1. Identitas Buku
ISBN: 979-3062-92-4
2. Pratinjau
Luar biasa. Begitulah kesan yang tersirat setelah membaca buku kedua dari
tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini. Bagaimana tidak? Alur cerita
dan gaya bahasa yang disuguhkannya mampu dikemas begitu apik dari awal
hingga akhir. Ditinjau dari segi intrinsiknya, novel ini bisa dibilang hampir tanpa
cela. Sebab di setiap peristiwa, Andrea dengan cerdas menggambarkan
karakteristik dan deskripsi yang begitu kuat pada tiap karakternya. Sehingga
pembaca bisa dengan mudah menafsirkan arah jalan ceritanya. Bahasanya pun
sangat memikat, dengan dibumbui ragam kekayaan bahasa dan imajinasi yang
luas. Novel ini memiliki kekayaan bahasa sekaligus keteraturan berbahasa
Indonesia. Dimulai dari istilah- istilah saintifik, humor metaforis, hingga dialek
dan sastra melayu bertebaran di sepanjang halaman. Mulanya, cerita ini lebih
bernuansa komikal dengan latar kenakalan remaja pada umumnya. Canda tawa
khas siswa SMA sangat kental. Namun lebih dalam menjelajahi setiap makna kata
demi kata, terasalah begitu kuat karakter yang muncul di tiap-tiap tokohnya.
Terlebih saat Andrea membawa kita ke dalam kenyataan hidup
yang harus dihadapi tokoh Ikal yang mimpinya seakan sudah mencapai titik
kemustahilan, dan dengan sensasi filosofis Andrea kembali membangkitkan obor
semangat meraih mimpi dan menekankan begitu besarnya kekuatan mimpi Ikal
yang akhirnya dapat mengantarkannya ke Sorbonne, kota impiannya.
Angkat topi untuk Andrea Hirata yang telah berhasil membuat suguhan
kisah yang kental dengan budaya melayu namun sangat cerdas dan
saintifik. Tak hanya bisa membuat seseorang kembali membangun mimpi-
mimpinya, novel ini juga bisa menambah rasa hormat kita kepada sang ayah dan
mencintainya dengan tulus meskipun di tengah kondisi yang
sangat terbatas.
3. Isi
1) Unsur Intrinsik
Tema
Tema yang tersirat dalam novel Sang Pemimpi ini tak lain
adalah “persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi
kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi
atau pengharapan”. Hal itu dapat dibuktikan dari penceritaan
per kalimatnya dimana penulis berusaha menggambarkan
begitu besarnya kekuatan mimpi sehingga dapat membawa
seseorang menerjang kerasnya kehidupan dan batas
kemustahilan.
Latar
Ayah Ikal : pendiam, sabar, penuh kasih sayang, bijaksana Dan tokoh lain
Mahader, A Kiun, Pak Cik Basman, Taikong
Hanim, Capo, Bang Zaitun, Pendeta Geovanny, Mak cik dan
Laksmi adalah tokoh pendukung dalam novel ini.
Alur
Gaya Penulisan
.
Amanat
Sudut Pandang
2) Unsur Ekstrinsik
Nilai Moral
Nilai Sosial
Ditinjau dari nilai sosialnya, novel ini begitu kaya akan nilai
sosial. Hal itu dibuktikan rasa setia kawan yang begitu tinggi
antara tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron. Masing-masing saling
mendukung dan membantu antara satu dengan yang lain dalam
mewujudkan impian-impian mereka sekalipun hampir mencapai
batas kemustahilan. Dengan didasari rasa gotong royong yang
tinggi sebagai orang Belitong, dalam keadaan kekurangan pun
masih dapat saling membantu satu sama lain.
Nilai Adat istiadat
Nilai adat di sini juga begitu kental terasa. Adat kebiasaan pada
sekolah tradisional yang masih mengharuskan siswanya
mencium tangan kepada gurunya, ataupun mata pencaharian
warga yang sangat keras dan kasar yaitu sebagai kuli tambang
timah tergambar jelas di novel ini. Sehingga menambah
khazanah budaya yang lebih Indonesia.
Nilai Agama
1) Kelebihan
Pada dasarnya novel ini hampir tiada kelemahan. Hal itu disebabkan
karena penulis dengan cerdas dan apik menggambarkan keruntutan alur, deskripsi
setting, dan eksplorasi kekuatan karakter. Baik ditinjau
dari segi kebahasaan hingga sensasi yang dirasakan pembaca
sepanjang cerita, novel ini dinilai cukup untuk mengobati keinginan
pembaca yang haus akan novel yang bermutu.
5. Sinopsis
Ada Pak Balia yang baik dan bijaksana, beliau seorang Kepala Sekolah
sekaligus mengajar kesusastraan di SMA Negeri Bukan Main, dalam novel
ini juga ada Pak Mustar yang sangat antagonis dan ditakuti siswa, beliau
berubah menjadi galak karena anak lelaki kesayangannya tidak diterima di
SMA yang dirintisnya ini. Sebab NEM anaknya ini kurang 0,25 dari batas
minimal. Bayangkan 0,25 syaratnya 42, NEM anaknya hanya 41,75.
Ikal, Arai, dan Jimbron pernah dihukum oleh Pak Mustar karena telah
menonton film di bioskop dan peraturan ini larangan bagi siswa SMA Negeri
Bukan Main. Pada apel Senin pagi mereka barisnya dipisahkan, dan
mendapat hukuman berakting di lapangan sekolah serta membersihkan
WC.
Ikal dan Arai bertalian darah. Nenek Arai adalah adik kandung kakek Ikal
dari pihak ibu,ketika kelas 1 SD ibu Arai wafat dan ayahmya juga wafat
ketika Arai kelas 3 sehingga di kampung Melayu disebut Simpai Keramat.
Sedangkan Jimbron bicaranya gagap karena dulu bersama ayahnya.
“SANG PEMIMPI”
Identitas Buku
ISBN: 979-3062-92-4
Setelah 40 tahun bumi pertiwi merdeka, akhirnya Belitong Timur, pulau timah
yang kaya raya itu, memiliki sebuah SMA Negeri, yaitu SMA Negeri Bukan
Main. Artinya tidak perlu lagi menempuh 120 kilometer untuk mengenyam
pendidikan di bangku SMA. Namun tetap tidak mudah, karena sang kepala
sekolah, Drs. Julian Ichsan Balia, yang juga seorang guru kesusastraan, sangat
disiplin dan konsisten dalam menentukan siapa anak didiknya, NEM minimal 42,
tidak bisa ditawar-tawar. Bahkan Mustar M. Djai’din, B.A, seorang guru biologi
yang juga merupakan salah satu perintis berdirinya SMA Negeri Bukan Main,
tidak berhasil menggoyahkan kokohnya peraturan Pak Balia. Meski beropini
apapun anak laki-lakinya yang memiliki NEM 41,75 tetap gagal menjadi siswa di
sekolah yang telah diusahakannya itu.
Ikal, Arai, dan Jimbron, yang merupakan tokoh protagonis dalam novel ini,
diterima bersekolah di SMA Negeri Bukan Main. Mereka salah satu anak dari
keluarga kurang beruntung di kampung terpencil di Belitong. Ikal sedikit lebih
beruntung dari Arai dan Jimbron. Karena walau ia hanyalah anak seorang pekerja
PN Timah Belitong yang terancam terseret gelombang PHK, setidaknya ia
memiliki keluarga yang lengkap dan penuh cinta kasih. Ia sangat mengagumi
sosok ayahnya, yang ia sebut juara satu seluruh dunia.
Sedangkan Arai dan Jimbron memiliki kisah yang dapat dikatakan serupa. Arai
merupakan simpai keramat, yakni orang terakhir yang tersisa dari suatu klan. Saat
ia kelas satu SD, Ibunya meninggal ketika melahirkan, begitu pula adiknya yang
baru lahir. Belum berakhir masa dukanya, saat ia naik kelas tiga SD, ayahnya
dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Arai yang ternyata adalah sepupu jauh Ikal,
kemudian diadopsi oleh Pak Seman Said Harun, ayah Ikal.
Jimbron yang kini gagap sebenarnya memiliki kisah amat pilu dibalik
kegagapannya. Jimbron memiliki dua adik kembar perempuan. Ibunya wafat
ketika Jimbron kelas empat SD. Sementara ayah yang ia jadikan orientasi
hidupnya, terkena serangan jantung saat membonceng Jimbron dengan sepeda.
Saat itu belum sampai 40 hari ibunya wafat. Jimbron sekuat tenaga pontang-
panting membonceng ayahnya menuju Puskesmas. Setelah beberapa menit di
Puskesmas, ayah Jimbron meninggal. Sejak saat itu Jimbron gagap. Kejadian
memilukan itu juga berakibat munculnya ketertarikan Jimbron pada kuda yang
mencapai tingkat obsesi komplusif. Kedua adik kembarnya diasuh bibinya di
Pangkal Pinang, Pulau Bangka, sedangkan Jimbron diasuh oleh Pendeta
Geovanny, sahabat keluarganya.
Ikal, Arai, dan Jimbron menyewa kamar kontrakan di Magai, karena jarak dari
sekolah ke kampungnya terlalu jauh, yaitu 30 kilometer. Demi membiayai
kehidupan dan membantu keluarga, mereka bekera menjadi kuli ngambat.
Pekerjaan teramat berat dan kasar ini mengharuskan ketiganya bangun pukul 2
pagi, mengangkut ikan-ikan yang panjangnya rata-rata mencapai dua meter.
Biasanya pekerjaan ini selesai pada pukul enam, sehingga mereka akan tergesa-
gesa menggunakan sisa waktu sebelum jam tujuh.
Namun, walau bekerja sebegitu berat sambil sekolah, mereka tetap tidak
melupakan status pelajar yang melekat dalam diri mereka. Buktinya, saat
pembagian rapot, Ikal dan Arai berada di garda depan (peringkat sepuluh besar),
Ikal di peringkat ketiga dan Arai di peringkat kelima. Sedangkan Jimbron, yang
tumbuh invalid (kakinya panjang sebelah), namun memiliki semangat dan
ketenangan yang luar biasa, berhasil mempersembahkan kursi nomor 78 untuk
Pendeta Geo. Mereka punya mimpi yang hebat: berkelana menjelajahi Eropa
sampai ke Afrika. Sekolah ke Prancis. Menginjakkan kaki di altar suci almamater
Sorbonne.
Ikal, Arai, dan Jimbron, walau memberi inspirasi, tetap saja adalah remaja.
Mereka tidak lepas dari jeratan perasaan yang sulit diterjemahkan dengan
berbagai pemahaman dan kata-kata, yang disebut cinta. Ikal tetap setia pada cinta
pertama yang entah dimana kini, A Ling, anak pemilik Toko Sinar Harapan. Arai
pantang menyerah menjaga dan membuktikan cintanya pada sosok wanita yang
sayangnya sangat tidak peduli. Pengorbanannya yang gigih, entah menguap
kemana bagi seorang Zakiah Nurmala binti Berahim. Dan Jambron, lebih dari
keobsesian komplusifnya terhadap kuda, ia mencintai Laksmi, gadis malang yang
seakan lupa bagaimana cara tersenyum sejak keluarganya terenggut dalam
peristiwa kecelakaan kapal di semenanjung yang kini dinamakan semenanjung
Ayah.
Sebagai remaja, mereka terkadang lalai dan tergoda dengan gejolak perubahan
menuju dewasa. Oleh karena itu, ketiganya kadang terseret masalah-masalah yang
menimpa remaja pada umumnya. Namun dibalik setiap persoalan yang mereka
ikut nimbrung atau bahkan yang mereka sebabkan, mereka mampu memetik dan
menyimpulkan hikmah.
Ikal yang kini menginjak usia delapan belas rupanya telah mulai memahami
realitas kehidupan. Ia kehilangan semangatnya. Dulu ia optimis bermimpi hingga
melampaui posibilities-line, tapi kini, membayangkan mimpinya yang sangat
tinggi itu, ia tersenyum pahit, menertawakan diri sendiri. Ia jadi banyak merenung
memikirkan nasibnya masa depan yang paling banter menjadi pelayan restoran mi
rebus atau kernet mobil omprengan reyot.
Berbekal tabungan hasil kerja sebagai kuli ngambat selama kurang lebih tiga
tahun, ditambah masing-masing sebuah celengan penuh, pemberian dari Jimbron,
Arai dan Ikal berangkat ke Jakarta. Mereka hanya memiliki dua petunjuk. Yang
pertama adalah dari mualim kapten kapal Bintang Laut Selatan: tujulah Ciputat di
Jakarta Selatan, tempat itu lumayan aman dibanding wilayah Jakarta lainnya.
Yang kedua adalah wejangan kedua orangtuanya agar setiba di Jakarta mereka
harus menemukan masjid terlebih dahulu. Namun, mereka malah terdampar di
Bogor dengan pengetahuan sangat minim tentang kota itu.
Ikal sangat lega karena akhirnya dapat mengenyam pendidikan lagi, tidak
tanggung-tanggung, Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia. Di sumur ilmu
yang kondang hingga berpuluh-puluh tahun berikutnya itu, Ikal bertemu Zakiah
Nurmala. Sayang, Arai sedang tidak bersamanya.
Ikal baru saja lulus kuliah saat membaca pengumuman beasiswa strata dua yang
diberikan Uni Eropa kepada sarjana-sarjana Indonesia. Ikal tidak sedetikpun
melewatkan kesempatan berharga ini. Ia belajar jungkir balik demi mewujudkan
mimpinya. Ia akhirnya berhasil melalui berbagai test panjang dan melelahkan,
juga wawancara akhir. Saat itu, ia bertemu Arai kembali setelah berbulan-bulan
berpisah. Arai juga mengambil kesempatan ini. Keduanya lalu memutuskan
penantian hasil test akan mereka habiskan di kampung halaman, Belitong.
Arai dan Ikal menemui sahabat lamanya, yang turut menyumbang dalam
kesuksesan mereka hingga mencapai hari itu. Jimbron. Ia sukses merebut hati
Laksmi dan membuat gadis itu tersenyum sepanjang waktu. Mereka kini
mempunyai seorang anak berusia lima tahun. Arai dan Ikal lalu berkeliling
kampung.
Dua amplop surat berisi keputusan hasil tes tiba di kediaman Bapak Seman Said
Harun. Usai sholat Maghrib, Ikal dan kedua orangtuanya, arai ditemani foto alm.
kedua orangtuanya, membuka suratnya masing-masing. Keduanya lulus tes dan
berhak menerima beasiswa Uni Eropa, di Universitas yang sama, Universite de
Paris, Sorbonne, Prancis.
Tanggapan
Novel “Sang Pemimpi” yang merupakan novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi
ini benar-benar penuh inspirasi, tidak kalah mengagumkan dan menggugah dari
novel karya Andrea Hirata sebelumnya. Bercerita tentang kehidupan tiga orang
anak kampung dari kawasan PN Timah Belitong. Tiga pelajar perkasa yang begitu
menghargai ilmu pengetahuan. Selain keterbatasan ekonomi, mereka memiliki
kemauan tinggi dan dengan berusaha all out sekuat tenaga sekeras dan sekukuh
baja, mengejar mimpi-mimpi yang terdengar sangat sumbang bila dipadukan
dengan alunan kehidupan mereka yang membahana membuat hati miris.
Daya tarik pertama novel ini adalah bahwa novel “Sang Pemimpi” merupakan
karya Andrea Hirata. Seorang Andrea Hirata, seperti dikatakan oleh Nicola
Horner, adalah seorang seniman kata-kata. Ia memandang segalanya dari sudut
pandang yang berbeda, tidak seperti orang kebanyakan. Dengan keahliannya
dalam merangkai kata, ia mengemas dan menyajikan apa yang tampak dari
matanya, menjadi sebuah suguhan yang sarat akan segala nilai plus.
Kedua. Andrea mendedikasikan novel best seller ini untuk sang ayah, jelas
tersurat dalam halaman v:
“Untuk Ayahku Seman Said Harun, Ayah juara satu seluruh dunia”
Juga dapat diketahui melalui salah satu bab khusus bertemakan kekagumannya
pada sosok sang ayah, yaitu pada bab mozaik 8, Baju Safari Ayahku. Selain itu,
dapat pula disimpulkan dari banyak kalimat maupun paragraf yang bertebaran di
seluruh mozaik-mozaik dalam novel ini.
Ketiga. Buku ini mengandung banyak sekali inspirasi dan motivasi, hikmah yang
dapat dipetik dengan mudah dari kisah-kisah yang disuguhkan. Semua yang
mampu membakar semangat kaum muda dan kalangan pelajar. Salah satunya
adalah,
“Biar kau tahu, Kal, orang seperti kita tak punya apa-apa kecuali semangat
dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi
itu!”
Banyak juga dikutip kata-kata yang berasal dari mulut-mulut para ahli, hasil
pembelajaran selama hidup mereka,
“Tidak semua yang dapat dihitung, diperhitungkan, dan tidak semua yang
diperhitungkan, dapat dihitung!! Albert Einsten!! Fisikawan nomor wahid!”
Kelebihan Novel
Pada dasarnya, novel ini diangkat dari sebuah kisah yang luar biasa, dikemas
secara luar biasa oleh pengarang yang luar biasa. Kisah sarat muatan moral,
pendidikan, dan religi ini mampu menjadi inspirasi cemerlang bagi generasi muda
Indonesia yang akhir-akhir ini mati angin.
Di masa-masa ini, ketika minat masyarakat untuk berbahasa Indonesia yang baik
dan benar cenderung rendah, Andrea Hirata berhasil memperoleh tempat istimewa
di hati para pembaca dengan menghadirkan sebuah novel berbahasa Indonesia
baku. Itu karena sama sekali tidak ditemukan kekakuan dalam pembahasaan
novelnya. Ia sukses menuntun pembaca menuju puncak pemahaman dengan
potensi besar melahirkan motivasi sekuat baja, melalui alur cerita yang apik dan
cerdas.
Kelemahan Novel
Cukup sulit menemukan kelemahan dari sebuah novel berkelas dengan rating
mencapai bintang lima. Tapi kelemahan itu tetap ada, yaitu daftar glosarium yang
terlalu banyak sehingga agak menyulitkan pembaca.
Kesimpulan
Sebagai peresensi, berdasarkan dari keunggulan dan kelemahan novel ini, menilai
bahwa novel ini baik untuk dijadikan bahan bacaan oleh semua kalangan karena
sangat menarik dan banyak pelajaran yang dapat diambil.
RUMAH INI DILENGKAPI OLEH CCTV
INI DILENGKAPI OLEH CCTV
Oleh
Oleh
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017