Anda di halaman 1dari 11

Ku mulai pagi ini seperti biasa.

Bangun selalu telat dan


tidak sarapan, karena takut ketinggalan bus yang akan
mengantarkanku ke sekolah. Tapi ada yang berbeda hari
ini... aku tak tahu apa yang berbeda. Aku tidak kebagian
tempat duduk, ya akhirnya aku harus rela berdiri
berempet-empetan dengan penumpang yang lain. Tapi
bukan itu juga yang membuat hari ini berbeda, seperti
ada sesuatu yang lain tapi apa?.. Mungkin aku kelupaan
membawa buku pelajaran? agh... tapi tidak mungkin,
karena aku sudah periksa isi tasku tadi pagi. Pikirku
dalam hati.
"Emm.. mau tukeran tempat duduk?" Kata seseorang
menawarkan tempat duduknya untukku. Belum aku
menjawab iya atau tidak, tapi dia sudah bangkit dari
tempat duduknya dan menyuruhku duduk. "Udah.. duduk
saja disini, lagian kamu pasti capek kalau harus berdiri
terus" cerocosnya sok tahu (padahal sudah biasa aku
berdiri), yang buatku hanya mlompong dibuatnya.
"Haa...?! um iya, ma... makasih" ucapku seadanya dan
duduk.
"Pak! stop!" Ucap aku dan cowok yang menawarkan
tempat duduknya padaku, secara bersamaan.Tiba-tiba dia
terkekeh sendiri. "Ternyata kita satu sekolah ya? hehe
maaf aku tidak tahu. Aku kelas XI kalau kamu?" kata
cowok itu yang lagi-lagi berhasil buatku mlompong,
"hehe iya.. aku Zillian, kamu bisa panggil aku Zilli, aku
kelas X" jawabku sok lugu. "Aku Riki, salam kenal ya?"
balas mas Riki sambil menjabat tanganku.
Dari penglihatanku ini dia cowok yang baik dan ramah,
pastilah temannya banyak. Tidak seperti aku yang hanya
punya satu teman, dia adalah sahabatku bernama Emma,

1
kira-kira dia sudah berangkat belum ya? pasti dia kaget
kalau aku bisa kenalan sama kakak kelas, "hai! kok
ngelamun sih?" ucapnya mengaburkan lamunanku
tentang Emma."Nanti, kita ketemuan di kantin ya?" kata
mas Riki, mengakhiri pembicaraan kita, karena kelasnya
berada di tingkat dua sedangkan kelasku terpojok dan
terpencil di bawah tingkat satu.
Jam pertama yang membosankan, aku bingung pagi-pagi
sudah pelajaran biologi saja, kenapa tidak bahasa inggris
atau bahasa Indonesia, yang dijamin bikin aku jadi gak
bosan di kelas, kenapa semua teman sekelasku bahkan
Emma, sepertinya menyukai pelajaran biologi, yang
super-duper njlimet. Membahas tentang famili-famili
apalah itu aku tak paham.
"Hai!" Panggil mas Riki sambil melambaikan tangan dan
senyum yang mengembang di wajahnya.Kubalas
lambaiannya dan tersenyum padanya. "Mas, ini Emma
sahabatku, Emma ini mas Riki kelas XI IPS dua" aku
memperkenalkan Emma dan mas Riki saat kami sudah
duduk. "Jadi, kalian mau pesan apa? aku yang bayarin
kok, tenang aja!" Kata mas Riki menawari kami. "Zi,
kakak kelas? ya ampun? kamu nyadar nggak kita
dipelototin sama cewek-cewek yang dari tadi berbisik-
bisik, kayaknya mereka gak seneng deh kita duduk sama
mas Riki? yuk pulang!" Emma berbisik sambil merengek
minta balik ke kelas dan menarik-narik seragamku.
Ku melihat keadaan sekitar, sepertinya apa yang
dikatakan Emma ada benarnya cewek-cewek itu lebih
tepatnya kakak kelas tak menyukai kehadiran kami disini
yang duduk bareng mas Riki. "Em... gini mas, aku sama
Emma mau balik ke kelas aja ya" ucapku mencoba untuk
kabur, "iya.. kita sebenernya ada tugas kelompok, pamit

2
dulu kak..." kata-kata Emma tiba-tiba terpotong, jujur
badanku sudah gemetar bukan main."Riki!" Tiba-tiba
terdengar suara yang sangat menggelegar, datang dari
arah depan kantin. Aku dan Emma yang ketakutan pun
akhirnya kabur dari kantin dan meninggalkan mas Riki
sendirian dan kelihatan bingung atas sikap kami yang
meninggalkannya sendirian tanpa ba-bi-bu.
'Huft hampir saja kita bonyok dihajar sama cewek-cewek
ganas macam mereka, siapa ya... yang tadi teriak sekeras
itu, sudah kayak pakai toa di masjid', rutukku dalam hati.
"Kau sudah gila, Zi!" semprot Emma padaku, kita berdua
berjalan menyusuri koridor kelas X lainnya yang menuju
ke kelasku yang terpencil dan mojok. "Dia itu kak Riki,
aku udah kenal sama dia tapi dia tidak mengenalku. Aku
tahu fans dia banyak disini makannya tadi kita
dipelototin gitu, banyak sekali yang naksir dia tapi dia
kayaknya cuek dan nggak mempedulikan mereka,
haduh... gak kebayang deh aku, kalau kita babak belur
gara-gara saingan sama kakak kelas, ganteng sih baik
emang tapi sayang fansnya itu ganas kayak macan
kelaparan!" cerocos Emma seolah dia tahu tentang mas
Riki dan buatku merasa bodoh banget sampai gak tahu
tentang mas Riki.
O.. jadi dia ditaksir banyak cewek? lantas siapa tadi yang
memanggil namanya sampai begitu? terus apa yang
membuatnya banyak diidolakan? mungkin karena dia
pintar? atau baik, cakep dan ramahnya itu?. Seakan
masih banyak pertanyaan yang ada di dalam otaknya
yang masih belum terjawab berputar-putar di kepala,
yang akhirnya terhenti karena bentakan pak Andro.
"Zillian!" Bentak pak Andro guru matematikaku yang
membuyarkan semua lamunanku?. Kelas langsung sunyi,

3
semua mata memandang ke arahku bahkan Emma yang
duduk di sebelahku ikut-ikutan memandang ke arahku,
seakan mereka sedang meminta penjelasan padaku
sedang apa aku ini."p.. pak... maaf" jawabku seadanya
sambil senyum minta pengampunan."keluar" balas pak
Andro santai.
Huft... sial! panas banget haah pak Andro ngasih
hukumannya beneran gara-gara ngelamunin yang gak
penting sih."Kamu sedang apa disini?" Kata-kata itu
mengagetkanku. Apa? dia? mas Riki? kenapa hari ini aku
harus ketemu dia lagi sih?. Setiap aku ketemu dia,
banyak kejadian yang tidak menyenangkan meski dia
sudah baik padaku dan mau berbagi tempat duduknya
buat aku tapi kan tetap saja. "Kamu tukang ngelamun
ya?" candanya tapi kali ini suaranya agak ditinggikan tapi
tetap pake senyuman mautnya. "Gak... kok! aku bingung
kenapa mas disini? ngapain? pergi sana" jawabku
setengah dongkol dan membelakanginya, "lah... kok
kamu marah sama aku, aku salah apa sih, harusnya aku
yang marah ke kamu yang tiba-tiba menghilang? gini ya
Zil, aku kesini karena mau ke kelasnya Zahra mau
ketemu sama bu Anggi. Kalau kamu kenapa? dapat
hukuman ya? jadi kamu dijemur disini?" Katanya
panjang lebar selebar sekolahan ini mungkin. "Ouw... ya
udah hush sana ketemu sama Zahra eh maksudnya bu
Anggi! lagian dah tahu kan kenapa aku dijemur disini?
itu semua karena kamu mas!" suaraku semakin berat,
mungkin suaraku kering karena dijemur jadi berat gitu
deh. "Ya udah! sekali lagi aku bukan ketemu Zahra tapi
bu Anggi! lagian kenapa gara-gara aku kamu bisa
dijemur. jujur aku gak tau kenapa kamu tiba-tiba lari dari
aku terus marah-marah gak jelas ke aku tapi jujur aku

4
kecewa sama kami Zil kukira kita bisa berteman" jawab
mas Riki setengah marah atas perlakuanku (mungkin).
"iya terserah lah mau ngomong gimana yang penting
pergi!" ucapku tetap marah.
Panas yang begitu terik seakan-akan matahari tepat di
atas kepala, tiba-tiba digantikan awan gelap nan pekat,
awan itu seperti mau jatuh dan tepat di atasku. Haah?
waduh mau hujan lagi? gimana nih? masa hukumanku
belum habis? aku kabur atau gimana nih? Tadi aku
dijemur masa sekarang aku mau diguyur hujan gini bisa
sakit aku, ucapku sambil celingukan. Aku bingung
gurunya care banget ya sama aku? sampai aku dijemur
disini?, aku lari aja deh cari tempat yang aman dari hujan
biar gak basah, haah.. masa bodoh pak! umpatku dalam
hati.
Belum sempat aku berlari seluruh badan entah kenapa tak
bisa digerakan kaki ku pun melemas seketika dan aku
terjatuh, tiba-tiba hujan sudah menghantamku bertubi-
tubi, aku terkulai lemas tak berdaya, di tengah-tengah
lapangan sekolah dan sendirian, sialnya kenapa gak ada
yang lewat atau lihat aku tersungkur di tanah. Aku tak
bisa lagi merasakan tubuhku ini, menggigil kedinginan
yang tiba-tiba keadaan sekitar berubah menjadi gelap
gulita.
"Zil...""Kamu, sudah baikan?" tanya seorang petugas
UKS, tapi aku hanya mampu mengangguk lemas. Seakan
lidahku ini kelu dan mulut ini seperti dikunci, tak dapat
mengatakan sesuatu. "Mas... itu temannya sudah siuman"
kata petugas itu pada seseorang diluar. "Zil... kamu udah
baikan?" tanya mas Riki dengan raut wajah cemas sambil
memegangi jemariku yang masih membeku, "aku baik-
baik aja kok" a... ada apa ini? kenapa aku tak dapat

5
mengatakan sesuatu? aku memegang leherku dengan
wajah pucat pasi. Melihat wajahku yang seakan
kebingungan mencari suaraku mas Riki semakin
khawatir wajahnya semakin cemas. "Zil!... kenapa? aku
panggilin petugas UKS nya ya?" kali ini raut wajahnya
semakin cemas bahkan matanya berkaca-kaca keringat
dingin bercucuran membasahi wajahnya. Aku hanya bisa
menggelengkan kepalaku dan memegangi tangannya agar
dia tidak pergi.
Aku menghela napas yang panjang dan berat, serta
mencoba menenangkan pikiranku dan berusaha positif
thinking, lama aku terdiam dan berusaha mengatakan
sesuatu, hingga akhirnya suaraku itu keluar juga meski
rada serak. "Mas... aku sudah bisa berbicara hihi" ucapku
membangunkannya dari tidur, "haa... iya! syukur deh... o
iya kamu kenapa tadi nggak lari aja sih? udah tau mau
hujan malah masih aja bertahan berdiri disana" selidik
mas Riki padaku. "Sebenarnya mau lari... tapi kaki ku ini
tiba-tiba sakit terus aku terjatuh bersama hujan yang
mengguyur tubuhku... aku merasakan kedinginan dan
diikuti keadaan sekitar yang berubah menjadi gelap
terus... entahlah apa yang terjadi padaku setelah itu
sampai akhirnya aku berada disini" terangku dengan
suara serak atas kejadian ini. "Zil jangan pernah lagi
bikin aku khawatir ya" ucapnya.
Pulang sekolah aku dianterin temen sekelasku Haris, aku
mendapat tumpangan karena badanku ini belum pulih
total dan masih lemes gitu.
"Aku cinta kamu Zil!""Aku cinta kamu Zil!" ungkap mas
Riki berkali-kali"apakah tidak terlalu terburu-buru mas?
kita baru kenal dua minggu lho!" jawabku sambil
mengerjap-ngerjap mata gak percaya. Aku tahu bahwa

6
aku pun memiliki rasa yang aneh setiap bersama mas
Riki, tapi aku tak mau memikirkan ini terlalu berlebihan
aku juga cukup tahu diri, aku dan mas Riki memiliki
perbedaan yang jauh, ya... bisa diibaratkan kayak langit
dan bumi! (berlebihan sedikit)."Nggak! aku sudah sangat
matang memikirkanya, aku sayang kamu Zil, aku ingin
melindungimu" kata-katanya begitu meyakinkan
sehingga semua perbedaan di antara kita untuk sementara
lenyap digantikan rasa cinta dan sayang,"mas tapi nanti
fans kamu pasti mengamuk aku tau kok mas kalau kamu
punya banyak fans yang ganas-ganas" timpalku mencoba
mengingatkannya."hahahah fans? emang aku artis apa
punya fans, jangan dipikirkan Zil mereka semua temen-
temenku kok!" sambil terkekeh dan mencubit pipiku.
Wow apa-apaan ini wajahku merah padam. "gimana?"
tanyanya kembali."iya" aku pun menerima mas Riki
padahal aku seharusnya sudah mau menerima
konsekuensinya pacaran sama mas Riki ini yang punya
fans gila.
Dua bulan sudah kurajut hubungan ini bersama mas Riki,
seakan dia selalu ada untukku, Emma sahabatku pun
akhirnya senang dengan hubungan kami ini, meski dia
pernah menolak hubunganku dengan mas Riki.
Hari ini aku ditinggal pergi keluargaku ke rumah
saudaraku, dari pada melompong di rumah mending
membuka facebook, sudah lama juga aku tidak membuka
facebookku mungkin sekitar seminggu lah.
Saat aku membuka facebookku, aku terkaget melihat
status facebookku yang menjadi lajang beberapa jam
yang lalu, aneh? kenapa ini bisa terjadi? kok lajang
bukannya seminggu yang lalu masih berpacaran sama
Riki Eko Putra?. Apa mungkin mas marah, gara-gara

7
kejadian kemarin di perpustakaan? tapi bukanya mas
sudah tahu kalau aku sama Ryan itu cuma temen sekelas
yang dapet tugas bahasa inggris yang sama dan kita
Cuma mengerjakan tugas itu di perpus dari pada di kelas
yang ribut, ya... memang sih akhir-akhir ini banyak
kuhabiskan waktuku bersama Ryan untuk mengerjakan
tugas itu, tapi mas selama ini gak cemburu apalagi marah
ya memang sih kemarin kepalaku itu kejedot tembok dan
Ryan mengelus kepalaku tapi kan aku sama dia itu gak
ada hubungan apa-apa. Akhirnya daripada bingung
memikirkannya mending kucari nama facebooknya mas
Riki saja.
Aku terkaget mendapati dia sudah berpacaran dengan
seorang kakak kelas yang bernama Zahra Kartika Sari,
rasanya aku pernah mendengar nama ini dan gak begitu
asing di telingaku tapi siapa dia itu. Aku sengaja
mengiriminya sebuah pesan dan menanyakan siapa
cewek bernama Zahra itu, betapa kagetnya aku
mendapati yang bales itu pacarnya dan bukan mas Riki
bahkan dia juga pake acara ngebentak-bentak aku,
penjelasan si cewek membuatku naik pitam dan bikin aku
cemburu dengan seluruh jawaban konyolnya itu yang
terkesan memanas-manasi ku.
Sungguh dia benar-benar sudah memutuskanku secara
sepihak dan diam-diam sudah punya pacar. Awas aja gak
aku ampuni kamu mas.
"Haa? apa-apaan ini? dia mengkhianatiku ternyata sial
dia sudah punya gebetan lagi ya? oh, ok kita sudah
selesai sampai disini pokoknya aku benci kamu mas,
hanya sakit yang kau tinggalkan. Semua janji-janjimu
dua bulan yang lalu hanyalah kata-kata manis yang tak
pernah kau tepati janji kosong dan bualan saja yang kau

8
berikan" ucapku dengan hati yang tersakiti. Aku hanya
bisa terisak sendirian di depan laptopku, sungguh aku ini
kenapa pakai nangis sih.
"Kamu yang sabar Zil!" kata Emma yang coba
tenangkanku, "mas Riki pasti punya penjelasan yang
logis kok jangan percaya dulu deh" tambah Emma.
Menyakitkan memang kenapa aku dulu mau
menerimanya jika yang kudapat hanya sebuah
pengkhianatan aduh sakitnya bukan main habis kukira
aku bakal bisa bersama dia tapi ternyata hadududuh.
"Zil! aku harap kamu mau mendengarkanku dulu, semua
itu hanya rekayasa saja! Zil aku sama kamu cuma dijebak
biar kita putus" ungkap mas Riki.
"Udahlah mas... gak apa-apa kok kalau kamu maunya
begitu, aku sudah ikhlas menerimanya mungkin kamu
bisa lebih senang bersamanya daripada sama aku yang
hanya bisa bikin kamu cemburu dan marah" ucapku sok
tenang padahal dalam hari sih sudah nangis guling-guling
gak jelas. Dan mencoba melepaskan genggaman
tangannya yang sangat kencang.
"Zil, kumohon, mereka hanya menjebak agar kita putus.
Jadi kuingin kau mempercayaiku! please" jawabnya yang
semakin mengencangkan genggamannya.
"Sakit... sudah lepas!" suaraku melengking karena
kesakitan, "lepas!" akhirnya Emma ikut berbicara, setelah
dari tadi hanya diam dan memandangi kami berdua.
Dia mencoba melepaskan genggaman tangan mas Riki
yang begitu kuat.
Aku tahu keputusan ini sangat berat, aku tahu dia cowok
yang baik dan ramah, tapi teman-temannya tidak begitu
kurasa aku takut kalau balikan sama mas Riki
hubunganku sama dia bakal dihancurin sama fans dan

9
teman-temannya yang ganas-ganas. Selama kita pacaran
seakan banyak sekali ujian dan cobaan yang menerpa
hubungan kita yang datangnya memang dari fans dan
temannya. Tapi aku harus mengalah pada keadaan,
mungkin jika jodoh suatu saat nanti pasti akan
dipersatukan kembali tapi tanpa fans dan teman-
temannya. Muak banget aku sama mereka semua.
Aku mau lebih bijak dalam mengambil sebuah
keputusan, karena aku tak ingin terjebak dalam lubang
yang sama. Kabar baiknya adalah sekarang aku sudah
bisa move on dari mas Riki yah meski mas Riki tetap
baik ke aku. Kuanggap dia hanya teman biasa meskipun
perhatiannya padaku lebih dari teman tapi aku tak
mempersoalkan hal itu karena aku sadar dia itu baik, tapi
aku gak habis pikir kok dia betah sama fans dan teman-
temannya itu ya, yang menghalalkan segala cara agar
kami berpisah, mungkin makin banyak kakak kelas yang
membenciku karena tetap dekat dengan mas Riki tapi
biar aja lah meskipun aku dibenci sama kakak kelas dan
fans mas Riki, asal ada Emma di sisiku aku tak
permasalahkan hal itu.
Emma dan aku saling mendukung disaat kami memiliki
masalah, dia bahkan tak pernah meninggalkanku selalu
sabar menghadapi sikap ku yang kekanak-kanak ini, dia
yang sudah mau membuat dan menemani tawa ini,
"Emm... thanks ya selama ini kamu sudah mau jadi
bagian terpenting dari hidupku dan terimakasih atas
waktu yang kamu kasih buat aku dan selalu ada buat aku
dalam keadaan susah maupun senang" kataku sambil
memeluk Emma, "iya... kita kan sahabat Sindrom
Peristaltik" balas Emma, kita pun saling menggelitiki

10
satu sama lain dan tertawa sambil menceritakan cerita
cerita lucu mereka, seraya tertawa terpingkal pingkal.
"hy! masih lama kah kalian? ayolah katanya mau pulang!
Udah jam berapa nih" suara itu membuat aku dan Emma
menyudahi tawa kami, sontak mata kami tertuju pada
seorang pria dan teryata mas riski dan kami pun pulang
bersama mas Riki.
Akhirnya kami pun berjalan bersama, menceritakan hal
konyol dan menertawakannya akhirya aku,emma dan
mas riski menjadi sahabat dekat.

11

Anda mungkin juga menyukai