Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan

menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan

pengarang. Karya sastra juga dapat memberikan suatu pedoman bagi pembaca

ataupun bagi masyarakat yang membacanya karna sastra juga dapat mengubah

pola pikir seseorang menjadi luas, dan untuk itu sastra sangat dibutuhkan untuk

mengubah pola pikir seseorang untuk menjadi orang yang lebih kreatif lagi. Karya

sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil karya dan imajinasi

pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya.

Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang

pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari

masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat.

Bahkan sering kali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup

disuatu zaman, sementara sastrawan sendiri adalah anggota masyarakat yang

terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang

diterimanyadari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya.

Karya sastra itu sendiri bersifat dinamis berjalan dengan perkembangan

masyarakat karena sastra itu hasil ciptaan seseorang yang merupakan bagian dari

masyarakat. Di dalam masyarakat seorang individu menjalani berbagai macam

kejadian yang ia alami. Dari kejadian yang dialami pada dunia nyata itulah
sebagai dasar ide dalam penulisan karya sastra. Keberagaman budaya disejajarkan

oleh Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Selain hal di

atas, budaya dapat diketahui juga dari cerita-cerita yang sering kita baca atau kita

dengar. Cerita tersebut sangat bersangkutan dengan sastra. Sastra memiliki nilai

dan kekhasan tersendiri dalam perkembangan sastra.

Penelitian teater, novel, dongeng, cerita rakyat, puisi, pantun, dan bentuk

karya sastra lainnya akan menggugah semangat masyarakat. Informasi sosial

dalam sastra yang begitu berharga akan mengangkat derajat struktur masyarakat.

Berbagai dokumen penting yang terdapat di masyarakat pada gilirannya akan

terangkum lewat kacamata sosiologis.

Penelitian terhadap karya sastra sangat penting dilakukan untuk

mengetahui relevansi karya sastra dengan kenyataan yang ada didalam

masyarakat. Nilai yang terkandung dalam karya sastra pada dasarnya

mencerminkan realitas sosial yang memberikan pengaruh terhadap

masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat dijadikan media untuk

mengetahui realitas sosial yang diolah secara kreatif oleh pengarang melalui

sosiologi.

Sosiologi sastra seringkali didefinisikan sebagai salah satu pendekatan

dalam kajian sastra yang memahami dan menilain karya sastra dengan

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial) Damono, (1979: 1) sesuai

dengan namanya , sebenarnya sosiologi sastra memahami karya sastra melalui

panduan ilmu sastra dengan ilmu sosiologi (interdisipliner). Oleh karena itu ,

untuk memahami konsep sosiologi sastra. Berikut ini di uraikan hubungan antara
sosiologi sebagai sebuah ilmu dan sastra sebagai fenomena masyarakat yang telah

secara ilmu sastra dalam hubungannya dengan ilmu sosiologi hubungan karya

sastra dengan masyarakat baik sebagai negasi, inovasi, maupun afirmasi jelas

merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting baik

dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan, maupun memberikan

pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan.

Sosiologi sastra dapat di lihat dalam perkembangan sastra daerah. Sastra

daerah yang merupakan hasil budaya sejak dahulu tumbuh dan berkembang di

setiap daerah di Indonesia. Manusia merupakan subjek utama dalam

pembangunan, maka itu perlu dikembangkan kualitas dan kemampuannya agar

sadar dengan nilai-nilai budaya serta eksistensinya sebagai warga negara yang

punya tanggung jawab untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan. Salah satu

sastra daerah yang dapat direpresentasi nilai-nilai sosiologi sastra didalamnya

adalah cerita rakyat.

Salah satu cerita rakyat di Provinsi Riau, yaitu cerita rakyat Kampar.

Kabupaten Kampar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Di samping

julukan Bumi Sarimadu, Kabupaten Kampar yang beribukota di Bangkinang ini

juga dikenal dengan julukan Serambi Mekkah di Provinsi Riau. Kabupaten ini

memiliki luas 10.928,20 km² atau 12,26% dari luas Provinsi Riau dan

berpenduduk ±688.204 jiwa. (https://id.wikipedia.org/ wiki/kabupaten-kampar).

Pada awalnya Kampar termasuk sebuah kawasan yang luas, merupakan sebuah

kawasan yang dilalui oleh sebuah sungai besar, yang disebut dengan Sungai

Kampar. Berkaitan dengan Prasasti Kedukan Bukit, beberapa sejarawan


menafsirkan Minanga Tanvar dapat bermaksud dengan pertemuan dua sungai

yang diasumsikan pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri.

Penafsiran ini didukung dengan penemuan Candi Muara Takus di tepian Sungai

Kampar Kanan, yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya

(https://id.wikipedia.org/wiki/- kabupaten-kampar).

Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan ada keterkaitan Kesultanan

Melayu Melaka dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Melaka

terakhir, Mahmud Shah dari Melaka Sultan Mahmud Shah setelah jatuhnya

Bintan tahun 1526 ke tangan Portugis, melarikan diri ke Kampar, dua tahun

berikutnya mangkat dan dimakamkan di Kampar.

Dalam catatan Portugal, disebutkan bahwa di Kampar waktu itu telah

dipimpin oleh seorang raja, yang juga memiliki hubungan dengan penguasa

Minangkabau (https://id.wiki pedia.org/wiki/kabupaten-kampar). Budaya

masyarakat Kampar tidak lepas dari pengaruh Minangkabau, yang identik dengan

sebutan Kampar Limo Koto dan dahulunya merupakan bagian dari Pagaruyung.

Limo Koto terdiri atas Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris, dan Rumbio. Terdapat

banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini, termasuk model

kekerabatan dari jalur ibu (matrilineal).

Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep Minang,

khususnya di Luhak Limopuluah. Bahasa sehari-hari masyarakat Kampar mirip

dengan bahasa Minangkabau atau disebut dengan bahasa Ocu, salah satu varian

yang mirip dengan bahasa yang digunakan di Luhak Limopuluah. Bahasa ini

berlainan aksen dengan varian Bahasa Minangkabau yang dipakai oleh


masyarakat Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, maupun kawasan pesisir

Minangkabau lainnya. Di samping itu, Kampar Limo Koto juga memiliki

semacam alat musik tradisional yang disebut dengan calempong dan oguong.

(https://id.wikipedia.org/wiki/kabupatenkampar).

Berdasarkan uraian di atas tentang daerah Kampar, maka sangat menarik

untuk dilakukan penelitian mengenai hasil budaya orang Kampar yang berupa

cerita rakyat berjudul Si Lancang. Hal ini untuk menjaga supaya cerita-cerita

rakyat yang berkembang di daerah Kampar tersebut tidak punah. Selain itu,

sampai sekarang belum ada penelitian terhadap sosiologi sastra cerita rakyat

Kampar yang berjudul Si Lancang yang menganalisis fungsi pelaku dalam cerita

tersebut.

Dalam cerita Si Lancang anggota yang pergi meninggalkan rumah ada dua

tokoh yaitu ayah Si Lancang dan Si Lancang itu sendiri. Keluarga Si Lancang

termasuk salah satu keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Akibat kemiskinan

itu keluarga tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup seharihari. Hal

tersebut membuat ayah Si Lancang meninggalkan rumah pergi merantau untuk

mencari pekerjaan. Pekerjaan yang ia dapatkan diharapkan menghasilkan uang

untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Setelah lama ayah Si Lancang pergi merantau, bukan uang yang

dikirimkan oleh ayah Si Lancang untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan istri

yang ditinggalkannya, tetapi ayah Si Lancang tidak pernah pulang. Hal inilah

yang membuat ibu Si Lancang menjadi sedih. Akhirnya, ibu Si Lancang yang

bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan


anaknya. Setelah Si Lancang berumur enam belas tahun, ia meminta izin kepada

ibunya untuk pergi merantau. Si Lancang ingin pergi merantau karena banyak

orang di kampungnya pergi merantau dan pulangnya membawa banyak barang,

kain, pakaian, dan lain sebagainya. Namun, ibu Si Lancang tidak mengizinkan

anaknya pergi merantau dengan alasan ibunya sudah tua. Akhirnya ibu Si

Lancang mengizinkan anaknya untuk pergi dengan janji akan selalu mengirimkan

kabar dan akan mengirimkan barang-barang yang dibutuhkan oleh ibunya. Setelah

dua tahun Si Lancang pergi merantau tanpa kabar berita, baru tahun ketiga ibu Si

Lancang menerima kabar bahwa Si Lancang berada di Siak dan akan berangkat ke

Malaka untuk berdagang.

Tokoh utama yang bernama Si Lancang meninggalkan rumah untuk

merantau. Kepergian Si Lancang dengan suatu tujuan untuk mengubah nasib.

Hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan merupakan daya dorongan yang

kuat bagi Si Lancang untuk pergi dan meninggalkan ibunya seorang diri. Berikut

adalah salah satu kutipan dialog yang menunjukkan aspek social ekonomi:

“Ibu, orang sebaya dengan saya telah banyak yang pergi merantau mencari
kerja ke negeri orang. Nampaknya kebanyakan orang yang pulang dari
rantau itu banyak membawa barang-barang, baik pecah belah maupun
kain, pakaian dan lain-lainnya. Oleh karena saya sekarang telah berumur
16 tahun, saya hendak pergi pula ke rantau orang. (Cerita Rakyat Daerah
Riau, 1982:53)

Pada kutipan diatas digambarkan keadaan Si Lancang dan ibunya berada

dalam keadaan social ekonomi yang serba kekurangan. Karena itu Si Lancang

menyampaikan keinginannya kepada sang ibu untuk merantau ke negeri orang

agar bisa mengubah keadaan social ekonomi keluarga mereka.


Analisis Sosiologi Sastra dalam cerita rakyat si Lancang sangat menarik

untuk diteliti karena syarat akan nilai-nilai kehidupan social masyarakan dan juga

penelitian Analisis Sosiologi Sastra dalam cerita rakyat si Lancang belum pernah

diteliti sebelunya di Prodi Bahasa Indonesia Universitas Islam Riau.

Penelitian mengenai Analisis Sosiologi Sastra dalam cerita rakyat juga

pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantarnya adalah:

Pertama, Hendriadi Siregar (2020) meneliti tentang analisis sosiologi

sastra terhadap cerita rakyat datuk megang masyarakat melayu talawi kabupaten

batubara. terkandung dalam cerita Datuk Megang. Metode yang digunakan dalam

menganalisis adalah metode deskriptif yaitu mendeskripsikan data-data fakta yang

terdapat di dalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk

ceritanya dan sosiologisnya. Di dalam cerita Datuk Megang terdapat unsur-unsur

intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Datuk Megang menggambarkan orang

yang selalu berbuat baik kepada semua orang dan suka menolong maka nama kita

akan dikenang oleh orang lain. Alur, alur yang terdapat pada cerita Datuk Megang

adalah alur maju. Latar/setting, di dalam cerita terdapat beberapa latar diantaranya

di hutan, sungai, rumah, dan di laut. Penokohan, tokohtokoh yang terdapat dalam

cerita Datuk Megang yaitu : Datuk Megang, Si Balut, dan Pak Deman.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan sastra dengan sosiologi yang

erat, karena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. Sosiologi dan

sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan

masyarakat.
Kedua, Wiji Karisma (2019) melakukan penelitian tentang analisis

sosiologis cerita rakyat batu parsidangan di huta siallagan kabupaten samosir

sumatera utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah sosial rakyat

Batu Persidangan berdasarkan masalah dilingkungan hidup dan kemiskinan pada

cerita rakyat Batu Parsidangan tersebut. Metode yang digunakan adalah metode

deskriptif analitik. Metode ini didasarkan atas pertimbangan akan adanya

kesesuaian antara bentuk penelitian dan tujuan penelitian. Metode pengumpulan

data dilakukan dengan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah

membaca cerita rakyat dengan berulangulang, menghayatinya, memahami isi

cerita, mengumpulkan data, melakukan penelahaan data, mendeskripsikan dan

menarik kesimpulan dari hasil penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat menjawab

pernyataan penelitian bahwa terdapat masalah lingkungan hidup yang didalam

masyarakat ada sebuah Batu yang disebut Batu Parsidangan. Batu ini digunakan

oleh raja untuk bermusyawarah, berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman

kepada orang yang melakukan kejahatan. Batu ini digunakan oleh raja untuk

bermusyawarah, berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman kepada orang yang

melakukan kejahatan, seperti mencuri, memperkosa, membunuh, dan mata-mata

musuh. Dan mengenai kemiskinan kehidupan didesa mayoritas menengah

kebawah, hanya sebagian orang saja yang mapan, adanya kemiskinan di desa huta

siallagan ini menyebabkan timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat

mengakibatkan minimnya kebutuhan masyarakat setempat.

Ketiga, Dian Syahftri (2021) melakukan penelitian berjudul analisis

sosiologi sastra batu parsidangan di huta siallagan kabupaten samosir sumatera


utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah sosial dan kearifan lokal

Batu Persidangan Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.

Metode ini didasarkan atas pertimbangan akan adanya kesesuaian antara bentuk

penelitian dan tujuan penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara. Hasil dari penelitian ini dapat menjawab pernyataan penelitian bahwa

terdapat masalah lingkungan hidup dan kearifan lokal yang di dalam masyarakat

ada sebuah Batu yang disebut Batu Parsidangan. Batu ini digunakan oleh raja

untuk bermusyawarah, berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman kepada orang

yang melakukan kejahatan. Batu ini digunakan oleh raja untuk bermusyawarah,

berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman kepada orang yang melakukan

kejahatan, seperti mencuri, memperkosa, membunuh, dan mata-mata musuh.

Mengenai kemiskinan kehidupan didesa mayoritas menengah ke bawah, hanya

sebagian orang saja yang mapan, adanya kemiskinan di desa huta siallagan ini

menyebabkan timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat

mengakibatkan minimnya kebutuhan masyarakat setempat.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

yang berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Dalam Cerita Rakyat Riau ‘Si

Lancang’”.

1.2 Fokus Masalah

Penelitian ini termasuk kedalam ruang lingkup kajian sastra, khususnya

sastra dareah. Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan diatas, maka

fokus masalah pada penelitian ini adalah analisa Sosiologi Sastra Dalam Cerita

Rakyat Riau ‘Si Lancang’


1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah yang telah di paparkan

perlu di kemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun rumusan

masalah pada penelitian ini adalah “Apa saja aspek-aspek sosiologi sastra yang

terdapat dalam cerita rakyat Si Lancang”

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah di paparkan

diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu “menganalisis aspek-aspek sosiologi sastra

yang terdapat dalam cerita rakyat Si Lancang”.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membarikan manfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat teoritis dan

praktis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dilihat dari manfaat aspek teoritis penelitian ini diharapkan berguna

memberikan sumbangan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai aspek-

aspek sosiologi sastra yang terdapat dalam cerita rakyat .

2. Manfaat Praktis

Dilihat dari manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:


a. Bagi Pengajar, hasil penelitian ini dapat membantu pengajar dalam

melaksanakan proses pembelajaran, dan dapat meningkatkan keterampilan

pengajar dalam proses pembelajaran

b. Bagi Pembelajar, hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumber

informasi tentang unsur-unsur yang membangun cerita rakyat, dapat

memahami nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat.

c. Bagi lembaga terkait, Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan

Melayu, khususnya tentang cerita rakyat Si Lancang pada masyarakat

Melayu di Riau

d. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan peningkatan dalam

kegiatan pembelajaran dan sebagai uapaya peningkatan kualitas sekolah.

1.6 Defenisi Istilah

1. Karya Sastra

Karya Sastra memiliki definisi yaitu penciptaan disampaikan kepada

komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Definisi lain dari

sebuah karya sastra juga adalah pikiran dan gagasan dari seseorang pengarang

yang diluapkan dengan perasaannya kemudian disusun menjadi sebuah cerita

yang mengandung makna dari pengarang (Slamet, 2018).

2. Sosiologi sastra

Sosiologi sastra ialah pemahaman terhadap karya sastra dengan

mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan. Pemahaman terhadap

totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang

terkandung didalamnya. Analisis terhadap karya sastra dengan


mempertimbangkan seberapa jauh peranannya dalam mengubah struktur

kemasyarakatan (Kurniawan, 2012: 9)

3. Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah salah satu bidang yang menjadi fokus kajian tradisi lisan.

Cerita rakyat biasanya disampaikan secara lisan atau mulut ke mulut, itulah

sebabnya cerita rakyat disebut sastra lisan. Cerita rakyat adalah sastra

tradisional karena merupakan hasil karya yang dilahirkan dari sekumpulan

masyarakat yang masih kuat berpegang pada nilai-nilai kebudayaan yang

bersifat tradisional. Cerita ini bersifat fiktif yaitu cerita yang dapat dibuktikan

kebenaranya.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teori yang Relevan

2.1.1 Karya Sastra

Secara etimologis sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera)

yang berarti huruf atau karya tulis. Dalam bahasa Indonesia sastra berasal dari

bahasa Sanskerta yang terdiri dari akar kata cas atau sas dan -tra. Cas dalam

memiliki arti mengajarkan, mengajar, memberikan petunjuk, atau pedoman.

Sedangkan akhiran -tra berarti sarana atau alat. Secara harfiah sastra diartikan

huruf, tulisan, atau karangan. Wellek & Warren (2016: 3) berpendapat bahwa

sastra adalah sebuah kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Kegiatan kreatif ini

menghasilkan deretan kata atau tulisan yang memiliki unsur seni. Sebagai karya

seni, sastra merupakan ciptaan manusia yang berisi ekspresi, gagasan, dan

perasaan penciptanya.

Susanto (2016: 6) menjelaskan “pandangan umum lain mengatakan

bahwa sastra merupakan karya imajinatif dan fiktif”. Sebagai karya imajinatif dan

fiktif, karya sastra tidaklah nyata. Tokoh dan setiap kejadian yang tergambarkan

dalam karya tersebut merupakan kreatifitas atau imajinasi sang pengarang.

Dari berbagai pandangan para pakar tentang definisi sastra Minderop

(2016: 76) merangkumnya menjadi: “sastra adalah suatu karya tulis yang

memberikan hiburan dan disampaikan dengan bahasa yang unik, indah, dan

artistik serta mengandung nilai-nilai kehidupan dan ajaran moral sehingga mampu
menggugah: pengalaman, kesadaran moral, spiritual, dan emosi pembaca”. Karya

sastra dapat dibedakan berdasarkan genrenya yaitu karya sastra imajinatif dan

karya sastra nonimajinatif. Karya sastra imajinatif merupakan karya sastra yang

menonjolkan sifat khayali, menggunakan bahasa yang sifatnya konotatif, dan

memenuhi syarat estetika seni. Berikut contoh karya sastra imajinatif yaitu: puisi,

prosa, dan drama. Sedangkan karya sastra nonimajinatif merupakan karya sastra

yang lebih banyak mengandung unsur faktual dan cenderung menggunakan

bahasa denotatif namun tetap memenuhi syarat-syarat estetika seni.

2.1.2 Teori Sosiologi Sastra

Kurniawan (2012: 5) mengatakan bahwa : “Sosiologi sastra adalah analisis

teks sastra untuk mengetahui strukturnya, dan kemudian dipergunakan untuk

memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada dalam sastra. Dengan

demikian, sosiologi sastra objek kajian utamanya adalah sastra, yang berupa karya

sastra sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial

yang ada dalam sastra, baik penulis, fakta sastra, maupun pembaca dalam relasi

dialektikalnya dengan kondisi masyarakat yang menghidupi penulis, masyarakat

yang digambarkan, dan pembaca sebagai individu kolektif yang menghidupi

masyarakat”.

Ratna (2003: 2) mengatakan bahwa : “Sosiologi sastra ialah pemahaman

terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan.

Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek

kemasyarakatan yang terkandung didalamnya. Analisis terhadap karya sastra


dengan mempertimbangkan seberapa jauh peranannya dalam mengubah struktur

kemasyarakatan”.

Endraswara (2003: 79) mengatakan bahwa : “Sosiologi sastra adalah

penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering

mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya,

berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Dari pendapat ini, tampak bahwa

perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra”.

Sosiologi sastra adalah ilmu tentang hubungan kelompok dalam kehidupan

manusia. Tujuan sosiologi sama dengan ilmu sosial lainnya, tetapi seseorang

melihat kejadian sosial dengan caranya sendiri. Dari pemahaman materi dan

budaya masuk ke dalam esensi pembentukan, kerjasama dan kehidupan semua

golongan (Bouman dan Wahyuningtyas dalam Santoso, 2011: 20). Soekanto

(dalam Santosa dan Wahyuningtyas, 2011: 21) menunjukkan bahwa sosiologi

berfungsi untuk memahami perilaku manusia, karena peran kehidupan manusia

berpengaruh oleh subsistem sosialnya. Pada dasarnya subsistem sosial meliputi

individu atau elemen individu dalam masyarakat dan kehidupan yang dihasilkan

oleh masyarakat tersebut. Endraswara (2011: 26) sosiologi sastra, dengan

menyatukan dua disiplin ilmu sosiologi dan sastra yang berbeda. Yang sangat

diperhatikan ialah posisi dominannya dalam analisis, sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai secara maksimal.

Dalam sosiologi sastra, konsep yang berhubungan dalam sastra harus

sangat jelas, sedangkan konsep yang berkaitan dengan sosiologi memainkan peran

yang paling melengkapi. Jika peneliti lebih spesifik, mereka akan menjadi lebih
peka, dan akan ada sosiologi puisi, sosiologi novel, sosiologi drama, dan lain-lain.

Metode sastra yang mempertimbangkan aspek sosial ini disebut sosiologi sastra,

yang menggunakan analisis tekstual untuk mengetahui strukturnya, yang

kemudian digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang

fenomena sosial di luar sastra (Damono dalam AlMa’ruf dan Nugrahani, 2017:

99).

Wellek dan Werren (2014: 3) menunjukkan bahwa sastra adalah aktivitas

kreatif dan karya seni. Karya sastra pada dasarnya tercipta dari realitas kehidupan

masyarakat yang terjadi dan dibuat oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami,

dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, sastra merupakan karya

menyampaikan pesan melalui media bahasa (Setyorini, 2015: 289). Landasan

dalam teori ini adalah sosiologi sastra. Penelitian sosiologi sastra lebih banyak

memberikan perhatian kepada sastra nasional, sastra modern, khususnya

mengenai novel. Roucek dan Warren (2009: 18) sosiologi adalah ilmu yang

mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompokkelompok. Penelitian

tersebut banyak diminati oleh penulis yang ingin melihat sastra sebagai cermin

kehidupan masyarakat.

Sastra merupakan bagian dari gambaran kehidupan sosial yang dihadirkan

melalui refleksi, sehingga karya yang dibuat memang merupakan gambaran dari

era sosial. Dalam karya sastra sering seseorang jumpai cerita yang

menggambarkan kehidupan sosial dalam masyarakat seperti, politik, sosial

ekonomi, budaya, dan agama. Oleh karena itu, kalaupun dianggap novel, karya

sastra belum tentu murni fantasi dan imajinasi. Namun, karya sastra berasal dari
akumulasi pengalaman pengarangnya. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, dari

akar kata “sas”, yang berarti menginstruksikan dengan kata kerja tururnan. Pada

saat yang sama, sufiks “tra” artinya biasanya menunjukan alat atau sarana. Istilah

sastra dapat diartikan sebagai pengajaran, manual (instruksi) atau alat pengajaran.

Karya sastra memiliki fungsi sosial sesuai dengan kondisi sosial

masyarakat pada saat penciptaan karya tersebut. Dengan kata lain, seberapa jauh

nilai-nilai sosial dalam karya sastra tersebut berkaitan dengan nilai-nilai sosial

yang ada. Fungsi sosial memiliki tiga hal penting yang harus diperhatikan, yaitu

sastra berfungsi sebagai perombak masyarakat, sastra berfungsi sebagai media

penghibur, dan hubungan antara sastra sebagai pendidik dengan cara menghibur

(Damono, 2002: 4).

Keberadaan karya sastra tidak terlepas dari adanya hubungan timbal balik

antara pengarang, masyarakat, dan pembaca. Hubungan tersebut menjadi dasar

pembagian sosiologi sastra oleh Rene Wellek dan Austin Warren.

Dalam bukunya Theory of Litetarure, Rene Wellek dan Austin Warren

(1994), menawarkan adanya tiga jenis sosiologi sastra, yaitu sosiologi pengarang,

sosiologi karya sastra, dan sosiologi pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Pembagian jenis sosiologi sastra tersebut, hampir mirip dengan apa yang

dilakukan oleh Ian Watt dalam esainya “Litetarure an Society” (via Damono,

1979:3). Ian Watt, membedakan antara sosiologi sastra yang mengkaji konteks

sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra.

Menurut Wellek dan Warren, sosiologi pengarang memasalahkan status

sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai


penghasil sastra. Sosiologi karya sastra memasalahkan karya sastra itu sendiri.

Mengkaji apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.

Sosiologi pembaca mengkaji pembaca yang pengaruh sosial karya sastra

Menurut Ian Watt, konteks sosial pengarang, antara lain mengkaji posisi

sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan pembaca. Sosiologi

sastra yang mengkaji sastra sebagai cermin masyarakat mengkaji sejauh mana

sastra dapat dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakat. Fungsi sosial

sastra mengkaji sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial.

Dalam hal ini Ian Watt (via Damono, 1979) membedakan adanya tiga pandangan

yang berhubungan dengan fungsi sosial sastra, yaitu (1) pandangan kaum

romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau

nabi, sehingga sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak; (2)

pandangan “seni untuk seni”, yang melihat sastra sebagai penghibur belaka; (3)

pandangan yang bersifat kompromis, di satu sisi sastra harus mengajarkan sesuatu

dengan cara menghibur. Dari berbagai macam dasar kajian sosiologi sastra

tersebut, kemudian muncul berbagai macam varian kajian sosiologi sastra.

Rene Wellek dan Austin Warren (Sutejo dan Kusnadi, 2016:7) membagi

aspek-aspek sosiologi sastra menjadi enam bagian yaitu:

1. Aspek sosial

a. Sosial ekonomi

b. Sosial pendidikan

c. Sosial religi

d. Sosial kemasyarakatan
2. Aspek adat istiadat

a. tentang perkawinan

b. tentang perawatan bayi

c. tentang kematian

3. Aspek religious

a. Keimanan

b. Ketakwaan

c. Ibadah

d. Hokum

e. muamalah

4. Aspek etika

a. pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita

b. pertemanan

c. bertamu

5. Aspek moral

a. Penolong

b. kasih sayang

c. ketabahan);

6. Aspek nilai

a. nilai kepahlawanan

b. nilai religi

c. nilai persahabatan

d. nilai moral
e. nilai social

f. nilai perjuangan

g. nilai didaktif

2.1.3 Cerita Rakyat Melayu Riau

Cerita rakyat merupakan cerita yang hadir dari masyarakat suatu wilayah

mengenai kejadian atau asal-usul dari wilayahnya. Cerita rakyat diwariskan atau

dilestarikan dalam bentuk lisan secara turun temurun. Cerita rakyat melayu Riau

merupakan cerita yang berasal dan berkembang di daerah Riau yang diwariskan

atau dilestarikan dalam bentuk lisan secara turun-temurun. Cerita rakyat adalah

cerita berlatar masa lampau yang dapat menjadi ciri khas setiap daerah, hal ini

dikarenakan Indonesia memiliki kekayaan budaya yang dapat menjadi sumber

kreatifitas pembuatan cerita anak ataupun cerita rakyat dari asal cerita rakyat

tersebut yang memuat beragam budaya yang di dalamnya menyertakan kekayaan

budaya serta sejarah yang dimiliki daerah tersebut (Anindya & Ali 2019:2). Cerita

rakyat adalah cerita sejak tempo dulu yang berkembang dimasyarakat secara turun

temurun yang disampaikan secara lisan (Mahendra, dkk 2018:580).

Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu

tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam

cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun

dewa. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat

melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya

dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut (Firdaus, dkk 2013:1).


Cerita rakyat Indonesia khususnya cerita rakyat Riau mempunyai banyak

fungsi bagi kehidupan yaitu sebagai hiburan dan pengokoh nilai-nilai sosial

budaya yang berlaku dalam masyarakat Riau. Di samping itu didalamnya juga

terdapat larangan dan pantangan yang perlu dihindari. Cerita rakyat bagi warga

masyarakatnya pendukungnya bisa menjadi tuntunan tingkah laku dalam

pergaulan sosial, apalagi bagi masyarakat yang belum mengenal pendidikan

formal dalam bentuk sekolah, maka cerita rakyat menjadi sarana untuk

mengajarkan budi pekerti dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan.

Menurut Fauzi (2020:34) cerita rakyat memiliki beberapa fungsi yaitu: (1) fungsi

rekreatif (hiburan), (2) fungsi didaktif (pendidikan), (3) estetis (keindahan), (4)

moralitas (pendidikan moral), dan (5) religius (pendidikan agama).

Banyak perbedaan yang terjadi dalam menggolongkan cerita rakyat namun

perbedaan tersebut tidak terlalu mendasar, perbedaan-perbedaan tersebut pada

akhirnya akan ditemukan beberapa jenis. Bascom (Dananjaja, 2002:50) membagi

cerita rakyat menjadi tiga golongan besar yaitu mite (myth), legenda (legend), dan

dongeng (folktale). Menurut Bascom (Dananjaja, 2002:50) mite adalah cerita

prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya

cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau tokoh setengah dewa. Dananjaja

(2002:52) menambahkan mite Indonesia biasanya menceritakan terjadinya alam

semesta (cosmogony, terjadinya susunan para dewa, dunia dewata (pantheon),

terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan (culture hero),

terjadinya makanan pokok, seperti beras dan sebagainya untuk pertama kali.
Legenda menurut Bascom (Dananjaja, 2002:50) adalah cerita prosa rakyat

yang mempunyai ciri-ciri mirip mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi

tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi manusia, walaupun

ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibatu oleh

makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia dan waktu terjadinya

belum begitu lampau. Menurut Dananjaja (2002:66) legenda adalah cerita prosa

rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebagai kejadian yang sungguh pernah

terjadi. Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler atau keduniawian. Legenda

seringkali dipandang sebagai "sejarah" kolektif (folk history), walaupun "sejarah"

itu karena tidak tertulis telah mengalami distorsi, sehingga seringkali dapat jauh

berbeda dengan kisah aslinya.

Dongeng menurut Dananjaja (2002:83) yaitu prosa rakyat yang tidak

dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan,

walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisi pelajaran (moral), atau

bahkan sindiran.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian pengembangan bahan ajar sudah banyak dilakukan oleh

beberapa peneliti diantaranya adalah:

Pertama, Hendriadi Siregar (2020) meneliti tentang analisis sosiologi

sastra terhadap cerita rakyat datuk megang masyarakat melayu talawi kabupaten

batubara. terkandung dalam cerita Datuk Megang. Metode yang digunakan dalam

menganalisis adalah metode deskriptif yaitu mendeskripsikan data-data fakta yang

terdapat di dalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk


ceritanya dan sosiologisnya. Di dalam cerita Datuk Megang terdapat unsur-unsur

intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Datuk Megang menggambarkan orang

yang selalu berbuat baik kepada semua orang dan suka menolong maka nama kita

akan dikenang oleh orang lain. Alur, alur yang terdapat pada cerita Datuk Megang

adalah alur maju. Latar/setting, di dalam cerita terdapat beberapa latar diantaranya

di hutan, sungai, rumah, dan di laut. Penokohan, tokohtokoh yang terdapat dalam

cerita Datuk Megang yaitu : Datuk Megang, Si Balut, dan Pak Deman.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan sastra dengan sosiologi yang

erat, karena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. Sosiologi dan

sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan

masyarakat.

Kedua, Wiji Karisma (2019) melakukan penelitian tentang analisis

sosiologis cerita rakyat batu parsidangan di huta siallagan kabupaten samosir

sumatera utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah sosial rakyat

Batu Persidangan berdasarkan masalah dilingkungan hidup dan kemiskinan pada

cerita rakyat Batu Parsidangan tersebut. Metode yang digunakan adalah metode

deskriptif analitik. Metode ini didasarkan atas pertimbangan akan adanya

kesesuaian antara bentuk penelitian dan tujuan penelitian. Metode pengumpulan

data dilakukan dengan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah

membaca cerita rakyat dengan berulangulang, menghayatinya, memahami isi

cerita, mengumpulkan data, melakukan penelahaan data, mendeskripsikan dan

menarik kesimpulan dari hasil penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat menjawab

pernyataan penelitian bahwa terdapat masalah lingkungan hidup yang didalam


masyarakat ada sebuah Batu yang disebut Batu Parsidangan. Batu ini digunakan

oleh raja untuk bermusyawarah, berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman

kepada orang yang melakukan kejahatan. Batu ini digunakan oleh raja untuk

bermusyawarah, berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman kepada orang yang

melakukan kejahatan, seperti mencuri, memperkosa, membunuh, dan mata-mata

musuh. Dan mengenai kemiskinan kehidupan didesa mayoritas menengah

kebawah, hanya sebagian orang saja yang mapan, adanya kemiskinan di desa huta

siallagan ini menyebabkan timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat

mengakibatkan minimnya kebutuhan masyarakat setempat.

Ketiga, Dian Syahftri (2021) melakukan penelitian berjudul analisis

sosiologi sastra batu parsidangan di huta siallagan kabupaten samosir sumatera

utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah sosial dan kearifan lokal

Batu Persidangan Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.

Metode ini didasarkan atas pertimbangan akan adanya kesesuaian antara bentuk

penelitian dan tujuan penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara. Hasil dari penelitian ini dapat menjawab pernyataan penelitian bahwa

terdapat masalah lingkungan hidup dan kearifan lokal yang di dalam masyarakat

ada sebuah Batu yang disebut Batu Parsidangan. Batu ini digunakan oleh raja

untuk bermusyawarah, berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman kepada orang

yang melakukan kejahatan. Batu ini digunakan oleh raja untuk bermusyawarah,

berdiskusi, dan menjatuhkan suatu hukuman kepada orang yang melakukan

kejahatan, seperti mencuri, memperkosa, membunuh, dan mata-mata musuh.

Mengenai kemiskinan kehidupan didesa mayoritas menengah ke bawah, hanya


sebagian orang saja yang mapan, adanya kemiskinan di desa huta siallagan ini

menyebabkan timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat

mengakibatkan minimnya kebutuhan masyarakat setempat.

2.3 Kerangka Konseptual

Sosiologi sastra

Cerita Rakyat

Aspek-aspek sosiologi sastra

Sosial Adat Etika Moral


Religius
ekonomi istiadat

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.

Penggunaan metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi atau pun gambaran

secara sistematis, faktual dan akurat dengan menggunakan kata-kata serta kalimat

yang semuanya sesuai dengan kenyataan yang didapatkan saat penelitian.

3.2 Data dan Sumber Data

Data adalah catatan atas kumpulan fakta (Sugiyono, 2017:45). Menurut

Lofland (dalam Moleong, 2014:157. Dalam penelitian ini data yang digunakan

adalah hasil jawaban angket dan hasil jawaban wawancara dari informan dan

responden penelititian.

Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah teks kutipan/pernyataan

yang menunjukkan adanya aspek-aspek social di dalam cerita rakyat Riau Si

Lancang. Sumber data dalam penelitian ini adalah cerita rakyat Riau Si Lancang

dan juga beberapa pihak sastrawan Riau. Peneliti juga menggunakan referensi

lain berupa bahan pustaka dan jurnal yang berhubungan dengan sosiologi sastra

yang relevan sebagai pendukung penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh penulis, maka teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian menggunakan teknik baca

dan teknik catat.


1. Membaca referensi yang berkaitan dengan penelitian ini, terutama membaca

secara seksama cerita rakyat Riau Si Lancang sehingga memenuhi data yang

ingin dicari oleh penulis.

2. Mencatat dan menandai teks-teks yang diduga memenuhi kriteria aspek-aspek

sosiologi sastra yang terdapat di cerita rakyat Riau Si Lancang.

3.4 Teknik Analisa Data

Menurut Sugiyono (2017: 244) Analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif.

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis data

mengunakan teknik penelitian kualitatif. Maka dalam mengumpulkan data yang

berkaitan dengan menganalisis sosiologi sastra cerita rakyat Riau Si Lancang.

Berikut cara yang dilakukan peneliti sebagai berikut:

1. Membaca secara teliti cerita rakyat Riau Si Lancang. Kegiatan

membaca novel dilakukan dengan menggunakan teknik pemahaman

dan teknik evaluasi. Tujuannya untuk memahami masalah dalam

penelitian dan untuk menyimpulkan cerita rakyat Riau Si Lancang.

2. Menggarisbawahi, mencatat, bagaimana masalah sosial yang terdapat

dalam cerita rakyat Riau Si Lancang


3. Menganalisis data yang telah diseleksi serta menerapkan dalam

masalah yang dibahas yang akan peneliti analisis kemudian disajikan

berupa hasil jabaran dari rumusan masalah yang dijawab peneliti

dalam bentuk deskripsi hasil penelitian

4. Mendeskipsikan masalah sosial dalam cerita rakyat Riau Si Lancang

5. Kemudian menarik kesimpulan dari analisis pendekatan sosiologi

sastra dalam cerita rakyat Riau Si Lancang

3.5 Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

triangulasi data. Triangulasi dalam menguji kredibilitas sebagi pengecekan data

dari berbagai sumber, cara, dan waktu. Sugiyono (2018 : 274) triangulasi dibagi

menjadi tiga, antara lain sebagai berikut:

1. Triangulasi sumber, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber

2. Triangulasi teknik, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda.

3. Triangulasi waktu, waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.

Pengambilan data harus disesusikan dengan kondisi narasumber.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.


Bandung: Refika Aditama.
Abdurrahman Fatoni. 2014. Metodologi Penelitian dan tehnik Penyusunan
Skripsi. PT. Rinekha cipta
Depdiknas. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Dalman. 2013. Keterampilan Membaca. Jakarta: Raja Perindo persada.
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: IlmuGosip, Dongengdan lain-lain.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Dewi Lailatul Vaziria. 2022. Pengembangan Bahan Ajar Cerita Rakyat Bermuatan
Kearifan Lokal Blitar untuk Kelas X. Patria Education Jurnal (PEJ)
Volume 2 Nomor 1 Maret 2022
Firdaus & Fakhry Zamzam,. 2013. Aplikasi Metode Penelitian,
Yogyakarta:Deepublish
Fauzi. 2020. Perbandingan Legenda Ciung Wanara dengan Cindelaras serta
Kajian Budaya Lokal. Jurnal Penelitian Sastra, Vol. 11, No. 1, Juni 2018:
31-44
Kurniawati. 2015. Pengembangan Bahan Ajar Aqidah Ahklak di Madrasah
Ibtidaiyah. Jurnal Penelitian, Vol. 9, No. 2, Agustus 2015
Mahendra. 2018. . Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: UNP Press.
Moleong, L. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nana, 2019. Pengembangan Bahan Ajar, Jawa Tengah: Lakeisha
Nia Ulfa Martha. 2019. Pengembangan bahan ajar mata pelajaran bahasa
Indonesia berbasis cerita rakyat Kabupaten Banjarnegara. Prosiding
Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya
Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan IX” 19-20 November 2019
Prastowo. 2014. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
Diva Press.
Purwono, Urip., 2008. Standar Penilaian Bahan Ajar, Jakarta : BNSP
Robertus AS Owon. 2017. melakukan penelitian tentang Pengembangan bahan
ajar menulis berbasis jenis teks bertema kearifan local SIkka bagi
pembelajar SMP. JINoP (Jurnal Inovasi Pembelajaran), Volume 3, Nomor
1, Mei 2017 P-ISSN 2443-1591 E-ISSN 2460-0873
Sumantri, Mohammad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran Teori & Praktik di.
Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Rajagrafindo.
Somadayo, Samsu. 2011. Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca.
Yogtakarta: Graha Ilmu.
Sumiati.2010.Metode Pembelajaran.Bandung:CV Wacana Prima.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sri Kusnita. 2021. cerita rakyat melayu pesisir kalimantan barat sebagai
alternative bahan pembelajaran sastra di SMP. Journal Homepage:
http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/bahasa DOI:
10.31571/bahasa.v10i1.2471 Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 10, No. 2,
Desember 2021
Sukiman. 2019. Pemertahanan kearifan lokal melalui pemanfaatan sebagai sumber
pembelajaran sastra. Journal Homepage:
http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/bahasa DOI:
10.31571/bahasa.v10i1.2471 Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 10, No. 2,
Desember 2021
Widodo S. dan Jasmadi. 2008. Panduan menyusun bahan ajar berbasis
kompetensi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wijayanti, dkk. 2015. “Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Matematika
dengan Model Pembelajaran Grup Investigation.” Jurnal Pendidikan
Matematika UNION 2(1): 55-60.

Anda mungkin juga menyukai