Anda di halaman 1dari 24

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan Bangsa

Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di
Timor Leste, Bahasa Indonesia adalah bahasa kerja (working language).
Dari sudut pandang linguistika, Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu.
Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami
perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal
abad ke-20. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus
menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita
harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa
Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat,
perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu,
maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan
tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita
tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa
Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita
dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada
warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.
Bahasa Indonesia sangat penting untuk dipelajari karena bahasa Indonesia merupakan
bahasa persatuan seperti yang tertera pada sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober yang
salah satu isinya adalah Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Hal ini berarti bahasa
Indonesia mempersatukan bahasa dari seluruh daerah di Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam bahasa daerah yang berbeda-beda. Dengan mempelajari bahasa
Indonesia maka kita akan dapat dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain walaupun
dari berbagai daerah yang berbeda-beda.
FUNGSI BAHASA DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

Sejarah bahasa Indonesia;


Bahasa indonesia adalah dialek kaku dari bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno.
Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau
diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928 atas usulan Mohammad Yamin.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui
keberadaannya.tepatnya pada saat hari Kemerdekaan
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu “kami” dan
“kita”. “Kami” adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara,
sedangkan “kita” adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut
termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar adalah Subjek – Predikat – Objek-Keterangan (SPOK), walaupun
susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang
atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala/waktu (tense).
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, “kemarin” atau
“besok”), atau indikator lain seperti “sudah” atau “belum”.Dan Bahasa Indonesia di atur
dalam UUD 1945 pada pasal 36 yaitu “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Berdasarkan fungsinya bahasa Indonesia dibagi menjadi 5 fungsi;
1. Ekspresif
Contohnya;mampu menggungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan.

2. Komunikasi
Contohnya; sebagai alat berinteraksi atau hubungan antara dua manusia dan sehingga
pesan yang dikmaksudkan dapat dimengerti.

3. Kontrol sosial
contohnya; tulisan “dilarang merokok” bahasa tersebut berfungsi sebagai pengatur atau
pengontrol

4. Adaptasi
Contohnya;bila kita berada di wilayah atau daerah yang asing atau diluar ibu kota, kita dapat
menggunakan bahasa Indonesia tersebut sebagai alat untuk adaptasi dengan lingkungan
baru tersebut.

5. Integrasi/pemersatu
Contohnya;bahasa-bahasa yang berbeda atau beraneka ragam dan dipersatukan oleh
bahasa Nasional yang dapat dipakai di seluruh Indonesia yang menjadi satu kesatuan yang
utuh dan bulat.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional di ikrarkan pada 28 oktober 1928
yaitu hari “Sumpah Pemuda” yang memilki fungsi-fungsi sebagai;
1. Lambang identitas Nasional.
2. Lambang kebanggaan kebangsaan.
3. Bahasa indonesia sebagai alat komunikasi.
4. Alat pemersatu bangsa yang berbeda Suku,Agama,ras,adat istiadat dan Budaya.
Hasil perumusan seminar polotik bahasa Nasional yang diselenggarakan di jakarta pada
tangal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan berdasarkan Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara adalah;
1. Sebagai bahasa resmi kenegaraan.
2. Sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.
3. Sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
4. Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Oleh Masnur Muslich

Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa

Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai.
Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang
Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua
istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita
tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa
sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang
pernah kita pakai?

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya
selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti
kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota
bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit
oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.

Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat
bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan
mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya
secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’
yang dikenakan padanya.

Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-
milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak
akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa
bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya
dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah.
Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah
disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke
dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan
unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.

Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan,
misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya
ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang
bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan
nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat
dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa


Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran
bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan
pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.)
Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti
prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta
batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah
butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal
yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh
pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah
mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada
mereka.

Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai
sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad
sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak
merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa
bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku,
sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa
Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa
daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.
Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang
mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.

Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia
pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata
jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya.
Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan
atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu
sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa
semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.

“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang
berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan
antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita
harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa


Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat,
perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu,
maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya.

Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar
belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam
kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan
tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi
bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita
tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa
Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita
dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada
warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan
pembangunan akan cepat tercapai.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa


negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian
berikut.

Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa
Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:
a. Bahasa resmi kedua di samping a. Bahasa yang digunakan dalam
bahasa Belanda, terutama untuk gerakan kebangsaan untuk
tingkat yang dianggap rendah. mencapai kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah- b. Bahasa yang digunakan dalam
sekolah yang didirikan atau menurut penerbitan-penerbitan yang bertuju-
sistem pemerintah Hindia Belanda. an untuk mewujudkan cita-cita
perjuangan kemerdekaan Indonesia
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola
baik berupa:
oleh jawatan pemerintah Hindia
Belanda. 1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.

Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus


1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam
Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan
yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan
mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita
Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk
menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.

Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa
negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk
negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3)
bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat
di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama
faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin
mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk
menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya
dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun
1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya
sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang
dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab
itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di


Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai
ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.

Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI
1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh


pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato
atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan diucapkan dan
dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap
presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan
kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana
dengan kita?

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya
saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa
daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.

Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di


lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak
hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan
buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan,
sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia
berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai
dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu
media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi
atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua
(baca: masyarakat).

Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal
dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain
bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang
Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa
Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai
bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan
tinggi.

Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Negara/Resmi
Perbedaan dari Segi Ujudnya

Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari
Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka
peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam
ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau,
bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.

Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-
surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.

Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau
suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’,
‘kesusu’ dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak
akan menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita
sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat
yang membuat mereka kurang memahami maksudnya.

Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada contoh di
atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita
lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan
secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan
oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata
tertentu yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi.
Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum
terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan
dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk
memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia
punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya),
‘kenapa’ (untuk mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuk tidak), ‘gini’ (untuk
begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.

Perbedaan dari Proses Terbentuknya

Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan bahasa
Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian
pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.

Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra
Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu
kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh
mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang
menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana
komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa
Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya


bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa
Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh
wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada
saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu
bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai
bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan
suara bulat.

Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut


dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.

Perbedaan dari Segi Fungsinya

Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan
tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.

Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita
terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai
fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita
berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas
pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi
bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai
bahasa negara/resmi.

Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung


antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air
Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap
di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab
moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.

Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi
karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua
Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan
berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar
berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina
yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.

Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku,


karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara
Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.
Fungsi Bahasa Indonesia Seminar Politik Bahasa Nasional, 25-28 Februari 1975 di

Jakarta, antara lain merumuskan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI) berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan

nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda

latar belakang sosial budaya bahasa, dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan

antardaerah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975:5). Beriringan dengan

pesatnya perkembangan BI sebagai lambang identitas nasional, teraktualisasikan pula

perkembangan bahasa daerah (selanjutnya disingkat BD) sebagai lambang identitas daerah

yang keberadaannya diakui di dalam UUD 1945 yang secara bersamaan dengan BI

menghadapi arus globalisasi. Identitas Bangsa Sosok yang menunjukkan bahwa dia adalah

Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa, berwujud dalam dua kenyataan,

yakni BI yang menampakkan diri sebagai identitas fonik dan merah putih serta Garuda

Pancasila sebagai wujud fisik. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa itu

tecermin, antara lain, dari sikap lebih mengutamakan penggunaan bahasa asing (disingkat

BA) daripada penggunaan BI, misalnya dalam penamaan kompleks perumahan, dan sikap

mementingkan kegiatan tertentu, misalnya demi kegiatan pengembangan pariwisata dan

bisnis. Pengaruh Muatan Lokal sebagai Upaya Penangkal Arus Globalisasi Berdasarkan

Petunjuk Penerangan Muatan Lokal (Depdikbud, 1987), yang dimaksud muatan lokal adalah

program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam,

lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan daerah yang perlu dipelajari oleh

murid. Tantangan itu dapat dilihat dari kenyataan BI itu sendiri, dan yang satu dari pemilik

dan penutur BI sendiri. Tantangan yang datang dari pemilik dan penutur Bi sebenarnya

bersumber dari sikap, kesadaran berbahasa yang kemudian tecermin dalam perilaku

berbahasa (lihat Fishman, 1975:24-28, Pateda, 1990: 25-32). Terhadap ujaran sulitnya

mendapatkan padanan istilah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

sebenarnya Pusat Bahasa bekerja sama dengan para pakar dalam disiplin ilmu tertentu

telah mengupayakan menerbitkan kamus, antara lain Kamus Istilah Teknik Perkapalan

(Soegiono dkk, 1985), Kamus Istilah Politik (Muhaimin dkk, 1985), Kamus Istilah Teknologi

Mineral (Soetjipto dkk, 1985), tetapi barangkali tidak luas, maka tuduhan di atas muncul.

Persoalan krisis jati diri yang berpangkal dari pandangan bahwa manusia sebagai substansi,
dan sebagai makhluk yang beridentitas yang kemudian dikaitkan dengan pembinaan dan

pengembangan BI sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran

kebangsaan sebaiknya dipertimbangkan untuk diberikan dalam lembaga pendidikan kita.

Dewasa ini substansi jiwa kebangsaan seolah-olah ditempelkan pada mata pelajaran PMP

dan PSPB. Selain itu, penggunaan kata-kata, daripada, yang mana, di mana, saudara-

saudara sekalian, dianggap bukan sesuatu yang salah oleh para oknum petinggi di negara

kita ini. Dengan kata lain, terdapat kontroversi antara norma bahasa yang dikumandangkan

oleh Pusat Bahasa dan kenyataan di lapangan.

BAB I
FUNGSI BAHASA
4. Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang
paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu
dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk
mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai
pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan
yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti
berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis
atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi
kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan
berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa
nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita.
Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi
bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-
orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan
dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi
bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk
berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam
lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf,
1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada
perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan
perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu,
bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia
persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-
konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan
demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa
Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek
tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya,
ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa
serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di
dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern.
Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam
berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang
digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan
menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa
Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam
masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan
kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam
perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk
mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan 6
lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk
mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan
dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana
pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah
bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk
mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi
diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya
menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang
lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai
berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang
berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada
teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si
pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi
pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya
untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa
sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka
segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan
keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi

Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat
untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak
akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan
komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi 7
semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh
orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita,
melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama
warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan
mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki
tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang
dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan
kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil
pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi
perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan
kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga
mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu,
seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya
dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas
lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami
dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma,
dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau
makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa
intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula
merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan
sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita,
pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa
maupun sebagai diri sendiri. 8
4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula
manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil
bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang
lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa.
Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya
terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk
memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang
sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula
sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan
sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi
dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang
yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-
teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana
cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan
kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam
berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak
atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan
pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa
seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita
salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan
menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri
dengan bangsa tersebut. 9
4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan
pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun
pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi
adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat
kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita
juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio.
Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan
bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang
memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan
tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan
pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan
adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat
efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke
dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur
menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan
hierarki. Dari segi maknanya, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan
menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak
tepat jika digunakan kata yang sifatnya konotatif (kiasan). Jadi penggunaan bahasa yang
benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa
yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang
dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca
(jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti
bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita.
Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang
gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa,
kosa kata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan
kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan
pesan/informasi secara tepat (Dendy Sugondo, 1999 : 21)..

Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal

tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif

tidak selalu hanus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar

tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam

bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang

benar (Alwi dkk., 1998: 21

Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Konteks Ilmiah

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain, bersumber pada
ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu,
di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36)
mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah
bahasa Indonesia. Dengan demikian ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia.
Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan
Sumpah Pemuda 1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
negara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam tulisan ilmiah, bahasa sering diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah
pikiran sebagai hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu
pengetahuan tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu,
serta isi, fakta, dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu makalah, laporan
praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi.
Dalam penulisan ilmiah, bahasa merupakan hal yang terpenting. Untuk itu kita harus sebaik
mungkin menggunakannya. Antara lain :

 Dalam hal penggunaan ejaan. Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dalam
kaidah tulismenulis yang distandarisasikan; yang meliputi pemakaian huruf,
penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda
baca.
 Dalam hal penulisan kata. Baik kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, kata ganti,
kata depan, kata sandang, maupun gabungan kata.
 Dalam penggunaan partikel lah, kah, tah, pun. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai
dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang! Sedangkan partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau pergi, aku
pun akan pergi. Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti
andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.
 Dalam hal pemakaian Ragam Bahasa. Berdasarkan pemakaiannya, bahasa memiliki
bermacam-macam ragam sesuai dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungannya.
Ragam bahasa pada pokoknya terdiri atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan
terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan takbaku; ragam tulis terdiri atas ragam
tulis baku dan ragam tulis takbaku.
 Dalam penulisan Singkatan dan Akronim.Singkatan nama orang, nama gelar,
sapaan jabatan atau pangkat diikuti tanda titik. Contoh: Muh. Yamin, S.H. (Sarjana
Hukum ). Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Contoh: dll. hlm. sda. Yth. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas huruf
awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. Contoh: DPR
GBHN KTP PT. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: ABRI LAN IKIP SIM. Akronim nama
diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Contoh: Akabri Bappenas Iwapi Kowani.
 Dalam penulisan Angka dan Lambang Bilangan. Penulisan kata bilangan tingkat
dapat dilakukan dengan cara berikut. Contoh: Abad XX dikenal sebagai abad
teknologi. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut.
Contoh: Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima diperguruan
tinggi itu.
 Dalam pemakaian tanda baca. Pemakaian tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik
dua (:), tanda titik koma (,), tanda hubung, (-) tanda pisah (_), tanda petik ("), tanda
garis miring, (/) dan tanda penyingkat atau aprostop (').
 Dalam pemakaian imbuhan, awalan, dan akhiran.

Dalam penulisan ilmiah, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus
mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat berpengaruh
pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam kaitan ini,
kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang kita
sampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau
pembaca.
Fungsi Bahasa yang terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi
di dalam kehidupan manusia berrnasyarakat (Chaer, 2000:2).
Bahasa Indonesia sendiri, yang mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan
bahasa resmi Negara di tengah-tengali berbagai rnacain bahasa daerah, mempunyai fungsi
sebagai berikut:

(1) Alat untuk menjalankan adminislrasi negara. ini bcrarti, segala


kegiatan administrasi kenegaraan, seperti surat-menyurat dinas,
rapat-rapat, pendidikan dan sebagai.iya harus disslenggarakan
dalam bahasa Indonesia.
(2) Alat pemersatu pelbagai suku bangsa di Indonesia. Komunikasi
diantara anggota suku bangsa yang berbeda kurang mungkin
dilakukan dalam salah satu bahasa daerah dari anggota suku
bangsa itu. Komunikasi lebih mungkin diiakukan dalam bahasa
Indonesia. Karena komunikasi antarsuku ini dilakukan dalam
bahasa Indonesia, maka akan terciptaJah perasaan “satu bangsa”
di antara anggota suku-suku bangsa itu.
(3) Media untuk menampung kebudayaan nasiorial. Kebudayaan
daerah dapat ditampung dengan media bahasa daerah, tetapi
kebudayaan nasional Indonesia dapat dan harus ditampung
dengan media bahasa Indonesia

Bahasa indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia (RI) dimana tercantum
dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang tertulis bahwa
“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia juga disiratkan dalam Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928 pada bagian ketiga yang berbunyi “KAMI POETRA DAN POETRI
INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA”.

Sejak awal kemerdekaan, bahasa Indonesia telah mengalami pekembangan karena


didorong oleh bebeapa faktor, seperti saya kutip dari buku “sejarah nasional Indonesia”
faktor pertama yaitu bangkitnya semangat kebangsaan Indonesia yang telah mengatasi
kedaerahan dan kesukuan. Faktor kedua karena telah terbitnya kitab “logat melayu” pada
tahun 1901 karangan Van Ophuyzen, yang digunakan di sekolah-sekolah yang mengajarkan
bahasa melayu. Faktor ketiga adalah didirikannya Commissie voor de Volkslecture pada
tahun 1908, yang kemudian menjadi Balai Pustaka. Hal ini mendorong perkembangan
dibidang bahasa dan sastra, terutama dengan lahirnya kelompok “Pujangga baru”.

Faktor-faktor diatas medasari terpenuhinya fungsi bahasa tersebut sebagai bahasa baku
yang telah memperkuat sikap masyarakat Indonesia terhadapnya. Jika melihat dari
kedudukannya, Bahasa Indonesia ialah status relatif bahasa Indonesia sebagai lambang
nilai budaya Indonesia yang dirumuskan atas dasar nilai sosial Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :

1. Bahasa resmi kenegaraan dimana kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa


daerah.
2. Bahasa pengantar resmi di dalam dunia pendidikan.
3. Alat penghubung resmi pada tingkat nasional.

Namun jika melihat dari kondisi negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku dan
bahasa, wajarlah penerapan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari menjadi sulit
dikarenakan keanekaragaman bahasa daerah itu sendiri. Masyarakat Indonesia lebih
terbiasa menggunakan bahasa daerahnya sendiri ketimbang menggunakan Bahasa
Indonesia yang merupaka bahasa kenegaraan.

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA


Awal mula bahasa Indonesia

Cikal bakal bahasa Indonesia adalah bahasa melayu, yang terbentuk dari bahasa Arab,
Persia, Sansekerta dan bahasa-bahasa Eropa. Bahas melayu sejak zaman kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-tujuh telah di gunakan sebagai bahasa perdagangan dan perluasan
agama budha di Nusantara. Lalu bahasa Melayu pun bsemakin berkembang dan meluas di
seluruh Nusantara. Pada awal zaman kolonial bahasa Melayu bukan saja sangat bagus
namanya, tetapi juga merupakan bahasa negeri Timur yang di hormati.

Pada zaman pergerakan nasional bahas Indonesia lahir pertama kali. Pada waktu itu para
tokoh pergerakan mencari bahasa yang dapat dipahami dan dapat dipakai oleh segenap
lapisan suku bangsa yang ada. Perkembangan bahasa di Melayu di wilayah
nusantaramempengaruhi dan mendorong tumbuhnnya rasa persaudaraan dan persatuan
bangsa Indonesia. Pada 1918 dari hasil pemikiran para tokoh pergeakan dan dewan rakyat,
akhirnya dipilih bahasa Melayu dengan pertimbangan bahwa bahasa telah dipakai hampir
sebagian

rakyat Indonesia waktu itu. Komunikasi


antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Dan pada
tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam
Kerapatan Pemuda dan beikrar, yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Proklamasi kemerdekaan republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan


kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara.
Dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena
pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara
ialah bahasa Indonesia. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbabagai lapisan masyarakat
Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

a. Sebagai bahasa Nasional :


1. Lambang kebanggaan nasional
Sebagai lambangkebanggaan nasional,bahasa indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia,kita harus bangga denganya; kita harus menjunjungnya;dan kita harus
mempertahankannya. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh.
2.Lambang identitas Nasional.

Bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Berarti, dengan bahasa


Indonesia dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa
Indonesia.

3.Alat pemersatu berbagai ragam masyarakat yang berbeda latar


belakang sosial budaya dan bahasanya.

Dengan bahasa Indonesia, bangasa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya,
sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak lagi merasa ‘dijajah’ oleh masyarakat suku
lain.kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar

dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat
memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
4. Alat perhubungan antar budaya daerah.

Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Kta dapat saling berkomunikasi, bertukar pikiran, dan informasi dengan suku lain
yang berlatar belakang bahasa yang berbeda. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan
strategi yang berhubungan dengan

ipoleksosbudhankam mudah di informasikan kepada warganya.


b. Sebagai bahasa Resmi/Negara :
1. Bahasa resmi kenegaraan.

Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan


oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan dalam bahasa Indonesia. Pidato-
pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuaikan tugas pemerintahan diucapkan
dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.

2. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.

Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga- lembaga


pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Konsekuensi
pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut,
maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia,
khususnya di perguruan tinggi.

3. Alat penghubung pada tingkat nasional serta kepentingan


pemerintah.

Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan


penyebarluasan informasi kepada masyarakat, untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Degan mengadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa, tujuannya agar isi atau pesan yang di
sampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh kedua belah pihak (masyarakat).

4.Alat pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan,dan teknologi.


Kebudayaan nasional Indonesia yang beragam, berasal dari masyarakat Indonesia
yang beragam pula, hampir tidak mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh
masyarakat Indonesia lain tanpa bahasa indonesia. Agar jangkauannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Apabila arus informasi
kita menngkat berarti akan mempercepat pengetahuan kita, apabila pengetahuan kita
meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai. Dan mungkin pada saat
mendatangbahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan
bahasa Inggris.

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak
menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang
dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan
berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai
bahasanya.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa
lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :


1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.

Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :


1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa
jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden
Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti
dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali,
dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam
bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak
baku).

Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur
menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh
karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai
serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.

Kedudukan Bahasa Indonesia dan Fungsinya

 
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Menurut kesimpulan saya Bahasa Indonesia merupakan
‘Sebuah alat komunikasi yang dipergunakan untuk pemersatu bangsa Indonesia berupa
bunyi.

Kedudukan dan Fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya perlu di rumuskan, karena
kejelasan yang diberikan dapat mempengaruhi masa depan Bahasa Indonesia itu sendiri.
Pemakainya akan memperlakukannya sesuai dengan label yang digunakan kepadanya.
Sebagaimana kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa nega/resmi pun mengalami
perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini dapat terbukti bahwa adannya bahasa indonesia
dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada.
Bahasa merupakan sambungan yang tidak lagsung dari bahasa melayu. Dikatakan
demikian, sebab pada waktu itu bahasa melayu masih juga digunakan dalam lapangan.
Bahasa melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintahan jajahan hindia
belanda, sedangkan bahasa indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh
pemerintahan yag mendambakan persatuan indonesia dan yang menginginkan
kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa
yang sama tubuhnya, tetapi  berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya
saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa
daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.

Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga


pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga
berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu
peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai
bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai
dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu
media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi
atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua
(baca: masyarakat).

Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal
dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain
bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang
Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa
Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai
bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai