503
Service Unavailable
The server is temporarily busy, try again later!
disi
E
TIS
A
www.matapuisi.com
GR
Donasi: Rp25.000
Mata Puisi NO. 16 TAHUN II | AGUSTUS 2021
Anotasi Apresiasi
Hasan Aspahani | Tak akan Ada Namaku | 4 Dedy Tri Riyadi | Membuat Peta untuk Diri
Sendri | 24-26
Petik
Maya Angelou (1828-2014) Prosopon
Joy Harjo
Prosopon Ah, Ah | 27
Khalish Abniswarin | Karasmin Pikiran dan Perasaan Ikan Tak Kasatmata | 28
|5 Puisi Elang | 28
Pasar Pagi | 6 Anugerah | 29
Obat yang Kuat | 7 Peta untuk Dunia Berikutnya | 30-31
Tutorial Menanam di Lahan Sempit | 7
Kompilasi Lagu Sedih | 8
Tears | 8 Pointe
Ke Tanjungsembilang | 9 Habel Rajavani | Pada Mulanya adalah
Terminal Basah | 10 Merasakan | 32-33
Apresiasi Klasik
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Prosopon Petik
J.E. Tatengkeng (1908 - 1968) Emily Dickinson | 35
Aku Dilukis | 14
Penumpang Kelas I | 15
Aku Berjasa |16
Mengheningkan Cipta | 17
Aku dan Temanku | 18
Prosopon
Ali Sadli Salim | Yang Terus Memelihara Anjing Liar |
19
Penerbit:
Anjing Para Pemburu | 20
Hasan Aspahani
Kamadhatu } 20
Penyunting:
Senja di Sisi Nuubi | 21
Hasan Aspahani, Dedy Tri Riyadi,
Mudarat Darurat | 22
Agus Hidayat, Salman Aristo,
Con Dolore | 22
Hikmat Darmawan, Khalish Abniswarin
Au Rebvoir | 23
Alamat:
Lelaki di Hujung Kemarau | 23
Permata Mediterania, Kluster Safir Raya No. 6,
Jl. Pospengumben, Jakarta Barat
DKI Jakarta, 11630
Email/Telepon
matapuisikita@gmail.com / 0819 02601010
Rekening Bank
8210278045 (BCA)
a/n Dhiana Daharimanoza
Manajemen
Lokomoteks Sinematra Mediaraya
Sampul: Donasi Berlangganan Rp25.000 per edisi
Desain @pabrikolase konfirmasi bukti transfer ke email kami.
Foto bebas royalti Canva.
Mata Puisi | 2
Anotasi
Hasan Aspahani
KAMI menerbitkan Majalah Mata Puisi sebagai usaha untuk ikut dalam perayaan dan perjalanan panjang
puisi Indonesia. Hari ini puisi ditulis banyak orang, disebarkan di media sosial yang riuh berebut perhatian
dengan teks-teks lain. Kami ingin menampung apa yang berharga dari yang terserak itu, menyimpannya di
sini, menjadikan majalah ini semacam lumbung. Ada puisi yang dipilih dengan hati-hati, dan kami berharap
itu menjadi semacam benih yang baik - bahkan unggul - yang tersimpan di sini yang kelak menjadi bahan
sumber bagi siapa saja yang ingin membuat hibrida baru yang memperkaya cara ucap dan penggarapan
tema dalam puisi Indonesia.
Mata Puisi | 3
Petik
KATA-KATA punya
arti lebih daripada apa
yang tertulis di kertas. Ia
membawa suara manusia
lalu menginfusnya
dengan makna yang
lebih dalam.
Mata Puisi | 4
Prosopon
Khalish Abniswarin
Karasmin
Pikiran dan
Perasaan
MANUSIA sesekali perlu asyik dan sibuk
dengan diri sendiri. Menengok ke dalam, juga
ke belakang. Bergelut dengan kenangan,
masa lalu yang remeh, peristiwa personal
yang kerap kali terlewatkan demi kesibukan
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Mata Puisi | 5
Prosopon
Khalish Abniswarin
Pasar Pagi
Ia bercita-cita jika kelak tutup usia. Berita kematiannya dipampang di tengah kota.
Di sebuah baliho raksasa.
Di bawah baliho besar itu. Penjual ayam merapikan cambang dengan sebilah pisau.
Dua ekor ayam jago duduk lesu. Bernaung di sobekan kardus dengan tulisan dijual cepat
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Perempuan dengan tutup kepala seperti siput. Kalung dengan liontin buah anggur
menutup lehernya yang mulai keriput. Tawar menawar dengan tukang kemasan. Gelang
besar puluhan gram itu tampaknya akan segera tampil di Facebook dan Instagram.
Lampu merah dan menara masjid raya. Baju takwa, kopiah dan sarung tenun Samarinda.
Pusat perbelanjaan yang tak lagi mesra. Masih jadi pilihan bagi mereka yang percaya
tuhan selalu memberi jalan.
Aku menyusuri pasar pagi. Melacak harum melati. Mengenang kelopak kenanga.
Di pelepah batang pisang. Bayanganmu tak pernah usang.
Mata Puisi | 6
Prosopon
Khalish Abniswarin
Obat yang Kuat
Setelah lelah mendaki malam. Kita turun dari ranjang. Seperti gerimis pelangi bagi
bidadari. Adalah isyarat wajib untuk mandi.
Hujan turun dua rakaat. Tunjukilah pagiku ini. Dalam selimut keringat ia masih saja
mengigau dan tersesat.
Telah tunai cinta ditunaskan. Pejantan menikmati sarapan. Madu dan telur ayam
kampung setengah matang adalah modal menghadapi hidup yang penuh pergulatan.
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Khalish Abniswarin
Tutorial Menanam di Lahan Sempit
Meski malam begitu luas.
Di lahan sempit
Kita mesti belajar bercocok tanam.
Lihatlah dinda.
Pekaranganmu dipenuhi gulma.
Malam ini di sela-selanya aku ingin bermain halma.
Mata Puisi | 7
Prosopon
Khalish Abniswarin
Kompilasi Lagu Sedih
Semusim semu.
Semasam jemu.
Bulan di atas ember. Gerimis berlimpah sejak bulan november.
Perempuan bercadar. Menunggu liuk tango dan getar gitar. Bryan Adam bertanya, apakah
kau pernah benar-benar?
Meniduri duri. Bermimpi bidadari. Bon Jovi terkapar. Di atas ranjang mawar.
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Bagaimana bisa tegar. Mendengar suara lembut Nella Regar. Hujan jatuh menyentuh tahi
lalat Rano .
Kesedihan tak mengenal hari minggu.
Jangan lagi kau menangis untukku
Khalish Abniswarin
Tears
Bagaimana cara menerjemahkan kata
yang bisa kau ucapkan lewat mata?
Mengapa duka itu membuat kita
dehidrasi,? Lalu kita perlu air mata
untuk menyirami kepedihan.
Aku haus. Tak ada soda gembira.
Hanya seseduh kesedihan.
Mata Puisi | 8
Prosopon
Khalish Abniswarin
Ke Tanjungsembilang
Ke sinikah kita menghentikan kayuh.
Melupakan burung enggang dan ulak jeram yang jauh.
Di muara selat ujung perahuku menikam.
Meraba napas terakhir arus mahakam.
Mata Puisi | 9
Prosopon
Khalish Abniswarin
Terminal Basah
Tubuhku terminal basah.
Hujan datang sebentar lalu berangkat.
Menuju kota lain yang aku hafal dari lagu koplo pengamen Solo.
Mata Puisi | 10
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Apresiasi
Mata Puisi | 12
Apresiasi Satir dan Sinisme Om Jan
Bahasaku
puisi dan gerakan sastra bermula di kota
I itu. Ia berteman dengan Amir Hamzah,
Kepada Yogi sang pangeran dari Barat dan kelak menjadi
Raja Pujangga Baru.
Kukasih engkau, berkelebihan
Dalam kehalusan dan kemanisan Mungkin, bersama Amir Hamzah-lah,
Akan membawa rindu – keluhan Tatengkeng mempelajari puisi-puisi
Dan mengalirkan air tangisan Belanda dari kelompok 80-an itu. Ia sempat
memimpin surat kabar Rindoe Dendam, di
II mana ia menyiarkan sajak-sajaknya. Nama
Kepada S.T. Alisyahbana surat kabar itu, yang kelak pada 1934 ia
pakai sebagai kumpulan sajaknya yang
Dia mengalir memancar terang, pertama.
Dia meloncat menitik beribuan,
Bersiaran bersinar cemerlang, Tatengkeng lalu tenggelam dalam tugas,
Mengelipkan warna berganti-gantian dan waktunya tersita aktivitas politiknya.
Ia pernah menjadi menteri bahkanp
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Kepada Yogi, Tatengkeng menyatakan perdana menteri NIT pada masa perang
kepercayaannya pada bahasa Indonesia, yang kemerdekaan. Karya-karyanya tak muncul
halus dan manis, yang mampu menjalankan lagi, kecuali sedikit yang disimpan oleh
fungsi ekspresi-estetis. Kepada Takdir – sang Jassin, sajak=sajak bertahun 1950-an.
insinyur bahasa itu – ia menegaskan
keyakinannya akan kemampuan bahasa Lima sajaknya berikut ini memang amat
Indonesia menjadi bahasa yang lancar, jelas, berbeda dengan sajak-sajaknya yang
menjadi bahasa yang kuat dan selama ini kita kenal. Jassin benar, ada nada
memungkinkan berbagai cara untuk sinis terasa. Ia terasa kecewa pada banyak
mengucapkan banyak hal. hal, juga pada sistem dan situasi sosial yang
justru memberinya previles. Dalam hal
Takdir percaya pada kritik. Ia percaya yang bentuk dan rasa bahasa, ia juga telah jauh
menyebabkan pantun, syair, dan puisi lama meninggalkan gaya Pujangga Baru itu.
yang lain mengalami kelemahan dan Perhatikan sajak terakhir dari rangkaian
kelayuan, menurutnya karena tidak adanya sajak yang kami tampilkan ini.
kritik yang ditujukan kepadanya. Hal itu
berarti bahwa puisi lama tadi harus diberi Sajak yang terbit di Siasat, 16 November
kritik-kritik demi kebaikannya. Dan kritik 1952, berjudul “Mengheningkan Cipta” itu,
paling keras apa lagi kalau bukan menulis ia tulis untuk mengenang Cornel
sajak dengan semangat isi dan bentuk yang Simanjuntak. Ia menulis: Kini, / katamu
baru. Maka ia – seperti rekannya sezaman, menjadi pengisi buku / disusun guru / yang
dan seide – menulis soneta. tidak mengerti sedikit / pesanan jiwamu; /
namamu tercatat – no. 115 – / sebagai
Sebagai putra seorang guru Injil, kepala pahlawan seni / dalam daftar resmi /
sekolah zending, Tatengkeng memanfaatkan kepunyaan jawatan kebudayaan.
benar kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan formal, hingga ke sekolah guru Tatengkeng tak berubah, sesungguhnya, ia
Christelijk Hogere Kweekschool di Solo. sedang menjelmakan “gerak sukma”-nya.
Ia kesal karena sejarah perjuangan orang
Ketertarikan dan keterlibatannya dalam yang berjasa tak diberi harga yang pantas.
Mata Puisi | 13
Apresiasi
Tapi, mana “indah kata” yang dulu ia sebut Karena itu mungkin tak lagi banyak menulis
dalam sajak “Sukma Pujangga”? Ia yang puisi. Bahkan berhenti sebagai penyair yang
percaya kritik kini mengkritik kecewa, yang akhirnya hanya bisa mengadu
kepercayaannya sendiri. Sajak-sajak pada sahabat-sahabatnya yang mengerti dan
sinisnya, memerlukan tenaga lain. Jalan yang telah mati, dengan sinis. Roti manis dan
satirlah yang harus ia tempuh. Keindahan lemper diedarkan orang / acara no. 14 /
baginya sepertinya adalah mengucapkan apa Untunglah engkau sudah mati / tidak melihat
yang benar, bukan lagi dayu-dayu kata nan mendengar / pertunjukan ini.
membuai itu.
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Di atas kertas
Aku lahir
persis seperti pamanku
yang punya bungalow
puas, sangat puas.
Mata Puisi | 14
Prosopon
2-5-’51
Mata Puisi | 15
Prosopon
Mata Puisi | 16
Prosopon
Kini,
katamu menjadi pengisi buku
disusun guru
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Mata Puisi | 17
Prosopon
menggertak guruh
membenamkan rasa
mematikan cinta
Gadis manis
anak penyelundup kopra
tersenyum dalam perahu
aku bunuh
dalam hatiku.
Temanku
ikan kecil hijau kuning
bermai-main di tengah karang
mengerling
padaku.
Mata Puisi | 18
Prosopon
Ali Sadli Salim
Yang Terus
Memelihara
AnjingLiar
ANTARA merusak dengan eksploitasi atau
menyelaraskan diri agar sama-sama
bertahan dan lestari, ia memilih yang
kedua. Antara maju melawan atau
mengelak pertempuran dia memilih
menepi untuk meraih kemenangan yang
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Sungairaden, 2021
Mata Puisi | 20
Prosopon
Magrib segera
biarkan rindu bertaut
pada dahi dan bumi
saat sujud.
Sungairaden, 2021.
Mata Puisi | 21
Prosopon
2021.
Sungairaden, 2019
Mata Puisi | 22
Prosopon
Tahukah engkau?
Balikpapan, 2018.
Mata Puisi | 23
Apresiasi
Membuat
Peta untuk
Diri Sendiri
Dedy Tri Riyadi
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
LEPAS dari soalan mengerti, memahami, dan Dalam puisi yang ditujukan pada cucunya,
memegang teguh teori-teori mengenai puisi dan Desiray Kierra Chee, yang berjudul “A Map to the
menulis puisi, seorang penyair hendaknya mau Next World” di sana ada dituliskan; The map
meneliti terlebih dahulu ke dalam dirinya; hal must be of sand and can’t be read by ordinary
apakah yang membuat ia harus menuliskan puisi. light. It must carry fire to the next tribal town, for
Apakah menulis puisi sekadar memberi laporan renewal of spirit - yang seolah memberi tautan
pandangan mata atau menorehkan perasaan atas pada kisah leluhur mereka dan juga
apa yang terjadi pada hari-hari ini, atau memang keberlangsungan hidup sebagai bagian dari
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
ia memiliki agenda tersendiri bahwa menulis masyarakat Native American. Meski demikian,
puisi menjadi suatu keluaran dari kegelisahan pada puisi tersebut, diakhiri dengan perkataan;
yang ia rasakan berkenaan dengan diri, You must make your own map – yang berarti
lingkungan baik dalam arti sempit keluarga, atau adanya kebebasan untuk menentukan nasib diri,
dalam arti luas sebagai anggota masyarakat, mau meneruskan atau mengingkari garis darah
suku, bangsa, sampai pada keadaan negara yang dan sejarah itu nanti.
dirisaukannya.
Jika kita memerhatikan kondisi di Indonesia,
Joy Harjo, misalnya, banyak menuliskan tentang sebenarnya banyak hal yang belum selesai dan
lanskap di Amerika bagian barat daya, tenggara, diselesaikan sejak kemerdekaan; belum adanya
Alaska, dan Hawaii, karena ia memosisikan pihak yang merasa harus bertanggungjawab dan
dirinya sebagai bagian dari kebudayaan meminta maaf dari penghilangan paksa di tahun-
penduduk asli Amerika. Dalam satu kesempatan, tahun antara 1965 sampai 1968, lanjut pada
ia mengatakan,” Saya merasa sangat dekade 80-an, dan memuncak pada tahun ’98,
bertanggungjawab pada semua sumber yang friksi-friksi yang pernah terjadi di Aceh, di Timor
membentuk saya: masa silam dan masa depan dan yang sedang berlangsung di Papua,
dari leluhur saya, negara saya, ke semua tempat ketimpangan pembangunan, pengalihan hutan
di mana saya singgah yang akhirnya membentuk lindung dan hutan masyarakat adat demi
saya, kepada semua suara, perempuan, suku tambang dan perkebunan, belum lagi gesekan
saya, rakyat, tanah, dan hal-hal yang melampaui yang terjadi masyarakat karena perbedaan
apa yang sudah dimulakan dan diakhiri.” Salah agama dan kepercayaan, ekonomi, dan lainnya.
satu puisi Joy Harjo yang berjudul, “Ah, Ah” Hal-hal seperti itu seharusnya membuat kita bisa
ditujukan kepada Lurline Wailana McGregor, menentukan pijakan hendak sebagai apa kita
seorang perempuan yang meskipun berasal dari sebelum memutuskan untuk menuliskannya,
keturunan campuran Cina, Skotlandia, dan entah di dalam puisi, atau karya sastra lainnya.
Jerman, tetapi merasa sebagai dan selalu
mewakili Hawaii, dan penduduk kepulauan Dalam puisi yang ditujukan pada cucunya,
Pasifik. Selalu ada hal dari setiap puisi Joy Harjo Desiray Kierra Chee, yang berjudul “A Map to the
yang bisa ditarik pada “tanggungjawab” yang ia Next World” di sana ada dituliskan; The map
sebut itu. must be of sand and can’t be read by ordinary
light.
Mata Puisi | 25
Prosopon Membuat Peta untuk Diri Sendiri
It must carry fire to the next tribal town, for Kondisi yang belum benar-benar selesai dari
renewal of spirit - yang seolah memberi tautan setiap soalan yang terjadi di negara ini,
pada kisah leluhur mereka dan juga dipadatkan. Negara yang adalah tanah tumpah
keberlangsungan hidup sebagai bagian dari darah, cinta, yang di puisi ini ditulis sebagai
masyarakat Native American. “hatiku” (cinta selalu berlambang hati, bukan?)
tidak pernah berhenti membuat hatiku (ini hati
Meski demikian, pada puisi tersebut, diakhiri penulisnya sendiri) patah.
dengan perkataan; You must make your own
map – yang berarti adanya kebebasan untuk Dan karena tidak pernah selesai setiap
menentukan nasib diri, mau meneruskan atau persoalannya, bahkan nyaris berulang, seperti
mengingkari garis darah dan sejarah itu nanti. ketegangan antara masyarakat (adat,
konservasi) dengan kepentingan ekonomi
Jika kita memerhatikan kondisi di Indonesia, (tambang, kebun, bendungan, jalan, dll.), sampai
sebenarnya banyak hal yang belum selesai dan dengan kekerasan yang mengiringinya, kita jadi
diselesaikan sejak kemerdekaan; belum adanya selalu mengalami de javu, sepertinya hal ini
pihak yang merasa harus bertanggungjawab dan dulu pernah terjadi, kok terjadi lagi?
meminta maaf dari penghilangan paksa di tahun-
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
tahun antara 1965 sampai 1968, lanjut pada Pada puisi yang judulnya menjadi judul buku
dekade 80-an, dan memuncak pada tahun ’98, kumpulan puisinya, M. Aan Mansyur juga
friksi-friksi yang pernah terjadi di Aceh, di Timor menulis; mengapa orang kota bersandar pada
dan yang sedang berlangsung di Papua, humor / untuk bisa bertahan hidup & mengapa
ketimpangan pembangunan, pengalihan hutan orang desa / harus bertahan hidup untuk bisa
lindung dan hutan masyarakat adat demi tertawa? Yang tentu ini menyentil ketimpangan
tambang dan perkebunan, belum lagi gesekan (ekonomi) antara pusat dan daerah, kota dan
yang terjadi masyarakat karena perbedaan desa, yang juga memerlihatkan budaya atau
agama dan kepercayaan, ekonomi, dan lainnya. sikap yang berbeda yang ditunjukkan dalam
media, semisal tersangka koruptor yang bisa
Hal-hal seperti itu seharusnya membuat kita bisa tersenyum (bahkan tertawa) tak lama setelah ia
menentukan pijakan hendak sebagai apa kita dicokok KPK lalu mengatakan bahwa ia sedang
sebelum memutuskan untuk menuliskannya, diuji Tuhan, betapa menggelikan, bukan?
entah di dalam puisi, atau karya sastra lainnya.
Pemikiran bahwa sikap dan posisi diri sebagai
Lain lagi dengan M. Aan Mansyur yang pada buku penulis memang penting untuk memulai, meski
“Mengapa Luka Tak Memaafkan Pisau” tidak bisa juga diabaikan. Alasan saya
sekadar memotret karut marut negara seperti mengemukakan hal ini, semata sebagai
yang saya sebut di atas dengan puisi pendeknya sumbang saran juga pengingat bagi diri sendiri,
ini. bahwa di samping teori kepenulisan, ada
baiknya kita mencoba mengambil sudut
NEGARA pandang yang begitu jelas bagi diri sendiri
untuk memandang semua persoalan. Tentu,
hatiku tidak pendapat seperti ini juga sangat mudah untuk
berhenti mema- dibantah!
tahkan hatiku.
halo, tahun Jakarta, Agustus 2021
berapa kamu
hari ini?
Mata Puisi | 26
Prosopon
Joy Harjo
Ah, Ah
Mata Puisi | 27
Prosopon
Joy Harjo
Ikan Tak Kasatmata
Joy Harjo
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Puisi Elang
Mata Puisi | 28
Prosopon
Joy Harjo
Anugerah
untuk Darlene Wind dan James Welch
Aku berpikir tentang Angin dan kegilaan jalan-jalannya pada tahun dimana
kita tak kehilangan apa-apa dan pada akhirnya kehilangannya juga dalam negeri
rubah yang terkutuk. Kami masih bicara tentang musim dingin itu, tentang
kerbau imajiner yang dingin membeku pada cakrawala yang dipadati oleh gundukan
salju. Suara-suara menakutkan dari pagar-pagar rubuh yang kelaparan dan patah,
menghancurkan impian-impian thermostat kami, dan kami tak tahan lagi. Jadi
sekali lagi kami kehilangan sebuah musim dingin dalam ingatan yang keras kepala,
berjalan melewati tembok apartemen yang murah, meluncur melalui ladang-ladang
hantu menuju kota yang tak pernah menginginkan kami, dalam pencarian anugerah
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
yang epik.
Seperti coyote, seperti kelinci, kami tak bisa menanggung kengerian kami dan
ditertawakan cara kami melalui satu musim dengan tengah malamnya yang palsu.
Kami harus menelan kota itu dengan tawa, sampai ia bisa turun dengan mudah
seperti madu. Dan suatu pagi ketika matahari berjuang untuk memecahkan es, dan
mimpi-mimpi kami telah menemukan kami dengan kopi dan kue dadar dalam sebuah
truk yang berhenti di sepanjang Highway 80, kami telah menemukan anugerah.
Aku bisa mengatakan anugerah adalah seorang perempuan dengan waktu pada
tangannya,
atau seekor kerbau putih yang melarikan diri dari ingatan. Namun dalam cahaya yang
suram itu ia adalah sebuah janji dari keseimbangan. Kami sekali lagi mengerti
perkataan tentang binatang, dan musim semi yang kurus dan lapar dengan harapan dari
anak-anak dan jagung.
Aku ingin mengatakan, dengan anugerah, kami mengangkat diri kami dan berjalan ke
dalam musim semi yang mencair. Yang tak kami inginkan; musim berikutnya akan lebih
buruk. Kau pulang ke Leech Lake untuk bekerja dengan suku itu sedangkan aku pergi
ke selatan. Dan, Angin, aku masih marah. Aku tahu ada yang lebih besar daripada
kenangan akan orang-orang yang dirampas. Kami telah melihatnya.
Mata Puisi | 29
Prosopon
Joy Harjo
Peta untuk Dunia Berikutnya
untuk Desiray Kierra Chee
Peta itu harus dibuat dari pasir dan tak dapat dibaca dengan
cahaya biasa. Ia harus membawa api pada kota suku berikutnya,
untuk pembaruan roh.
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
Apa yang ku katakan adalah benar adanya dan itu telah dicetak
dalam peringatan pada peta itu. Kealpaan kita membuntuti kita,
berjalan di bumi di belakang kita, meninggalkan jejak dari popok
kertas, jarum, dan darah yang terbuang.
Mata Puisi | 30
Prosopon
Dan tak ada tempat keluar.
Tapi, perjalanan yang kita buat bersama itu sempurna pada bumi
yang pernah menjadi bintang dan membuat kesalahan yang sama sebagai
manusia.
Mata Puisi | 31
Pointe
Bisakah kau tak peduli pada rasa haus itu?
Pada Mulanya Bisa saja. Kau mungkin mengabaikannya, kau
lawan nalurimu untuk menemukan air. Kau
adalah akhirnya mati karena dehidrasi.
sungai itu kau minum. Hausmu hilang. Semuanya tampak, semuanya terpahami.
Puisi (“unggun-timbun sajak”) itu
Lihatlah, ketika sendirian seperti itu kau tak mendahului bahasa, bahkan ketika bahasa itu
perlu bahasa. Kau tak berteriak atau berbisik, belum ada.
“aku haus!” Tak ada kawan bicara, tak ada
yang mendengarkanmu. Adakah makna Bahasa adalah rumah yang didiami bersama.
hidup dan dunia, dengan kehadiranmu Kita ada di dalam bahasa itu untuk saling
sendiri seperti itu? Subagio Sastrowardojo memahami. Bahasa adalah rumah yang kita
menjawab dengan sajak yang sinis (“Adam”,
bangun karena kita memerlukannya. Tuhan
1992), tapi cukup bagi kita untuk membayang
tidak memberi kita bahasa di dunia. Kalian
situasinya:
lupa dulu di surga berbicara – dengan Tuhan
– dengan bahasa apa. Bukankah Tuhan tahu
Karena terkutuk segala apa yang bahkan ketika itu masih ada
manusia pertama yang terdampar di pantai dalam pikiran kalian?
matanya buta
Lalu kau, Hawa, mengandung anak pertama.
Dinding mega memagari cakrawala Adam mulai tak memahamimu. Kau haus,
Dunianya adalah kekosongan tanpa makna. kau tahu di mana sungai tapi kau tak bisa
kesana. Kau meminta tolong pada Adam
Kosong, tak ada makna. Mungkin kau juga untuk membantumu mengambil dan
tak bicara dengan dirimu sendiri. Hanya membawakan air untukmu. Mungkin kau
tubuhmu yang merasakan bahwa kau perlu memberi isyarat kepadanya. Dengan gerakan
air untuk minum. Pikiranmu menegaskan tangan, goyangan tubuh atau ekspresi muka.
kau haus seperti yang dirasakan tubuhmu. Adam mengerti dan mengambilkan air
Rasa haus itu belum diberi nama. Kata “haus”
untukmu.
itu belum ada. Tapi kau tahu kau haus, dan
kau tahu harus melakukan apa karena rasa
hausmu itu. Bayangkan sebagai Hawa, semakin banyak
saja hal-ihwal yang harus kau kerjasamakan
Tubuhmu bicara dengan caranya sendiri agar dengan Adam. Bahasa batin tak lagi memadai.
kau mempertahankan eksistensimu,
keberadaanmu.
Mata Puisi | 32
Pointe Pada Mulanya adalah Merasakan
Bahasa isyarat dengan gerak tangan dan Perjalanan napak tilas itu – tidak mudah, tapi
tubuh tak cukup produktif menghasilkan sesungguhnya menyenangkan – meskipun
kode-kode yang bisa sama-sama disepakati tak selalu berhasil. Oleh karena itu saya
dengan mudah. setuju pada Subagio Sastrowardojo yang
rasanya telah merumuskan proses itu dengan
Lalu kalian sadar kalian punya mulut dengan baik, ketika ia menulis dalam Catatan
seperangkat organ lain yang ada padanya – tentang Simphoni (dalam “Simphoni”, 1957):
lidah, gigi, langit-langit, bibir, tekak, anak
tekak, – yang bisa menghasilkan bunyi yang
Saudara Jassin,
tak terbatas kemungkinannya. Mula-mula
Sajak-sajak adalah suara dari bawahsadar.
sederhana saja. Bunyi-bunyi itu tercipta
menghasilkan apa yang kemudian disebut Aku tak mau bilang tentang suara-suara yang
sebagai “kata”, seiring kebutuhan untuk timbul dari roh, untuk menghindarkan kesan
saling memahami. yang mengandung pretensi. Aku lebih baik
dalam hal ini mempergunakan istilah
Pada mulanya adalah merasakan atau technis-psychologis: bawahsadar.
bangkitnya perasaan, lalu lintasan pikiran,
Donasi langganan Rp25.000 (Rek. 8210278045 BCA a.n Dhiana)
lalu kesadaran suara, lalu kebutuhan makna, Sajak-sajaknya, bagi Subagio, adalah hasil
lalu kesepakatan kata, lalu nun jauh pergulatan untuk merebut kilatan-kilatan
kemudian dirangkum oleh sistem bahasa. kesadaran itu sebelum tenggelam lagi dalam
Puisi, nanti akan kita lihat, mengekalkan ketaksadaran yang dungu.
jejak-jejak proses asali itu dalam dirinya.
Suara bawahsadar itu hanya muncul (dan
Penyair (juga pembaca puisi) adalah seorang ditangkap jika kita pembaca) apabila kita
penilas yang menyadari benar proses sedang dalam keadaan sadar. Jika kita tak
lahirnya bahasa itu, seraya sadar benar
sadar maka itu namanya mengigau.
bahwa ia hidup di masa kini, masa ketika
Menceracau.
kehidupan tak sesederhana dunia Adam dan
Hawa, masa ketika bahasa sudah berjalan
jauh meninggalkan titik awal kelahirannya.
Mata Puisi | 33
Klasik
Memecah Diri
Menjadi Kau
dan Aku
Ajip Rosidi (l. 1938 - 2020) DI dalam sajak seseorang bisa bicara pada
Percakapan siapa, juga pada dirinya sendiri. Jika itu ia
lakukan maka yang terhidang adalah sebuah
Akankah ini suatu permainan dialog, dua orang bercakap-cakap, tapi pada
Sedang wajah jadi layu, ayip hakikatnya itu adalah monolog, seorang
bicara pada seorang yang sama.
Malam terlalu tebal di matamu
Hidup menjanjikan tantangan kepadaku Dalam sajak seseorang bisa membagi dirinya
menjadi dua. Ini salah satu modus persajakan
Dekapkan wajahmu ke wajahku yang bisa dimanfaatkan. Ajip Rosidi
Biar malam tebal menebal bergelayutan melakukannya dalam sajak "Percakapan". Kita
Di dinding trem lari kepadaku tak melihat ada beda antara kau dan aku
dalam sajaknya itu, kau dan aku yang adalah
Akankah ini cuma permainan Ajip sendiri.
Sedang umur dan wajah runtuh ke bumi,
ayip? "Akankah ini suatu permainan / sedang wajah
jadi layu, ayip?"
Kulihat kota yang agung terkaca di matamu
Kusaksikan kau ada di sana Ada kemungkinan pembacaan lain. Ajip
Sedang kita berangkat tua dalam sajaknya ini sedang mencacat
omongan orang kepadanya. Bisa saja. Tapi
mari kita lihat kemungkinannya.
Sumber: Terkenang Topeng Cirebon (1993)
Kau dan aku dalam sajak ini terlalu akrab.
Kau terlalu banyak tahu tentang aku. Maka
kemungkinan terbesar keduanya memang
orang yang sama yang sedang saling
meninjau. "Dekapkan wajahmu ke wajahku".
Mata Puisi | 34
Petik
Mata Puisi | 35
No. 16 Tahun II No. 17 Tahun II
Agustus 2021 September 2021
Mata Puisi
Melihat jauh ke dalam kata.