Anda di halaman 1dari 3

Novel ini novel keluaran 2017 dan saya lihat telah banyak dibaca oleh orang-orang didunia maya.

Saya melihat
beberapa rekomendasi novel pilihan dari beberapa laman instagram. Novel ini merupakan novel terbaru karya
Ahmad Fuadi setelah trilogi Negeri Lima Menara, Ranah Tiga Warna dan Rantau Satu Muara. Trilogi tersebut
merupakan novel yang ditulis Ahmad Fuadi berdasarkan pengalaman nyatanya sendiri, sedangkan novel Anak
Rantau merupakan karya fiksi Ahmad Fuadi.

Anak Rantau berlatar budaya Minang, Bukit tinggi dengan tokoh utama seorang anak bernama Hepi yang
terpaksa tinggal di kampung halaman ayahnya, Martiaz. Secara umum novel ini bermuatan cerita kekeluargaan,
persahabatan, petualangan dan lingkungan hidup. Melalui Anak Rantau kita diajak untuk ikut kembali
mengembara dan memperoleh pelajaran hidup tidak hanya dirantau yang jauh dari kampung halaman, justru kita
dibawa pulang menuju kampung halaman untuk menemukan kembali pelajaran yang hilang.

Donwori bihepi atau Hepi, seorang anak laki-laki berasal dari Jakarta yang tinggal bersama ayahnya Martiaz
dan kakaknya Dora. Ibunya meninggal setengah jam setelah melahirkan Hepi. Hepi anak yang pintar, cerdas,
suka membaca dan pemberani namun kelakuannya yang tidak disiplin dan nakal, kelakuan Hepi yang seperti ini
disebabkan karena kurangnya kasih sayang dan pantauan Martiaz selama ini. Suatu hari di saat pembagian
rapor, Hepi memiliki nilai bersih kosong di lembar rapornya. Hal itu membuat Martiaz marah besar hingga dia
tidak mampu lagi meluapkan kemarahannya dan tidak tahu lagi harus menghukum Hepi dengan jalan apa lagi.
Hingga akhirnya Martiaz menemukan ide baru untuk menghukum anak bungsunya ini. Martiaz mengajak hepi
pulang kekampung halamannya, Tanjung Durian, tanpa memberi tahu maksud sebenarnya Martiaz mengajak
Hepi pulang kampung.

Hepi sangat bahagia bisa merasakan pulang kampung selama hidupnya, hingga akhirnya dia mengetahui tujuan
dan maksud ayahnya membawanya pulang kekampung halaman. Dia sangat marah, dan harus tunggang
langgang mengejar bis ayahnya yang akan pergi kembali ke Jakarta. Hepi hidup dengan kakek dan neneknya di
kampung. Hepi menyalakan dendam yang besar pada ayahnya itu. Dia sangat sedih dan merasa ditinggalkan dan
dibuang oleh Ayahnya sendiri. Dia pun bertekat untuk mendapatkan uang agar bisa kembali ke Jakarta dan
menunjukkan pada ayahnya bahwa dia tidak akan berubah dan justru makin “tambeng” karena ditinggalkan
olehnya.

Selama di kampung Hepi berteman dengan Attar dan Zen. Attar pandai menembak dengan ketapel yang
dimilikinya, sedangkan Zen sangat menyayangi binatang dan menjunjung tinggi reputasi terbaiknya sebagai
anak kampung. Mereka bertiga bersekolah bersama, bermain bersama, mengurus surau bersama, hingga
melakukan petualangan-petualangan seru dan menegangkan selama bersama Hepi. Hepi dan dua temannya ini
membentuk tim detektif cilik. Mereka melakukan penyelidikan – penyelidikan beberapa masalah yang terjadi di
kampungnya hingga membawa mereka mengarungi petualangan yang tidak biasa. Berpetualang mendatangi
sarang jin yang berada di loteng dibawah kubah surau dan akhirnya dijadikannya “sarang elang” tempat mereka
melakukan semua koordinasinya, menghadapi lelaki bermata harimau “Pandeka Luko” pahlawan kebangsaan
gila yang mengobati luka lamanya di rumah usang yang tidak terjamah warga kampung, menangkap maling
kampung, memburu biduk hantu pengedar narkoba yang mencemari warga kampung, dan menyusup ke markas
pembunuh serta pengedar narkoba di kampungnya.

Hingga akhirnya Hepi menemukan makna dendamnya selama ini. Diakhir petualangannya di kampung, Hepi
baru menyadari bahwa dendamnya itu menyelimuti rindu dan ketakutan mendalamnya akan ditinggal ayahnya,
Martiaz. Hepi juga menyadari banyak hal bahwa alam terkembang jadi guru itu memang benar, alamnya yaitu
kampungnya ini menjadi tempatnya belajar dan berguru berbagai ilmu kehidupan yang tidak bisa dia dapatkan
di Jakarta. Hepi merasa semakin dekat dengan kampungnya itu, dengan kakek dan neneknya “Datuk dan Nenek
Salisah”, dengan teman-temannya “Attar dan Zen”, dengan guru sekolahnya “Ibu Ibet” dan dengan guru lahir
batinnya “Pandeka Luko” yang menyimpan berbagai cerita tersembunyi dalam hidupnya.

Secara umum novel ini sangat menarik karena berisi novel petualangan yang seru dan baru, karena latar novel
ini adalah budaya Sumatera barat membuat pembaca mendapatkan ragam kosakata bahasa baru yaitu bahasa
Padang, banyak pelajaran hidup juga yang dapat saya ambil dari novel ini. Salah satunya adalah pelajaran dari
Pandeka Luko. Pandeka Luko merupakan salah satu tokoh yang menurut saya keren dan menarik dalam novel
ini dia menjadi salah satu tonggak perubahan Hepi. Saat Hepi berkesempatan bertemu dengan Pandeka Luko dia
mengutarakan semua perasaan dan kesedihannya dan berniat meminta bantuan Pandeka untuk mencetakkan
uang untuknya, namun Pandeka justru memberikan cerita-cerita berharga dan nasehat-nasehat didalamnya. Dia
memberikan nasehat pada Hepi.
Penggunaan kaidah literasi pada novel Anak Rantau karya Ahmad Fuadi ini tidak tersusun dengan baik. Para
pembaca seringkali menemukan suatu diksi yang tidak pas dan kata-kata yang digunakan terbilang tidak baku
dan efisien. Kekurangan ini sebenarnya dapat dimaklumi karena novel Anak Rantau ini diangkat dari
pengalaman sesoarang. Para pembaca merasa tidak cocok pada penggunaan bahasa yang digunakan oleh peran
Hepi saat ia menggunakan kata saya-kamu, rasanya itu tidak sesuai dengan kepribadian Hepi yang berkarakter
bad guy.

Identitas Buku

Judul Buku Resensi : Anak Rantau

Genre : Petualangan Remaja

Penerbit : Falcon Publishing Jakarta 12740

Penulis : Ahmad Fuadi

Tahun Terbit : 2017

Jumlah Halaman : 382 Halaman

Jenis Buku : Buku fiksi

Nomor Edisi Terbit : ISBN 978-602-60514-9-3

*Indah Dwi Pratiwi

Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah Malang

Resensi "Anak Rantau"


Sepucuk Rindu yang Disalahartikan
Judul Buku : Anak Rantau
Penulis : Ahmad Fuadi
Penerbit : PT Falcon
Kota Penerbit : Jakarta
Tahun Terbit : Agustus 2017
Jumlah Halaman : 370
ISBN : 978-602-60514-9-3
Genre : Fiksi
Harga : Rp 89.000,00
Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau. Fuadi
merantau ke Jawa untuk masuk sekolah agama, Pondok Modern Gontor. Di Gontor inilah yang
menjadi inspirasinya menulis novel mega bestseller, Negeri 5 Menara. Selain itu, dia juga
menerbitkan novel Ranah 3 Warna dan Rantai 1 Muara yang merupakan sekuel Negeri 5
Menara.
Hepi, seorang perantau yang tidak memiliki niat untuk merantau. Dia merantau karena
hukuman yang diberikan oleh ayahnya, Martiaz. Sang ayah yang merasa gagal mendidik
anaknya seorang diri membawa Hepi ke kampong halamannya di Minang untuk dididik oleh
kakek dan nenek Hepi.
Hepi yang merasa ditinggalkan sang ayah membuat janji dengan penuh amarah dan
dendam. Perasaan dendam yang akan dia sadari bahwa itu adalah sebuah rasa rindu. Demi
memenuhi janji yang ia buat sendiri, Hepi berusaha mencari uang yang dibantu oleh 2
sahabatnya di kampong, Zen dan Attar. Dalam memenuhi janjinya sendiri, Hepi mengalami
banyak pengalaman seru mulai dari mendatangi sarang jin, menghadapi lelaki misterius, dan
menjadi detektif.
Novel ini merupakan novel yang sangat menarik. Cara Fuadi dalam menggambarkan
awal kisah dari sebuah kejadian membuat pembaca segera ingin tahu kelanjutan kisahnya.
Penggambaran penulis untuk tempat di dalam cerita sangat detail dan disediakan pula peta
tempat d dalam cerita sehingga pembaca bisa lebih jelas memahami tempat-tempat dalam cerita.
Selain itu, di dalam novel ini juga memberi pengetahuan berupa sejarah yang pernah terjadi di
Indonesia
Dalam novel ini banyak menggunakan bahasa dari daerah Minang seperti wa’ang,
lapau, maota, dan sebagainya. Akan tetapi , arti dalam bahasa tersebut di letakkan di belakang
setelah cerita selesai sehingga dapat menimbulkan kebingungan apabila tidak terbiasa. Maka
dari itu, pembaca harus membaca secara seksama agar pembaca terbiasa dengan bahasa yang
digunakan.
Novel ini sangat cocok dibaca untuk semua kalangan. Selain itu, banyak pesan-pesan
yang bisa disampaikan untuk para pembaca. Sehingga, para pembaca bisa menambah
pengamalan dari kisah yang disampaikan tanpa perlu merasakan kehidupan yang pahit seperti
yang diceritakan oleh penulis.

Anda mungkin juga menyukai