengapa dan sebagainya.
Rumusan masalah harus diturunkan dari rumusan topik, tidak
boleh keluar dari lingkup topik. Oleh karena itu, rumusan masalah
hendaklah mencakupi semua variabel yang tergambarkan dalam topik.
Kalau ada variabel umum dan khusus, hendaklah dirumuskan masalah
pokok beserta sub-sub masalahnya. Jadi, rumisan masalah harus terinci
dan teruarai dengan jelas agar dapat dipecahkan dan dicarikan data
pemecahannya.
Rumusan masalah yang baik harus memungkinkan untuk menentukan
metode penentuan data dan pemecahannya secara tepat atau akurat.
Untuk itu, sebelum masalah dirumuskan perlu diidentifikasi dengan
baik.
Identifikasi masalah bisa dikemukakan di bawah sub-judul
tersendiri sesudah latar belakang, meskipu yang penting bukan judulnya
melainkan identifikasinya. Dengan identifikasi masalah, memungkinkan
perumusan masalah yang operasional menjadi lebih mudah. Masalah
yang operasional memiliki ciri, antara lain: (1) masalahnya dapat
dipecahkan, (2) menggambarkan variabel penelitian yang jelas, (3)
bentuk dan jenis data yang diperlukan dapat dipastikan secara akurat,
(4) teknik pengumpulan data dapat ditentikan secara tepat, (5) teknik
analisis data dapat diterapkan secara tepat.
Permasalahan penelitian dikategorikan baik jika memenuhi
kriteria berikut:

73
(a) Pernytaan masalah pokok bersifat spesifik dan mencerminkan
signifikan dan pentingnya penelitian
(b) Analisis yang tajam mengenai fakta, penjelasan, keberadaan
informasi dan pengetahuan dan memuat faktor-faktor spesifik
yang mempengaruhi munculnya permasalahan
(c) Mencerminkan interelasi antarvariabel dan relevansinya dengan
area permasalahan
(d) Mengungkapkan faktor-faktor atau variabel-variabel yang akan
dikaji dan menjalaskna hubungannya dengan area permasalahan
(e) Disajikan secara sistematis dan teratur, memuat interelasi,
relevansi fakta dengan konsep dalam area permasalahan
(f) Identifikasi masalah diungkapkan dngam pernyataan yang jelas’
(g) Variabel-variabel penelitian yang dianalisis tidak membingungkan
dan secara nyata dapat dibedakan yang tergolong variavel beas,
terikat, dsb.
(h) Ada perbedaan yang jelasn antara pertanyaan-pertanyaan masalah
dengan orientasi faktual dan orientasi nilai dalam penelitian
(i) Ada perbedaan yang jelas antara orientasi teoritis penelitian dan
orientasi praktis, ingin mencari hubungan, perbedan, atau
proyeksi
(j) Pernyataan maslah harus mengacu pada perumusan hipotesis,
mengungkapkan data empiris atau keduanya
(k) Pernyataan masalah tidak memuat masalah-masalah yang sepele.

Contoh Rumusan Masalah Artikel Ilmiah:


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana keterserapan lulusan prodi pendidikan Sosiologi dan
Antropologi Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES pada
lapangan kerja yang tersedia?
2. Lapangan kerja apa saja yang menyerap lulusan Prodi Pendidikan
Sosiologi dan Antropologi Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS
UNNES?
3. Bagaimana upaya lulusan dalam mengakses lapangan kerja?

Contoh Rumusan Masalah Laporan Hasil Penelitian:


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka masalah adalah
“Bagaimana keadaan dan kebutuhan guru Sosiologi dan Antropologi di
SMA Negeri di Jawa Tengah”? Berangkat dari permasalahan ini maka
penelitian ini ingin menjawab :

74
a. Bagaimana keadaan guru mata pelajaran Sosiologi dan
Antropologi SMA di Jawa Tengah?
b. Bagaimana kebutuhan-kebutuhan guru mata pelajaran
Sosiologi dan Antropologi SMA di Jawa Tengah?

c. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan apa yang hendak dicapai
dengan penelitian. Tujuan dirumuskan sejajar dengan rumusan masalah.
Misalnya: (1) apakah ada pengaruh X terhadap Y, maka tujuannya ialah
menentukan ada tidaknya pengaruh X terhadap Y, (2) apakah ada antara
hubungan antara X dan Y, maka tujuannya ialah menentukan ada
tidaknya hubungan antar X dan Y, (3) bagaimanakan persepsi peneliti
terhadap pelayanan akademik, maka tujuannya ialah mendeskripsikan
persepsi..dst.

Contoh Tujuan Penelitian dalam Artikel Jurnal:


Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a) Memperoleh data tentang guru mata pelajaran Sosiologi dan
Antropologi SMA di Jawa Tengah.
b) Memperoleh masukan tentang kebutuhan-kebutuhan guru mata
pelajaran Sosiologi dan Antropologi SMA di Jawa Tengah

d. Kegunaan Penelitian

Yang diuraikan disini ialah kegunaan atau pentingnya penelitian


dilakukan, baik bagi pengembangan ilmu maupun bagi kepentinagn
praktik Uraian ini sekaligus berfungsi untuk menunjukan bahwa
masalah yang dipilih memang layak diteliti.
Pendahuluan dalam laporan peenelitian kualitatif pada dasarnya
menguraikan bagian-bagian yang sama seperti dalam laporan penelitian
yang menggunakan penelitian kuantitatif yang berisi (1) latar belakang,
(2) identifikasi dan pembatasan masalah, (3) perumusan masalah atau
fokus masalah, (4) tujuan penelitian, (5) kegunaan penelitian, dan (6)
sistematika. meskipun demikian ada persoalan yang perlu mendapat
perhatian dalam penyusunan laporan penelitian yang menggunakan
penelitian kualitatif,:
a. Perumusan masalah perlu mendapat perhatian karena ada
perbedaan substansial anatara penelitian kualitatif dan kuantitatif.
penelitian kualitatif lebih diarahkan atau ditujukan untuk menjawab
pertanyaan bagaimana dan mengapa. oleh karena itu, perumusan
masalah harus difokuskan pada persoalan utama secara tegas dan

75
jelas. jika perlu, peneliti dapat menyertakan masalah-masalah yang
lebih kecil sebagai unsur dari masalah utama (pokok) dan disajikan
setelah masalah pokok.
b. Tujuan penelitian mengungkapkan apa yang ingin dicapai dalam
penelitian dan menggambarkan langkah-langkah yang akan
dilakukan untuk mencari jawaban atas masalah penelitian. Tujuan
dirumuskan dengan kalimat yang jelas, operasional, dan merupakan
jabaran pemecahan masalah penelitian.
c. Kegunaan atau pentingnya penelitian, baik bagi pengembangan ilmu
maupun bagi kepentingan praktis, diuraikan secara jelas. uraian
dalam sub Bab ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
masalah yang dipilih itu benar-benar penting untuk diteliti.
Contoh Kegunaan Penelitian dalam Artikel Jurnal:

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:


a. Memperoleh data tentang guru mata pelajaran Sosiologi dan
Antropologi SMA di Jawa Tengah.
b. Memperoleh masukan tentang kebutuhan-kebutuhan guru mata
pelajaran Sosiologi dan Antropologi SMA di Jawa Tengah.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian diperlukan 2 landasan, yakni kerangka teoritis
dan metodologis. Kerangka teoritis adalah teori yang digunakan untuk
membangun kerangka kerja penelitian. kerangka metodoligis ialah hal
ikhwal yang berkaitan dengan desain penelitian, termasuk langka-
langkah pengumpulan dan pengolahan data (variabel, instrument,
validitas dan realibilitas instrument, serta teknik pengumpulan dan
analisis data) dengan berbagai alasannya. Keduanya diuraikan dalam
dua bagian penelitian yang berbeda, tetapi berirutan. Kerangka teoritis
diuraikan dalam bab II, sedangkan kerangka metodologi diuaraikan
dalam bab III.
Dalam kerangka teoritis dinyatakan teori apa yang digunakan
untuk landasan kerja penelitian. Teori itu bisa disusun sendiri secara
eklektik. bisa juga berupa teori yang digunakan oleh seorang ahli.
Namun, teori apapun, yang digunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan melalui kajian sejumlah pustaka dan hasil
penelitian dalam lingkup topic penelitian atau tugas akhir.

76
Penyebutan nama teori saja tidaklah cukup. Prinsip-prinsip teotri
itu perlu diuaraikan, termasuk pendekatan dan metode kerja teori itu.
variabel-variabel penelitian perlu diterangkan menurut pandangan teori
yang dipilih itu. Untuk itu, landasan teori merupakan pemaparan
konsep-konsep menurut pendapat penulis atau penemu. Teori tersebut
dan kemudian dipaparkan menurut sudut pandang peneliti dengan
disertai cara mengukurnya.
Dalam laporan penelitian kualitatif terdapat bagian penelaahan
kepustakaan dan/atau kerangka teritik, sesuai dengan pendekatan dan
desain penelitian yang digunakan. bagaian ini disajikan dalam bab
tersendiri (Bab II), dan disarankan bukan hanya menguraikan
penelaahan kepustakaan, melainkan dilengkapi dengan kerangka
teoritiknya.
Pentingnya penelaahan kepustakaan dalam penelitian atau
penyusunan laporan penelitian yaitu karena pada hakikatnya hasil
penelitian seseorang bukanlah satu penemuan baru yang berdiri sendiri
melainkan sesuatu yang berkaitan dengan temuan dari penelitian
sebelumnya. Dalam bagian ini hasil penelitian sebelumnya harus
dikemukakan untuk memberi gambaran pengetahuan yang mendasari
pola kesamaan penelitian dan pada gilirannya dapat diketahui
kontribusi hasil penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan/atau kebijakan praktis secara jelas. Penelaahan kepustakaan
disusun secara kronologis sesuai dengan kemutakhiran teori maupun
data empiris sehingga dapat diketahui perkembangan keilmuan dan
hasil penelitian.
Kerangka teoritik berfungsi sebagai “hipotesis kerja”
dimungkinkan untuk disajikan dalamm penelitian kualittatif. Kerangka
teoritik dalam penelitian kualitatif metupakan kumpulan konsep-konsep
relevan yang terintegrasi dalam satu system penjelasan yang berfungsi
sebagai pedoman kerja, baik dalam menyusun metode, pelaksanaan di
lapangan, maupun pembahasan hasil penelitian.
Meskipun tidak mutlak kehadirannya, telaah pustaka tetap
menjadi kaharusan dalam penelitian kualitatif. Telaah pustaka atau
landasan teori dikategorikan baik jika memenuhi kriteria berikut:
(a) Menggunakan sumber-sumber mutahir disamping sumber yang
dianggap klasik
(b) Menggunakan sumber2 berupa artikel yang dimuat pada jurnal atau
majalah ilmiah
(c) Kutipan atas sumber pustaka disajikan secata tepat, dianalisis dan
dihubungkan dengan permasalahan

77
(d) Jumlahnya mencukupi dan tidak ada kesan berlebihan
Prosedur penelitian (rancangan dan metodologi) dikategorikan baik
jika memenuhi kriteria berikut:
(1) Logika struktur dan strategi studi disajikan secara hati-hati,
termasuk didalamnya identifikasi variabel, ketepatan paradigma,
bagan arus, atu model skematik
(2) Deskripsi sampel penelitian diungkapkan secara jelas, meliputi cara
penarikan sampel, ukuran sampel, dan strata
(3) Menggunakan prosedur pengumpulan data yang tepat dan terkait
dengan masalah dan fokus penelitian
(4) Ada kesesuaian antara rumusan masalah dan fokus penjelajahan di
lapangan
(5) Ketepatan menggunakan prosedur pengolahan data.
Contoh Tinjauan Pustaka dalam Artikel Jurnal:

Untuk mengkaji keterserapan lulusan pada lapangan kerja


terdapat beberapa tulisan yang dapat digunakan untuk pijakan.
Pertama, tulisan Drost Sj (1990) yang membahas tentang untuk apa
perguruan tinggi didirikan. Diaktakan bahwa ide dasar
pendidikan perguruan tinggi adalah untuk menciptakan
manusia-manusia intelektual yang manusiawi, yang sanggup
berpikir dan bekerja untuk masyarakat dan negaranya.
Kedua, tulisan Widiastono (1990: 23) yang menjelaskan bahwa harapan
masyarakat kepada perguruan tinggi begitu besar. Ribuan
lulusan SLTA setiap tahun memasuki perguruan tinggi dengan
harapan kelak setelah selesai mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi masa depannya akan cerah.
Ketiga, tulisan Adi (1990: 60-62) yang menjelaskan tentang sarjana dan
pasar tenaga kerja . Dalam penjelasannya itu, dikemukakan
bahwa dalam perkembangannya Indonesia makin memasuki
pasar bebas. Hal itu berarti, pasar yang semula lebih didominasi
pemerintah makin bergeser ke peran swasta. Oleh karena
swasta semakin penting menyediakan lapangan kerja.
Permintaan pasar kerja diduga akan lebih banyak dari dunia
industri. Oleh karena itu, pendirian Prodi dan Jurusan Keilmuan
harus lebih memikirkan alternative lapangan kerjanya.
Meskipun demikian ia mengatakan bahwa sarjana tetap menjadi
pilihan pasar kerja.
Keempat, Imron (1990: 52-64) yang menjelaskan tentang dialektika
pendidikan tinggi dan signifikansi masa depan. Dikatakan
bahwa dinegara berkembang pendidikan tinggi merupakan

78
sarana mencapai kemajuan bangsa. Pendidikan yang dilakukan
dengan baik dapat menjadi alat pengusir kebodohan dan
kemiskinan.

METODE PENULISAN/PENELITIAN
Dalam karya ilmiah laporan penelitian bagian metode penelitian
dibuat dalam bab tersendiri. Dalam artikel untuk jurnal metode
penelitian/penulisan juga ditulis dalam bagian tersendiri tetapi tidak
dalam bentuk bab. Dalam karya ilmiah makalah bahan seminar bagian
metode penelitian tidak ditulis secara eksplisit menjadi bab.
Dalam laporan penelitian ada perbedaaan antara metode penelitian
dalam metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode penelitian
dalam laporan penelitian kuantitatif, prosedur penelitian dimulai dari
pengumpulan data, pengolahan data, dan diakhiri dengan analisis data.
Yang perlu diuraikan dalam bab pendekatan atau penelitian kuantitatif
adalah: (1) jenis dan desain penelitian, (2) populasi, sampel, dan teknik
pengambilan sampel (3) Variabel yang dirumuskan secara operasional,
(4) instrument penelitian disertai penentuan validitas dan
reliabilitasnya, (5) teknik pengumpulan data , (6) teknik pengolahan dan
analisis data.
Dalam uraian tentang metode penelitian itu tidak cukup hanya
disebut istilah-istilah, seperti angket guide interview observasi,
wawancara. masing-masing istilah tersebut perlu diterangkan prosedur
penggunaan atau pelaksanaannya. bahkan, kegunaan dari masing-
masing teknik atau metode yang digunakan perlu diterangkan secara
jelas.
sebaliknya pengertian populasi, sampel, teknik pengambilan
sampel, angket, guide interview, guide observation, wawancara dan
sebagainya tidak perlu diuraikan sebagaimana dalam mata kuliah
metodologi penelitian. yang diuraikan adalah siapa atau apa
populasinya, berapa ukuran populasinya, berpa ukuran sampelnya, apa
teknik penarikan sampelnya, apa alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data, apa teknik pengumpulan datanya, apa teknik
pengolahan dan analisis data yang dipilih dan digunakan. masing-
masing metode penelitian yabg dipilih perlu diuraikan secara
operasional sesuia dengan apa yang dikerjakan oleh peneliti.
Metode penelitian dalam laporan penelitian kualitatif terdapat
beberapa perancangan dan hal ini mengakibatkan penyajiannya akan
berbeda pula. Ada beberapa pendekatan penelitian kualitatif yang sering
digunakan, seperti: (1) fenomologi. (2) hermeneutika, (3) etnografi, (4)
grounded theory. Adapun desain penelitian kualitatif dapat berupa studi

79
kasus, grounded study, etnometodologi, biografi, historical social
science, riset klinis dll. Kerangka penelitian kualitatif yang diuraiakan
dan dalam pedoman ini tidak dimaksudkan untuk semua jenis penelitian
kualitatif yang bersifat khusus melainkan hanya untuk memberi
kerangka dasar bagi penulisan karya ilmiah atau laporan penelitian yang
menggunakanj metode penelitian kulaitatif secara umum.
Metode penelitian dalam laporan penelitian kualitatif mencakup
bagian-bagian sebagai berikut: (1) dasar penelitian, (2) fokus
penelitian,(3) sumber data, (4) teknik sampling, (5) alat dan teknik
pengumpulan data, (6)objektivitas dan keabsahan data, (7) Model
analisis data, (8) Prosedur penelitian.
Bagian-bagian tersebut harus diuraikan sesuai dengan apa
terutama dalam penusunan laporan yang dilakukan peneliti, Dengan
kata lain, uaraian bagian ini hanya bersifat konseptual atau teoritik,
tetapi menyajikan uraian mengenai kejadian yang dilakukan peneliti di
lapangan, misalnya, untuk mendapatkan data yang objektif dilakukan
triangulasi. Secara teoritik ada 4 macam triangulasi yaitu: (1) motode,
(2) sumber, (3) peneliti, (4) teori. Demikian juga dengan model analisis,
secara teoritik ada beberapa model yang dapat digunakan seperti:
interactive analysis models dan (2) flow analysisi models.
Contoh Metode Penelitian dalam Artikel Jurnal:
Subyek penelitian adalah semua lulusan Prodi Pendidikan
Sosiologi dan Antropologi terdiri atas lulusan tahun 2005,2006, dan
2007. Untuk keperluan penelitian tidak semua subyek peneltian yang
diwawancarai tetapi dari lulusan tersebut diambil sejumlah diantaranya
menjadi informan melalui teknik cuplikan dari tiap angkatan.
Sumber data penelitian ini adalah lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi
dan Antropologi. Sumber data lain adalah dokumen data lulusan Prodi
Pendidikan Sosiologi dan Antropologi dan sumber kepustakaan lainnya.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terbuka dan
tertutup. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara dan angket.
Data yang telah masuk dianalisis dengan metode deskriptif
kuantitatif menggunakan statistik sederhana yaitu prosentase dan
deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah reduksi data, display data,
dan verifikasi/ penarikan simpulan. Setelah data dikumpulkan lalu
dipilih yang benar-benar memiliki hubungan dengan pokok masalah
selanjutnya diambil kesimpulan.

80
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karya ilmiah artikel dan makalah bahan seminar maupun
laporan hasil penelitian memuat bagian hasil dan pembahasan. Dalam
artikel dan makalah hasil dan pembahasan dapat berbentuk bab
maupun tidak dalam bentuk bab. Dalam laporan penelitian bagian hasil
dan pembahasan kecenderungannya dibuat dalam bentuk bab.
Bagian hasil dan pembahasan dalam laporan penelitian dapat
dipecah menjadi beberapa bab tergantung kebutuhan. Dalam hasil
disampaian data yang diperoleh dalam penelitian. Dengan demikian
hasil harus disajikan secara objektif dan sesuai dengan data yang
diperoleh (tabel atau gambar).
Dalam bagian hasil penelitian diuraikan apa saja hasil penelitian
yang mencakup semua aspek yang terkait dengan penelitian. Analisa
dan pembahasan membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari
data yang diperoleh dari masalah yang diajukan kemudian
menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan
menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.Penulisan hasil dan
pembahasan menggunakan huruf times new roman, 10 pt, Bold)
(kosong 1 spasi tunggal, Times New Roman, 10 pt).
Hasil eksperimen atau survei atau rancang bangun beserta
analisisnya dan pembahasannya dapat disajikan secara bersama-sama
atau secara terpisah berupa uraian, tabel dan gambar. Data yang
dilaporkan sudah harus berupa data terolah, bukan data mentah. Tabel
dan gambar harus dilengkapi nomor urut menggunakan angka Arab, dan
bila diperlukan, disertai keterangan tambahan, seperti acuan dan arti
singkatan. Untuk karya tulis hasil tinjauan pustaka dan hasil bahasan
teoritis, informasi pustaka yang akan dipermasalahkan dan
pembahasannya dapat diuraikan secara bersamasama atau secara
terpisah, disajikan secara sistematis, rasional dan lugas. (Times New
Roman, 10 pt, Regular, 1 spasi tunggal) (kosong 2 spasi tunggal, Times
New Roman, 10 pt).
Bab pembahasan data merupakan bab yang paling penting dalam
penulisan karya ilmiah karena dalam bab ini dilakukan kegiatan analisis
data, sintetis pembahasan, interpretasi penulis, pemecahan masalah,
dan temuan pendapat baru yang diformulakan (bila ada).
Bab ini terdiri dari dua bagian besar yaitu :
a. Deskripsi Data
Berisi serangkaian data yang berhasil dikumpulkan, baik data
pendukung seperti latar belakang lembaga / instansi yang diteliti,
struktur organisasi dan sebagainya sert data utama yang diperlukan

81
untuk pengujian hipotesis. Data-data tersebut harus dideskripsikan
secar sistematis.
b. Pembahasan
Bagian ini berisi pembahasan tentang hasil penelitian sesuai
dengan acuan dan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Bagian
pembahasan ini memperlihatkan ketajaman dan keluasan wawasan
penulis mengenai permasalahan yang dikajinya.
Hasil berupa data penelitian yang telah diolah dan dituangkan
dalam bentuk tabel, grafik, foto, atau gambar. Pembahasan berisi hasil
analisis dan hasil penelitian yang dikaitkan dengan struktur
pengetahuan yang telah mapan (tinjauan pustaka yang diacu oleh
penulis), dan memunculkan ‘teori-teori’ baru atau modifikasi terhadap
teori-teori yang telah ada. Berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi
dan pendirian penulisan mengenai masalah yang dibicarakan.
Sajikan hasil penelitian sewajarnya secara bersistem. Jika data
terlalu banyak, adakalanya Anda perlu selektif dalam menyajikannya.
Dengan pertimbangan yang masak, rancanglah tabel, grafik, gambar atau
alat penolong lain untuk memperjelas dan mempersingkat uraian yang
harus diberikan. Jangan berikan informasi berulang, misalnya dalam
bentuk tabel dan gambar. Tabel dan gambar perldisebut dalam teks dan
letaknya tidak berjauhan dari teks yang bersangkutan. Hindari
pengulangan informasi yang sudah ada dalam ilustrasi secara panjang
lebar. Tafsirkan hasil yang diperoleh dengan memperhatikan dan
menyesuaikannya dengan masalah atauhipotesis yang diungkapkan
dalam Pendahu-luan. Adakalanya Hasil digabungkan dengan
Pembahasan, menjadi bagian yang dinamakan Hasil dan Pembahasan.
Sewaktu mengumpulkan data, mengolahnya, dan menyusunnya
dalam tabel, dengan sendirinya Anda telah memiliki sejumlah gagasan
yang telah dikembangkan dalam Pembahasan. Pengembangan gagasan
ini disebut ‘argumen’. Anda harus membandingkan dengan hasil peneliti
terdahulu, kemudian buatlah pertimbangan teoretisnya. Dengan
demikian, maka Pembahasan merupakan kumpulan argumen mengenai
relevansi, manfaat, dan kemungkinan atau keterbatasan percobaan
Anda, serta hasilnya.
Dikatakan oleh Rifai (1995), bahwa Pembahasan merupakan
bagian tempat seseorang paling bebas berekspresi. Pendapat orang yan
sudah diringkas dalam Pendahuluan atau Tinjauan Pustaka tidak perlu
diulang lagi tetapi diacu saja seperlunya. Bentangkan arti temuan serta
jelaskan bagaimana simpulan baru itu memperluas cakrawala ilmu dan
teknologi. Bila perlu berikan implikasi penerapan temuan aru tadi dan

82
tunjukkan segi-segi lain yang perlu diteliti lebih lanjut. Akhiri
pembahasan secara positif, tegas, dan kuat.
Menurut Calderon & Gonzales (1993), ada lima unsur yang dapat
dituliskan dalam berargumen dan menyampaikan implikasi dari
temuan.
1) Nyatakan situasi yang ditemukan dalam penelitian: bisa memuaskan
atau tidak memuaskan. Misal: Mayoritas guru sains di Provinsi A
tidak memenuhi kualifikasi untuk mengajarkan sains.
2) Nyatakan kemungkinan penyebab situasi itu. Jika ada
situasi,mestinya ada penyebab, dan mestinya ada hubungan logis
antarasituasi dan penyebab; bila tidak, yang dianggap penyebab
bukanlah penyebab yang sesungguhnya. Dalam contoh di atas,
penyebab logis kurangnya guru berkualifikasi untuk menangani
mata ajaran sains ialah kurang cermatnya petugas rekrutmen dalam
menyeleksi calon guru, atau tidak cukupnya pelamar yang
berkualifikasi untuk menduduki posisi guru sains.
3) Nyatakan efek yang mungkin timbul dari situasi itu. Hampir pasti,
ada pula efek yang timbul dari situasi tsb. dan mestinya ada
hubungan logis antara situasi dan efek yang mungkin. Efek logis dari
kurangnya guru berkualifikasi pada pengajaran sains ialah bahwa
pengajaran akan kurang efektif dan ini dapat merugikan siswa.
4) Nyatakan tindakan untuk mengatasi situasi yang kurang
memuaskan atauuntuk meningkatkan situasi yang sudah baik.
Wajar saja untuk mengambil tindakan guna meng-atasi situasi yang
kurang memuaskan. Namun, situasi yang sudah baik pun perlu terus
dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Langkah logis untuk
mengatasi keadaan guru yang tidak berkualifikasi ialah dengan
mensyaratkan peningkatan kualitas melalui pendidikan dalam
bidang sains, menghadiri seminar, mengikuti pelatihan, membaca
lebih banyak publikasi sains.
5) Nyatakan badan atau bidang terkait yang terpengaruhi. Dalam
contoh yang diambil ini, pengajaran sains di Provinsi A yan
terpengaruhi. Anda dapat melanjutkan pembahasan tentang
implikasi temuan Anda pada pengajaran sains. Implikasi ini
barangkali tidak berlaku untuk keadaan pendidikan secara
keseluruhan. Hasil dan Pembahasan: Kedua bagian ini dapat
disatukan atau dipisah, bergantung pada gaya selingkung jurnal
yang bersangkutan. Di bagian ini dapat dikemukakan produk dan
dihasilkan dan spesifikasinya, uraian teknik instalasi produk (jika
diperlukan), uraian hasil uji efisiensi dan fungsional produk, tabel

83
dan gambar teknis atau foto setiap aplikasi metode, produk, dan
hasil pengujian.
Penyajian dan analisis data dikategorikan memenuhi kriteria
yang baik jika memenuhi kriteria berikut:
(a) Dirumuskan secara logis dan teratur, kerangka hipotesis. Deduksi,
tujuan dan pertanyaan penelitian ditempatkan pada dimensi
keterkaitan yang intensif
(b) Tidak menyajikan hal-hal yang bersifat subjektif dan spekulatif
(c) Analisis terhadap fakta yang diperoleh secara konsisten
(d) Terhindar dari generalisasi yang berlebihan (overgeneralization)
atau pengungkapan yang tidak ada hubungannya dengan data
penelitian
(e) Kesalinghubungan penemuan empiris selama penelitian diungkap
secara eksplisit dengan menghindari distorsi data penelitian
(f) Faktor-faktor tidak terkontrol yang diduga dapat mempengaruhi
ketepatan data diantipasi sedemikian rupa melalui diskusi
(g) Harus jelas perbedaan antara fakta dan kecendurungan yang
berkembang dalam proses penelitian
(h) Hindari kontradiksi, ketidakkonsistenan atau elemen-elemen yang
tidak terarah dalam data temuan
(i) Tabel, gambar, bagan, dan sejenisnya disajikan secara tepat baik
bentuk, isi, maupun posisi.
Pada bagian pembahasan dihubungkan untuk memperhatikan
ataupun merujuk pula hasil penelitian lain ataupun terdahulu. Selain itu
perlu diungkapkan pula keterbatasan ataupun limitasi dari hasil yang
diperoleh dan diperiksa apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian tersebut, dan perlu juga diungkapkan
saran ataupun penelitian lanjutan yang perlu dilaksanakan.

PENUTUP
Bagian penutup dari karya ilmiah adaalah simpulan dan saran.
Cara penulisan pada artikel bergantung pada gaya selingkung jurnal,
Bagian ini dapat merupakan bagian terpisah atau bergabung dengan
bagian Pembahasan atau Hasil dan Pembahasan. Dalam bagian ini
diuraikan keberhasilan metode dikaitkan dengan hasi kerja, dan
dampak produk.
Dalam laporan penelitian kuantitatif, penutup merupakan Bab
terakhir dari isi pokok laporan penelitian. sesuai dengan isinya, bagian
ini dapat dibagi menjadi dua sub-bab yaitu simpulan dan saran.
Simpulan harus sejalan dengan masalah, tujuan, dan uraian tentang hasil
penelitian dan pembahasannya. masalah yang dikemukakan dibagian

84
pendahuluan semuanya harus terjawab dan dengan jawaban itu semua
tujuan dapat tercapai. Uraian atau pembahasan masalah dalam bab
sebelumnya harus ada simpulannya.
Saran harus sejalan dengan simpulan atau temuan. saran
hendaknya disertai dengan argumentasinya. kalau mungkin juga disertai
jalan keluarnya. saran dapat bersifat praktis atau teoritis termasuk
saran yang berharga adalah saran tentang perlunya dilakukan penelitian
lanjutan, mengingat bahwa belum tentu semua masalah dapat
dipecahkan secara tuntas atas dasar penelitian yang telah dilakukan
atau setelah selesainya penelitian ini timbul masalah lain yang terkait.
Dalam penyusunan laporan penelitian kualitatif bagian penutup
merupakan bab terakhir dari isi pokok laporan penelitin yang terdiri
dari simpulan dan saran. Simpulan hendaknya berisi uraian tentang -
temuan yang penting dalam penelitian dan implikasi-implikasi dari
temuan tersebut. Simpulan harus sejalan dengan masalah, tujuan, dan
merupakan ringkasan dari hasil pembahasan dan analisi. Uraian dalam
simpulan harus menjawab masalah yang dikemukakan dalam bab
pendahuluan dan emmenuhi semua tujuan penelitian.
Saran dikemukakan dengan mengaitkan temuan dalam simpulan
dan jika memungkinka jalan keluarnyajuga disampaikan. saran dapat
bersifat praktis atai teoritis. Selain itu, perlu juga dikemukakan masalah-
masalah baru yang ditemukan dalan penelitian yang memerlukan
penelitian lanjutan.
Kesimpulan dan saran dikategorikan baik jika memenuhi syarat
sebagai berikut:
(a) Pernyataan mengenai kesimpulan diungkap secara tepat dan akurat
tanpa disertai pernyataan baru atau pengantar yang tidak relevan
(b) Kesimpulan dibuat menurut ruang lingkup generalisasi atas dasar
justifikasi data yang disajikan
(c) Kesimpulan seyogyanya diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan
baru, berupa saran atai rekomendari bagi penelitian lebih lanjut.
(d) Saran yang dikemukakan bersifat objektif dan disertai langkah-
langkah operasional bagi implementasinya.
(e) Saran semata-mata ditujukan pada upaya perbaikan atas
kelemahan-kelemahan yang dikemukakan atau berupa rekomendasi
aplikasi temuan, berikut langkah-langkah teknisnya.

Contoh Simpulan dan Saran Artikel Jurnal:


Berdasarakan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keterserapan lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi
Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES pada lapangan kerja,

85
termasuk memerlukan waktu yang singkat dari tahun pertama
hingga tahun ketiga telah terserap dengan prosentase yang tinggi.
2. Lapangan kerja yang menyerap lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi
dan Antropologi Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES
sebagian besar telah sesuai dengan lapangan kerja yaitu guru mata
pelajaran Sosiologi dan Antropologi atau IPS.
3. Upaya lulusan dalam mengakses lapangan kerja dengan cara
mencari informasi melalui teman dan kenalan, media internet,
media massa cetak dan metode trial dan error, belum didasarkan
pada perencanaan dan konseptual yang jelas dan baru dilakukan
setelah lulus.

Contoh Saran dalam Artikel Jurnal:

Saran yang diusulkan dari penelitian ini adalah:


1. Lulusan dalam mengakses lapangan kerja perlu persiapan sejak di
bangku kuliah dengan mengembangkan ketrampilan dalam
mengakses informasi melalui internet, media masssa cetak,
mengembangkan jaringan dengan sekolah-sekolah.
2. Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi perlu membekali
ketrampilan mengakses lapangan kerja bagi mahasiswa di
lingkungannya agar kelak jika lulus sudah lebih siap dalam memasuki
lapangan kerja yang tersedia atau menciptakan lapangan kerja
sendiri.
3. Pemerintah dan penyelenggara lembaga pendidikan sebaiknya
meningkatkan pengaturan pengajaran agar guru-guru dalam
mengajar mata pelajaran sesuai dengan bidang kelilmuannya. Hal
tersebut dimaksudkan agar dapat mendukung profesionalisme dalam
pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Karya ilmiah perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang
memaparkan karya ilmiah lain yang digunakan sebagai rujukan. Agar
dapat ditelusuri orang lain penulisan karya ilmiah rujukan tersebut
perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun penerbitan,
serta penerbitnya. Tata cara penulisan daftar pustaka merlu juga
memberikan isyarat apakah karya ilmiah yang dirujuk itu berupa buku,
jurnal, makalah seminar, laporan penelitian yang tidak dipublikasi,
dokumen WEB, dll. Oleh karenanya ada tata cara yang ditetapkan untuk
menuliskan daftar pustaka. Namun demikian terdapat banyak versi tata
cara penulisan daftar pustaka, bergantung pada tradisi yang dipegang

86
oleh masyarakat keilmuan dalam masing-masing bidang. Tata cara
penulisan daftar pustaka yang disarankan dalam “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah” di UPI diadopsi sebagian besar dari tata cara yang
ditetapkan “American Psychological 3 Hf/bhs.Ind/kim/2000
Daftar pustaka hanya berisi sumber-sumber tertulis yang dikutip
dan digunakan dalam karya ilmiah (skripsi), karena itu sumber tertulis
lain yang tidak dikutip meskipun pernah dibaca penulis dalam kaitannya
dengan penulisan skripsinya tidak perlu dimasukkan dalam daftar
pustaka.
Penulisan pustaka disusun menurut abjad dari nama penulisnya
dan nama keluarga harus ditulis lebih dahulu tanpa menyertakan gelar.
Sumber tulisan (pustaka) yang menggunakan lebih dari satu baris
diketik satu spasi dengan menjorok ke dalam sejauh 0,5 inchi untuk
baris ke dua dan seterusnya, sedangkan jarak antar pustaka diketik
dengan dua spasi dan diawali pada margin kiri.
Tata cara apapun dapat saja dipakai asalkan pemakaiannya
konsisten. Namun demikian apabila karya ilmiah kita ingin
dipublikasikan dalam jurnal tertentu, kita harus menyesuaikan diri
dengan tata cara penulisan daftar pustaka yang ditetapkan oleh redaksi
jurnal tersebut.
Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku atau pun naskah
ilmiah yang digunakan sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini.
Referensi/ acuan yang dirujuk haruslah yang mempunyai kontribusi
nyata dalam penelitian tersebut. Penulisan daftar pustaka diurut sesuai
dengan urutan penunjukkannya dalam naskah dengan menggunakan
angka Arab seperti terlihat pada contoh. Penulisan pustaka dimulai
nama keluarga dan singkatan nama kecil yang ditulis dengan huruf
kapital. Semua nama penulis harus disebutkan. Untuk penulisan
majalah/jurnal, setelah penulisan nama diikuti dengan judul karangan,
nama majalah, volume majalah yang diberi garis bawah, nomor dan
tahun majalah masing-masing dalam tanda kurung kecil serta halaman
majalah. Nama buku ditulis di antara tanda kutip atau ditebalkan diikuti
dengan nomor edisi buku, editor (jika ada), nama penerbit, tempat
penerbitan, tahun penerbitan, dan halaman. (Times New Roman, 10 pt,
Regular, 1 spasi tunggal) (kosong 2 spasi tunggal, Times New Roman, 10
pt)
Contoh: Buku tanpa editor:
SNEDECOR, G.W. and COCURAN, W.G.,Statistical Methodes, State
Univ. Press Iowa (1972).
IAEA, “Radiation Protection Procedures” (Safety Series No. 38),
IAEA, Vienna (1973).

87
Buku dengan editor:
HAMMOND, C.R., “The Element, Handbook of Chemistry and
Physics”, 45th ed.,
WEST, R.C., SELBY, S.M., AND HODGMAN, C.D., Eds, The Chemical
Rubber o. Cleveland (1964) 27-47.
KOLAR, G.F., In Chemical Carcinogens, 2 nd ed., SEARLE, C.E., Ed.,
ACS onograph 182,
American Chemical Society, Washington DC, 1984; Vol. 2, Chapter
14. Prosiding:
MITCHELL, N.T.,Transfer of radionuclides to man through
environmental athways (Proc. of a Seminar on Population Dose
Evaluation and Standards for Man and His environment, Portoroz,
1974), IAEA, Vienna (1974) 485.
SUGIHARTO, Studi distribusi waktu tinggal pada proses
pencampuran kontinu dengan model bejana berderet (Risalah
Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan
Radiasi, Jakarta 6-7 November 2001), Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir
Nasional, Jakarta (2002) 109. Majalah:
ZAHIRUDDIN, Penentuan mangan, uranium, crom, tembaga dan
molybdenum dalam baja special (baja uranium) dengan cara aktivasi
neutron, Majalah BATAN XI:2, (1972) 1-15

Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku ataupun naskah


ilmiah yang digunakn sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini.
Reference yang dirujuk haruslah yang benar-benar mempunyai
kontribusi nyata dalam penelitian tersebut. Daftar pustaka ialah daftar
atau senarai yang ada dalam karya ilmiah, misalnya, makalah atau
skripsi yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun
secara alfabetis (setelah nama marga pengarang dikedepankan).

Kepustakaan atau juga daftar pustaka memiliki ciri-ciri sebagai


berikut:
a. diambil dari buku, majalah, makalah, surat kabar, internet, dan orasi
dalam ilmiah;
b. berisikan nama pengarang atau lembaga;
c. memiliki identitas buku, yaitu judul, tahun terbit, cetakan atau edisi,
nama penerbit, dan tempat terbit.

Fungsi dari daftar pustaka ialah sebagai berikut:


a. menunjukkan bahwa tulisan itu ilmiah (bersifat ilmu pengetahuan);

88
b. menginformasikan bahwa karya ilmiah itu (penelitian) memiliki
referensi dan akumulasi dari karya ilmiah sebelumnya;
c. Merupakan alat kontrol pada landasan teoretis atau tinjauan pustaka.

Teknik penulisan daftar pustaka ialah berikut:


a. Nama pengarang dibalikkan atau diputar dengan catatan nama yang
dikedepankan, atau nama marga/unsur nama akhir yang dipisahkan
oleh koma. Setelah itu, nama pengarang disusun secara alfabetis;
b. Bila nama pengarang ada dua, yang dibalikkan ialah nama
pengarang pertama;
Contoh: Emil Salim dan Philip Kotler menjadi Salim, Emil dan Philip
Kotler
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang
pertamalah yang diputar dan diikuti oleh dkk.
Contoh: Emil Salim, Philip Kotler, Djoemad Tjiptowardojo menjadi
Salim, Emil. dkk.
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departemen atau
lembagalah yang ditulis; bila tidak ada kedua-duanya, tulislah tanpa
pengarang, atau tanpa lembaga;
e. Gelar akademik pengarang tidak dicantumkan;
f. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau
digarisbawahi dalam mesin tik atau tulisan tangan;
g. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan
diapit oleh tanda petik dua;
h. Bila ada edisi atau cetakan ditulis sesudah judul buku;
i. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing,
penerjemah ditulis sesudah edisi;
j. Spasi dalam daftar pustaka satu spasi;
k. Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain dua spasi.
l. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang
kedua atau selanjutnya dimulai dari 1 tabulasi (5-7 ketukan);
m. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama
pengarang ditulis satu kali; nama pengarang itu diganti dengan garis
panjang atau tanpa garis panjang;
n. Bila ada dua atau lebih karya ilmiah (buku) yang ditulis oleh
seorang pengarang, urutan penulisannya berdasarkan tahun terbit;
o. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang
yang ditulis dalam tahun yang sama, urutan penulisannya diikuti
nomor urut a, b, c, dsb.

89
Bentuk Pertama
Perhatikan urutan penulisan, nama marga dan nama kecil, (dipisahkan
koma), (diakhiri titik), tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku–anak
judul, (diikuti titik dua dan diakhiri titik), cetakan (diakhiri titik),
nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit (diakhiri titik).
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Cetakan III.Bandung: Eresco.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1989. “Tata Bahasa Kasus dan Valensi
Verba” dalam PELLBA 2. Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. Jakarta:
Kanisius.

Bentuk Kedua
Djajasudarma, T. Fatimah1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna.
Bandung: Eresco. 1993b Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.

Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan dengan


sistematika yang diminta oleh media publikasi (jurnal atau majalah
ilmiah), sebab bila tidak sesuai akan sulit untuk dimuat. Sedangkan
suatu karya ilmiah tidak ada artinya sebelum dipublikasi. Walaupun ada
keragaman permintaan penerbit tentang sistematika karya ilmiah yang
akan dipublikasi, namun pada umumnya meminta penulis untuk
menjawab empat pertanyaan berikut: (1) Apa yang menjadi masalah?,
(2) Kerangka acuan teoretik apa yang dipakai untuk memecahkan
masalah?, (3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk memecahkan
masalah itu?, (4) Apa yang ditemukan?, serta (5) Makna apa yang dapat
diambil dari temuan itu?
Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar
belakangnya biasanya dikemas dalam bagian Pendahuluan. Paparan
tentang kerangka acuan teoretik yang digunakan dalam memecahkan
masalah umumya dikemukakan dalan bagian dengan judul Kerangka
Teoritis atau Teori atau Landasan Teori , atau Telaah Kepustakaan, atau
label-label lain yang semacamnya. Paparan mengenai apa yang
dilakukan dikemas dalam bagian yang seringkali diberi judul Metode
atau Metodologi atau Prosedur atau Bahan dan Metode. Jawaban
terhadap pertanyaan apa yang ditemukan umumnya dikemukakan
dalam bagian Temuan atau Hasil Penelitian. Sementara itu paparan
tentang makna dari temuan penelitian umumnya dikemukakan dalam
bagian Diskusi atau Pembahasan. Tentu saja sistematika karya ilmiah ini
tidak baku, atau harga mati. Sistematika karya ilmiah sangat bergantung

90
pada tradisi masarakat keilmuan dalam bidang terkait, jenis karya
ilmiah (makalah, laporan penelitian, skripsi).

Banyak sekali model kerangka karya ilmiah, berikut ini model


kerangka karya ilmiah sebagai literatur untuk menambah wawasan
dalam membuat karya ilmiah, sebagai berikut :

JUDUL KARYA ILMIAH


LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
 Latar Belakang
 Rumusan dan Pembatasan Masalah
 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
 Asumsi Dasar
 Hipotesis Penelitian
 Lokasi Penelitian
 Metodologi Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
 ....................................
 .....................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
 Metode Penelitian
 Langkah-langkah Penelitian
 Teknik Pengumpulan Data
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
 Deskripsi Data Hasil Penelitian
 Analisis Data
 Interpretasi Hasil Penelitian
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
 Kesimpulan
 Saran - saran
DAFTAR PUSTAKA
http://nesaga.blogspot.com/2012/02/kerangka-karya-ilmiah.html

91
TAHAPAN KERANGKA KARANGAN ILMIAH

Tahapan penyusunan karya ilmiah terdapat lima tahap antara lain.


1. Tahap Persiapan
2. Tahap Pengumpulan data.
3. Tahap Pengorganisasian.
4. Tahap Pemeriksaan/ penyunting konsep.
5. Tahap Penyajian

1.Tahap Persiapan.
Dalam tahap persiapan dilakukan:
a. Pemilihan masalah atau topik dan mempertimbangkan
1) Topik yang akan di pilih harus yang ada di sekitar penulis.
2) Topik yang di pakai harus topik yang paling menarik dari topik
yangada.
3) Pembahasan harus terpusat pada segi lingkup sempit dan terbatas.
4) Memilki data dan fakta yang obyektif dan mencukupi.
5) Harus diketahui prinsip-prinsip ilmiahnya meskipun sedikit.
6) Harus memiliki sumber acuan atau bahan kepustakaan yang bisa
dijadikan referensi.
b. Pembatasan topik atau penentuan judul
1) Pembatasan topik harus dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah
dilakukan.
2) Penentuan judul dapat dilakukan sebelum penulisn karya ilmiah
atau setelah selesai penulisan karya ilimiah tersebut.
3) Penentuan judul karya ilmiah harus dapat menjawab dari
pertanyaan yang mengandungunsure 4W + 1H yakni what (apa),
why (kenapa), who (siapa), where (dimana) dan how (bagaimana).

c.Pembuatan kerangka karangan (outline)


1) Membimbing untuk memulai menyusun kerangka karangan.
2) Membuat pedoman penulisan karya ilmiah sehingga tidak menjadi
tumpang tindih dalam penulisannya.
3) Pembuatanrencana daftar isi dari karya ilmiah.

2. Tahap Pengumpulan Data


a) Pencarian keterangan dari bahan bacaan atau referensi.
b) Pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui
masalah yang akan dijadikan tema dalam karya ilmiah.
c) Pengamatan langsung (observasi) ke obyek yang akan diteliti dan
dijadikan tema dari karya ilmiah.

92
d) Melakukan percobaan dilabolatorium atau pengujian data di
lapangan.

3.Tahap Pengorganisasian dan pengkonsepan


a) Pengelompokan bahan untuk mengorganisasikan bagian mana
yang akan temasuk dalam karya ilmiah, data yang telah
terkumpul diseleksi kembali dan dikelompokan sesuai jenis, sifat
dan bentuk data.
b) Pengkonsepan karya ilmiah dilakuakn sesuai dengan urutan
dalam kerangka karangan yang telah ditetapkan.

4.Tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep (editing)


tahap ini bertujuan untuk :
a) Melengkapi data yang dirasa masih kurang.
b) Membuang dan mengedit data yang dirasa tidak relevan serta
tidak cocok dengan pokok bahasan karya ilmiah.
c) Mengedit setiap kata-kata dalam karya ilmiah untuk menghindari
penyajian bahan-bahan secara berulang-ulang atau terjadi
tumpang tindih antara tulisan satu dengan tulisan yang lain.
d) Mengedit setiap bahasa yang ada dalam karya ilmiah untuk
menghindari pemakaian bahasa yang kurang efektif, contoh
dalam penyusunan dan pemilihan kata, penyesuaian kalimat,
penyesuaian paragraph, maupun penerapan kaidah ejaan sesuai
EYD.
5.Tahap Penyajian
Teknik penyajian karya ilmiah harus dengan memperhatikan :
a) Segi kerapian dan kebersihan.
b) Tata letak (layout) unsure-unsur dalam format karya ilmiah,
misal padahalaman pembuka, halaman judul, daftar isi, daftar
tabel, daftar grafik, daftar gambar, daftar pustaka, dll.
c) Memakai standar yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah,
missal standar penulisan kutipan, catatan kaki, daftar pustaka
dan penggunaan bahasa sesuai dengan EYD.

93

Anda mungkin juga menyukai