Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ARTIKEL BAHASA DAN SEJARAH DAERAH

BAHASA MAKASSAR SEBAGAI SALAH SATU BAHASA


DI SULAWESI SELATAN

Dosen Pengampu :
Firdaus Hadi Santosa, M.Pd

Penyusun :
Eka Jayanti (1403619043)
Asyillah Syitara (1403619038)
Ahmad Rizalul Haq (1403619046)
Rizky Abi Siswanto (1403619042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia terdiri atas berbagai suku dengan bahasanya masing-masing.


Berdasarkan laporan hasil penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa
di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Bahasa pada tahun 2008, telah berhasil
diidentifikasi sejumlah 442 bahasa. Hingga tahun 2011, tercatat terjadi
penambahan sejumlah 72 bahasa sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 514
bahasa. Jumlah tersebut masih dapat bertambah karena masih ada beberapa
daerah yang belum diteliti. Di dalam situasi yang multikultural dan multilingual
tersebut, sentuh bahasa dan sentuh budaya tidak dapat dihindari. Kontak bahasa
itu menimbulkan saling serap antara unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa
yang lain.
Secara sederhana definisi atau pengertian bahasa adalah alat untuk
menyampaikan suatu hal yang terlintas di dalam hati. Akan tetapi, lebih jauh
bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat berkomunikasi. Bahasa digunakan
sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, konsep maupun perasaan.
Bahasa merupakan sebuah sistem yang berarti bahwa bahasa dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa
mempunyai sistem berupa lambang lambang bunyi. Setiap lambang bahasa dapat
melambangkan sesuatu yang disebut dengan makna atau konsep. Karena itulah
dapat disimpulkan bahwa setiap bunyi atau perkataan memiliki suatu makna.
Dalam rumusan Seminar Politik Bahasa (2003) disebutkan bahwa bahasa
daerah adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intra daerah atau
intra masyarakat di samping bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana
pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik
Indonesia. Bahasa Indonesia, bahasa rumpun Melayu, dan bahasa asing tidak
masuk dalam kategori bahasa daerah. Kemudian, dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007, juga dijelaskan mengenai batasan bahasa
daerah, yaitu bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi
antaranggota masyarakat dari suku atau kelompok etnis di daerah dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Dalam artikel ini, kami akan membahas
mengenai salah satu bahasa daerah yaitu bahasa Makassar sebagai salah satu
bahasa daerah di Sulawesi Selatan.
BAB II
PEMBAHASAN

Sulawesi merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian timur


Indonesia. Bahasa Makassar adalah bahasa yang diucapkan oleh suku Makassar
sejak berabad-abad yang lalu. Bahasa Makassar ini masih berkerabat dengan
bahasa Bugis dan bahasa Mandar. Walaupun terdapat perbedaan-perbedaan, tapi
pada umumnya mereka bisa saling menangkap maksud percakapan di antara
mereka. Bahasa Makassar saat ini, menurut penuturan mereka, sudah banyak
berubah, dan banyak terpengaruh bahasa-bahasa lain, seperti dari bahasa Bugis
dan bahasa Melayu.
Bahasa Makassar yang asli, sebenarnya masih bisa ditemukan di daerah
Gowa bagian Selatan tepatnya di kaki gunung Lompongbattang. Di desa
Lompongbattang ini keaslian bahasa Makassar masih terjamin karena belum
tercampur oleh perkembangan bahasa modern maupun dari bahasa-bahasa suku
lain. Bahasa Makassar yang tergolong murni masih bisa ditemukan di daerah
Gowa (Sungguminasa, Lembang Bu’ne, Malino dan Malakaji), di Takalar, lalu di
Jeneponto (Bontosunggu, Tolo' dan Rumbia), di Bantaeng (Dammpang) dan di
Bulukumba (Tanete). 
Kekerabatan
Bahasa Makassar merupakan bahasa Austronesia dari sub rumpun
Melayu-Polinesia cabang Sulawesi Selatan, khususnya kelompok Makassar atau
Makassarik yang juga mencakup bahasa Konjo (baik ragam Pegunungan maupun
Pesisir) Ragam bahasa Konjo dan Selayar terkadang juga dianggap sebagai
dialek bahasa Makassar. Sebagai bagian dari rumpun bahasa Sulawesi Selatan,
bahasa Makassar juga berkerabat dekat dengan bahasa Bugis, Mandar, dan
Sa’dan (Toraja).
Dalam hal kosakata, rumpun bahasa Makassarik merupakan yang paling
berbeda di antara bahasa-bahasa Sulawesi Selatan. Rerata persentase kemiripan
kosakata antara rumpun Makassarik dengan bahasa-bahasa Sulawesi Selatan
lainnya adalah sebesar 43%. Secara spesifik, dialek Gowa atau Lakiung adalah
yang paling divergen; tingkat kemiripan kosakata dialek ini dengan bahasa-
bahasa Sulawesi Selatan lainnya sekitar 5–10 poin persentase lebih rendah
dibandingkan dengan tingkat kemiripan kosakata bahasa Konjo serta Selayar
dengan bahasa-bahasa Sulawesi Selatan lainnya.  Meski begitu,
analisis etimostatistik dan functor statistics yang dilakukan oleh linguis Ülo Sirk
menghasilkan persentase kemiripan kosakata yang lebih tinggi (≥ 60%) antara
bahasa Makassar dan bahasa-bahasa Sulawesi Selatan lainnya. Bukti-bukti
kuantitatif ini mendukung analisis kualitatif yang menempatkan bahasa Makassar
sebagai bagian dari rumpun Sulawesi Selatan.
Dialek
Ragam bahasa dalam rumpun Makassarik membentuk
sebuah kesinambungan dialek, sehingga batas antara bahasa dan dialek sulit
ditentukan. Survei bahasa di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasangan
linguis dan antropolog Charles dan Barbara Grimes memisahkan bahasa Konjo
dan Selayar dari bahasa Makassar, sementara survei lanjutan yang dilakukan oleh
linguis Timothy Friberg dan Thomas Laskowske memecah bahasa Konjo
menjadi tiga (Konjo Pesisir, Konjo Pegunungan, dan Bentong atau Dentong).
Walaupun begitu, dalam buku mengenai tata bahasa Makassar terbitan Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, linguis lokal Abdul Kadir Manyambeang
dan tim memasukkan ragam bahasa Konjo dan Selayar sebagai dialek bahasa
Makassar. Tidak termasuk ragam-ragam bahasa Konjo dan Selayar, bahasa
Makassar dapat dibagi ke dalam setidaknya tiga dialek, yaitu :
1. Dialek Gowa atau Lakiung
2. Dialek Jeneponto atau Turatea
3. Dialek Bantaeng.
Perbedaan utama antara ragam-ragam dialek dan bahasa dalam rumpun
Makassar adalah dalam tataran kosakata; tata bahasa ragam-ragam ini secara
umum tidak jauh berbeda. Penutur dialek Gowa cenderung bertukar
menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan penutur dialek
Bantaeng atau penutur bahasa Konjo dan Selayar, begitu pula sebaliknya. Dialek
Gowa umumnya dianggap sebagai "ragam tinggi" (prestige variety) bahasa
Makassar. Sebagai ragam yang dituturkan di wilayah pusat daerah, dialek Gowa
juga lazim digunakan oleh penutur dialek atau ragam bahasa lainnya dalam
rumpun Makassar.
Tiga contoh dari beberapa partikel kata khas dialek Makassar yang ada
“Mi, Ji, Ki” :
o Partikel kata “mi” bisa berfungsi mempersilakan atau memerintahkan :
Contoh: Ambilmi kalau mau.
Yang artinya:
– Ambillah kalau mau, atau
– Silakan diambil kalau mau.
Demikian halnya dengan kata makan : Makanmi mumpung masih hangat.
Artinya:
– Makanlah mumpung masih hangat, atau
– Silakan dimakan mumpung masih hangat.
Jadi, kalau di Makassar lalu mendengar kata makanmi, itu maksudnya bukan
mengajak atau mempersilakan makan mi, tapi diajak atau dipersilakan
menyantap makanan yang sudah tersedia. Dalam kalimat lainnya,
partikel mi, bisa berarti sebagai kalimat penegasan atau meminta
penjelasan. Mi yang ini sepadan dengan lah atau kah.
- Itumi pacarnya Reni = (yang) itulah pacarnya Reni.
- Itumi pacar barumu? = (yang) itukah pacar barumu?
Misal ada yang menulis: Ikan apa itumi?
Dalam dialek Makassar, kalimat tersebut keliru, yang benar: Ikan apami itu?
Artinya: kurang lebih sama dengan “ikan seperti apa sih itu?”
(menunjukkan rasa heran bercampur ingin tahu).
Partikel mi jika bertemu dengan kata yang merujuk pada jumlah, akan
berarti ‘sudah’.
Berapami pacarmu? = Sudah berapa pacarmu?
Tigami pacarku = sudah tiga pacarku.
o Partikel “ji” dalam dialek Makassar bisa diartikan sebagai bentuk
penegasan :
Contoh :
Satuji bajuku = satu saja bajuku, atau, bajuku cuma ada satu
Apa kabar? Baji-bajiji? = Apa kabar? Baik-baik saja (kan)?
Dekatji, toh? Belum pacaran = (Cuma) Dekat saja toh? Belum pacaran.
Ituji mau dibawa? = Itu saja (kah) yang mau dibawa?
o Partikel “ki” ini sering digunakan dalam kalimat tanya untuk
memastikan apa yang diketahui.
Contoh :
Pacaranki Dilan sama Milea? = Pacarankah Dilan sama Milea?, atau,
Apakah betul Dilan sama Milea pacaran?
Rusakki hapemu? = Rusakkah hapemu? (Apakah hapemu sedang rusak?)

Penggunaan ki dalam kata baji-bajiki untuk menanyakan kabar adalah hal


yang keliru. Baji-bajiki dalam bahasa Makassar lebih kepada meminta
seseorang/lawan bicara untuk bersikap lebih baik, lebih teliti, atau jangan
asal-asalan.
Baji-bajiki bawanu.
Nah, ini sudah mengarak ke hal yang lebih rumit lagi.

Baji-bajiki = baik-baik /jangan asal-asalan


Bawa = mulut
Nu = kata ganti untuk kamu yang menjadi lawan bicara.

Baji-bajiki bawanu sama artinya dengan “baik-baik itu mulut atau jangan


sembarangan ngomong kamu yah.”

Demografi dan Persebaran


Menurut sebuah studi demografi yang didasarkan pada data sensus tahun
2010, sekitar 1,87 juta penduduk Indonesia yang berusia di atas lima tahun
menggunakan bahasa Makassar sebagai bahasa ibu. Secara nasional, bahasa
Makassar termasuk ke dalam 20 bahasa dengan jumlah penutur terbanyak,
tepatnya di posisi ke-16. Bahasa Makassar juga merupakan bahasa dengan
penutur terbanyak kedua di Sulawesi Selatan setelah bahasa Bugis yang memiliki
lebih dari 3,5 juta penutur.
Bahasa Makassar utamanya dituturkan oleh etnis Makassar, walaupun
sebagian kecil (1,89%) etnis Bugis juga menggunakan bahasa ini sebagai bahasa
ibu. Penutur bahasa Makassar terpusat di wilayah barat daya semenanjung
Sulawesi Selatan, terutama di wilayah pesisir yang subur di sekitar Kota
Makassar, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar. Bahasa Makassar juga
dituturkan oleh sebagian penduduk kabupaten Maros serta Pangkajene dan
Kepulauan di utara, berdampingan dengan bahasa Bugis. Penduduk
kabupaten Jeneponto serta Bantaeng umumnya juga mengidentifikasi diri sebagai
bagian dari komunitas penutur bahasa Makassar, walaupun ragam yang mereka
tuturkan (dialek Jeneponto atau Turatea serta dialek Bantaeng) lumayan berbeda
dari dialek yang digunakan di Gowa dan Takalar. Bahasa Konjo yang berkerabat
dekat dengan bahasa Makassar dituturkan di wilayah pegunungan Gowa serta di
pesisir Kabupaten Bulukumba, sementara bahasa Selayar dituturkan di Pulau
Selayar di selatan semenanjung.

Vokal
Bahasa Makassar memiliki lima fonem vokal, yaitu /a e i o u/. Tidak ada
diftong dalam bahasa Makassar, walaupun deret vokal monoftong dapat
ditemukan, seperti dalam kata tau 'orang', jai 'banyak', rua 'dua', dan sebagainya.

Depan Tengah Belakang

Tertutu
i U
p

Sedang e O

Terbuka a

o Fonem vokal /e/  cenderung direalisasikan sebagai vokal semiterbuka [ɛ] jika


berada di posisi akhir kata atau sebelum suku kata dengan bunyi [ɛ] lainnya.
Bandingkan, misalnya, antara pengucapan /e/ dalam
kata leʼbaʼ [ˈleʔ.baʔ] 'sudah' dan mange [ˈma.ŋɛ] 'pergi ke'.
o Fonem /o/ juga memiliki alofon semiterbuka [ɔ] jika berada di posisi akhir
kata atau jika mendahului suku kata dengan bunyi [ɔ], seperti yang bisa
ditemukan pada kata lompo [ˈlɔm ̃ .pɔ] 'besar' (bandingkan dengan
órasaʼ [ˈo.ra.saʔ] 'lebat').
Terlepas dari letaknya dalam sebuah kata, sebagian penutur cenderung
mengucapkan kedua vokal ini dengan posisi lidah yang lebih tinggi (tertutup)
sehingga mendekati pengucapan fonem /i/ dan /u/. Vokal dapat diucapkan secara
sengau jika berada di sekitar konsonan sengau dalam suku kata yang sama.
Terdapat dua tingkat intensitas penyengauan vokal, yaitu penyengauan kuat dan
penyengauan lemah. Penyengauan lemah dapat ditemukan pada vokal sebelum
konsonan sengau yang tidak berada pada akhir ucapan. Penyengauan kuat dapat
ditemukan pada vokal sebelum konsonan sengau akhir ucapan atau setelah
konsonan sengau secara umum. Penyengauan dapat menyebar ke vokal dalam
suku kata setelah vokal sengau jika tidak ada konsonan yang menghalangi.
Walaupun begitu, intensitas sengau dalam vokal seperti ini tidak sebesar vokal
yang mendahuluinya, semisal dalam pengucapan kata niaʼ [ni͌ .ãʔ] 'ada'.
Konsonan
Terdapat 17 konsonan dalam bahasa Makassar, seperti yang dijabarkan dalam
tabel berikut :

Dental/
Labial alveola Palatal Velar Glotal
r

Sengau m n ɲ ⟨ny⟩ ŋ ⟨ng⟩

Hamba nirsuara p t c K ʔ ⟨ʼ⟩


t bersuara b d ɡ
ɟ ⟨j⟩

Desis s h

Lateral l

Getar r

Semivokal (w) j ⟨y⟩ w

o Fonem /t/ merupakan satu-satunya konsonan dengan pengucapan dental,


tidak seperti fonem /n d s l r/ yang merupakan konsonan alveolar.
o Fonem hambat nirsuara /ptk/ umumnya diucapkan dengan sedikit aspirasi
(aliran udara), seperti dalam kata katte [ˈkat̪ .t̪ ʰɛ] ‘kita’, lampa [ˈlam.pʰa]
‘pergi’ dan kana [ˈkʰa.nã] ‘kata’.
o Fonem /b/ dan /d/ memiliki alofon implosif [ɓ] dan [ɗ], terutama pada
posisi awal kata semisal balu [ˈɓa.lu] 'janda' dan setelah bunyi [ʔ] seperti
dalam kata aʼdoleng [aʔ.ˈɗo.lẽŋ] 'menggelepai'. Kedua konsonan ini,
terutama /b/ pada posisi awal, terkadang juga direalisasikan sebagai
konsonan nirsuara tanpa aspirasi.
o Fonem palatal /c/ dapat direalisasikan sebagai afrikat (bunyi hambat dengan
pelepasan desis) [cç] atau bahkan [tʃ].
o Fonem /ɟ/ juga dapat diucapkan sebagai afrikat [ɟʝ]. Jukes menganalisis
kedua konsonan ini sebagai konsonan hambat karena keduanya memiliki
padanan sengau palatal /ɲ/, sebagaimana konsonan hambat oral lainnya juga
memiliki padanan sengau masing-masing.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bahasa Makassar adalah bahasa yang diucapkan oleh suku Makassar.Bahasa
Makassar asli masih bisa ditemukan di daerah Gowa bagian selatan tepatnya di
kaki gunung Lompongbattang mengingat sekarang penuturan bahasa Makassar
saat ini sudah banyak terpengaruh bahasa lain.
bahasa Makassar merupakan bahasa Austronesia dari super rumpun Melayu
polinesia cabang Sulawesi Selatan khususnya kelompok Makassar atau
Makassarik yang juga mencakup bahasa konjo (pegunungan maupun pesisir).
dalam hal kosa kata rumpun bahasa Makassar yg merupakan yang paling berbeda
di antara bahasa-bahasa Sulawesi Selatan.
Ragam bahasa dalam rumpun Makassar ik membentuk sebuah kesinambungan
dialek. Bahasa Makassar dapat dibagi kedalam setidaknya tiga dialek yaitu:
1. Dialek Gowa atau Lakiung
2. Dialek Jeneponto atau Turatea
3. Dialek Bantaeng.
perbedaan utama antara ragam ragam dialek dan bahasa dalam rumpun Makassar
adalah dalam tataran kosakata, kata bahasa ragam-ragam ini secara umum tidak
jauh berbeda.Bantaeng atau penutur bahasa Konjo dan Selayar. Adapun tiga
contoh dari beberapa partikel kata has dialek Makassar yang ada antara lain:
Mi,Ji,Ki.
Secara nasional bahasa Makassar termasuk ke dalam 20 bahasa dengan
jumlah penutur terbanyak tepatnya pada posisi ke-16 yang memiliki lebih dari 3,
5juta penutur.bahasa Makassar utamanya dituturkan oleh etnis Makassar
walaupun sebagian kecil (1,89%) etnis Bugis juga menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa ibu. Bahasa Makassar memiliki lima fonem vokal, yaitu /a e i o
u/. Tidak ada diftong dalam bahasa Makassar, walaupun deret vokal monoftong
dapat ditemukan, seperti dalam kata tau 'orang', jai 'banyak', rua 'dua', dan
sebagainya. Terdapat 17 konsonan dalam bahasa Makassar,
DAFTAR PUSTAKA

Belajargiat.id. 2020. “Pengertian Bahasa”. https://belajargiat.id/bahasa/ (diakses


pada 08 Januari 2021)
Budiwiyanto, Adi. “Kontribusi Kosa Kata Bahasa Daerah dalam Bahasa
Indonesia”. http://118.98.221.172/lamanbahasa/content/kontribusi-kosakata-
bahasa-daerah-dalam-bahasa-indonesia (diakses pada 08 Januari 2021).
Hananto, Akhyari. 2015. “Sejarah Besar Makassar”. (diakses pada 08 Januari
2021).
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/03/17/sejarah-besar-makassar
Wikipedia Ensiklopedia Bebas. “Bahasa Makassar”. (diakses pada 08 Januari
2021)
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Makassar
Ningsih, Utamy. 2020. “Kamus Bahasa Makassar Sehari-hari: Kenalan sama
Partikel Mi, Ji, dan Ki”. (diakses pada 08 Januari 2021)
https://mojok.co/terminal/kamus-bahasa-makassar-sehari-hari-kenalan-sama-
partikel-mi-ji-dan-ki/

Anda mungkin juga menyukai