Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN

Dalam masyarakat yang multibahasa, persaingan bahasa merupakan fenomena yang


sering terjadi sebagai akibat kontak bahasa (Weinreich, 1986:1; baca pula Gumpersz, 1968
dalam Giglioli, 1990: 219). Kepunahan bahasa daerah yang dikhawatirkan UNESCO
timbul karena adanya fenomena bilingual dan multilingual dalam sebuah masyarakat. Pada
1999, UNESCO akhirnya menetapkan 21 Februari sebagai hari Bahasa Ibu internasional
untuk mempromosikan bahasa daerah, pemahaman multikulturalisme, dan multilingualisme
atau kecakapan menurunkan banyak bahasa.

Kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah diawali dengan banyaknya individu yang
meninggalkan bahasa daerah karena adanya tuntutan tertentu. Masyarakat Desa Sawarna,
Kecamatan Bayah, Kabupaten lebak merupakan masyarakat multibahasa. Bahasa lokal
masyarakat Sawarna adalah bahasa sunda dialek Banten. Desa Sawarna memiliki tempat
pariwisata yang terkenal sehingga banyak masyarakat dari daerah lain yang berdatangan.
Untuk kelancaran berkomunikasi, masyarakat desa Sawarna kerap memilih Bahasa Indonesia
sebagai jalan keluar. Hal itulah yang menjadi faktor terjadinya fenomena bilingual dan
multilingual.

Eksistensi bahasa daerah dalam sebuah keluarga multietnis perlu juga dipertanyakan.
Individu yang terancam mengalami permasalahan dalam pemilihan sebuah bahasa biasanya
terdapat dalam keluarga multietnis. Untuk kelancaran berkomunikasi, bahasa daerah dalam
keluarga multietnis bisa saja ditinggalkan. Hal inilah yang menjadi fokus penelitian.
Kesetiaan berbahasa daerah keluarga multietnis perlu mendapat perhatian lebih. Bagaimana
pun, kekhawatiran UNESCO akan kepunahan bahasa daerah pasti diawali dari keputusan
seorang individu dalam memilih suatu bahasa yang digunakan.

Fenomena kesetiaan terhadap bahasa daerah merupakan persoalan yang perlu


dipertanyakan dalam sebuah keluarga multietnis. Suami istri yang berbeda suku harus bisa
menentukan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anaknya. Ada beberapa
kemungkinan bahasa yang akan muncul. Bahasa yang dipakai sehari-hari bisa merupakan
bahasa ibu suami atau bahasa ibu istri atau bahasa Indonesia atau bahasa tempat keluarga
multietnis tinggal. Dengan banyaknya kemungkinan pemilihan yang muncul, maka akan
muncul pula kemungkinan hilangnya kesetiaan seseorang terhadap bahasa daerah dalam
keluarga multietnis.

Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengungkap sebuah fenomena


kesetiaan berbahasa daerah dalam keluarga multietnis. Penelitian ini juga bertujuan untuk
melihat pengaruh lingkungan terhadap kesetiaan seseorang dalam berbahasa daerah.
Mahasiswa sebagai calon guru bahasa dan sastra Indonesia harus mengetahui posisi bahasa
daerah, bahasa ibu, dan bahasa Indonesia dalam sebuah keluarga multietnis.
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut data Ethologue: Languages of the World (baca pula Grimes, 2002) di dunia
ini terdapat tidak kurang dari 6.000 bahasa. Dari jumlah tersebut setengahnya mempunyai
penutur sebanyak 6.000 jiwa atau lebih, sedangkan setengahnya lagi 6.000 jiwa atau kurang.
Comrie et al. (2003) menyebutkan, penutur terbanyak di dunia menyangkut 20 bahasa, di
antaranya yaitu Cina (1 miliar), Inggris (350 juta), dan Spanyol (250 juta). Bahasa Jawa
berdasarkan informasi tersebut menduduki peringkat ke-13 (65 juta), sedangkan bahasa
Vietnam menduduki peringkat ke-20 (50 juta). Dengan demikian, bahasa Sunda menduduki
peringkat setelahnya.
Sungguh patut kita syukuri atas kekayaan Indonesia yang melimpah dalam berbagai
hal, termasuk kekayaan bahasa. Tidak kurang dari 12% dari seluruh bahasa di dunia ini
terdapat di Indonesia. Summer Institute of Linguistics (SIL, 2001) menginformasikan bahwa
di Indonesia terdapat 731 bahasa (bandingkan pula, Masinambow & Haenen (Ed.), 2002: 2),
termasuk 5 bahasa yang telah punah (baca pula Lauder, 2004). Jumlah penutur bahasa-bahasa
tersebut beragam. Crystal (2000 dalam Lauder, 2004) menyebutkan bahwa di Indonesia
terdapat 13 bahasa terbesar dengan kriteria penuturnya minimal berjumlah 1 juta jiwa, di
antaranya yaitu bahasa Jawa (75,2 juta), Sunda (27 juta), dan Melayu (20 juta). Dengan
demikian, ratusan bahasa lainnya memiliki penutur di bawah 1 juta jiwa. Bahkan, terdapat
bahasa yang jumlah penuturnya hanya 10 jiwa, terlebih-lebih lagi ada bahasa yang hanya
berpenutur 1 orang. Kondisi ini sungguh memprihatinkan dan sudah selayaknya menjadi
perhatian bersama untuk menjaga bahasa daerah dari kepunahan mengingat bahasa
menyangkut jati diri suatu bangsa.
Pada 1999, UNESCO pun menetapkan 21 Februari sebagai hari bahasa ibu
internasional untuk mempromosikan bahasa daerah, pemahaman multikulturalisme, dan
multilingualisme atau kecakapan menururkan banyak bahasa. Tanggal ini sekaligus menjadi
momentum memperingati peristiwa unjuk rasa mahasiswa Bengali dari Universitas Dhaka
dan masyarakat umum, ketika Bangladesh masih menjadi bagian dari wilayah Pakistan, pada
1952.
Oleh karena pentingnya suatu bahasa, UNESCO terdorong untuk membuat suatu
program penyelamatan bahasa-bahasa yang terancam punah. Pada tahun 2001, UNESCO's
Intangible Cultural Heritage Section meluncurkan proyek the Red Book of Languages in
Danger of Disappearing dengan tujuan:
(a) mengumpulkan informasi secara sitematis tentang bahasa terancam punah, (b)
memperkuat penelitian dan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan bahasa
terancam punah, dan (c) mendorong publikasi bahan dan hasil studi tentang bahasa
terancam punah (Rachman, 2007).
Masyarakat Indonesia umumnya termasuk masyarakat dwibahasa/multibahasa. Hal ini
disebut demikian karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat perkotaan, dapat menggunakan lebih dari satu bahasa (daerah dan Indonesia).
Dalam masyarakat yang multibahasa persaingan bahasa merupakan fenomena yang sering
terjadi sebagai akibat kontak bahasa (Weinreich, 1986:1; baca pula Gumpersz, 1968 dalam
Giglioli, 1990: 219).
Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten lebak juga memiliki masyarakat yang
multibahasa. Bahasa lokal masyarakat Sawarna adalah bahasa sunda dialek Banten. Desa
Sawarna memiliki tempat pariwisata yang terkenal sehingga banyak masyarakat dari daerah
lain yang berdatangan. Pengunjung yang datang pada umumnya berasal dari daerah lain yang
tentu saja memiliki bahasa yang berbeda dari masyarakat lokal. Oleh karena itu, masyarakat
desa Sawarna kerap memilih Bahasa Indonesia untuk memudahkan komunikasi.
Menurut Cece Sorbana (13:2007) memaparkan Bahasa merupakan fenomena yang
sering terjadi sebagai akibat kontak bahasa (Weinreich, 1986:1; baca pula Gumpersz, 1968
dalam Giglioli, 1990: 219). Persaingan yang terjadi yaitu antara bahasa daerah, bahasa
nasional, dan bahasa asing. Oleh karena itu, kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah
semakin beralasan. secara umum bahasa Sunda tidak termasuk pada bahasa yang aman (safe),
tetapi termasuk pada bahasa yang mengalami tahap kemunduran (eroding) atau termasuk
kondisi stabil, tetapi terancam punah (stable but threatened).
Fenomena kesetiaan terhadap bahasa daerah, dalam hal ini di fokuskan terhadap
bahasa sunda dialek Banten merupakan persoalan yang perlu dipertanyakan di desa Sawarna.
Selain dengan berdatangannya para wisatawan berbagai suku, di desa Sawarna juga terdapat
keluarga multietnis. Keluarga multietnis ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, karena
pernikahan antar suku terdapat kecenderungan meninggalkan bahasa daerah dan memilih
bahasa Indonesia untuk memudahkan berkomunikasi, namun terdapat kecenderungan juga
adanya kesetiaan berbahasa daerah lokal karena menyesuaikan lingkungan.
Dari paparan diatas, penelitian mengenai fenomena kesetiaan bahasa dalam keluarga
multietnis di desa Sawarna, kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak menarik untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut, karena apabila terdapat kesetiaan berbahasa sunda dialek Banten di
desa Sawarna maka bahasa sunda dialek banten dapat bertahan sehingga mencegah terjadinya
kematian bahasa.

1. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Berdasarkan paparan di atas, fenomena kesetiaan terhadap bahasa daerah di desa
Sawarna yaitu bahasa sunda dialek Banten perlu dipertanyakan dalam sebuah keluarga
multietnis di Sawarna. Suami istri yang berbeda suku harus bisa menentukan bahasa yang
digunakan saat berkomunikasi dengan anaknya. Ada beberapa kemungkinan bahasa yang
akan muncul. Bahasa yang dipakai sehari-hari bisa merupakan bahasa ibu suami atau bahasa
ibu istri atau bahasa Indonesia atau bahasa tempat keluarga multietnis tinggal. Dengan
banyaknya kemungkinan pemilihan yang muncul, maka akan muncul pula kemungkinan
hilangnya kesetiaan seseorang terhadap bahasa daerah dalam keluarga multietnis.
Agar dapat mengungkap masalah tersebut secara sistematis, diperlukan suatu rumusan
masalah yang jelas. Berikut ini adalah rumusan masalahnya.
(1) Bagaimana situasi kebahasaan masyarakat di Sawarna?
(2) Bagaimana posisi Bahasa sunda dialek Banten dalam keluarga multietnis di Sawarna?
(3) Seperti apa kesetiaan berbahasa seseorang dalam keluarga multietnis terhadap bahasa
daerah di tempat tinggal?
(4) Apakah faktor sosial budaya di sekitar tempat tinggal menentukan pemilihan bahasa
dalam berbagai peristiwa tutur dalam keluarga multietnis?
(5) Bagaimana kesetiaan seseorang terhadap bahasa daerah dalam keluarga multietnis
Sawarna?
(6) Bagaimana kesetiaan seseorang terhadap bahasa ibunya dalam keluarga multietnis di
Sawarna?
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memaparkan kesetiaan berbahasa daerah seseorang
yang hidup dalam keluarga multietnis. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
mengungkap pengaruh lingkungan terhadap kesetiaan seseorang dalam berbahasa daerah.
Untuk mencapai tujuan itu, hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini mencakupi pokok-
pokok berikut:

(1) situasi kebahasaan di Sawarna


(2) posisi Bahasa daerah dalam keluarga multietnis di Sawarna
(3) faktor sosial budaya di sekitar tempat tinggal menentukan pemilihan bahasa dalam
berbagai peristiwa tutur dalam keluarga multietnis
(4) kesetiaan seseorang terhadap bahasa daerah dalam keluarga multietnis di Sawarna
(5) kesetiaan seseorang terhadap bahasa ibunya dalam keluarga multietnis di Sawarna
3. Hasil Penelitian yang Dijanjikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil sebagai berikut.
(1) Temuan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa terhadap
persoalan sosiolingustik di suatu daerah.
(2) Materi perkuliahan sosiolinguistik di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Depdiksatrasia, FPBS, UPI senantiasa relevan dengan kenyataan penggunaan bahasa di
masyarakat.
(3) Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang posisi
bahasa daerah dalam keluarga multietnis
4. Asumsi Penelitian
Penelitian ini didasarkan atas sejumlah asumsi berikut ini.
(1) Masyarakat Sawarna merupakan masyarakat tutur yang multilingual karena terdapat lebih
dari satu kode bahasa dalam hidupnya.
(2) Dalam sebuah keluarga multietnis di Sawarna dipastikan terdapat banyak bahasa yang
memungkinkan dipilih, antara lain bahasa daerah di Sawarna, bahasa Ibu istri, bahasa ibu
suami, bahasa Indonesia, dll.
(3) Mereka harus memilih dan menggunakan kode yang sesuai agar tidak mengalami
hambatan dalam komunikasi.
(4) Mahasiswa sebagai calon guru bahasa dan sastra Indonesia harus mengetahui posisi
bahasa daerah, bahasa ibu, dan bahasa Indonesia dalam keluarga multietnis.
BAB 2
Tinjauan Pustaka
1. Sosiolinguistik dan Kesetiaan Bahasa
Sosiolinguistik mengkaji bahasa dan masyarakat, yang mengkaji tentang ciri khas
variasi bahasa, fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur itu selalu
berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam masyarakat tutur (J.A
Fishman 1972:4).
Sosiolinguistik mengkaji hubungan bahasa dan masyarakat, yang mengaitkan dua
bidang yang dapat dikaji secara terpisah, yaitu struktur formal bahasa oleh linguistik dan
struktur masyarakat oleh sosiologi (Wardhaugh, 1984: 4; Holmes, 1993: 1; Hudson, 1996: 2).
Istilah sosiolinguistik itu sendiri baru muncul pada tahun 1952 dalam Kaya Haver C. Currie
(dalam Dittmar, 1976: 27) yang menyatakan perlu adanya kajian mengenai hubungan antara
perilaku ujaran dengan status sosial. Disiplin mulai berkembang pada akhir tahun ’60-an
yang diujungtombaki oleh Committee on Sociolinguistics of the Social Science Research
Council (1964) dan Research Committee of Sociolinguistics of the International Sociology
Association (1967). Jurnal sosiolinguistik baru terbit pada awal tahun ’70-an, yakni
Language in Society (1972) dan International Journal of Sociology of Language (1974). Dari
kenyataan tersebut dapat dimengerti bahwa sosiolinguistik merupakan bidang yang relatif
baru.
Kesetiaan berbahasa dalam keluarga multi etnis menarik untuk dikaji dengan
perspektif sosiolingusitik. Dalam kasus keluarga multietnis yang terdapat di Sawarna, terjadi
dua pengguanaan bahasa. Hal ini menyebabkan adanya sikap bahasa yang harus digunakan
oleh keluarga multietnis. Garvin dan Mathiot (1968), mengemukakan bahwa sikap seseorang
terhadap bahasa dibagi menjadi tiga bagian: (1) Kesetiaan bahasa (language loyality) yang
mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu
mencegah adanya pengaruh dari bahasa lain; (2) Kebanggaan bahasa (language pride)
yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai
lambang identitas dan kesatuan masyarakat; (3) Kesadaran adanya norma bahasa
(awareness of the form) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat
dan santun.
2. Kesetiaan Bahasa dalam Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sosiolinguistik pada umumnya mengenai sikap dan pemilihan
bahasa. Ada beberapa penelitian yang mengkaji topik sikap dan pemilihan bahasa di
Indonesia. Sejumlah penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Deni Karsana (2009) dan
Amanda Putri S (2014).
Deni Karsana (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Kesetiaan Berbahasa Etnis
Sunda Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, menjelaskan tingkat kesetiaan berbahasa daerah
mereka dalam berkomunikasi. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan pemakaian bahasa
dan pilihan bahasa dalam hubungan dengan kemampuan berbahasa pada tiga bahasa. Ketiga
bahasa tersebut adalah bahasa Sunda, Indonesia dan Jawa. Dalam penelitiannya, Deni
Karsana menggunakan tiga teknik untuk mengumpulkan data, yaitu wawancara, pengamatan,
dan kuisioner. Dalam pengumpulan data, lima puluh orang dilibatkan. Mereka dibagi
kedalam dua kelompok. Pembagian ini didasarkan tujuan kedatangan mereka ke DI
Yogyakarta. Kelompok pertama adalah kalangan terpelajar. Kelompok kedua adalah
kalangan usahawan. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitiannya, yaitu menunjukkan
masih tingginya kesetiaan berbahasa pada etnik Sunda dan masih adanya pemertahanan
bahasa Sunda walaupun masyarakat etnis sunda tersebut tinggal di lingkungan luar etnis
sunda.
Sementara Amanda Putri (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemertahanan
Bahasa Sunda Dalam Ranah Pendidikan Anak Usia Dini: Kajian Sosiolinguistik Di Desa
Sarireja, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang” menjelaskan kesetiaan berbahasa
daerah sunda dengan menganalisis tindak tutur pada ranah anak usia dini. Data penelitian
tersebut berupa bahasa Sunda yang dilakukan oleh anak-anak PAUD, baik tuturan lisan
maupun tulisan, dan informasi mengenai faktor pendukung dan penghambat pemertahanan
bahasa Sunda yang diberikan oleh responden orang tua siswa dan pengajar PAUD. Hasil dari
penelitian penelitian tersebut adalah sikap bahasa anak-anak PAUD di Desa Sarireja,
Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, terhadap bahasa Sunda bersikap positif.
Frekuensi penggunaan bahasa Sunda anak-anak PAUD cukup tinggi dibandingkan
penggunaan bahasa Indonesia, dan adanya loyalitas terhadap bahasa ibu.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini peneliti akan
mengkaji penggunaan bahasa pada keluarga multi etnis di daerah Sawarna. Data dari
penellitian ini berupa bahasa, baik secara lisan maupun tulisan yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dan pada lingkup sosialnya. Disamping itu, akan diapaparkan pula
faktor yang mempengaruhi pemilihan bahasa dalam keluarga multietnis.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Kesetiaan Berbahasa Daerah Sunda dialek Banten dalam Keluarga Multi Etnis”.

BAB 3
Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini memanfaatkan metode kualitatif etnografi (Spradley, 1970 dan
Muhadjir, 1996), yakni dengan melibatkan peneliti dalam pergaulan dengan penduduk asli
desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak. Penelitian dalam pandangan etnografi
bermakna memahami gejala yang bersifat alamiah atau wajar sebagaimana adanya tanpa
dimanipulasi dan diatur dengan eksperimen atau tes (Muhadjir, 1996:96). Gejala yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah fenomena kesetiaan berbahasa dalam keluarga
multietnis desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak.
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judulnya, penelitian ini akan dilakukan di lingkungan masyarakat Desa
Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Pemilihan tempat di desa Sawarna
ini karena pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan tempat pariwisata yaitu dekat
dengan pantai Sawarna yang selalu ramai pengunjung dari berbagai daerah sehingga banyak
terjadi pernikahan multietnis.
3. Data
Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahan jadi penelitian, bukannya
bahan mentah penelitian. Dengan demikian, metode dan teknik analisis data dapat diterapkan
kepada bahan jadi penelitian tersebut (Subroto, 1992; Sudaryanto, 1993; Djadjasudarma,
1993).
Data penelitian ini meliputi berbagai macam tuturan dalam berbagai peristiwa tutur
yang dilakukan oleh masyarakat desa Sawarna. Tuturan yang dimaksud dibatasi pada tuturan
lisan. Dasar pertimbangannya adalah bahwa tuturan lisan merupakan tuturan yang dominan
terjadi dalam hampir semua peristiwa tutur yang berlangsung di berbagai ranah pemilihan
bahasa di masyarakat desa Sawarna. Perlu dicatat bahwa kejatian tuturan yang menjadi data
penelitian ini tampak dengan jelas apabila tuturan itu muncul bersama konteks situasi tutur
bagi tuturan tersebut. Konteks yang dimaksud dapat berupa (1) konteks sosial; (2) konteks
budaya; dan (3) konteks situasional.
4. Sumber Data
Data penelitian ini bersumber dari penggunaan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia
beserta masing-masing ragamnya yang terjadi di dalam masyarakat desa Sawarna.
Penggunaan bahasa itu terjadi secara alami dari peristiwa tutur yang wajar di dalam
masyarakat dalam kegiatan komunikasi sehari-hari. Peristiwa tutur yang diangkat sebagai
sumber data adalah peristiwa tutur yang terjadi di dalam berbagai ranah sosial (domain)
pemilihan bahasa sebagaimana diajukan oeh Gumperz dengan sedikit modifikasi sesuai
dengan situasi kebahasaan masyarakat desa Sawarna.Ranah sosial yang diajukan oleh
Gumperz (dalam Fishman, 1975:33) ialah: (1) rumah (home); (2) sekolah dan kebudayaan
(school and culture); (3) pekerjaan (work); (4) pemerintahan (goverment); dan (5) gereja
(church). Rokhman (2003:37) membuat modifikasi menjadi (1) ranah keluarga; (2) ranah
pendidikan; (3) ranah upacara adat; (4) ranah pemerintahan; (5) ranah keagamaan; dan (6)
ranah pergaulan dalam masyarakat.
5. Metode Penyajian Data
Dalam penelitian ini digunakan dua macam metode penyajian data, yakni (1) metode
simak dan (2) metode cakap (Sudaryanto, 1993). Metode simak dilakukan dengan cara
mencatat dan merekam hasil simakan yang diperoleh dari informan. Dalam metode yang
pertama ini peneliti tidak terlibat dalam percakapan. Sementara itu, dalam metode cakap,
peneliti langsung terlibat dalam percakapan bersama-sama dengan informan.
6. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dalam penelitian ini akan disajikan dengan menggunakan metode
penyajian formal dan informal. Metode formal digunakan pada pemaparan hasil analisis data
yang berupa kaidah-kaidah atau lambang-lambang formal dalam bidang linguistik. Lambang-
lambang formal seperti lambang dalam bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis disajikan
dengan metode formal. Sementara itu, metode informal digunakan pada pemaparan hasil
analisis data yang berupa kata-kata atau uraian biasa tanpa lambang-lambang formal yang
sifatnya teknis.
7. Alur Penelitian
Untuk memperjelas paparan sebelumnya tentang metode penelitian, pada bagian ini
akan digambarkan bagan alur penelitian dalam bentuk diagram berikut (adaptasi model Miles
dan Huberman, 1984).

Anda mungkin juga menyukai