Anda di halaman 1dari 8

Pemakaian Variasi Bahasa dalam

Masyarakat

ZULAIKHA OKTA PUTRI


Universitas Sebelas Maret
zulaikhaoktap@gmail.com

ABSTRACT
Language variation is a form of language usage that is different based
on the speaker. Speakers of language have factors that can influence the
occurrence of language variations, for example factors of social status,
individual and culture. There are also other factors that can influence the
occurrence of language variations, namely the situation factor, the language
time factor. The purpose of this research article is to 1) describe variations in
the use of language used in the general public, and 2) describe the factors
that influence the occurrence of language variations. This research uses
descriptive qualitative method by comparing from various sources such as
journals, books, and others. The results of this study are variations in
language formed from several factors, namely factors of social status,
language situation, time, culture and individual. These factors can influence
the linguistic behavior and speech of different speakers. That difference is
what happens to the general public and is called language variation.
Keywords: sociolinguistics, the community, language
variations, factor of language variations.

ABSTRAK
Variasi bahasa adalah bentuk pemakaian bahasa yang berbeda
berdasarkan penuturnya. Penutur bahasa memiliki faktor-faktor yang dapat
memengaruhi terjadinya variasi berbahasa, misalnya faktor status sosial,
individual dan budaya. Terdapat pula faktor lain yang dapat memengaruhi
terjadinya variasi berbahasa, yaitu faktor situasi, faktor waktu berbahasa.
Tujuan artikel penelitian ini untuk 1) memaparkan variasi pemakaian bahasa
yang digunakan di masyarakat umum, dan 2) mendeskripsikan faktor-faktor
yang memengaruhi terjadinya variasi berbahasa tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan cara mengomparasi dari
berbagai sumber seperti jurnal, buku, dan lain-lain. Hasil penelitian ini adalah
variasi bahasa terbentuk dari beberapa faktor, yaitu faktor status sosial,
situasi berbahasa, waktu, budaya maupun individual. Faktor- faktor
tersebutlah yang dapat memengaruhi pada perilaku linguistik maupun tuturan
penutur yang berbeda-beda. Keberbedaan itulah yang terjadi pada
masyarakat umum dan dinamakan variasi berbahasa.
Kata kunci: sosiolinguistik, masyarakat, variasi bahasa, faktor
varias berbahasa.

1
PENDAHULUAN
Kodrat manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
berhubungan satu sama lain. Manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa
bekerja sama dengan orang lain. Bekerja sama memerlukan sebuah
perantara berupa komunikasi berupa bahasa. Dengan bahasalah
manusia dapat menyampaikan pesan/informasi, perasaan maupun
maksud kepada orang lain. Bahasa memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan
mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar
berkenalan dengan orang-orang lain. (Fauziah, 2015: 155). Dalam
Samsuri (1983:4) menyatakan bahwa bahasa adalah alat yang dipakai
untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-
perbuatan; alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi;
bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian, tanda yang jelas dari
budi kemanusiaan. Jadi, bahasa memiliki fungsi dan peranan yang
penting dalam bermasyarakat.
Sesuai dengan namanya, ilmu sosiolinguistik mempelajari tentang
bahasa yang dihubungkan dengan ilmu sosial khususnya masyarakat
penutur bahasa. Sosiolinguitik adalah suatu cabang dari ilmu linguistik
yang mengkaji bahasa dengan anggota penutur bahasa dalam suatu
masyarakat. (Dewi, 2012: 3) Jadi jelas bahwa sosiolinguistik
mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yakni dengan
linguistik untuk segi kebahasaannya dan dengan sosiologi untuk segi
kemasyarakatannya (Rahardi, 2001: 13). Istilah sosiolinguistik disebut
juga dengan sosiologi bahasa. Sosiologi bahasa bertolak dari
pengetahuan tentang masyarakat dan menggunakan pengkajian dari
variasi bahasa itu untuk memperkuat pengetahuan tentang
masyarakat. (Waridah, 2015: 84).

KAJIAN TEORI
Masyarakat pemakai bahasa secara sadar atau tidak sadar
menggunakan bahasa yang hidup dan dipergunakan dalam
masyarakat. Kartomiharjo (1988:2) mengemukakan bahwa bahasa
juga dapat mengikat anggota masyarakat pemakai bahasa yang
bersangkutan menjadi masyarakat yang kuat, bersatu, dan maju. Di
samping itu, keadaan sosial yang menjadi corak sebagian masyarakat
akan tampak dalam bahasa. Oleh karena itu, hubungan antara bahasa
dan masyarakat sangat erat. Murdock (dalam Supardo, 1988:28)
mengemukakan bahwa kebudayaan di dunia bermacam-macam. Hal
ini disebabkan oleh masyarakat yang tidak sama. Dengan demikian
memungkinkan timbulnya perbedaan dalam pemakaian bahasa

2
masyarakat yang satu dengan yang lain sehingga bahasa yang
digunakan menjadi bervariasi/beraneka ragam.
Kita mengetahui tidak ada masyarakat yang sama tetapi dalam
masyarakat terdapat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda satu sama lain, dengan demikian kita dapat melihat adanya
variasi bahasa, yang maksudnya adalah perbedaan-perbedaan yang
terdapat pada suatu bahasa yang mempunyai arti atau makna yang
sama. Variasi bahasa dapat kita lihat di dalam pengucapan, diksi, dan
struktur kalimat.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini menjelaskan mengenai
temuan-temuan penelitian dengan menggunakan data-data atau
fakta-fakta kebahasaan. Pemilihan jenis penelitian ini didasarkan
pada tujuan penelitian yang ingin memperoleh gambaran
mengenai variasi bahasa dalam masyarakat umum dan faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi bahasa.
Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas pada
pengumpulan dan penyusunan data. Penelitian ini menggunakan
teknik penyajian dengan kata-kata biasa, termasuk penggunaan
terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993 : 145).
Data dalam penelitian ini berupa beberapa sumber-sumber
dari artikel-artikel jurnal maupun yang terdapat dalam buku.
Sumber-sumber tersebut kemudian dikumpulkan dan disajikan
dalam satu artikel jurnal. Tahap dalam metode ini adalah (1)
pengumpulan data; (2) penggabungan data; (3) penyajian data;
dan (4) kesimpulan/verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup secara
bersama-sama yang memiliki perbedaan status sosial, situasi
berbahasa/waktu, budaya bahkan individual. Perbedaan yang
terjadi dalam masyarakat itulah penyebab terbentuknya variasi
bahasa.Variasi bahasa merupakan seperangkat pola tuturan
manusia yang mencukupi bunyi, kata, dan ciri-ciri gramatikal
yang secara unik dapat dihubungkan dengan faktor eksternal,
seperti geografis dan faktor sosial (Wardhaugh, 1986:22). Variasi
bahasa menurut C.A. Ferguson dan J.D. Gumperz dalam Allen
(1973:92) mengatakan “a variety is any body of human speech

3
patterns which is sufficiently homogeneous to be analysed by
available techniques of synchronic description and which has a
sufficiently large repertory of elements and their arragements or
processes with broad enough semantic scope to function in all
normal contexts of communication”. Dari definisi ini dapat dilihat
bahwa ada pola-pola bahasa yang sama, pola-pola bahasa itu
dapat dianalisis secara deskripitif, polapola yang dibatasi oleh
makna tersebut dipergunakan oleh penuturnya untuk
berkomunikasi. Menurut Kridalaksana (1984:204) variasi adalah
wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari
satu-satuan, konsep yang mencakup variabel dan varian.
Batasan tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan
Ohoiwutun (1977: 46-47) bahwa variasi bahasa merupakan
perubahan atau perbedaan yang dimanifestasikan dalam ujaran
seseorang atau penutur-penutur di tengah masyarakat bahasa
tertentu. Jadi, variasi bahasa adalah wujud pemakaian bahasa
yang berbeda-beda oleh penutur yang disebabkan faktor-faktor
tertentu. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi variasi
berbahasa:
a. Faktor Budaya
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang
mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang
bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak gerik
badaniah yang nyata. Kultur atau budaya adalah pengetahuan
yang diperoleh secara sosial- socially acquired knowledge.
Pengetahuan ini diperoleh dari orang-orang lain di dalam
lingkungan sekelilingnya; bisa melalui petunjuk langsung atau
dari mengamati perilaku mereka (R.A. Hudson, 1988:77).
Bagaimana hubungan antara bahasa dan budaya? Inilah
persoalan relativitas bahasa itu! Sebelum kita menyodorkan
kemungkinan jawaban, kita lihat dahulu proses pemerolehan
kemampuan berbahasa. Dengan bahasalah seorang anak
memperoleh sikap, nilai-nilai, cara berbuat dan lain sebangsanya
yang kita sebut dengan kebudayaan. Atau lewat bahasalah ia
mempelajari pola-pola kultural dalam berpikir dan bertingkah
laku dalam masyarakat. Nyatalah bahwa budaya itu mesti
dipelajari. Mempelajari ini semua adalah proses sosialisasi dan
pada pokoknya dilakukan lewat bahasa, pertama di rumah,
kemudian di sekolah dan selanjutnya dalam masyarakat luas
sampai akhir hayatnya. Nyatalah bahwa bahasa mengantarai

4
individu dan budayanya. Untuk itu bahasa mesti memiliki
keistimewaan tersendiri, untuk mengantarai individu dan
budayanya, dan bahasa manusia sanggup untuk itu.
Menurut Robert Sibarani (2002), fungsi bahasa dalam
kebudayaan dapat diperinci:
1. Bahasa sebaga sarana pengembangan kebudayaan.
2. Bahasa sebagai penerus kebudayaan.
3. Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan.
Bahasa sebagai sarana pengembangan kebudayaan
mengandung makna bahwa sebagai sarana kebudayaan untuk
mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan Indonesia
dikembangkan melalui bahasa Indonesia. Khazanah kebudayaan
Indonesia dijelaskan dan disebarkan melalui bahasa Indonesia,
sebab penerimaan kebudayaan hanya bisa terwujud apabila
kebudayaan itu dimengerti, dipahami dan dijunjung masyarakat
itu sendiri. Selain menjadi sarana pengembangan, bahasa juga
berperan sebagai sarana untuk memahami. Bahasa sebagai jalur
penerus kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa
berperan sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke
generasi. Menurut Robert Sibarani (2002), kebudayaan nenek
moyang yang meliputi pola hidup, tingkah laku, adat istiadat,
cara berpakaian, dan sebagainya dapat kita warisi dan wariskan
kepada anak cucu kita melalui bahasa. Atas dasar itu, hubungan
bahasa dengan kesenian dan religi adalah bahasa berperan
sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi.
Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan mengandung
makna bahwa bahasa berperan dalam penamaan atau
pengistilahan suatu unsur kebudayaan baru sehingga dapat
disampaikan dan dimengerti. Menurut Robert Sibarani (2002),
setiap unsur kebudayaan, mulai dari unsur terkecil sampai unsur
terbesar diberi nama atau istilah. Dalam proses pembelajaran
dan pengajaran kebudayaan, nama atau istilah pada unsur
kebudayaan sekaligus berfungsi sebagai inventarisasi
kebudayaan tersebut, yang berguna untuk pengembangan
selanjutnya.
b. Faktor status sosial
Aswilah, (1985) mengungkapkan bahwa “Kelas sosial (social
class) mengacu pada golongan masyarakat yang mempunyai
kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan

5
sebagainya.” Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya,
yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah
negeri , dia juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia
seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik”
dan sebagainya. Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok
pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi. Tetapi ragam
bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali
dari segi lafal mereka, yaitu akhiran –kan yang dilafalkan –ken.
Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat
manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat
itu.
c. Faktor waktu/situasi berbahasa
Ragam bahasa terjadi karena faktor situasi berbahasa.
Bahasa dapat berubah karena situasi tertentu. Misalnya dalam
situasi formal, bahasa yang digunakan akan menjadi bahasa
yang formal, dan sopan. Berbeda bila bahasa digunakan dalam
situasi non formal misalnya ketika berbincang dengan teman
sebaya, atau teman sekelompoknya. Bahasa yang digunakan
ialah bahasa sehari-hari, namun memungkinkan juga bahasa
yang digunakan ialah bahasa yang hanya dimengerti oleh
sekelompok tersebut.

SIMPULAN
Bahasa dalam masyarakat merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, karena bahasa adalah perantara
masyarakat agar dapat berinteraksi satu sama lain. Keragaman
yang ada pada masyarakat menyebabkan pula terjadinya ragam
bahasa atau variasi bahasa. Variasi bahasa adalah wujud
pemakaian bahasa yang berbeda-beda oleh penutur yang
disebabkan faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor terjadinya variasi
berbahasa yaitu (1) Faktor budaya, (2) Faktor status sosial, dan
(3) Faktor situasi berbahasa.

6
REFERENSI

Allen, Richard. (1977). Emotion, Religion and Education. Journal


of Philoshopy of Education. 7(2): 181-194.
https://doi.org/10.1111/j.1467-9752.1973.tb00481.x
Alwasilah A. C. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa
Dewi, Amalia Kusuma. (2012) Naskah Publikasi: Variasi Bahasa
dalam Interaksi Sosial, Warga Dukuh Ngares, Desa Kadireso,
Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali (Kajian
Sosiolinguistik). Surakarta. 1-15.
Fauziah, S. (2015). Faktor Sosiokultural dalam Pemakaian
Bahasa. Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, 1(1), 154-174.
Hudson. R. A. (1988). Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge
University Press.
Kartomihardjo, S. 1988. Bahasa Cermin Budaya dan Masyarakat.
Jakarta: Depdikbud.
Kridalaksana. (1984). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Latifah, Lutfiatun. (2017). Variasi Bahasa Dilihat dai Segi
Pemakai pada Ranah Sosial Masyarakat Tutur Perbatasan
Jawa Tengah-Jawa Barat di Majenang Kabupaten Cilacap.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Ohoiwutun, Paul 1997. Sosiolinguistik; Memahami Bahasa dalam
Konteks Masyarakat dan Kebudayaan penerbit Jakarta :
Kesaint Blank.
Rahardi, R. Kunjana. 2001. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahmawati, L. E., Suwandi, S., Saddhono, K., & Setiawan, B. (2012).
Tes Kompetensi Berbahasa Indonesia, (1), 901–906.
Ramendra D. P. (2013). Variasi Pemakaian Bahasa pada
Masyarakat Tutur Kota Singaraja. 2(2): 275-287.
Saddhono, Kundharu. (2012). Kajian Sosiolinguistik Pemakaian Bahasa
Mahasiswa Asing dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing (BIPA) di Universitas Sebelas Maret. 24(2): 176-186.
Samsuri. (1983). Analisis Bahasa. Jakarta: PT. Erlangga.
Sibarani Robert. (2002). Hakikat Bahasa. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Simatupang, R. R., Rohmadi, M., Saddhono, K., Keguruan, F.,
Universitas, P., & Maret, S. (2018). Alih Kode dan Campur Kode
Tuturan di Lingkungan Pendidikan, 5(1), 1–9.
Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

7
Supardo, S. 1988. Bahasa dalam Konteks. Jakarta: Depdikbud
Wardahaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics.
New York : Basil Blackwell.
Waridah, W. (2015). Penggunaan Bahasa dan Variasi Bahasa
dalam Berbahasadan Berbudaya. JURNAL SIMBOLIKA:
Research and Learning in Communication Study. 1(1): 84-
92. http://dx.doi.org/10.31289/simbollika.v1i1.53.g10

Anda mungkin juga menyukai