Anda di halaman 1dari 9

PURWADITA VOLUME

PENGEMBANGAN 2, No.1, MARET


JURUSAN 2018 BUDAYA.....(Ketut Sumadi, 87-97)
PARIWISATA ISSN 2549-7928

PERGESERAN BAHASA BALI SEBAGAI BAHASA IBU


DI ERA GLOBAL (KAJIAN PEMERTAHANAN BAHASA)
I Kadek Mustika
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

ABSTRACT
The people of Bali experience a very rapid development in line with the development of
the current globalization. These developments cover various aspects of life, one of them is the
sociocultural aspect, especially the language. Linguistically, the development of people who
only know and use the Balinese language becomes bilingual and even multilingual (local, na-
tional and foreign languages). This affects the loyalty and attitude of the language of the com-
munity and causes the existence of the use of Balinese language as the mother tongue has
decreased, both in quality and quantity. This phenomenon occurs in many urban and tourism
areas. Important efforts that must be done is to evoke loyalty and positive language attitude
towards Balinese speakers, especially in the family environment. In addition, the role of govern-
ment is also needed in the preservation of the Balinese language. In preserving the Balinese
language as a mother tongue can not be separated from various challenges and constraints,
both internal and external.

Keywords: Balinese language, globalization, Bali

I. PENDAHULUAN
Bahasa Bali merupakan salah satu dari Sejak dahulu, keberadaan bahasa Bali
ratusan bahasa daerah yang ada di Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari
dan termasuk dalam 13 besar jumlah penutur oleh orang Bali. Namun, seiring dengan
terbanyak. Keberadaan bahasa daerah termasuk perkembangan arus globalisasi, kehidupan
bahasa Bali kebanyakan menjadi bahasa ibu di sosiokultural orang Bali juga mengalami
daerahnya masing-masing. Kepedulian transformasi. Perkembangan IPTEKS, dunia
terhadap bahasa daerah atau bahasa ibu sudah industri, dan pariwisata menyebabkan orang
ditunjukkan oleh masyarakat Internasional dan Bali menjadi masyarakat bilingual dan bahkan
pemerintah Indonesia dalam upaya multilingual, yaitu tidak hanya mengenal dan
mempertahankan bahasa-bahasa daerah. menggunakan satu bahasa, tetapi dua bahkah
UNESCO telah menetapkan tanggal 21 banyak bahasa. Situasi kebahasaan pada
Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional komunitas tutur yang bilingual atau
(Setyawan, 2011). Di Indonesia, perlindungan multilingual akan menimbulkan kemungkinan
terhadap bahasa daerah tertuang dalam pilihan bahasa bagi masing-masing masyarakat
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 32 penutur. Sebagai konsekuensi pilihan bahasa
ayat 2 yang berbunyi “negara menghormati dan tersebut adalah adanya pola penggunaan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan bahasa. Pola penggunaan bahasa yang mantap
budaya nasional”. Undang-undang ini juga menyebabkan adanya kebertahanan bahasa
dijabarkan melalui peraturan menteri maupun (language maintenance), yaitu bahasa
peraturan pemerintah daerah. digunakan sesuai dengan fungsinya masing-

94
PERGESERAN BAHASA BALI SEBAGAI.....(I Kadek Mustika, 94-102)

masing. Pola penggunaan bahasa yang goyah Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat
menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa kita ketahui bahwa seiring perkembangan arus
(language shift), yaitu penggunaan bahasa globalisasi, pada umumnya masyarakat
daerah akan tergeser oleh bahasa nasional atau mengalami transformasi sosiokultural yang
bahasa asing. Hal ini sangat penting untuk terbilang pesat. Transformasi atau dinamika
dikaji dalam perspektif kebudayaan maupun kebudayaan Bali juga menyentuh salah satu dari
sosiolinguistik. tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa.
Masyarakat Bali memiliki bahasa daerah yaitu
II. PEMBAHASAN bahasa Bali yang digunakan untuk
2.1 Keberadaan Masyarakat Bali sebagai berkomunikasi sehari-hari dengan sesama
Masyarakat yang Multilingual orang Bali. Eksistensi bahasa Bali sejak dahulu
2.1.1 Transformasi Sosiokultural juga terlihat dalam ranah keluarga sebagai
Masyarakat Bali bahasa yang pertama kali dikenal oleh anak
Masyarakat Bali sebagai bagian dari (bahasa ibu). Namun, perkembangan
masyarakat dunia tidak bisa menutup diri dari sosiokultural seperti di atas menyebabkan orang
perkembangan globalisasi. Hirst (dalam Cika, Bali tidak hanya mengenal satu bahasa yaitu
2011: 2) mengatakan bahawa era sejagat bahasa Bali, tetapi juga bahasa nasional. Bahasa
(globalisasi) merupakan suatu fenomena yang nasional adalah bahasa yang dipakai sebagai
sedang melanda kehidupan manusia di seluruh alat komunikasi antardaerah yang berfungsi
dunia. Era sejagat dengan information sebagai bahasa pemersatu dalam suatu negara.
technology-nya (IT) sekaligus telah Di samping itu, masyarakat juga mengenal
menciptakan dunia virtual, dunia maya, bahasa internasional, bahasa yang berfungsi
hiperrealitas. Kebanyakan orang mengatakan sebagai alat komunikasi antarnegara dalam
bahwa kehidupan kita sekarang berada dalam dunia internasional yang dalam hal ini kita
era kehidupan sosial yang sebagian besar kenal adalah bahasa Inggris. Hal ini seperti yang
ditentukan oleh proses sejagat, di mana garis- ditegaskan oleh Mbete (2003: 460) bahwa
garis batas budaya nasional, ekonomi nasional, situasi anekabahasa (multilingualism) dan
dan wilayah nasional semakin kabur. anekabudaya (multiculturalism) semakin
Globalisasi juga berpengaruh terhadap merebak luas melintasi batas-batas ekologi
kebudayaan daerah khususnya kebudayaan kebahasaan dan ruang primordial keetnikan
Bali. Kebudayaan Bali sebagai bagian dari sebagai dampak kecanggihan teknologi
kebudayaan Indonesia yang bersifat Bhineka transportasi, komunikasi, dan informasi.
Tunggal Ika dalam dua dekade terakhir Dengan demikian, masyarakat Bali di era
memperlihatkan dinamika perubahan yang sekarang menjadi masyarakat yang bilingual
sangat pesat. Fenomena internal yang atau multilingual. Terlebih lagi pada
mendorong perubahan adalah transformasi masyarakat di daerah perkotaan yang sering
struktur masyarakat agraris ke masyarakat bersinggungan dengan budaya luar (masyarakat
industri dan jasa; perubahan ekologi orang Bali, multikultur).
serta perkembangan visi orang Bali dan
sekaligus nasion Indonesia melalui kemajuan 2.1.2 Masyarakat Multilingual
pendidikan. Fenomena eksternal yang Masyarakat Bali sebagai masyarakat
mendorong perubahan mencakup dampak multilingual sudah tentu mengenal beragam
telekomunikasi, transportasi, perdagangan, bahasa. Kecenderungan masyarakat dalam
pariwisata, dan intensifnya sentuhan peradaban memandang bahasa itu akan tercermin dalam
global (Geriya, 2008: 1). loyalitas masyarakat penutur, sikap bahasa,

95
PURWADITA VOLUME 2, No.1, MARET 2018 ISSN 2549-7928

pilihan bahasa, dan pergeseran atau perubahan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan
bahasa. Loyalitas bahasa dapat diartikan lain dalam satu peristiwa komunikasi.
sebagai sejauh mana kesadaran atau kecintaan Pengalihan bahasa ini disebabkan karena
masyarakat terhadap suatu bahasa. Hal ini akan perubahan situasi. Ketiga, dengan melakukan
tercermin melalui sikap bahasa seseorang. campur kode (code mixing) artinya
Anderson (dalam Chaer dan Agustina, 2004: menggunakan satu bahasa tertentu dengan
151) menyatakan bahwa sikap bahasa adalah bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.
tata keyakinan atau kognisi yang relatif Para orang tua di daerah perkotaan yang
berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, masyarakatnya adalah masyarakat bilingual dan
mengenai objek bahasa, yang memberikan multilingual, sebagian masyarakat masih tetap
kecenderungan kepada seseorang untuk mempertahankan bahasa Bali sebagai bahasa
bereaksi dengan cara tertentu yang ibu dan kebanyakan sudah menggunakan
disenanginya. Lebih lanjut, Garvin dan Mathiot bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Itu
(dalam Chaer dan Agustina, 2004: 152) artinya, secara kuantitas pada masyarakat yang
menyatakan tiga ciri sikap bahasa adalah (1) multibahasa pemakaian bahasa Bali sudah
kesetiaan bahasa (language loyality), yang mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh
mendorong masyarakat suatu bahasa beberapa faktor, seperti lingkungan, latar
mempertahankan bahasanya dan apabila perlu belakang orang tua, pertimbangan pendidikan
mencegah pengaruh bahasa lain; (2) formal, dan lain-lain. Orang tua yang masih
kebanggaan bahasa (language pride) yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa ibu
mendorong orang mengembangkan bahasanya juga mengalami gejala atau fenomena
dan menggunakannya sebagai lambang kebahasaan seperti di atas, yakni campur kode
identitas dan kesatuan masyarakat; dan (3) dan alih kode, seperti ujaran “Tu, mai je, e
kesadaran adanya norma bahasa (awareness of sini, ne bapak udah datang” (Putu, kesini ya,
the norm) yang mendorong orang ini kesini bapak sudah datang), dan “Tu, da
menggunakan bahasanya dengan cermat dan kemu, ulung nyen!,,,ehh jangan,,jangan” (Putu
santun. jangan kesana, jatuh nanti, eh jangan). Kedua
Melalui ciri di atas kita bisa kalimat tersebut sangat jelas merupakan
mengetahui apakah seseorang masih konsisten fenomena campur kode, yaitu orang tua
menggunakan bahasa daerah khususnya bahasa memakai serpihan bahasa Indonesia seperti
Bali pada fungsi tertentu, masih menggunakan kata “sini, sudah, datang, jangan” dengan tujuan
bahasa Bali tetapi secara kualitas sudah untuk memperjelas atau memberikan
menurun, atau sudah menggunakan bahasa penekanan maksud ujarannya.
yang lain. Masyarakat penutur akan memilih
bahasa sesuai dengan sikap bahasanya. Dalam 2.2 Eksistensi Bahasa Bali sebagai
pemilihan bahasa terdapat tiga kategori Bahasa Ibu pada Masyarakat
pemilihan. Pertama, dengan memilih satu Multilingual
variasi dari bahasa yang sama (intra-language 2.2.1 Lingkungan Kebahasaan dan
variation). Apabila seorang penutur bahasa Bali Penguasaan Bahasa
berbicara kepada orang lain dengan Jika kita perhatikan, lingkungan
menggunakan bahasa Bali Alus misalnya, maka kebahasaan orang Bali antara dahulu dengan
ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori sekarang sudah terdapat perbedaan.
pertama ini. Kedua, dengan melakukan alih Perkembangan sosiokultural menyebabkan
kode (code switching), artinya menggunakan orang Bali akhirnya mengenal beragam budaya
satu bahasa pada satu keperluan dan dan juga bahasa. Budaya dan bahasa yang

96
PERGESERAN BAHASA BALI SEBAGAI.....(I Kadek Mustika, 94-102)

saling berdampingan kedudukannya bisa setara memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses
atau ada yang lebih dominan. Misalnya, bahasa kompetensi dan proses performansi. Kedua
yang satu memiliki nilai prestise yang lebih proses ini merupakan dua proses yang
tinggi jika dibandingkan dengan bahasa yang berlainan. Kompetensi adalah proses
lain. Penguasaan bahasa seseorang juga penguasaan tata bahasa yang berlangsung
dipengaruhi oleh lingkungannya, baik secara tidak disadari. Proses kompetensi
lingkungan informal/nonformal di keluarga (kemampuan memahami) ini menjadi syarat
atau masyarakat maupun di lingkungan formal untuk terjadinya proses performansi atau proses
seperti sekolah. Khusus pada penguasaan seorang anak menggunakan bahasa (Chaer,
bahasa ibu dikenal dengan istilah pemerolehan 2003: 167).
bahasa, sedangkan yang diperoleh melalui jalur
pendidikan formal dikenal dengan istilah 2.2.2 Kondisi Bahasa Daerah di Indonesia
pembelajaran. Mengacu dari paparan di atas bahwa
Berdasarkan hipotesis pemerolehan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
bahasa, khususnya hipotesis tabula rasa penguasaan bahasa daerah maka kondisi bahasa
menyatakan bahwa semua pengetahuan atau daerah saat ini dipengaruhi oleh kondisi
bahasa manusia yang tampak dalam perilaku masyarakat penutur dan arus globalisasi.
berbahasa adalah merupakan hasil dari integrasi Bahasa daerah memiliki fungsi yang terbatas,
peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami dan seperti (1) alat komunikasi intraetnis, (2) sarana
diamati oleh manusia (Chaer, 2002; 173). menunjukkan keakraban, (3) sarana
Artinya, faktor lingkungan (behaviorisme) menunjukkan identitas daerah dan kebanggaan
sangat memengaruhi seseorang dalam daerah. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut,
pemerolehan bahasanya. Dalam pemerolehan diharapkan bahasa daerah dipakai secara murni
bahasa ibu, anak-anak dinyatakan menguasai dalam ranah keluarga, ketetanggaan dan
bahasa ibu dengan cara menirukan bahasa kekariban (antaranggota etnis yang sama),
orang tua atau bahasa di sekitarnya dan ranah adat, dan ranah agama. Bahasa memiliki
memberi hadiah maupun pembetulan (respon) pertalian yang erat dengan budaya. Dengan
terhadap usaha penggunaan bahasanya. Dengan demikian, bahasa daerah sejatinya merupakan
cara ini anak-anak dipandang membangun pilar pengembangan budaya bangsa. Hilangnya
pengetahuan tentang pola-pola atau kebiasaan- bahasa daerah juga akan berpengaruh terhadap
kebiasaan berupa bahasa yang sedang terkikisnya budaya setempat.
dipelajarinya (Martha dan Sudiana, 2012: 13). Sebanyak 726 dari 746 bahasa daerah
Lebih lanjut, Hergenhahn dan Oslon (2008: 97); yang ada di Indonesia terancam punah karena
menyatakan bahwa ketika perilaku anak benar generasi muda enggan memakai bahasa daerah.
maka harus diberikan penguatan yang positif Bahkan dari 746 bahasa daerah tersebut kini
(positive reinforcement) sehingga respon akan hanya 13 bahasa daerah yang jumlah
semakin kuat. Sebaliknya, jika kita penuturnya lebih dari satu juta orang, itu pun
menghendaki agar anak tidak mengulanginya sebagian besar generasi tua. Adapun bahasa-
maka kita memberikan penguatan negatif bahasa tersebut adalah bahasa Jawa, bahasa
(negative reinforcement), misalnya berupa Batak, Sunda, Bali, Bugis, Madura, Minang,
hukuman (punishment). Rejang Lebong, Lampung, Makassar, Banjar,
Dalam lingkungan keluarga seorang Bima, dan bahasa Sasak (Setyawan, 2011).
anak akan memperoleh bahasa ibu sejalan Bahasa Bali masih terbilang memiliki jumlah
dengan pola asuh orang tuanya. Ada dua proses penutur yang banyak. Meskipun demikian,
yang terjadi ketika seorang anak sedang

97
PURWADITA VOLUME 2, No.1, MARET 2018 ISSN 2549-7928

penggunaan bahasa Bali sudah mengalami ranah keluarga mengalami penurunan. Pada
dinamika di masyarakat. daerah perkotaan masyarakat sudah beralih
Menurut Simpson (dalam Mbete, 2003: menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa
486) ada sejumlah faktor eksternal kebahasaan asing. Secara kualitas, penggunaan bahasa Bali
khususnya faktor manusia dan masyarakat sebagai bahasa ibu juga mengalami penurunan.
pendukungnya yang menyebabkan Para orang tua banyak yang melakukan campur
ketergusuran bahkan kepunahan bahasa-bahasa kode, atau menggunakan bahasa Bali namun
lokal-minoritas, di antaranya: (1) tidak sesuai dengan tatanan yang benar.
ketidakpedulian para ahli warisnya; (2) Pemakaian bahasa daerah telah terkontaminasi
dangkalnya pemahaman tentang fungsi sosial- oleh pemakaian unsur-unsur bahasa Indonesia
budaya bahasa lokal yang berdampak dan mengalami pergeseran.
rendahnya kesadaran akan pewarisan bahasa Hal semacam ini terungkap, antara lain
lokal; (3) kegagalan pembelajaran bahasa lokal; melalui penelitian Sutama dan Suandi (2000)
dan (4) ketimpangan pembinaan dan yang mendapatkan bahwa pada ranah keluarga,
pengembangan bahasa lokal sebagai tanda yang mengaku tidak lagi menggunakan bahasa
kurang bertanggungjawabnya instansi terkait. Bali secara murni adalah lima responden dari
2.2.2 Menurunnya Kualitas dan Kuantitas kelompok anak-anak, dua di pedesaan dan tiga
Penggunaan Bahasa Bali sebagai di perkotaan, lima belas responden dari
Bahasa Ibu kelompok dewasa, enam di pedesaan dan
Eksistensi penggunaan bahasa Bali sembilan di perkotaan, sembilan responden dari
sebagai bahasa ibu memang mengalami suatu kelompok orang tua, empat di pedesaan dan
dinamika. Menurut Kepala Balai Bahasa lima di perkotaan. Jadi, ada 29 responden (30,
Provinsi Bali, I Wayan Tama, penggunaan 21%) yang tidak lagi menggunakan bahasa Bali
bahasa Bali sebagai bahasa ibu tidak akan secara murni, dari 96 responden dalam
punah. Suatu bahasa ibu tidak akan punah penelitian tersebut.
apabila penggunanya cukup banyak. Memang Gejala linguistik seperti di atas juga
ada perubahan atau pergeseran dalam diperkuat oleh Jendra (2002: 48) yang
penggunaan bahasa Bali dalam dasawarsa mensinyalir pemakaian bahasa Bali di dalam
terakhir, tetapi hal itu justru merupakan sejumlah kehidupan rumah tangga telah
pengembangan, yakni penyesuaian atau luar menyusut dan telah tersaingi oleh pemakaian
Bali ke dalam bahasa Bali (kabardewata.com). bahasa Indonesia. Di dalam situasi kontekstual
Namun faktanya, pada masyarakat Bali yang masih berbau tradisional juga bahasa Bali
khsususnya di daerah perkotaan atau daerah telah banyak didesak oleh pemakaian bahasa
pariwisata, bahasa daerah Bali sudah tidak lagi Indonesia. Kecenderungan ke arah
sepenuhnya menjadi bahasa ibu dan bahkan ada keterpinggiran bahasa Bali tersebut diakibatkan
orang tua yang tidak sama sekali mengenalkan paling sedikit oleh tiga hal, yakni (1) status
bahasa Bali kepada anaknya. Fenomena ini bahasa Bali, (2) loyalitas masyarakat penutur,
semakin diperkuat dengan kondisi masyarakat dan (3) strategi pembinaan dan pengembangan
yang multikultur dan juga karena alasan bahasa Bali.
tertentu. Hal ini memang memperlihatkan sikap Status bahasa Bali yang dimaksud, yaitu
bahasa seseorang. Kesetiaan maupun seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa
kebanggan terhadap bahasa Bali sudah terlihat bahasa Bali sebagai bahasa daerah dipandang
menurun. kurang memiliki nilai jual daripada bahasa
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa nasional atau bahasa internasional. Apalagi,
secara kuantitas, penutur bahasa Bali dalam ketika orang tua menyekolahkan anaknya di

98
PERGESERAN BAHASA BALI SEBAGAI.....(I Kadek Mustika, 94-102)

sekolah bertaraf internasional. Loyalitas semakin termarjinalkan. Untuk itu, harus


masyarakat penutur adalah faktor internal, yaitu dilakukan upaya-upaya yang mengacu juga
kesadaran masyarakat akan pentingnya bahasa berdasarkan hasil penelitian di atas, bahwa
Bali dipakai dalam ranah keluarga dan ranah status bahasa, loyalitas penutur, dan strategi
yang sesuai dengan fungsinya. Loyalitas pembinaan bahasa Bali menjadi penyebab
penutur ini akan tercermin melalui sikap bahasa keterpinggiran bahasa Bali. Upaya yang
yang ditunjukkan oleh penutur. Strategi dilakukan lebih banyak menyangkut faktor
pembinaan dan pengembangan bahasa Bali nonkebahasaan, dalam hal ini adalah pengguna
yang selama ini juga memang masih kurang bahasa.
menyentuh ranah keluarga. Pertama, menyadarkan para orang tua
Hasil penelitian di atas dan juga (lingkungan keluarga) akan pentingnya bahasa
berdasarkan realita di masyarakat menunjukkan Bali. Bahasa Bali selama ini dipandang kurang
memang bahasa daerah khususnya bahasa Bali memiliki nilai jual di dunia luas oleh sebagian
semakin terancam eksistensinya oleh kemajuan masyarakat. Para orang tua beranggapan
pariwisata, dunia industri, dan gempuran anaknya akan sulit bersaing atau mendapatkan
IPTEKS. Kondisi ini diperparah dengan pekerjaan jika hanya mahir berbahasa Bali.
kecenderungan masyarakat yang mudah Padahal, banyak bidang yang bisa ditekuni yang
menerima (adoptasi), tetapi tidak memiliki terkait dengan bahasa Bali dan sebagai orang
kemampuan menyesuaikan (adaptasi) dan tidak Bali tidak bisa lepas dari penggunaan bahasa
memiliki ketahanan yang kuat terhadap nilai- Bali, misalnya ketika seorang anak akan terjun
nilai budaya sendiri (Mantra, 1996: 24). Hal pada kegiatan dalam ranah adat dan agama.
ini tentunya menjadi hal yang bisa mengancam Para orang tua selama ini juga mengalami
eksistensi penggunaan bahasa ibu. Dalam ketakutan kalau anaknya nanti sulit belajar
penjejakan kesejarahan bahasa-bahasa dunia bahasa Indonesia atau bahasa Inggris ketika
melalui perspektif linguistik historis dan sejak kecil anaknya diajarkan bahasa Bali.
sosiolinguistik, perubahan, pergeseran, bahkan Pemikiran (mind set) ini yang harus dirubah
kepunahan bahasa-bahasa memang merupakan oleh orang tua. Di samping itu, para orang tua
hal yang “normal” yang selalu bisa saja terjadi harus menumbuhkan sikap bahasa yang positif
pada bahasa manapun (McMahon dalam seperti dengan menunjukkan sikap bangga
Mbete, 2003: 460). menggunakan bahasa Bali serta menggunakan
bahasa Bali sesuai dengan norma atau kaidah
2.3 Upaya Pemertahanan Eksistensi sor-singgih basa. Hal ini harus dimulai dari
Penggunaan Bahasa Bali sebagai tingkat paling kecil yaitu pada lingkungan
Bahasa Ibu pada Masyarakat keluarga. Masyarakat Bali harus sadar dan
Multilingual tumbuh keyakinanya akan pentingnya bahasa
Dengan mengetahui eksistensi bahasa Bali sehingga dapat meningkatkan loyalitas
Bali di atas maka pemertahanan bahasa Bali masyarakat penutur terhadap bahasa Bali.
sebagai bahasa ibu hendaknya tetap dilakukan Bahasa nasional dan bahasa internasional
agar eksistensinya tetap terjaga. Apabila hal ini memang penting, tetapi bahasa daerah adalah
tidak dilakukan maka bahasa-bahasa daerah di bahasa yang mewakili budaya daerah sehingga
Indonesia khususnya bahasa Bali akan semakin keberadaannya sangat penting.
terancam eksistensinya khususnya pada Kedua, meningkatkan peran desa
lingkungan keluarga. Mengingat, pada pakraman dan pemerintah dalam pemertahanan
lingkungan sekolah dan masyarakat khsusunya dan pengembangan bahasa Bali. Perhatian desa
di kalangan generasi muda, bahasa Bali pakraman dan pemerintah dalam hal ini

99
PURWADITA VOLUME 2, No.1, MARET 2018 ISSN 2549-7928

pemerintah daerah harus ada karena hal ini akan 2.4 Tantangan Pemertahanan Penggunaan
berpengaruh terhadap minat masyarakat Bahasa Bali sebagai Bahasa Ibu pada
penutur dalam melestarikan bahasa Bali. Masyarakat Multilingual
Wacana yang selama ini berkembang, yaitu Penggunaan bahasa daerah sebagai
adanya kebijakan menyediakan penyuluh bahasa ibu di tengah keberadaan masyarakat
bahasa Bali di setiap desa pakraman juga yang multilingual memang tidak bisa lepas dari
menjadi salah satu jalan untuk membina bahasa beragam tantangan. Khususnya pada daerah
Bali sehingga menyentuh lingkungan keluarga. perkotaan, Darwis (2011) mengemukakan ada
Melalui jalan ini semestinya peran desa tiga alasan utama penyebab terjadinya
pakraman lebih gencar dalam melakukan pergeseran bahasa dari bahasa daerah ke bahasa
sosialisasi untuk menumbuhkan rasa wirang Indonesia dalam penentuan bahasa pertama
terhadap bahasa Bali. Pemerintah daerah harus bagi anak-anak di rumah tangga. Pertama,
memberikan ruang untuk bahasa Bali dengan lingkungan pergaulan yang majemuk bahasa
kebijakan tertentu sehingga minat masyarakat (suku). Kedua, medan tugas yang relatif tidak
untuk tetap melestarikan bahasa Bali terus tetap. Ketiga, orang tua berlainan suku.
meningkat. Dengan demikian, para orang tua Sementara itu, Jendra (2006: 3-4) menyebutkan
pun lebih memperhatikan bahasa Bali ada beberapa alasan beralihnya sikap penutur
khususnya dengan menjaga eksistensi bahasa Bali ke bahasa Indonesia, antara lain
penggunaan bahasa Bali sebagai bahasa Ibu. (1) Bahasa Bali dengan sor-singgih bahasa
Ketiga, meningkatkan peran media dan dianggap rumit dan sering salah penempatan;
IPTEKS. Dalam pelestarian bahasa daerah (2) sistem triwangsa dan jaba menyulitkan
peran media sangat penting, baik media cetak penutur menyebut kata gantinya, misalnya Ida
maupun elektronik. Perlunya media cetak dan Bagus, Cokorde; (3) bahasa Indonesia dianggap
elektronik memunculkan berita, artikel, atau lebih mudah, demokratis, nasional, terpelajar,
acara budaya dengan bahasa daerah tertentu komunikatif, dan lebih efektif.
akan beperan sebagai pajanan bahasa bagi Pada sebagian masyarakat, faktor
seorang anak. Saat ini sebenarnya sudah banyak pendidikan formal juga menjadi pertimbangan
televisi lokal yang menampilkan identitas bagi orang tua untuk menggunakan bahasa
budaya daerah dan juga menggunakan bahasa Indonesia. Mulai TK guru-guru sudah
daerah dalam acara-acara tertentu. Surat kabar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
tertentu juga sudah ada yang pada hari tertentu pengantar. Itulah sebabnya para orang tua
menggunakan beberapa halaman untuk mempersiapkan anak mereka menguasai
menampilkan berita-berita atau artikel dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau
bahasa daerah. Hal ini diharapkan dapat bahasa ibu. Padahal, dalam UU Nomor 20,
merangsang para orang tua untuk menggunakan Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
bahasa Bali sebagai bahasa Ibu. Demikian juga Nasional, Pasal 33, tentang bahasa pengantar
dengan perkembangan teknologi informasi disebutkan bahwa bahasa pengantar dalam
diharapkan dapat merangsang kepedulian para pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia
orang tua terhadap penggunaan bahasa Bali di (ayat 1); namun, bahasa daerah dapat digunakan
lingkungan keluarga. sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan apabila diperlukan dalam
penyampaian pengetahuan dan/atau
keterampilan tertentu (ayat 2). Itu artinya, pada
jenjang TK samapai kelas III SD misalnya guru
bisa menggunakan bahasa daerah sebagai

100
PERGESERAN BAHASA BALI SEBAGAI.....(I Kadek Mustika, 94-102)

bahasa pengantar sebagai upaya penyelamatan kondisi bahasa Bali sebagai bahasa ibu sedah
bahasa daerah. mengalami penurunan. Secara kualitas maupun
Dalam hubungan itu, ada beberapa kuantitas pengguna bahasa Bali semakin
sikap negatif yang dilekatkan kepada bahasa mengalami penurunan. Hal ini khususnya
daerah sehingga bahasa daerah dipandang tidak terjadi pada daerah perkotaan maupun daerah-
bermartabat. Hal ini perlu diungkapkan agar daerah pariwisata. Untuk itu, harus dilakukan
dapat diusahakan untuk mengubahnya menjadi suatu upaya untuk penyelamatan bahasa agar
sikap positif. Pertama, bahasa daerah bahasa Bali tetap eksis digunakan sebagai
dipandang kuno dan telah menjadi milik masa bahasa ibu. Upaya yang dilakukan bisa secara
lampau. Kedua, bahasa daerah merupakan internal yaitu dengan memperkuat loyalitas
bahasa orang miskin dan tidak berpendidikan. masyarakat penutur dan menunjukkan sikap
Ketiga, bahasa daerah tidak berguna di luar yang positif terhadap bahasa Bali. Secara
kampung. Keempat, bahasa daerah eksternal harus ada peran pemerintah dalam
menghalangi kemajuan. memberikan ruang dan menghargai keberadaan
Kesan bahwa bahasa daerah tidak bahasa daerah sehingga hal ini akan
berguna di luar kampung perlu dihilangkan memperkuat loyalitas penutur bahasa Bali.
segera dengan usaha meyakinkan bahwa bahasa Dalam upaya pelestarian sudah pasti terdapat
itu bukan sekadar sarana komunikasi bagi beragam tantangan, baik karena pandangan atau
masyarakat, melainkan juga identitas diri dan stigma yang negatif terhadap bahasa daerah
identitas itu sangat diperlukan dalam pergaulan maupun karena faktor pendidikan formal yang
nasional dan global. Begitu pula, kesan bahasa menjadi pertimbangan sehingga dari kecil anak-
daerah menghalangi kemajuan dapat anak diajarkan bahasa Indonesia oleh orang
dihilangkan dengan mensosialisasikan bahwa tuanya.
orang-orang yang maju yang ada sekarang
adalah orang-orang yang mempunyai karakter DAFTAR PUSTAKA
budaya dan sosial. Sebaliknya, orang-orang
yang kehilangan identitas karakter, akan Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian
terombang-ambing di dalam ketidakmenetuan Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta
tatanan nilai globalisasi. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004.
Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:
III. PENUTUP PT Rineka Cipta
Bahasa Bali merupakan salah satu dari Cika, I Wayan. 2011. “Dinamika Bahasa,
746 bahasa daerah yang ada di Indonesia dan Aksara, dan Sastra Bali di era Sejagat:
termasuk dalam 13 besar bahasa dengan jumlah Perspektif Pembangunan Karakter
penutur lebih dari satu juta orang. Keberadaan Bangsa”. Kumpulan makalah Kongres
bahasa Bali sejak dahulu menjadi bahasa ibu Bahasa Bali VII 12-14 Oktober. Denpasar:
bagi masyarakat Bali. Perkembangan arus Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
globalisasi menyebabkan masyarakat Bali Darwis, Muhammad. 2011. “Nasib Bahasa
menjadi masyarakat yang multilingual, yaitu Daerah di Era Globalisasi: Peluang dan
masyarakat yang tidak hanya mengenal bahasa Tantangan”. Tersedia dalam http://
Bali tetapi juga bahasa nasional dan bahasa repository.unhas.ac.id/handle/123456789/
asing dalam berkomunikasi sehari-hari. 652. Diunduh pada 8 Januari 2018
Lingkungan kebahasaan yang multibahasa Geriya, I Wayan. 2008. Transformasi
sangat berpengaruh terhadap pengggunaan Kebudayaan Bali Memasuki Abad XXI.
maupun penguasaan bahasa seseorang. Saat ini Surabaya: Paramitha

101
PURWADITA VOLUME 2, No.1, MARET 2018 ISSN 2549-7928

Hergenhahn, B.R dan Matthew H Oslon. 2008.


Theories Of Learning (Terjemahan).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Jendra, I Wayan. 2002. “Kehidupan Bahasa Bali
di Tengah Kehidupan Masyarakat
Majemuk”. Kumpulan Makalah Kongres
Bahasa Bali V diterbitkan atas kerjasama
Pemda Bali, Badan Pembina Bahasa,
Aksara dan Sastra Bali, Fakultas Sastra
Unud, dan Balai Bahasa Denpasar 2006.
“Sikap Penutur Bahasa Bali (BB) dan
Pembakuan Bahasa Bali (Tinjauan
Sosiolinguistik)”. Makalah Disampaikan
dalam Kongres Bahasa Bali VI, 10-13
Oktober 2006.
Mantra, I.B. 1996. Landasan Kebudayaan Bali.
Denpasar: Yayasan Dharma Sastra
Martha, I Nengah dan I Nyoman Sudiana. 2012.
Buku Ajar Pemerolehan Bahasa Kedua.
Singaraja: Program Pascasarjana
Mbete, Aron Meko. 2003. “Ancaman
Kepunahan dan Ancangan Pemberdayaan
Bahasa-Bahasa Lokal dalam Kerangka
Kebahasaan Nasional dan Mondial”.
Prosiding Guratan Budaya: Dalam
Perspektif Mutikultural. Denpasar:
Fakultas Sastra dan Budaya Unud dan CV.
Bali Media
Setyawan. 2011. “Bahasa Daerah dalam
Perspektif Kebudayaan dan
Sosiolinguistik: Peran dan Pengaruhnya
dalam Pergeseran dan Pemertahanan
Bahasa”. Tersedia dalam http://
eprints.undip.ac.id/37651/. Diunduh
tanggal 3 Januari 2018
Sutama, I Made dan I Nengah Suandi. 2001.
“Loyalitas-Bahasa Penutur Bahasa Bali
terhadap Bahasanya”. Laporan Penelitian
tidak Diterbitkan.
Tama, I Wayan. 2015. “Bahasa Bali Akan Tetap
Lestari, Ini Rahasiaya” Tersedia dalam
http://www.kabardewata.com/berita/
bahasa-bali-akan-tetap-lestari-ini-
rahasianya.html. Diunduh tanggal 8
Januari 2018

102

Anda mungkin juga menyukai