MAKALAH
Diajukan Sebagai Bagian dari Nilai UAS Mata Kuliah Kajian Prosa Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu Akademik David Setiadi, M.hum.
Oleh :
Nidia Azzahra
1831321006
PENDAHULUAN
Nugroho (2008: 61). Menurut Nugroho, gerakan feminis pada hakikatnya adalah
gerakan perubahan dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum laki-laki.
Dengan demikian, dapat dikatakan gerakan transformasi wanita merupakan suatu usaha
untuk menciptakan hubungan antarsesama manusia (laki-laki dan wanita) agar lebih baik
dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural, ideologi, lingkungan
dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan wanita.
Faham feminisme lahir dan mulai berkobar pada sekitar akhir 1960-an di Barat,
dengan beberapa faktor penting yang mempengaruhinya. Gerakan ini mempenganihi
banyak segi kehidupan dan mempengaruhi setiap aspek kehidupan perempuan (Sugihastuti
dan Suharto, 2005: 6).
Sejalan dengan itu, Redyanto Noor (2005: 99-100) mengungkapkan bahwa dalam
sastra, feminisme adalah studi sastra yang memfokuskan kepada wanita, yang
mengemukakan pemikiran berupa kritik terhadap dominasi laki-laki dengan
mengedepankan identitas wanita. Kritik sastra feminis bertujuan untuk menunjukkan citra
wanita dalam karya penulispenulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang
dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal.
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah alur cerita
Menurut Nurgiyantoro (2000:110), alur adalah rangkaian peristiwa yang tersaji secara berurutan
sehingga membentuk sebuah cerita. Alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para
tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah dalam suatu
cerita. Suharianto (1982:28) mengatakan alur adalah cara pengarang menjalin kejadian-kejadian
secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat, sehingga merupakan kesatuan yang
padu, bulat dan utuh. Menurut KBBI rangkaian peristiwa yang direka dan dijalani dengan seksama
dan menggerakan jalan cerita melalui kerumitan kea rah klimaks dan penyelesaian.
Untuk menjelaskan alur dan pengaluran dalam analisis ini, penulis menggunakan kaitan
kausal dan fungsi utama. Secara teknis fungsi utama itu diberi nomor dan dilingkari. Hubungan
antara fungsi utama itu ditujukan oleh tanda panah. Artinya, arah panah itu menunjukan suatu
fungsi utama yang mengakibatkan fungsi utama lainnya.
7. 15 menit berlalu, Sandra tak mengerti apa yang di bayangkan dari sebuah keluarga
Berdasarkan fungsi utama diatas, dapat penulis deskripsikan hubungan antara fungsi satu
dan selanjutnya.
Awal mula cerita dari cerpen “Pelajaran Mengarang” Di kelas V pelajaran mengarang
sedang berlangsung (f1). Ibu guru Tati menawarkan tiga judul yang bisa dipilih oleh 40 murid
untuk dijadikan karangan, yaitu “ Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”,
dan “Ibu”(f2). Semua murid sibuk menulis kecuali Sandra. Dia sangat membenci pelajaran
mengarang(f3) karena dia harus benar-benar mengarang, tidak seperti teman-temannya yang bisa
bercerita apa adanya(f4). Hampir 10 menit Sandra belum menulis karangannya. Sandra ingin
meninggalkan kenyataan yang terpaksa diingatnya (f5)
Ketika dia berpikir mengenai keluarga yang bahagia, di otaknya hanya ada gambaran
rumah yang selalu berantakan dengan bir, sejumlah manusia yang terus mendengkur, tak ada
papa.(f6) Lima belas menit berlalu namun Sandra tak mengerti apa yang harus di bayangkan
tentang keluarga bahagia.(f7)
Dia mulai memikirkan judul selanjutnya, yaitu “Liburan ke Rumah Nenek”. Dalam
benaknya gambaran seorang nenek adalah wanita penuh kerut yang merias diri dengan sapuan
warna tebal (f8). Wanita itu dipanggil mami oleh semua orang yang ditemuinya. Wanita
menyebalkan itu sering dititipi Sandra saat mamanya keluar kota berhari-hari (F9). Dia
membawanya ke tempat yang tidak dimengerti oleh Sandra dan memang bukan tempat yang tepat
untuk anak kecil, apalagi baru umur sepuluh tahun seperti Sandra. Di sana dia melihat orang
dewasa saling berpelukan lengket. Musik berbunyi sangat keras, dan mami melarangnya
menonton.(f10)
Tiga puluh menit berlalu, Sandra mulai memikirkan tentang ibu (f11). Wanita cantik yang
selalu merokok itu sering mengeluarkan kata-kata kasar untuknya. Tak jarang pula, mamanya
pulang dengan kondisi mabuk(f12). Akan tetapi, Sandra tahu bahwa mamanya menyayanginya
karena setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza. Sebelum tidur dia
membacakan cerita dan mencium Sandra. Dia meminta Sandra untuk menjadi wanita baik-baik,
bukan seperti mamanya.(f13)
Waktu pengerjaan sudah habis. Ibu Guru Tati meminta murid-muridnya mengumpulkan
hasil pekerjaannyaf(14). Akan tetapi, kertas Sandra masih kosong. Ibu guru Tati
mempertanyakannya. Kemudian, Sandra menuliskan judul Ibu (F15). Ibu guru Tati berlalu, dia
tidak tahu apa yang ditulis Sandra selanjutnya. Semua murid menumpuk karangannya di meja
guru. Sandra menyelipkan kertas karangannya di tengah.(f16)
Di rumahnya sambil nonton tv Ibu Guru Tati memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Baru
membaca setangah tumpukan, dia sudah berkesimpulan bahwa murid-muridnya mengalami masa
kanak-kanak yang indah(f17). Dia belum sampai pada karangan Sandra yang hanya berisi kalimat
sepotong: Ibuku seorang pelacur…(f18)
keterangan :
9
2
10
1
11
12
18 17 16 15 14 13
2.2 Analisis Semantik
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi, sehingga peristiwa itu
mampu menjalin suatu cerita, sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu
disebut penokohan (Aminuddin, 2004:79). Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai
tokoh cerita; baik lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa: pandangan hidupnya, sikapnya,
keyakinannya, adat-istiadatnya dan sebagainya (Suharianto, 1982:31).
a. Sandra
Sandra adalah tokoh utama dari cerpen Pelajaran Mengarang. Sandra adalah seorang anak
berumur sepuluh tahun yang masih duduk di bangku kelas V SD. Akan tetapi, dia bukanlah
seperti anak-anak seumurannya yang memiliki masa kecil bahagia. Terdapat dalam kutipan:
“Namun Sandra, 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya la memandang ke luar
jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin Yang kencang. ingin rasanya ia lari keluar kelas,
meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa
diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang Keluarga Kamiyang
Berbahagia, Liburan ke Rumah Nenek, dan Ibu.” (Seno, 1991 : 432 - 433)
Sandra di usianya yang baru 10 tahun mampu peka terhadap situasi. Terdapat dalam
kutipan:
“Suatu malam perempuan itu pulang merangkakrangkak karena mabuk. Di ruang depan ia
muntah-muntah dan tergeletak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan
itu tanpa bertanya-tanya..” (Seno, 1991 : 436)
Sandra pula memiliki watak yang penyabar meski diperlakukan dan sering mendapat kata
kata kasar dari ibunya dan mamih. Terdapat dalam kutipan:
“Lewat belakang anak jadah, jangan ganggu tamu Mama," (Seno, 1991 : 433)
"Tentü saja punya anak şetan! Tapi tidak jelas şiapa! Dan kalau pun jelas siapa, belum
tentü ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik kucing
dengan Papa!" (Seno, 1991 : 434)
“Jangan rewel anak şetan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas ya?..”
Meski kadang di perlakukan seperti itu Sandra berbaik sangka bahwa ibunya amat
menyayangi Sandra. Terdapat dalam kutipan:
Tentu, Sandra tahu perempuan itu mencintainya. Setiap hari Minggu perempuan itu
mengajaknya jalan jalan ke Plaza ini dan ke Plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapatkan
boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali Sandra makan
perempuan itu selalu menatapnya dengan penuh Cinta dan seperti tidak puas-puasnya.
Perempuan itu selalu melap mullit Sandra yang belepotan dengan es krim sambil berbisik,
"Sandra, Sandra... “ (Seno, 1991 :436)
Sandra juga memiliki watak yang penurut. Terdapat dalam kutipan “Sandra selalu belajar
untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh.” (Seno, 1991 : 437)
Berdasarkan beberapa kutipan diatas tokoh Sandra dari segi psikisnya dia termasuk anak
yang mengalami kondisi yang tidak baik, memendam keluh kesahnya, namun dia juga mampu
menjadi anak yang kuat, anak yang peka dan mandiri. dia bisa menyimpan sendiri
kesedihannya. Dia juga sangat menyayangi mamanya meskipun dia sering dilontari kata-kata
kasar.
Dilihat dari wataknya, Sandra adalah tokoh sederhana karena tidak mengalami perubahan
watak dari awal hingga akhir cerita. Berdasarkan tingkat kepentingan peranannya Sandra
merupakan tokoh utama karena dia terkait dengan seluruh peristiwa yang berlangsung. Dia
merupakan tokoh penggerak alur. Jika ditinjau dari fungsi penampilannya, Sandra tergolong
dalam tokoh protagonis.
b. Marti (Mama Sandra)
Pengarang menggambarkan tokoh Marti, ibu dari Sandra adalah wanita yang cantik.
Akan tetapi, dia memiliki sifat yang keras. Nampaknya kerasnya kehidupan membuatnya
demikian. Tingkah lakunya menunjukkan bahwa dia bukan wanita baik-baik. Dia adalah
wanita urakan, tidak memiliki sopan santun. Wanita ini digambarkan sebagai wanita jalang.
Terdapat dalam kutipan:
“Sandra melihat seorang perempuan yang cantik. Seorang perempuan yang selalu merokok.
selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki kánannya selalu naik ke
atas kursi” (Seno, 1991 : 435)
Dan dalam kutipan : “Suatu malam perempuan itu pulang merangkakrangkak karena mabuk.
Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergeletak tidak bisa bangun lagi.” (Seno, 1991 : 436)
Berdasarkan tingkat kepentingan peranannya, Marti termasuk tokoh utama karena dia
termasuk ke dalam tokoh penggerak alur. Tingkat kemunculannya lumayan tinggi.
c. Mamih
Seorang germo yang disangka nenek dari Sandra karena ibunya memanggil wanita itu
dengan sebutan mami.Wanita yang sudah berkeriput ini berwatak keras. Riasannya sangat
tebal dan parfumnya sangat menyengat. Buktinya dia mengajak Sandra ke tempat yang
seharusnya tidak disinggahi anak kecil, apa pun alasannya itu tetap saja salah. Tokoh ini juga
tidak menampakkan rasa sayangnya pada anak-anak. Bisa saja dia memanggil Sandra dengan
namanya, tetapi dia memanggil Sandra dengan sebutan anak setan. Terdapat dalam kutipan :
“Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan
yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka
cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna
yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan
wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak
usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!” Wanita itu sudah tua dan
menyebalkan. (Seno, 1991 : 434)
Tokoh mami merupakan tokoh sederhana. Dia hanya berwatak kasar, tidak mengalami
perubahan watak. Wanita ini termasuk ke dalam tokoh tambahan. Kehadirannya tidak begitu
menggerakkan alur dan tingkat kemunculannya jarang.
d. Ibu guru Tati
Ibu Guru Tati merupakan guru yang sabar. Wanita ini merupakan tokoh sederhana karena
hanya memiliki satu watak, tidak ada perubahan watak. Dia hanya tokoh tambahan karena
tingkat Tokoh wanita ini digambarkan juga berpendidikan dengan kacamata tebalnya. Dia
adalah perempuan kalem dan penyayang. Hal itu terbukti dari sikapnya pada murid-muridnya
terdapat dalam kutipan :
“Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar
gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu
Guru Tati. Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis,
yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam
apa.” (Seno, 1991 : 432)
Pembawaan wanita ini tenang dan santai. Dia juga tipikal orang yang cepat mengambil
kesimpulan. Baru separuh saja dia membaca karangan muridnya tetapi dia sudah memberi
penilaian. Terdapat dalam kutipan :
“Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa
pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati
berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.”
Sebagai seorang guru seharusnya dia mengerti betul sikap murid-muridnya. Akan tetapi,
ketika melihat Sandra yang belum menulis sama sekali di kertasnya sementara temannnya yang
lain sudah sibuk menulis dari tadi, dia hanya bertanya lalu meninggalkannya. Semestinya dia
bertindak lebih dari itu. Dia bukan wanita yang peka karena dia mengabaikan kejanggalan yang
terjadi pada Sandra. Hal itu membuatnya terkesan kurang begitu peduli.
2.2.2 Latar
A. Latar Tempat
Berdasarkan isi dalam cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno G Ajidarma secara
keseluruhan latar tempatya yaitu berlatar di dalam sebuah kelas saat pelajaran mengarang.
“Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja” (Seno, 1991 : 432)
Berdasarkan kutipan diatasa, sudah jelas terlihat bahwa latar tempatnya berada di dalam
ruangan kelas dengan anak anak yang focus membuat karangan. Selain itu terdapat latar tempat
yaitu di rumah, dilihat dari kutipan
“Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan
kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, lantai, bahkan sampai ke atas tempat
tidur. Tumpahan bir berceceran di atas kasur yang sepreinya terseret entah ke mana. Bantal-
bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup..” (Seno, 1991 : 433)
Berdasrkan kutipan diatas, latar tempat yang dijelaskan adalah rumah dan kamar yang
berantakan pula.
Kemudian, dalam isi cerita cerpen tersebut menampilkan adanya kutipan tempat yaitu
tempat pelacur. Dapat dilihat dalam kutipan: “Di tempat kerja perempuan itu, meskipun gelap,
Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga
mendengar musik yang keras, tapi Mami itü melarangnya nonton.”
B. Latar Waktu
Latar waktu sangat kental pada cerpen ini karena durasi cerita sangatlah pendek. Bahkan,
latar waktu hanya dilukiskan dengan menit.
Pelajaran mengarang sudah dimulai.
Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati. (Seno, 1991 : 432)
Berdasrkan kutipan di atas, sudah terlihat jelas bahwa latar waktunya singkat berdurasi
menit. Selain itu terdapat latar waktu yaitu malam. Dapat dilihat dalam kutipan :
“Suatu malam perempuan itu pulang merangkakrangkak karena mabuk.” (Seno, 1991 :
435)
Berdasarkan kutipan diatas terlihat latar waktu digambarkan pada malam hari.
Adapun latar waktu dijelaskan secara tersirat yaitu waktu siang hari. Seperti dalam kutipan:
"Kalian punya waktu 60 menit," ujar Ibu Guru Tati. Anak-anak kelas V menulis dengan kepala
hampir menyentuh meja.
Berdasarkan kutipan diatas suasana digambarkan di dalam kelas dan biasanya anak anak
sekolah dasar kelas v belajar di sekolahnya pada waktu siang hari
C. Latar Suasana
Latar suasana cenderung menakutkan dan menegangkan. Itu berlangsung sangat lama dan
hampir keseluruhan cerita karena memang konflik mendominasi cerpen ini.
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di
kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin
rasanya ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di
kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya
berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.
Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci. (Seno, 1991 432-433)
Kemudian, latar suasana berubah menjadi santai ketika latar tempat berpindah ke rumah
Ibu Guru Tati.
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa
pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru
Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah. (Seno,
1991 : 438)
Ada beberapa latar tempat dan waktu di dalam cerita, tetapi hanya dalam ingatan Sandra
yaitu saat dia membayangkan apa yang telah dilalui selama hidupnya. Latar tempat berupa rumah,
tempat pelacuran, plaza, kolong ranjang. Latar waktu berupa malam-malam, ketika, suatu malam,
kadang-kadang sebelum tidur, setiap hari minggu.
2.2.3 TEMA
Tema yang terdapat dalam cerpen “Pelajaran Mengajarang” karya Seno Gumira Ajidarma
adalah keluhan atau tekanan anak dari seorang pelacur. Sandra, nama gadis kecil itu, mengalami
tekanan batin karena hidup di lingkungan yang berbeda dari teman-temannya. Dia mengalami
masa kanak-kanak tidak seperti anak seumurannya. Sandra tidak mengenal kasih sayang sejak
kecilnya. Dia sama sekali tidak merasakan kehadiran seorang keluarga di dalam kehidupannya.
Satu-satunya yang dia punya adalah mamanya, tetapi mamanya lebih sering bersikap kasar dan
mencacinya daripada bersikap manis kepadanya layaknya seorang ibu pada umumnya.
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu
ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan
Papa!” (Seno, 1991 : 433 – 434)
Sudut pandang pengarang di dalam cerpen ini adalah orang ketiga serba tahu. Pengarang
tidak hadir di dalam cerita. Dia hanya menjadi pembawa cerita saja. Namun pengarang mengetahui
isi hati dari setiap tokoh. Seperti dalam kutipan :
“Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan
gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong
berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur ….” (Seno, 1991 : 433)
“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara dalam ingatannya,
yang ingin selalu dilupakannya.” (Seno, 1991 : 433)
“Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia
melamun lagi.”Mama, Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa
hanya berbisik.” (Seno, 1991 :438)
Berdasarkan beberapa kutipan diatas, dapat kita ketahui bahwa pengarang memposisikan
dirinya sebagai orang ke tiga serba tahu dengan menggambarkan suasana hati tokoh Sandra.
BAB III
“Suatu malam perempuan itu pulang merangkakrangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-
muntah dan tergeletak tidak bisa bangun lagi.
Berdasarkan kutipan diatas dapat dilihat penderitaan yang dialami ibu Sandra atau Marti,
disini yang diperlihatkan adalah akibat dari pekerjaan yang dia lakukan demi materi untuk bertahan
hidup. Marti rela melakukan pekerjaan sebagai perempuan penghibur demi untuk menghidupi
kebutuhannya dan Sandra. Pada satu sisi Marti dianggap sebelah mata untuk pemuas hasrat kaum
patriarki. Lelaki merasa memiliki uang sehingga bertindak sesukanya tanpa melihat kondisi Marti.
Namun, pada sisi lain Marti disudutkan sebagai pelaku profesi yang paling hina.
Menurut Fakih (dalam Rokhmansyah, 2016 : 15) ketidak adilan gender merupakan kondisi
dimana relasi antara laki laki dan perempuan berlangsung timpang, merugikan bahkan
mengorbankan salah satu pihak.
Dalam ajaran islam sendiri kedudukan manusia itu setara baik laki laki maupun perempuan,
tanpa membedakan ras, suku atau bangsanya, seperti yang terkandung dalam Alqu’an surat Al
Hujurut : 13 yang berkaitan dengan kesetaraan hak setiap manusia. Dijelaskan pula penciptaan laki
laki dan perempuan serta menjadikan bersuku – suku dan berbangsa bangsa agar saling mengenal
dan memahami satu sama lain, saling memahami karakteristik dan psikologi masing masing
kelompok yang ada.
Dalam cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira Ajidarma, penulis melihat isi
ceritanya terdapat ketidak adilan gender yaitu terdapat dalam kutipan :
"Tentu saja punya anak şetan! Tapi tidak jelas şiapa! Dan kalau pun jelas siapa, belum tentü ia
mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik kucing dengan
Papa!"
Berdasarkan kutipan diatas, kita dapat mengetahui bahwa ibu Sandra atau Marti menjadi
korban, yang melahirkan Sandra tanpa ada satu lelakipun yang bertanggung jawab. Sandra
kehilangan impiannya untuk memiliki keluarga ideal. Ketidak adilan gender sangat terlihat karena
perlakuan laki laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap tokoh perempuan Marti.
“Apakah perempuan itu ibuku? la pernah terbangun malam-malam dan melihat perempuan itu
menangis sendirian.
Perempuan itu tidak menjawab, ia hanya menangis, sambil memeluk Sandra.. (Seno, 1991 : 435)
Berdasarkam kutipan di atas ketidak adilan perempuan dalam tokoh Marti terlihat saat
pengarang menggambarkan suasana hati Marti yang terbangun malam malam dan menangis
sendirian seolah Marti sedih dengan keadaan yang dia hadapi. Marti dipandang sebagai akomodasi
pemuas seks oleh kaum laki laki yang menjadi pelanggan. Dan persaaan menyesalanpun dijelaskan
secara tersirat dalam kutipan :
“Kadang-kadang, sebelum tidur perempuan itu membacakan sebuah cerita, dari sebuah buku
berbahasa Inggris dengan gambar-gambar berwarna, Selesai membacakan cerita perempuan itu
akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
"Seperti Mama?"
Sandra selalu belëjar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. (Seno,
1991: 436-437)
Berdasarkan kutipan diatas, terlihat naluri seorang ibu yang menyayangi anaknya,
melungan waktu untuk anaknya untuk membaca sebuah cerita meski tidak setiap waktu ibu Sandra
bersikap manis pada anaknya. Di sisi lain pula ada rasa sedih dan seolah ada penyesalan yang
dialami ibu Sandra atas sikap dan perilaku yang sudah dia lakukan, Marti ibu Sandra berharap
Sandra menjadi perempuan yang bisa lebih baik darinya.
Menurut Suharto pengertian eksploitasi adalah suatu sikap diskriminatif atau perlakuan
yang dilakukan dengan sewenang wenang. Menurut KBBI pengertian eksploitasi adalah
pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan atas diri orang lain yang
merupakan tindakan tidak terpuji.
“Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu
berbunyi, kalau sedang merias diri di muka cermin, perempuan itu selalu meminta Sandra
memencet tombol dan membacakannya.
Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomer kamar, dan sebuah jam pertemuan,
ibunya akan pulang terlambat, Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari.”
(Seno, 1991 : 437)
Berdasarkan kutipan di atas, kita dapat mengetahui bentuk eksploitasi terhadap perempuan
dalam bidang profesi, isi pager itu biasanya panggilan dan pemberitahuan dimana ibu Sandra akan
bekerja. Layaknya robot ibu Sandra bekerja diatur, mereka mempekerjakan ibu Sandra tanpa
memikirkan kejiwaan yang dirasakan ibu Sandra. Pekerjaan yang dipillihnya adalah profesi akibat
budaya patriarki seolah perempuan berad dalam kuasam kaum lelaki.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis structural dari ceerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira
Ajidarma, penulis dapat menyimpulkan bahwa teknik pengaluran yang digunakan pengarang
cerpen ini adalah foreshadowing, yaitu membayangkan sesuatu. Peristiwa di dalam kelas itu
tetap berlangsung maju, tetapi di latar yang pasif itu Sandra membayangkan banyak hal yang
telah dia alami. Pembayangan yang dilakukan oleh Sandra merupakan pertanda cerita
selanjutnya. Sandra hanya mengingat. Dia tidak benar-benar kembali ke masa lalu tersebut
sehingga itu lebih mengarah ke foreshadowing daripada backtraking.
Tokoh yang terdapan dalam cerpen ini adalah Sandra dan Marti ibu Sandra (sebagai tokoh
utama), Ibu guru tati dan germo yang dipanggil mami. Latar waktu dalam cerita tersebut malam
hari karena dijelaskan bahwa cerita ini menjelaskan pekerjaan ibu Sandra, ada pula latar waktu
siang hari dijelaskan saat Sandra sekolah juga waktu hitungan menit saat berada di dalam kelas.
Adapun latar tempat berupa rumah, tempat pelacuran. Latar suasana adalah menakutkan,
ketika konflik Sandra membuat karangan dan saat mengingat setiap kejadian. Tema dalam
cerpen ini adalah tekanan atau keluhan dari seorang anak pelacur. Sudut pandang pengarang
adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu yaitu pengarang tidak hadir di dalam cerita. Dia
hanya menjadi pembawa cerita saja. Namun pengarang mengetahui isi hati dari setiap tokoh.
Analisis feminisme menunjukan adanya prasangka gender, ketidak adilan gender dan
eksploitasi gender. Dari prasangka gender, Marti dianggap sebelah mata untuk pemuas hasrat
kaum patriarki. Lelaki merasa memiliki uang sehingga bertindak sesukanya tanpa melihat
kondisi Marti. Dari analisi ketidak adilan gender ibu Sandra atau Marti menjadi korban, yang
melahirkan Sandra tanpa ada satu lelakipun yang bertanggung jawab. Ketidak adilan gender
sangat terlihat karena perlakuan laki laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap tokoh
perempuan Marti. Dari eksploitasi perempuan eksploitasi terhadap perempuan dalam bidang
profesi, mereka mempekerjakan ibu Sandra tanpa memikirkan kejiwaan yang dirasakan ibu
Sandra. Pekerjaan yang dipillihnya adalah profesi akibat budaya patriarki seolah perempuan
berada dalam kuasa kaum lelaki.
4.2 SARAN
Dari hasil analisi cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira Ajidarma dengan
pendekatan feminism ini diharapkan menambah pengetahuan juga bisa bermanfaat bagi
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalahini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun penyampaian. Oleh karena itu,
penulis mohonn saran dan kritik yang membangun, ini dilakukan untu perbaikan makalah
penulis. Penulis ucapkan terimakasih atas perhatian semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ajidarma Seno Gumira, 1991. Senja dan Cinta yang berdarah antologi kumpulan cerpen.
Jakarta : Buku Kompas.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Salden, Rahman.1991. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gajah
Mada
Teeuw,A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya-
Giri Mukti Pustaka
Sugihastusi dan Suharto. 2013. Kritik Sastra Feminis : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar