Anda di halaman 1dari 3

NILAI-NILAI KEHIDUPAN

DALAM CERPEN ROBOHNYA SURAU KAMI


KARYA A.A. NAVIS

1. Nilai Religius
Nilai religious adalah nilai yang berhubungan dengan kehidupan beragama.
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami nilai religious tidak hanya digambarkan
dengan beribadah dalam arti sempit (sembahyang, memuji kebesaran Tuhan,
membaca kitabNya, dan pergi ke Mekkah berkali-kali). Akan tetapi, nilai religius
digambarkan dengan ibadah dalam makna yang lebih luas, dengan bekerja keras,
bersyukur dengan cara menjaga dan memelihara apa yang telah dikaruniakan
Tuhan kepada manusia, Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut.

O, Tuhan kami Yang Maha Besar, Kami yang menghadap-Mu ini adalah
umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah
orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji kebesaran-Mu,
mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar
kepala kami. Tak sesat sedikit pun kami membacanya.

2. Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai yang menceritakan hubungan manusia dengan sesame.
Sebagai makhluk sosial, sesame manusia harus saling membantu satu sama lain
jika seseorang dalam masala. Nilai sosial dalam cerpen Robohnya Surau Kami
dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami menyembah Tuhan di dunia? Tanya


Haji Saleh.
“Tidak. Kesalahan engkau karena engkau mementingkan dirimu sendiri. Kau takut
masuk neraka, karena itu kau taat bersembahnyang. Tapi engkau melupakan kehidupan
kaummu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang
terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi
engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.”

Kutipan tersebut mengandung nilai sosial agar pembaca tidak bermasa bodoh
dengan apa yang telah dimiliki. Hendaklah apa yang sudha dimiliki dipelihara
dengan baik dan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk kepentingan
bersama. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami Haji Saleh digambarkan sebagai
sosok yang kaya raya dengan logam dan minyak, namun ia tidak berusaha untuk
memanfaatkan kekayaan itu untuk anak cucunya, sehingga diambillah kekayaan
itu oleh orang lain. Haji Saleh lebih memilih untuk beribadah kepada Tuhan
karena beribadah tidak mengeluarkan keringat dan teaga, memang hal ini tidaklah
salah. Akan tetapi, hal ini menjadi salah ketika beribadah kepada Tuhan tidak
diimbangi dengan berbuat baik kepada sesama manusia.

3. Nilai Moral
Nilai Moral adalah nilai yang berhubungan dengan sikap atau perbuatan
individu. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami pesan moral yang ingin
disampaikan yaitu agar kita senantiasa bersikap rendah hati. Nilai moral
digambarkan melalui tokoh Haji Saleh dengan karakter sombong dan bangga
dengan gelarnya sebagai Haji yang menunjukkan bahwa ia pernah ke Mekkah.
Selain itu, tokoh Haji Saleh digambarkan sebagai sosok yang juga taat beribadah
dan merasa bangga dengan ibadahnya. Ia yakin bahwa dengan ibadahnya tersebut
ia akan masuk surga. Hal ini jelas sekali terlihat ketika ia berada di akhirat
menunggu giliran untuk penghakiman akan masuk surge atau neraka. Ketika
melihat orang-orang berduyun-duyun dimasukkan neraka ia memandang mereka
dengan menyunggingkan senyum dan ejekan. Bhkan sikap sombong Haji Saleh
ini pun masih terlihat ketika ia menghadap pada Tuhan yang digambarkan pada
kutipan berikut.
Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.
“Engkau?”
“Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekkah, Haji Saleh namaku.”

Dari kutipan berikut jelas bahwa Haji Saleh amat bangga dengan gelar
kehajiannya. Dia amat percaya diri dengan dirinya yang taat beribadah akan
membuatnya masuk surga. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain, setelah bertanya
pada Haji Saleh tentang amal ibadahnya selama di dunia, Tuhan malah
memasukkan Haji Saleh ke neraka.
4. Nilai Budaya
Nilai budaya yaitu nilai yang bersumber dari kebiasaan atau adat istiadat
masyarakat setempat. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami nilai budaya dapat
dilihat dari pekerjaan kakek sebagai penjaga surau dan sering membantu ornag
lain. Dalam kehidupan sehari-hari hal itu juga terjadi, yakni ketika membantu
orang lain kita mendapat imbalan, meskipun sekadar ucapan terima kasih. Bukti
nilai budaya terletak pada kutipan berikut.
Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari
sedekah yang dipungutnya dari sekali se-Jumat. Sekali eman bulan ia mendapat
seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun
orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu
dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan
pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak
pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang peempuan yang minta tolong
mengasahkan pisau ataugunting memberinya sambal sebagai imbalan. Orang
laki-laki yang minta tolong memberinya imbalan rokok kadang-kadang uang.
Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit
senyum.

Anda mungkin juga menyukai