Anda di halaman 1dari 19

MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

SUB BAB :
1. KONSEP DASAR MORFOLOGI
2. KONSEP DASAR MORFEM
3. KELAS KATA BAHASA INDONESIA
4. JENIS-JENIS PROSES MORFOLOGIS

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 3
o Siti Fatimah (2186206002)
o Elisa Dwi Yana (2186206043)
o Cyntia Widhi Anandayu (2186206051)
o Ananda Dewi Mariska (2186206096)

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP PGRI TRENGGALEK
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”MORFOLOGI
BAHASA INDONESIA”. Adapun tujuan dan penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi
tugas mata kuliah ”Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD” Dalam penyusunan makalah ini
menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai dengan lancar tanpa adanya dorongan dan
bimbingan dari dosen pembimbing Ibu Wahyu Nurmalasari,M.Pd. Selain itu penulis selaku
penyusunan makalah ini mengucapkan banyak terimakasih kepada rekan-rekan yang turut bekerja
sama dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca agar tulis ini menjadi lebih sempurna. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Trenggalek, September 2021

KELOMPOK 3

2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................................................................5
1.3 TUJUAN.........................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................................................................6
2.1 KONSEP DASAR MORFOLOGI..................................................................................6
2.2 KONSEP DASAR MORFEM.......................................................................................12
2.3 KELAS KATA BAHASA INDONESIA......................................................................14
2.4 JENIS-JENIS PROSES MORFOLOGI.........................................................................16
BAB III
PENUTUP....................................................................................................................................19
3.1 KESIMPULAN.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis,
beragam, dan manusiawi (Abdul Chaer, 1995: 14-18). Sebagai sebuah sistem, bahasa
pada dasarnya memberi kendala pada penuturnya. Dengan demikian, bahasa pada
gilirannya pantas diteliti, karena kendala-kendala yang dihadapi oleh penutur suatu
bahasa memerlukaan penanganan dan pencerahan. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
mempunyai tanggung jawab keilmuan kepada peserta didik dalam memberikan kaidah
berbahasa yang baik dan benar. Materi pembelajaran yang disajikan hendaknya
mencerminkan kazanah bahasa Indonesia yang selaras dan sejalan dengan perkembangan
peradaban rakyat Indonesia. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya juga
melakukan pengkajian terhadap berbagai persoalan terhadap perkembangan kaidah
bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang
tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-
kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-
kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup
tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai
bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna.
Jika terjadi kesalahan sampai pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi
yang berlangsung. Bila terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi
utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.

Salah satu gejala dalam bidang tata bentukan kata dalam bahasa Indonesia yang
memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik
atau morfofonemis. Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan antara
morfem dasar dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi yang kadang
membingungkan para pemakai bahasa. Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa,
manakah bentukan kata yang sesuai dengan kaidah morfologi. Dan, yang menarik adalah
munculnya pendapat yang berbeda dari ahli bahasa yang satu dengan ahli bahasa yang
lain. Fenomena itulah yang menarik bagi kami untuk melakukan pengkajian dan
memaparkan masalah tentang pengertian morfologi.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Apa pengertian dari morfologi?


2) Apa hakikat morfem?
3) Apa yang dimaksud dengan morf dan alomorf?
4) Apa itu kata dasar?

1.3 TUJUAN

1.   Untuk mengetahui pengertian morfologi


2.   Untuk mengetahui hakikat morfem?
3.   Untuk mengetahui morf dan almorf ?
4.   Untuk mengetahui kata dasar?

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR MORFOLOGI

PERKEMBANGAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA


Perkembangan kosakata bahasa Indonesia tumbuh sangat pesat. Kosakata sebagai satuan
analisi terbesar dalam kajian morfologi merupakan salah satu komponen dalam linguistik yang
diberi istilah leksikon. Pertambahan dan perkembangan kosakata bahas Indonesia dapat terjadi
karenan berbagai aspek. Salah satu aspek yang memengaruhinya yaitu aspek penggunaan bahasa
Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai piranti utama untuk memaparkan
perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai disiplin ilmu. Selain itu, bahasa Indonesia juga
dipakai sebagai alat komunikasi untuk menceritakan berbagai kondisi kehidupan masyarakat.
Globalisasi diidentifikasikan sebagai sebagai era yang sangat berpengaruh terhadap pertambahan
dan perkembangan kosakata bahasa Indonesia. Ada beberapa hal yang menyebabkan kosakata itu
lahir, diantaranya:
1) Kosakata muncul dari hasil penelitian terhadap suatu objek, dan dari objek tersebut diciptakan
nama;
2) Kosakata tersebut sengaja diserap dari bahasa lain sebagai keperluan penggambaran makna
suatu objek, konsep, proses, situasi, teks, konteks, karakter, atau sifat tertentu.

BATASAN MORFOLOGI
Secara etimologis, istilah morfologi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata
morphology dalam bahasa Inggris. Istilah ini terbentuk dari dua buah morfem (satuan gramatikal
terkecil yang memiliki makna), yaitu morph ‘bentuk’ dan logy ‘ilmu’. Chaer (2008:3)
menjelaskan istilah morfologi merujuk kepada ‘Ilmu yang mengenai bentuk’. Di dalam linguistik,
morfologi adalah ilmu yang mengkaji bentuk-bentuk kata dan proses pembentukan kata. Artinya,
setiap bentuk bahasa (linguistic form) yang berupa seluk beluk kata, menjadi objek sasaran untuk
dikaji. Misalnya, selain kata telepon, terdapat kata bertelepon, menelepon, meneleponkan,
diteleponkan, telepon genggam, telepon pintar, telepon seluler, telepon-telepon, telepon-
teleponan, bertelepon-teleponan.

HAKIKAT MORFOLOGI
1.       Hakikat Morfologi
Abdul Chaer (2008:3) menjelaskan bahwa secara etimologi kata morfologi berasal
dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah

6
kata morfologi dapat diartikan ‘ilmu mengenai bentuk’. Di dalam kajian linguistik,
morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata’, sedangkan di
dalam kajian biologi morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan
atau jasad-jasad hidup’. Memang selain dalam kajian linguistik, dalam kajian biologi pun
juga menggunakan istilah morfologi. Kesamaannya adalah sama-sama mengkaji
mengenai bentuk.
Ilmu morfologi mempelajari masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata dalam
Abdul Chaer (2008:3) menjelaskan bahwa semua satuan bentuk sebelum menjadi kata,
yakni yang disebut morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan.
Pembentukan kata meliputi pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan
kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat
proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses
afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses
reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi dan
sebagainya. Jadi ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan
makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan.
Bentuknya dikatakan berterima menurut Abdul Chaer (2008:3) yaitu jika bentuk
dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai dengan yang diperlukan
dalam pertuturan, namun jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu
dikatakan tidak berterima. Namun yang menjadi perhatian disini adalah alasan gramatikal
semata. Sedangkan alasan masuk dalam kajian sosiolonguistik (lihat Chaer, 2004)
Abdul Chaer (2008:4) menjelaskan bahwa ilmu morfologi dalam tataran lingustik
terletak diantara kajian fonologis dan sintaksis dan semuanya saling berkaitan.
Keterkaitan dengan ilmu fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut morfonologi
atau morfofonemik adalah ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem akibat adanya
proses morfologi, contohnya pada fonem /y/ pada dasar kata ‘hari’ bila diberi sufiks –an
hari + an                  ->                     (hariyan)
atau pindahnya konsonan /b/ pada jawab apabila diberi sufiks –an
       jawab + an                ->                     ja.wa.ban
Menurut Abdul Chaer (2008:4) keterkaitan antara morfologi dan sintaksis tampak
dengan adanya kajian yang disebut dengan morfosintaksis (gabungan kata morfologi dan
sintaksis). Cohtohnya pada satuan bahasa yang disebut kata, dalam kajian morfologi
merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksis merupakan satuan terkecil
di dalam pebentukan kalimat atau satuan lainnya. Sedangkan dalam Abdul Chaer
(2008:5) istilah yang sering digunakan di dalam morfologi antara lain :
-          Wacana yaitu satuan bahasa terbesar atau tertinggi, yang berisi satu satuan ujaran yang
legkap dan utuh serta dibangun oleh kalimat yang dihubungkan secara kohesi dan
koherensi (Krisdalaksana, 1977)
-          Kalimat yaitu suatu sintaksis yang dibangun oleh konstituen dasar (biasanya berupa
klausa) yang dilengkapi dengan konjungsi (bila diperlukan) disertai dngan intonasi final,
bisa berupa deklaratif, interogatif, imperatif atau interjektif).
-          Klausa yaitu suatu satuan sintaksis yang berinti adanya sebuah predikat serta adanya
fungsi lainnya. Bisa disebut klausa yaitu kontruksi yang bersifat predikatif/
-          Frase yaitu satuan sintaksis berupa kelompok kata yang posisinya tidak melewati batas
fungsi sintaksis yang meliputi subjek, predikat, objek atau keterangan.
-          Kata yaitu suatu satuan terkecil dalam morfologi serta dapat menduduki salah satu fungsi
sintaksis yang berupa subjek, predikat, objek atau keterangan.
-          Morfem yaitu satuan gramatikal terkecil yang bermakna (seacara inheren).
-          Fonem yaitu suatu satuan bunyi terkecil (dalam kajian fonologi) yang dapat
membedakan makna sebuah kata.

7
-          Fon yaitu suatu satuan bunyi bahasa yang dapat dilihat tanpa meperhatikan statusnya
sebagai pembeda makna kata (dalam kajian fonetik).
Sedangkan dalam Abdul Chaer (2008:7) menjelaskan bahwa objek kajian morfologi
antara lain satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi dan alat-alat dalam proses
morfologi itu. Satuan dan komponen morfologi itu antara lain :
1)      Morfem (akar atau afiks).
2)      Kata
3)      Dasar (bentuk dasar)
4)      Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi dan konversi)
5)      Makna gramatikal.
Kemudian Abdul Chaer (2008:6) meyebutkan keterkaitan ilmu morfologi dengan
ilmu kebahasaan lainnya, anatara lain :
-     Morfologi dengan Leksikologi
Morfologi mengarah pada masalah proses pembentukan kata sedangkan leksikologi
mengarah pada kata yang sudah jadi, baik terbentuk secara arbitrer, maupun yang
terbentuk sebagai hasil proses morfologi.

-          Morfologi dengan Leksikografi


Leksikografi merupakan kelanjutan kerja dari leksikologi, dalam artian jika kalau
hasil kerja leksikologi dituliskan, maka proses penulisan itulah yang disebut dengan
leksikografi, lalu hasilya adalah sebuah kamus.

-          Morfologi dengan Etimologi


Morfologi membahas proses pembentukan kaya yang berlaku secara umum sebagai
suatu sistem berkaidah. Sedangkan etimologi membahas pembentukan atau terbentuknya
kata atau asal-usul yang tidak berkaidah, contohnya lata sinonimi berasal dari bahsa
Yunani syn yang artinya ‘dengan’ dan kata bahasa Yunani Onoma yang berarti ‘nama’.

-          Morfologi dengan Filologi


Morfologi membicarakan proses pembentukan kata dari sebuah dasar melalui salah
satu proses morfologi sehingga terjadi kata. Sedangkan filologi membahas kata yang
terdapat dalam naskah dalam kaitannya dengan sejarah dan budaya.

a)      Hakikat morfologi dari beberapa pakar

Berikut pengertian morfologi dari beberapa pakar ahli antara lain :


Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik
(Ramlan, 1987: 21). Sedangkan Kridalaksana (1993:51) morfologi adalah bidang
linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari struktur
bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1993:
51).
Morfologi adalah bagian dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata (Keraf,
1984: 51). Sedangkan menurut Verhaar (1996: 97), menyatakan bahwa morfologi adalah
cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan
gramatikal.
Pengertian morfologi menurut Samsuri (1988: 15), mendefinisikan morfologi
sebagai cabang linguistik yang mempelajari struktur dan bentuk-bentuk kata. Hal ini
sependapat dengan Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang

8
membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-
perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.
Nida (1974: 1) berpendapat bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang morfem-
morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata. Sedangkan
menurut Crystal (1980: 232-233) morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah
struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Definisi marfologi
menurut Bauer (1983: 33) morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
Definisi marfologi menurut Rusmaji (1993: 2) morfologi mencakup kata, bagian-
bagiannya, dan prosesnya. Sedangkan menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989: 89-90)
morfologi adalah komponen kata bahasa generatif transformasional (TGT) yang
membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapatlah dinyatakan bahwa morfologi
adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, atau bagian dari tatabahasa yang mempelajari
morfem dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya.
b)      Morfem
Morfem merupakan satuan bahasa paling kecil yang menjadi sasaran kajian
morfologi. Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Morfologi Bahasa Indonesia
mengatakan bahwa morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna
(2008:7). Sedangkan menurut Zaenal Arifin dalam bukunya Morfologi Bentuk dan
Makna mengatakan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung
makna. Hal serupa juga dikemukakan Ramlan, menurut beliau morfem merupakan satuan
gramatik  paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 :
26). Bloch dan Trager dalam Kushartanti (2001:120) mengatakan bahwa morfem yaitu
semua bentuk  baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke dalam bentuk
terkecil yang mengandung arti.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem adalah
satuan bahasa terkecil yang memiliki makna. Dengan kata lain morfem merupakan satuan
gramatikal terkecil yang memiliki makna. Dikatakan terkecil artinya tidak dapat dianalisis
lagi menjadi lebih kecil tanpa merusak maknanya. Misalnya bentuk kata membeli dapat
dianalisis menjadi dua bentuk terkecil  yaitu {me-} dan {beli}. Bentuk {me} adalah
sebuah morfem, yakni morfem afiks yang secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan
bentuk {beli} juga morfem, yakni morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna.
Kalau kata beli dianalisis menjadi lebih kecil lagi menjadi be- dan li, jelas keduanya tidak
memiliki makna apa-apa. Jadi keduanya bukan morfem.

-          Identifikasi Morfem
Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan
petunjuk sebagai pegangan. Ada tujuh prinsip yang saling melengkapi untuk
memudahkan pengenalan morfem (Abdul Chaer, 2008:13-15), yakni sebagai berikut:
1)      Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah
morfem. Umpamanya kata “bulan” pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem
yang sama.
-          Bulan depan dia akan menikah
-          Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP
-          Bulan November lamanya 30 hari

9
2)      Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua
morfem yang berbeda. Misalnya kata “bunga” pada kedua kalimat berikut adalah dua
buah morfem yang berbeda.
-          Bank Indonesia memberi bunga 5 persen per tahun
-          Dia datang membawa seikat bunga
3)      Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua
morfem yang berbeda. Umpamanya, kata  “ayah”  dan “bapak”  pada kedua kalimat
berikut adalah dua morfem yang berbeda.
-          Ayah pergi ke Medan
-          Bapak baru pulang dari Medan
4)      Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah
morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis.
Umpamanya bentuk-bentuk seperti  me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada
kata-kata berikut adalah morfem yang sama.
-          melihat
-          membina
-          mendengar
-          menyusul
-          mengambil
-          mengecat
5)      Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem.
Umpamanya bentuk segar bugar, hitam legam, kuning langsat, tua renta dan kering
mersik.
6)      Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki
makna yang sama merupakan morfem yang sama. Misalnya bentuk tulis pada kata-
kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
-          membaca
-          pembaca
-          pembacaan
-          bacaan
-          terbaca
-          keterbacaan
7)      Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar (klausa, kalimat)
apabila maknanya berbeda secara polisemi, merupakan morfem yang sama. Adapun
pengertian polisemi yaitu suku kata yang memiliki banyak makna. Contohnya kata
“kepala” pada kalimat-kalimat berikut memiliki makna yang berbeda secara polisemi,
tetapi tetap merupakan morfem yang sama.
-          Ibunya menjadi kepala sekolah
-          Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu
-          Kepala jarum itu terbuat dari plastik
-          Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah
-          Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.

-          Morf dan Alomorf


 Abdul Chaer (2008:15) menjelaskan bahwa morfem sebenarnya merupakan
barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam

10
petuturan adalah alomorf, yang tidak lain adalah realisasi dari morfem itu. Jadi, alomorf
adalah bentuk realisasi morfem yang bersifat nyata/ada. Contohnya morfem
{kuda} direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda, dan morfem {-
kan} direalisasikan dalam bentuk sufiks –kan sepeti terdapat pada meluruskan atau
membacakan.
Pada umumnya sebuah morfem hanya memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga
morfem yang direalisasikan dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya,
morfem {ber-} memiliki tiga bentuk alomorf yaitu ber-, be- dan bel-, dalam Abdul Chaer
(2008:16).

MORFOLOGI DALAM ILMU LINGUISTIK


1. Objek Kajian Morfologi

Morfofonemik Reduplikasi

Imbuhan Komposisi

Infleksi dan
Morfem Morfologi Derivasi

2. Linguistik secara Hierarkis

Linguistik

Semantik

Tatabahasa Bunyi Bahasa

Morfologi Sintaksis Fonologi

11
3. Keterkaitan Morfologi dengan Kajian Ilmu Lain

Semantik Morfologi

Fonologi Etimologi Leksikologi Sintaksis Pragmatik

FOKUS KAJIAN MORFOLOGI


Menurut Chaer (2008:7), tentang rangkaian kerja menganalisis objek morfologi yaitu: 1)
menganalisis unsur-unsur bahasa, dan 2) alat-alat analisis terjadinya pembukaan kata.
Tahapan kajian, yaitu:
1) Unsur bahasa yang dianalisis mencakup: a) morfem dasar, morfem terikat; b) kata.
2) Alat analisis pembentuka kata menggunakan alat, yaitu: a) bentuk dasar, b) alat
pembentuk kata, yaitu imbuhan, reduplikais, komposisi, morfofonemik, infleksi dan
derivasi.
3) Makna gramatikal dari sebuah kata akibat proses pembentukan kata, dari satu bentuk ke
bentuk lain.

2.2 KONSEP DASAR MORFEM

Morfem merupakan bentuk kata yang paling kecil dan sudah memiliki arti. Sebuah kata
bias terdiri dari satu atau lebih morfem, misalnya kata ‘jalan’ yang terdiri dari satu morfem,
‘berjalan’ yang terdiri dari dua morfem (ber- dan jalan), ‘jalan-jalan’ yang terdirir dari dua
morfem, atau ‘berjalanlah’ yang terdiri dari tiga morfem (ber-, jalan, dan –lah). Morf dinyatakan
sebagai anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya, misalnya dalam bahasa
Indonesia: menaiki, menggulai, menunggangi, dll. Alomorf adalah bentuk-bentuk morfem
yang berbeda tetapi merupakan representasi dari satu morfem yang sama. Contohnya:
kata menyapu, menggali, mengukur, menulis, memotong, meracik. Semua kata tersebut
dibentuk oleh prefiks meng- dan kata dasar. Akan tetapi wujud prefiks meng- berbeda-
beda pada rentetan kata tersebut. Prefiks meng- menjadi meny- apabila dikombinasikan
dengan kata dasar yang diawali fonem /s/, akan menjadi meng- apabila dikombinasikan
dengan kata dasar yang diawali fonem /g/ dan vokal, akan menjadi men- apabila
dikombinasikan dengan kata dasar yang diawali fonem /t/, akan menjadi mem- jika

12
dikombinasikan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem /p/, dan akan menjadi me-
apabila dikombinasikan dengan kata dasar yang diawali fonem /r/, dst. Varian dari satu
morfem yang sama seperti diatas disebut alomorf.
Ada beberapa jenis morfem, yaitu:
1) Jenis Morfem berdasarkan Kemampuan Distribusi
 Morfem Bebas, yaitu bentuk morfem yang dapat berdiri sendiri. Contohnya: lari, lihat,
pandang, dsb.
 Morfem Terikat, yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti, dan
baru memiliki arti setelah dihubungkan dengan morfem lain. Jenis morfem terikat,
diantaranya:
a. Prefiks (awalan): me-, ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-, se-
b. Infiks (sisipan): -em, -el, -er
c. Sufiks (akhiran): -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -wan, -nda
d. Konfiks (gabungan): ke+an, pe+an, per+an, me+kan, di+kan.
2) Jenis Morfem berdasarkan Produktivitas
Terbagi menjadi 2 yaitu, Morfem Produktif dan Morfem Improduktif. Pembedaan ini juga
berlaku untuk afiks maupun non-afiks. Afiks Produktif merupakan afiks yang terus-menerus
mampu membentuk kata baru. Contoh: batu, membatu, batuan, berbatu, batu-abtu, bebatuan.
Afiks tak Produktif merupakan afiks yang sudah tidak bisa lagi membentuk kata-kata baru.
Contoh: arloji.
3) Jenis Morfem berdasarkan Relasi antar Morfem
Dibedakan menjadi 2, yaitu Morfem Utuh dan Morfem Terbelah. Morfem utuh adalah
morfem yang deretannya tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan. Contoh: meja, kursi,
rumah, dsb. Morfem terbelah adalah morfem yang terpisah dalam pemakaiannya. Contoh;
morfem ke-/-an pada kata kerajinan.
4) Jenis Morfem berdasarkan Sumber
Morfem bahasa dikelompokkan atas morfem asli & morfem serapan. Contoh morfem asli:
air, batu, rumah, dsb. Contoh morfem serapan: koperasi, standar, trauma, dsb.
5) Jenis Morfem berdasarkan Keterbukaan Bergabung dengan Morfem Lain
Dibedakan menjadi morfem tertutup & morfem terbuka. Morfem terbuka berarti morfem tersebut
bisa berdistribusi dengan morfem lain, sedangangkan morfem tertutup tidak bisa terdistribusi
dengan morfem lain. Contoh morfem terbuka: sapu, bisa menjadi kata menyapu, disapu, tersapu,
dsb. Contoh morfem tertutup: piring.
6) Jenis Morfem berdasarkan Jumlah Fonem

13
Dilihat dari jumlahnya, morfem-morfem tersebut berunsur satu atau lebih dari satu.
Morfem berunsur satu fonem disebut monofonemis. Contoh: morfem –i  memetiki. Morfem
berunsur lebih dari satu fonem disebut polifonemis. Contoh: an-, di-, ke-, ber-, men-, dsb.
7) Jenis Morfem berdasarkan Makna
Morfem dibedakan menjadi morfem bermakna leksikal & morfem tak bermakna leksikal.
Makna Leksikal merujuk pada makna yang ada pada leksikon, misalnya morfem “kuda”, “batu”,
“besar’, bermakna leksikal menyatakan binatang, benda, dan sifat. Sedangkan morfem afiks
seperti “ber-“, “ter-“, “me-“ baru bermakna jika digabungkan dengan morfem lain. Afiks “ber-“
jika digabungkan dengan morfem “sepatu” maka menjadi bentuk morfem “bersepatu” yang
bermakna memakai sepatu.

2.3 KELAS KATA BAHASA INDONESIA

Berikut jenis-jenis kelas kata dalam Bahasa Indonesia menurut Moelino dkk., antara lain:
1. Verba
Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang digunakan untuk menggambarkan atau
menyatakan suau proses, perbuatan, kejadian, peristiwa, eksistensi, pengalaman, keadaan, dan
hubungan antar dua benda. Verba atau kata kerja memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Secara semantik menyatakan keadaan, aktivitas, atau proses;
 Secara sintaksis biasanya berfungsi sebagai predikat;
 Secara morfologis dapat dibentuk melalui afiksasi meng-, di-, -kan, dan –i.
Berdasarkan bentuknya, verba dibedakan menjadi:
o Verba dasar bebas, contohnya: nonton, makan, mandi, minum, pergi, dll.
o Verba turunan, bentu turunannya yaitu:
 Verba berafiks, contohnya: berdandan, terbayang, memasak, bekerja, menjalani, dll.
 Verba berduplikasi, contohnya: lari-lari, jalan-jalan, malas-malas, dll.
 Verba berproses gabungan, contohnya: tersenyum-senyum, terbayang-bayang,
berandai-andai, dll.
o Verba majemuk, contohnya: buah tangan, unjuk gigi, campur tangan, dll.
Selain bentuk dasar dan turunan verbal murni, terdapat pula verbal yang berasal dari kategori lain,
diantaranya:
 Verba denominal, yaitu verba yang berasal dari nomina, contohnya: memahat,
membatu, berduri, dll.
 Verba adjektival, yaitu verba yang berasal dari adjektiva, contohnya: menghina,
meyakinkan, memerah, dll.
 Verba deadverbial, yaitu verba yang berasal dari adverbial, contohnya: menyudahi,
bersungguh-sungguh, dll.

14
2. Adjektiva
Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan, membatasi,
memberi sifat, dan menambah suatu makna pada kata benda atau kata ganti. Berdasarkan bentuk,
adjektiva dapat dibedakan menjadi:
o Adjektiva Dasar, ada 2 jenis, yaitu: 1). Dapat duji dengan kata sangat atau lebih, misalnya
adil, cantik, bahagia, haus, halus, dsb; 2). Tidak dapat diuji dengan kata sangat atau lebih,
misalnya: cacat, gaib, tunggal, ganda, musnah, dsb.
o Adjektiva Turunan, ada 5 jenis, yaitu: 1). Adjektiva turunan berafiks, misalnya: berharga;
2). Adjektiva bereduplikasi, misalnya: ringan-ringan; 3). Adjektiva berafiks r-an atau ke-
an, misalnya: kebiru-biruan; 4). Adjektiva berafiks –I, misalnya: alami; 5). Adjektiva
yang berasal dari berbagai kelas dengan proses-proses sebagai berikut: Deverbalisasi,
misalnya mencekam; denominalisai, misalnya rahasia; de-averbialisasi, misanya
bertambah; denumerial, misalnya mendua; de-interjeksi, misalnya asoi.
o Adjektiva Majemuk, ada 2 jenis, yaitu: 1). Subordinatif, misalnya kepala dingin, keras
kepala, besar mulut, dsb; 2). Koordinatif, misalnya lemah lembut, riang gembira, senasib
seperjuangan, dsb.
3. Nomina
Nomina adalah kata atau sekelompok kata yang umumnya digunakan untuk mneyatakan suatu
nama. Dengan kata lain, nomina digunakan untuk menyatakan nama seseorang, binatang, tempat,
benda, atau gagasan. Berdasarkan bentuknya, nomina dibedakan menjadi 4, yaitu:
o Nomina Dasar, misalnya: radio, kertas, udara, dsb.
o Nomina Turunan, terbagi atas: 1). Nomina berafiks, misalnya: keuangan, gerigi,
kejaksaan, dsb; 2). Nomina reduplikasi, misalnya: gedung-gedung, tetamu, pepatah, dsb;
3). Nomina hasil gabungan proses; 4). Nomina yang berasal dari berbagai kelas.
o Nomina Paduan Leksem, misalnya: loncat indah, daya juang, tertib acara, dsb.
o Nomina Paduan Leksem Gabungan, mislanya: pendayagunaan, ketatabahasaan, kejaksaan
tinggi, dsb.

4. Pronomina
Pronomina atau kata ganti adalah kata yang digunakan sebagai kata benda atau frase kata
benda. Kata ganti menunjuk orang atau benda tanpa memberi/ menyebut nama orang atau
benda yang sesungguhnya. Kata ganti mengambil posisi kata benda dan berfungsi
seperti kata benda.Contoh pronominal antara lain, dia, aku, saya, kau, kami, mereka,dsb.
Misalnya: Roni absen karena ia sakit.

5. Numeralia
Numeralia adalah kata (frasa) yang menunjukkan bilangan atau kuantitas. Contoh
numeralia sekali, dua kali, tiga kali, satu, dua, tiga, empat, dsb.

6. Adverbia
Adverbia atau kata keterangan adalah kata yang digunakan untuk membatasi dan
memberikan informasi lebih banyak tentang kata kerja, kata keterangan yang lain, atau
keseluruhan kalimat. Contoh adverbia sangat, amat, tidak, dsb.

15
2.4 JENIS-JENIS PROSES MORFOLOGI

Proses morfologis menurut Samsuri (1985:190) adalah cara pembentukan kata-


kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain.
Proses morfologis meliputi (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4)
suplisi, dan (5) modifikasi kosong (Samsuri, 190—193). Namun, di dalam bahasa
Indonesia yang bersifat aglutinasi ini tidak ditemukan data proses morfologis yang berupa
perubahan intern, suplisi, dan modifikasi kosong. Jadi, proses morfologis dalam bahasa
Indonesia hanya melalui afiksasi dan reduplikasi.
Afiksasi menurut Samsuri (1985: 190), adalah penggabungan akar kata atau
pokok dengan afiks. Afiks ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Karena
letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks disebut awalan atau prefiks.
Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam kata, sedangkan akhiran (sufiks)
terletak di akhir kata.
1) Prefiks (awalan)
a. Prefiks be(R)-
Prefiks be(R)- memiliki beberapa variasi. Be(R)- bisa berubah menjadi be- dan bel-.
Be(R)- berubah menjadi be- jika kata yang dilekatinya diawali dengan huruf r dan
suku kata pertama diakhiri dengan er yang di depannya konsonan.
be(R)- + renang → berenang.
be(R)+ ternak — beternak
be(R)+kerja -- bekerja

b. Prefiks me (N)-
Prefiks me(N)- mempunyai beberapa variasi, yaitu me(N)- yaitu mem-, men-,
meny-, meng-, menge-, dan me-. Prefiks me(N)- berubah menjadi mem- jika
bergabung dengan kata yang diawali huruf /b/, /f/, /p/, dan /v/, misalnya:
me(N)- + baca → membaca
me(N)- + pukul → memukul
Prefiks me(N)- berubah menjadi men- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /d/, /t/, /j/, dan /c/, misalnya:
me(N)- + data → mendata
me(N)- + tulis → menulis
me(N)- + jadi → menjadi
me(N)- + cuci → mencuci.
Prefiks me(N)- berubah menjadi meny- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh
huruf /s/, misalnya, me(N)- + sapu → menyapu.
Prefiks me(N)- berubah menjadi meng- jika bergabung dengan kata yang diawali
dengan huruf /k/ dan /g/, misalnya:
me(N)- + kupas → mengupas
me(N)- + goreng menggoreng.
Prefiks me(N)- berubah menjadi menge- jika bergabung dengan kata yang terdiri
dari satu suku kata, misalnya:
me(N)- + lap → mengelap

16
me(N)- + bom→ mengebom
me(N)- + bor → mengebor.

c. Prefiks pe (R)-
Prefiks pe(R)- merupakan nominalisasi dari prefiks be(R). Perhatikan contoh
berikut:
Berawat → perawat
Bekerja → pekerja
Prefiks pe(R)- mempunyai variasi pe- dan pel-. Prefiks pe(R)- berubah menjadi
pejika bergabung dengan kata yang diawali huruf r dan kata yang suku katanya
berakhiran er, misalnya:
pe(R)- + rawat → perawat
pe(R)- + kerja → pekerja.
Prefiks pe(R)- berubah menjadi pel- jika bergabung dengan kata ajar, misalnya,
pe(R)- + ajar → pelajar.

d. Prefiks pe(N)-
Prefiks pe(N)- mempunyai beberapa variasi. Prefiks pe-(N)- sejajar dengan prefiks
me(N)-. Variasi pe(N)- memiliki variasi pem-, pen-, peny-, peng-, pe-, dan penge-.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /t/, /d/, /c/, dan /j/, misalnya, penuduh, pendorong, pencuci, dan penjudi.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf
/b/ dan /p/, misalnya, pembaca dan pemukul. Prefiks pe(N)- berubah menjadi peny- jika
bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /s/, misalnya, penyaji. Prefiks pe(N)-
berubah menjadi peng- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh huruf /g/ dan /k/,
misalnya, penggaris dan pengupas. Prefiks pe(N)- berubah menjadi penge- jika
bergabung dengan kata yang terdiri atas satu suku kata, misalnya, pengebom, pengepel,
dan pengecor. Prefiks pe(N)- berubah menjadi pe- jika bergabung dengan kata yang
diawali oleh huruf /m/, /l/, dan /r/, misalnya, pemarah, pelupa, dan perasa.

e. Prefiks te(R)-
Prefiks te(R)- mempunyai beberapa variasi, yaitu ter- dan tel-, misalnya, terbaca,
ternilai, tertinggi, dan telanjur.

2) Infiks (sisipan)
Infiks dalam bahasa Indonesia terdiri dari tiga macam: -el-, -em-, dan –er-.
a. infiks -el-, misalnya, geletar;
b. infiks -er-, misalnya, gerigi, seruling; dan
c. infiks -em-, misalnya, gemuruh, gemetar.

3) Sufiks (akhiran)
Sufiks dalam bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, man.
Adapun akhiran yang asli terdiri dari –an, -kan, dan –i.
a. sufiks -an, misalnya, dalam ayunan, pegangan, makanan;
b. sufiks -i, misalnya, dalam memagari memukuli, meninjui;

17
c. sufiks -kan, misalnya, dalam memerikan, melemparkan; dan
d. sufiks -nya, misalnya, dalam susahnya, berdirinya.

4) Konfiks
Konfiks adalah “gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang
merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Artinya, afiks gabungan itu muncul
secara serempak pada morfem dasar dan bersama-sama membentuk satu makna
gramatikal pada kata bentukan itu” (Keraf, 1984: 115).
Berikut ini konfiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia:
a. konfiks pe(R)-an misalnya, dalam perbaikan, perkembangan;
b. konfiks pe(N)-an misalnya, dalam penjagaan, pencurian;
c. konfiks ke-an misalnya, kedutaan, kesatuan;
d. konfiks be(R)-an misalnya, berciuman.

5) Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses pengulangan kata dasar baik keseluruhan maupun
sebagian. Reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat dibagi sebagai berikut:

a. Pengulangan seluruh
Dalam bahasa Indonesia perulangan seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa
perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks. Misalnya:
orang → orang-orang
cantik → cantik-cantik

b. Pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik bagian
awal maupun bagian akhir morfem. Misalnya:
tamu → tetamu
berapa → beberapa

c. Pengulangan dengan perubahan fonem


Pengulangan dengan perubahan fonem adalah morfem dasar yang diulang
mengalami perubahan fonem. Misalnya:
lauk → lauk-pauk
gerak → gerak-gerik

d. Pengulangan berimbuhan
Pengulangan berimbuhan adalah pengulangan bentuk dasar diulang secara
keseluruhan dan mengalami proses pembubuhan afiks. Afiks yang dibubuhkan bisa
berupa prefiks, sufiks, atau konfiks. Perhatikan contoh berikut:
batu → batu-batuan
hijau → kehijau-hijauan
tolong → tolong-menolong

18
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Morfologi adalah membicara seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan –
perubahan bentuk kata terhadap golong –golongan dan arti kata atau morfologi
mempelajari seluk beluk bentuk kata serta fungsi perubahan –perubahan bentuk kata
itu,baik fungsi gramatika maupun fungsi semantik. Untuk menentukan sebuah satuan
bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam
kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.

DAFTAR PUSTAKA

Suparno, D. (2015). Morfologi Bahasa Indonesia,


https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45131/2/Morfologi
%20Bahasa%20Indonesia.pdf, diakses pada 28 September 2021 pukul 10.12.
Susiati, S. (2020). Wujud Morfologi Bahasa Indonesia, https://osf.io/zsda4, diakses pada
28 September 2021 pukul 10.19.
ratnagustin156124b.blogspot.com/2017/01/hakikat-morfologi.html
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/04/proses_morfologis_dlm_bhs_indonesia.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai