Anda di halaman 1dari 20

Telaah Prosa Indonesia

Perempuan sebagai Agen Perubahan


dalam Novel Mengurai Rindu karya Nang Syamsuddin

Oleh :
Maria Fadhila 1300880
Olga Chaesa Novianti 1300876

Pogram Studi Sastra Indonesia


Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Padang
2014

Perempuan sebagai Agen Perubahan


dalam Novel Mengurai Rindu karya Nang Syamsuddin

Abstract
This article aims to describe social reality in the novel Minangkabau "Mengurai Rindu"
by Nang Shamsuddin. The method used in this study is a qualitative method. Qualitative methods
assume that the literary work is required to investigate the data that is natural, it is not enough
just to investigate work autonomously, this method of linking a literary work within the context
of its existence, attention to the meaning and the message contained as cultural studies.
Engineering analysis starts from literary texts and reveal the social factors that exist in it, then
test its existence to the social factors that become the topic of storytelling and find a message
from the literary text. The analysis showed novel "Mengurai Rindu" is a novel that successfully
reveals the social and cultural reality of Minangkabau society today, namely problems mamak
nephew relationship disharmony and conflict customs. As a reflection of the socio-cultural
reality of Minangkabau society, this novel convince the reader that the work they produce is
really happening in the lives of individuals and communities in the social structure of the
community culture.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas sosial masyarakat Minangkabau
dalam Novel Mengurai Rindu karya Nang syamsuddin. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif beranggapan bahwa untuk menyelidiki
karya sastra diperlukan data-data yang alamiah, tidak cukup hanya dengan menyelidiki karya
secara otonom,metode ini menghubungkan sebuah karya sastra dengan konteks keberadaannya,
memperhatikan makna dan pesan yang terkandung sebagai studi cultural. Teknik analisis
dimulai dari teks sastra dan mengungkapkan faktor-faktor sosial yang ada di dalamnya,
kemudian menguji keberadaannya kepada faktor sosial masyarakat yang menjadi topik
penceritaan dan menemukan pesan dari teks sastra tersebut. Hasil analisis menunjukkan
NovelMengurai Rindu merupakan Novel yang berhasil mengungkapkan realitas sosial dan
kebudayaan masyarakat Minangkabau saat ini, yaitu masalah ketidakharmonisan hubungan
mamak kemenakan dan pertentangan adat. Sebagai pencerminan realitas sosial budaya
masyarakat Minangkabau, Novel ini meyakinkan pembaca bahwa karya yang dihasilkannya
benar-benar terjadi dalam kehidupan individu dan masyarakat dalam struktur sosial
kebudayaan masyarakatnya.
Kata Kunci: Pencerminan, Realitas sosial budaya, Novel, masrakat Minangkabau
A . Pendahuluan
Metode kualitatif merupakan salah satu metode kritik sastra. Metode kualitatif
beranggapan bahwa untuk menyelidiki karya sastra tidak cukup hanya dengan menyelidiki karya

secara otonom, melainkan perlu dikaitkan dengan konteks sosialnya, hubungannya dengan
konteks keberadaannya. Penelitian sebuah karya sastra dilakukan secara alamiah. Jadi dalam
penyelidikan, penilaian, selalu mengaitkan karya sastra dengan konteks keberadaan karya sastra
tersebut dengan masyarakat pendukungnya, masyarakat sumbernya, masyarakat tujuannya, dan
masyarakat pengarangnya. Semuanya terjadi secara alamiah. Oleh karena itu, pemahaman karya
sastra tidak bisa melepaskan diri dari konteks keberadaannya dan masyarakatnya.
Menghubungkan karya sastra secara alamiah, bukan berarti harus mengabaikan datadata struktur karya sastra tersebut. Penyelidikan awal tetap bermula dari pengamatan data-data
struktur karya tersebut. Kemudian data-data struktur yang ditemukan itu harus diuji, dinilai, dan
diproyeksikan kepada masyarakatnya dan semuanya mengalir secara alamiah.
Jika dilihat dari cara Nang Syamsuddin sebagai penulis Novel Mengurai Rindu
mengungkapkan sebuah objek dan konflik yang terjadi dalam karyanya, tentulah ia menulis
dengan latarbelakang budaya Minangkabau. Seperti yang diketahui Nang Syamsuddin
berdomisili kota Padang dan mengajar disalah satu Universitas Negeri di kota Padang. Nang
Syamsuddin mencoba mengangkat realita kehidupan dan kebudayaan dalam masyarakat
Minangkabau.
Karya sastra pada semua tingkat selalu disinari oleh nilai-nilai yang ditetapkan. Oleh
sebab itu yang dilakukan pengarang adalah meyakinkan dan menunjukkan bahwa sastra betulbetul berintegrasi dengan kehidupan individu-individu dalam struktur masyarakat.
Kajian sosiologi selalu mengaitkan antara karya sastra dengan masyarakat
pendukungnya, masyarakat sumbernya, masyarakat tujuannya, dan masyarakat pengarangnya.
Untuk menganalisis novel ini haruslah disertai dengan penyelidikan sistem sosial budaya
masyarakat Minangkabau dan prilaku anggota masyarakatnya. Bobot novel ini akan ditentukan
oleh tingkat kerelevanannya dengan konteks sosialnya, masyarakat Minangkabau.
Permasalahannya sekarang adalah Seberapa jauhkah novel ini menggambarkan prilaku anggota
masyarakat Minangkabau?; dan Bagaimanakah tingkat kerelevanan novel ini dengan sistem
sosial budaya Minangkabau?

B. Pendekatan yang Digunakan


Pendekatan yang digunakan untuk menjawab semua pertanyaan diatas adalah dengan
menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang
menganggap karya sastra sebagai milik masyarakat. Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah
adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Dasar pertimbangannya adalah
memberikan keseimbangan terhadap dua dimensi manusia, yaitu jasmani dan rohani.
Ini berarti karya sastra itu lahir dari realitas kehidupan nyata. Apa yang terjadi
disekitarnya, itulah yang akan menjadi sebuah ide, pesan, yang akan penulis ungkapkan dalam
karyanya.

C. Hasil Kajian dan Pembahasan


1 . Penetuan latar
Dilihat dari cara penulis mengungkapkan cerita pada Novel Mengurai Rindu. Novel ini
mengungkapkan kebudayaan dan kehidupan masyarakat minangkabau pada era 2000-an. Ada
beberapa petunjuk tentang hal itu, seperti kutipan berikut:
Tepuk tangan itu berulang kembali ketika Angku Kadhi meminta Gunawan
menyerahkan mahar itu padaku. Kami sama-sama berdiri di bawah pelaminan, di depan
tempat duduk pengantin. Gunawan menyerahkan maharnya diiringi tepuk tangan, yang
paling keras dating dari teman seprofesinya, sama-sama pengusaha muda. Memang
mahar Gunawan berbeda dari yang biasa terjadi. Di depan yang hadir Gunawan
menyerahkan seperangkat alat shalat dan sebuah sertifikat rumah.
Pada era 90-an ke bawah, biasanya masyarakat Minangkabau memberikan mahar hanya sesuai
dengan adat dan agama yaitu seperangkat alat shalat saja. Sedangkan dalam novel ini pihak lakilaki memberikan sebuah rumah sebagai mahar.
Pada novel ini pengarang juga mengungkapkan pembatasan masalah pada budaya Minangkabau
tokoh Lela meninggalkan kampung halamannya untuk rutinatas dan dapat juga dilihat dari eteketek Lela yang juga menetap di luar daerah Minangkabau. Seperti kutipan berikut:
Aku tidak mungkin tinggal di kampung. Aku sudah membuka kedai kain di Medan.
Modalnya dari menantuku. Jadi aku tidak mungkin meninggalkan usahaku itu.
Dengan menguji latar waktu dan tempat dalam Novel ini dapat disimpulkan untuk
sementara bahwa Novel Mengurai Rindu berbicara tentang perubahan sistem sosial budaya
Minangkabau. Dulu jarang sekali seorang wanita meninggalkan kampung halamannya, karena
dalam kebudayaan Minangkabau anak laki-laki lah yang harus merantau untuk mencari jati diri.
Prilaku tokoh cerpen dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk
mendapatkan data-data sebagai bukti selanjutnya.
2. Penentuan Peran dan Hubungan Antarperan

Dalam masyarakat Minangkabau ataaupun masyarakat dengan etnis lain. Sosok pribadi
tidak hanya memerankan satu peran dalam kehidupannya. Sosok pribadi memerankan peran
ganda. Dapat kita lihat dikehidupan sehari-hari, kita perorangan tidak mempunyai satu peran,
kita bisa berperan sebagai anak, adik, kakak, sahabat, majikan, tokoh masyarakat begitu juga
dalam masyarakat Minangkabau. Karya sastra sebagai pencerminan tatanan kehidupan
masyarakat, akan mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita. Tidak ada

dalam karya fiksi seorang tokoh cerita hanya memerankan satu peran saja. Penga-rang akan
memberikan berbagai peran terhadap tokoh-tokoh ceritanya.
Dalam Novel Mengurai Rindu seorang tokoh minimal meme-rankan dua peran.
Iventarisasi peran tokoh-tokoh cerpen Novel Mengurai Rindu itu adalah sebagai berikut.
1. Tokoh Lela memerankan peran : guru, kekasih/istri, ibu, menantu, kemenakan, kakak,
adik, teman.
2. Tokoh Gunawan memerankan peran : anak, kekasih/suami, ayah, kakak, dan sebagai
pengusaha.
3. Tokoh Angku Sutan memerankan peran: mamak, suami, ayah, kakak dan sebagai guru
keagamaan di kampungnya.
4. Tokoh Angku Datuk memerankan peran : mamak, suami, kakak, ayah dan sebagai datuk
di kaumnya.
5. Tokoh Uda gadang memerankan peran : suami, ayah, kemenakan, kakak,
6. Tokoh Des memerankan peran : Suami, kemenakan, adik
7. Tokoh etek bungsu memerankan peran : etek, istri, ibu, adik
8. Tokoh Sisca memerankan peran : guru, adik, anak, kekasih, teman, ipar
9. Tokoh Etek Isan memerankan peran : bako, ibu, istri
10. Tokoh Etek Tangah memerankan peran : ibu, etek, istri
Dengan demikian, sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus.
Dalam hal penyelidikan permasalahan haruslah dilihat dari sudut peran dan bukan dari sudut
tokoh. Permasalahan akan terlihat, jika peran yang satu dihubungkan dengan peran yang lain.
Beberapa peran yang diperan-kan tokoh-tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan atau
dikelompokkan menjadi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mamak dan kemenakan


Ibu dan anak
Kakak dan adik
Suami dan istri
Teman dan teman
Kekasih perempuan dan kekasih laki-laki

Pengelompokkan peran-peran tersebut dapat memudahkan peneliti dalam menemukan


masalah yang ada dalam novel tersebut. Berdasarkan peran-peran tersebut sudah ada 6
hubungan peran yang bisa menjadi masalah dalam novel tersebut.
Sebagai contoh adalah topik (b) ibu dan anak yang tidak terdapat konflik dalam
hubungan tersebut. Tidak ada konflik anatara Ibu Gunawan dan Gunawan. Begitu juga
dengan tokoh Lela dan Des juga tidak ada konflik dalam hubungan peran tersebut. Mengikuti
pola uji seperti yang disebutkan, maka tinggalah topik a,d,e,f sebagai penyumbang masalah
dalam novel.

Topik mamak dan kemenakan (topik a) didukung oleh beberapa tokoh. Seperti tokoh
Angku datuk sebagai mamak di kampung dan Angku Sutan sebagai mamak di kampung dan
tokoh Lela sebagai kemenakan perempuan yang menjadi guru di kota Padang.
Topik suami dan istri (d) di dukung oleh tokoh Gunawan sebagai Suami yang berbeda
etnis dengan tokoh Lela yang menjadi istri. Hubungan suami dan istri ini tidak memunculkan
konflik diantara mereka berdua pada novel tersebut
Topik teman dan teman (e) yang ditokohkan oleh beberrapa tokoh yaitu : tokoh Lela,
tokoh Sisca, Tokoh Susi dan rekan-rekan guru. Pada hubungan peran ini sempat terjadi
konflik antara semua tokoh, tetapi akhirnya terselesaikan dan tidak menjadi masalah besar
dalam novel ini.
Topik Kekasih perempuan dengan kekasih laki-laki (f) tokoh ini diperankan oleh Sisca
dan Kekasihnya. Hubungan peran ini hanyalah sepintas lalu untuk memdukung peran dan
latar pada novel.
Dari topik diatas, ternyata topik mamak dan kemenakan (topik a) yang di dukung oleh
banyak tokoh. Dengan demikian dipada topik inilah terletak permasalahan utama novel
Mengurai Rindu sedangkan topik-topik lain merupakan penunjang.

3. Permasalahan Mamak dan Kemenakan


a. Secara Normatif
Dalam system sosial budaya Minangkabau, mamak adalah sudara laki-laki dari ibu.
Dalam arti luas mamak adalah semua kaum lelaki. Kemenakan adalah anak dari saudara
perempuan yang sepersukuan. Mamak adalah pemimpin terhadap kemenakan yang sepersukuan
dengannya. Hal ini merupakan adat istiadat serta kebudayaan masyarakat Minangkabau seperti
petitih Minangkabau sebagai berikut:
Kemenakan beraja kepada mamak
Mamak beraja kepada penghulu
Penghulu beraja kepada nan bana
Nan bana tagak sendirinyo.
Dari pepatah petitih tersebut dapat kita pahami bahwa dalam kebudayaan minangkabau
seorang kemenakan dipimpin dan dibesaran oleh mamak dan itu harus diterapkan. Kemenakan
harus menyandarkan masa depannya kepada mamak. Seorang mamak berkewajiban berusaha
mendidik dengan pendidikan yang baik dan memajuan masa depan kemenakannya.

Antara seorang mamak dan kemenakan terjalin hubungan yang harmonis layaknya
hubungan anak dan orangtua, saling mengasihi dan menghormati,saling member dan menerima
seperti pepatah-prtitih Minangkabau berikut:
Kemenakan manyambah laia
Mamak manyambah batin
Kemenakan bapisau tajam
Mamak badagiang taba
(Kemenakan menyembah secara lahir
Mamak menyembah secara batin
Kemenakan mempunyai pisau tajam
Mamak mempunyai daging yang tebal)
Dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau tidak ada perempuan yang meninggalkan kampung
halaman atau merantau. Perempuan akan menetap di kampung dan menjaga harta pusaka yang
ada. Dalam kebudayaan Minangkabau laki-laki yang harus merantau untuk mencari jati diri dan
mencari pengalaman hidup dengan cara yang mandiri. Seperti pepatah petitih berikut:
Karakok madang dihulu
Babuah babungo balun
Marantau bujang dahulu
Dirumah paguno balun
Berdasarkan uraian diatas dapat kita simpulkan dalam budaya masyarakat Minangkabau
seorang mamak mempunyai tugas selain mendidik anak, mamak juga harus mendidik, memberi
arahan kepada kemenakannya. Seorang kemenakan juga harus melaksanakan semua arahan
amamaknya selagi itu mengarah kepada kebaikan. Bisa dikatakan dalam melakukan pekerjaan
yang berat dilakukan oleh kemenakan dan mamak menjadi sumber pemikiran. Seorang mamak
harus membantu kemenakannya, karena seorang mamak memiliki wawasan dan memiliki
kekayaan. Dalam hal ini tetap anak yang diutamakan, tetapi tanggungan terhadap kemenakan
tidak boleh dilepaskan. Demikianlah pengaturan hubungan mamak dan kemena-kan menurut
sistem sosial budaya Minangkabau. Antara mamak dan kemenakan terdapat hubungan yang
harmonis, tanpa harus merusak hubungan anak dan ayahnya.
b) Secara Fiktif
Dalam novel Mengurai Rindu karya Nang Syamsuddin tokoh lelaki Minangkabau yang
berperan sebagai mamak adalah Angku Datuk. Ia berperan sebagai mamak dalam hubungannya
dengan tokoh Lela. Angku Datuk merupakan tokoh masyarakat Minangkabau yang masih
berpegang teguh pada adat istiadat. Sementara Lela adalah tokoh kemenakan yang mengubah
pola pikir masyarakat Minangkabau. Konflik antara mamak dan kemenakan ini terjadi karena
Lela yang memutuskan akan menikah dengan pemuda yang ber-etnis Tionghoa.

Tokoh Lela adalah seseorang yang pola pikirnya sudah modern, mengerti dengan
perbedaan dan dalam kesehariannya tokoh lela terbiasa dengan perbedaan yang ada. Bagi Lela
perbedaan etnis, suku, dan kebudayaan bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan Seperti
dalam kutipan :
Kegiatanku berjalan lancarr. Aku seorang guru negeri, PNS, yang diperbantukan pada sebuah
SMA swasta bersubsidi. Sekolahku agak berbeda dengan sekolah lain. Di sekolah ini berbaur
berbagai macam etnis baik guru maupun muridnya, ada yang dari suku Minang, Jawa, Batak
dan Tionghoa.
Tokoh Angku adalah Datuk Mamak dari tokoh Lela, seseorang yang masih mempersoalkan adat
dan suku, masih membeda-bedakan etnis dalam pemilihan calon suami kemenakannya. Seperti
dalam kutipan:
Orang mana dia? Kemenakan siapa dia? Apa sukunya? tanya Angku Datuk bertubi-tubi.
Adikku memandang padaku, menunggu reaksiku.
Tokoh Angku Datuk juga tidak menerima apabila calon yang dipilih oleh kemenakannya (Lela)
mereupakan orang campuran, walaupun ibunya asli Minangkabau dan beragama Islam. Seperti
dalam kutipan berikut :
Apa salahnya kata kamu Lela? Banyak salahnya, pertama mengapa laki-laki campuran itu
yang kau pilih. Mengapa tidak dari suku Tanjung dan Pili yang banyak dikampung kita ini!
Walaupun peran Angku Datuk tidak menyesetujui, Lela tetap bertahan dengan pilihannya, selain
itu pihak dari keluarga Lela tidak memprmasalahkan hal tersebut. Hanya Angku Datuk yang
bersikeras dengan pendapatnya. Bahkan angku datuk tidak hadir dalam pernikahan Lela.
Semenjak lela menikah angku datuk tidak pernah mau menemui Lela dan bersikap seolah-olah
kalau Lela bukan keluarganya. Dalam novel ini Lela berperan sebagai tokoh wanita yang
membawa perubahan dalam kebudayaannya.
Dari berbagai kutipan cerpen diatas, maka terlihatlah betapa tidak harmonisnya hubungan
mamak dan kemenakan dalam novel Mengurai Rindu. Ketidakharmonisan itu terjadi karena
Angku Datuk tidak menyetujui calon suami pilihan Lela yang merupakan orang campuran.
Hubungan yang tidak harmonis pada hubungan Mamak dan Kemenakan inilah yang dominan
diungkapkan Nang Syamsuddin dalam novel ini.

c) Secara Objektif
Untuk mendapatkan data-data objektif dalam pembuatan artikel ini perlu dilakukan
observasi di lapangan terhadap anggota masyarakat Minangkabau untuk mengetahui bagaimana
prilaku sosial anggota masyarakat. Untuk kepentingan ini telah dilakukan wawancara tentang
kehidupan kebudayaan masyarakat dan hubungan antara mamak dan kemenakan yang
berlangsung atau sedang berlangsung, sesuai dengan masalah yang dirumuskan pada realitas
fiktif. Selain itu dilakukan juga penelitian lapangan tentang pernikahan yang berbeda etnis dalam
kehidupan masyarakat di Kota Padang. Mungkin sumber data ini belum representatif untuk
keterwakilan prilaku sosial anggota masyarakat Minangkabau secara keseluruhan, tetapi
dianggap cukup memberikan gambaran tentang hubungan mamak dan kemenakan di masa
sekarang.
Berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan di beberapa daerah di kota Padang
menunjukan banyak sekali ketidak harmonisan hubungan antara mamak dan kemenakan karena
pihak kemenakan menikah dengan etnis yang berbeda. Selain itu juga ditemukan hubungan
antara mamak dan kemenakan tidak seerat dahulu, hanya beberapa pihak yang memiliki
hubungan yang harmonis dan baik di daerah perdesaan, karena memang mereka tinggal
berdekatan sehingga hubungan mamak-kemenakan tetap terjaga.
Bahkan di masa sekarang banyak pihak kemenakan yang menggap bahwa seorang
mamak hanyalah adik dari ibu, dan tidak harus memiliki keterkaitan erat. Ditemukan juga
hubungan mamak-kemenakan yang tidak harmonis dikarenakan perbedaan pendapat, banyak kita
temui dilingkungan sekitar masyarakat Minangkabau menikah dengan masyarakat yang memiliki
etnis berbeda. Hal inilah yang memicu renggangnya hubungan antara mamak dan kemenakan.

Selain perbedaan etnis, ada beberapa hal lain yang menyebabkan putusnya hubungan
antara mamak dan kemenakan : dewasa ini banyak ditemukan mamak yang tidak lagi
melaksanakan tugas nya sebagai seorang mamak, mamak yang tidak lagi membantu kebutuhan
material kemenakan, mamak yang tidak lagi ikut membantu masalah dan memperhatikan masa
depan kemenakan. Selain itu ada juga kemenakan yang tidak lagi mendengarkan nasehat-nasehat
dari seorang mamak, tidak lagi bersilaturahmi kerumah mamak karena pergaulan dan perubahan
kebudayaan di lingkungan sekitar.
Jika ini dibiarkan dan dianggap sepela maka dapat menimbulkan dampak yang negatif.
Karena kehadiran seorang mamak tidak akan dianggap penting, kemenakan tidak memiliki rasa
segan terhadap seorang mamak dan hal ini juga dapat merusak kebudayaan masyarakat
Minangkabau serta keeratan keluarga.

d) Interpretasi Data
Sebuah karya sastra dapat dipandang sebagai jembatan dunia normatif dengan dunia
objektif. Karya sastra harus meng-gambarkan idealisme masyarakatnya, sekaligus
mengungkapkan gambaran realitas sosial masyarakatnya. Karya sastra juga tidak berangkat dari
kekosongan, ini artinya semua kisah yang diangkat dalam karya sastra berdasarkan realitas
kehidupan yang ada.
Jika ditinjaun dari kaca mata ini Novel Mengurai Rindu karya Nang Syamsuddin
memenuhi kriteria itu. Idealisme masyarakat Minangkabau tentang hubungan mamak dan
kemenakan harus berlangsung secara harmonis, ada keseim-bangan tugas dan tanggung jawab,
keseimbangan antara hak dan kewajiban antara mamak dan kemenakan. Walaupun dalam novel
ini menceritakan ketidakharmonisan dan perbedaan pendapat antara tokoh Angku Datuk dan
Lela, dan ketidakharmonisan antara hubungan mamak dan kemenakan ini berkaitan dengan
realitas objektif. Ini didukung dengan survey yang telah dilakukan, hanya sedikit hubungan yang
harmonis antara mamak dan kemenakan.
Kedatangan Lela ke rumah Angku Datuk untuk membicarakan rencananya untuk
menikah dan meminta bantuan mamaknya, berhubungan erat dengan idealism masyarakat
Minangkabau bahwa sebelum melakukan sesuatu seorang kemenakan harus membicarakan
dengan mamak dan jika ada kesulitan kepada mamak lah kemenakan mengadu. Oleh sebab itu,
novel Mengurai Rindu dapat disimpulkan sebagai karya sastra yang menggambarkan realita
sosial kebudayaan masyarakat Minangkabau.
Selain itu ada beberapa data dari cuplikan novel Mengurai Rindu untuk memperkuat
kesimpulan itu. Seperti (a) Tindakan Lela menemui Angku datuk untuk membicarakan rencana
pernikahannya, berhubungan erat dengan dengan data realitas objektif sikap kemenakan terhadap
mamak sebelum melakukan sesuatu. (b) Perdebatan antara Angku Datuk dan Lela, karena Angku
Datuk tidak setuju, namun Lela tetap bersikeras dengan pilihannya. Semenjak Lela menikah,
Angku Datuk tidak mau menjumpai Lela, berkaitan erat dengan kekerasan hati masing-masing,
dan kerendahan hati mamak kepada kemenakan walaupun kemenakan sudah berusaha meminta
maaf. Semua yang diceritakan dalam novel ini berkaitan dengan realitas sosial budaya
masyarakat Minagkabau sekarang ini. Bahwa banyak hubungan mamak dan kemenakan terputus
karena perbedaan prinsip, pandangan, dan egoism yang tinggi.
Novel Mengurai Rindu ini berhubungan juga dengan dunia idealisme masyarakat
Minangkabau. Mamak dijadikan pemimpin bagi kemenakan-kemenakannya, mamak tempat
menggantungkan nasib, mamak harus dituruti kata-katanya. Tetapi sebagai seorang mamak tidak
boleh pula memaksakan kehendak yang berlebihan apa lagi jika sampai menaruh rasa benci dan
mencampakan kemenakan hanya karena perbedaan pendapat.

D. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang dipaparkan diatas, bahwa tingkat kerelevanan antara
novelMengurai Rindu dengan realitas sosial budaya Miangkabau amat tinggi, baik secara
idealisme maupun secara realitas objektif. Kesimpulan ini mengarahkan penilainyan bahwa
Nang Syamsuddin berhasil mengungkapkan realitas masyarakat Minangkabau pada saat ini
melalui novel Mengurai Rindu. Nang Syamsuddin berusaha menunjukan bahwa karyanya ini
benar-benar berintegrasi dengan kehidupan individu dan kebudayaan sosial masyarakat
Minangkabau. maka hasil kajian ini membuktikan bahwa Nang Syamsuddin berhasil
mengetengahkan sebuah karya sastra yang bermutu. Alasannya sangat jelas karena novel ini
berkaitan erat dengan kondisi realitas masyarakat Minangkabau dimasa sekarang.

Daftar Bacaan
A . Teeuw. 1984. Teori Sastra: Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya
http://asriyasnur.blogspot.com/2012/05/analisis-sosiologis-cerpen-si-padang.html
Syamsuddin.Nang.2012. MenguraiRindu. Yogyakarta:Rahima Intermedia Publishing

LAMPIRAN

Judul Novel : Mengurai Rindu


Pengarang

: Nang Syamsuddin

Penerbit

: Rahima Intermedia Publishing

Tahun Terbit : 2012

LK1 Mengidentifikasi Peristiwa Berdasarkan BAB

Bab / Bagian

Ringkasan / Inti Cerita

Bab 1

Cerita berawal dari mak tuo(saudara tertua ibu Lela) yang meninggal
dunia ,mak tuo inilah yang sebelum nya mengurus rumah gadang.
Setelah meninggalnya mak tuo ,diadakan musyarah yang dipimpin
oleh Angku datuk ( mamak Lela )untuk memutuskan siapa yang akan
menjaga rumah gadang itu selanjutnya , tapi saying tidak satupun dari
mereka yang bersedia menempati rumah gadang tersebut. Lela
kemenakan nya pun menolak, karana ia mengajar disalah satu Sma
swasta diPadang .

Bab 2

Sepulangnya dari kampong Lela kembali menjalani rutinitas nya


dikota Padang , Lela memiliki seorang teman yang benama Sisca.
Lalu sisca memperkenalkan Lela dengan kakak lelakinya ,setelah
perkenalan itu Lela dan Gunawan menjalin hubungan

Bab 3

Hubungan mereka menimbulkan gossip disekolah bahwa hubungan


mereka tidak setara dalam hal status social, meskipun begitu mereka
tetap mempertahankan nya

Bab 4

Lela dan Gunawan memutuskan akan menikah , mereka


membicarakan kepada keluarga masing masing , awalnya semua
setuju tetapi pada akhirnya angku datuk tidak setuju karna ia
mengetahui ayah Gunawan keturunan tionghoa meskipun ibunya
orang Padang asli Angku tetap menolak pernikahan mereka

Bab 5

Hubungan Lela dan Gunawan mendapatkan protes dari guru-guru di


sekolah tempat Lela mengajar. Protes itu berawal dari ibu Susi yang
terus mengatakan kepada guru-guru lain tentang hubungan Lela yang
dianggap oleh mereka tidak pantas. Beberapa hari kemudian adik Lela
(Des) dating ke rumah Lela untuk membicarakan pesan dari Angku
datuk dan Angku Sultan tentang masalah rumah gadang, pernikahan Lela
dan pengangkatan penghulu baru.

Bab 6

Pernikahan Lela dan Gunawan sudah semakin dekat. Semua keluarga


Gunawan setuju dengan pernikahan mereka. Pernikahan akan
dilangsungkan pada awal November. Acara lamaran sudah dilakukan
dan kini acara pernikahan akan digelar. Semua keluarga Lela berkumpul
di rumah Lela untuk mempersiapkan pernikahan Lela esok harinya.
Namun angku datuk tidak bersedia hadir karna memang ia tidak
menyetujui pernikahan itu.

Bab 7

Pernikahan sudah digelar dirumah Lela dan semua berjalan lancer.


Sekarang Lela dan Gunawan sudah menjadi pasangan yang resmi.
Sesuai dengan adat keluarga Lela ,selepas menikah pasangan mempelai
harus mengunjungi pihak bako dari kedua belah pihak. Kunjungan
pertama mereka ke rumah Angku Datuk, lela amat kecewa karna mereka
hanya disambut oleh istri Angku datuk , sedangkan Angku datuk tidak
bersedia menemui Lela. Lepas dari rumah Angku Datuk mereka
mengunjungi Rumah Angku Sultan (kakak Angku datuk , ia dikenal
agak cuek dan kurang peduli dengan lingkungan tempat ia tinggal ) dan
disambut dengan baik , mereka juga sempat membicarakan masalah

pengangkatan penghulu baru dan gelar yang akan dipakai .

Bab 8

Bab 9

Bab 10

Kehadiran kembali Lela di sekolah setelah cuti menikah disambut


hangat oleh guru-guru dan murid-murid. Kebahagiaan mulai bertambah
ketika Lela mulai hamil dan Gunawan menghadiahkan sebuah rumah
untuk Lela yang akan ditempati sebelum melahirkan. Sebelum pindah
mereka mengadakan acara menaiki rumah yang dihadiri banyak orang
serta keluarga Lela dikampung. Setelah selesai acara menaiki rumah
semua tamu pulang, yang tinggal hanya saudara saudara Lela mereka
berkumpul untuk membicarakan tentang pesan angku datuk untuk
membangun rumah gadang dan pesan angku sultan untuk segera
mengangkat penghulu.

Kebahagian Lela dan Gunawan bertambah ketika Lela melahirkan anak


pertama mereka Dedi Putra Gunawan yang lahir dengan selamat . ketika
Dedi berumur 2 tahu mereka menginginkan anak perempuan. Akhirnya
tuhan mengabulkan doa mereka ,Lela melahir kan anak perempuan yang
diberi nama Welli Putri Gunawan. Rasa rindu ingin pulang kampung
sudah lama ditahan Lela karena ia masih ingat akan kata kata Angku
Datuk. Pada lebaran tahun ini Lela harus pulang karena Etek Tangah
meninggal. Tidak berapa lama setelah meninggalnya Eteh Tangah , Etek
bungsu juga menyusul Etek Tangah ke peristirahatan terakhirnya.

Bagian ini menceritakan tentang keputusan Angku Sultan untuk


mengangkat penghulu dengar gelar Datuak Putiah A,tetapi tidak
disetujui pihak keluarga yang satu lagi. Pada hari berikutnya Uda
Gadang , Mak Tuah, Des dan Lela dating kerumah Angku Datuk
kemudian mereka menanyakan tentang pembangunan rumah gadang
,dalam musyawarah ini Angku Datuk menyinggung kembali tentang
perkawinan Lela yang tidak ia setujui .

Bab 11

Masalah rumah gadang belum juga terselesaikan lalu Angku Datuk


mengusulkan agar Lela dan Saudara-saudaranya untuk membangun
rumah gadang baru disebelah rumah gadang yang telah lapuk. Rumah
gadang itu kini telah runtuh tinggal fondasi semuanya telah rata dengan
tanah. Karna banyak nya pertentangan akhirnya Angku Sultan
membatalkan pelantikan penghulu .

Bab 12

Berita duka kembali terdengar oleh Lela. Meninggalnya Angku Datuk ,


walaupun telah dibuang oleh mamaknya itu Lela tetap menyempatkan
diri untuk pulang. Selesai pemakaman istri Alm.Angku Datuk berbicara
kepada lela, bahwa sebenarnya Angkunya itu amat menyayangi Lela dan
ia menginginkan agar Lela membangun kembali rumah gadang yang
telah runtuh itu. Tidak berapa lama kabar duka datang dari Des yang
mengatakan meninggalnya Angku sultan , habislah semua saudara ibu
lela ,dan semua masalah terbengkalai.

Bab 13

Setelah krpergian semua saudra ibu Lela , Mak tuah dan Desdatang
menemui Lela dan meminta agar Lela mau membangu kembali rumah
gadang dan mengangkat penghulu baru sebagaimana yang diamanahkan
oleh angku datuk dan angku sultan , setelah membicarakan dengan
suaminya , Gunawan tidak menyetujui dengan berbagai alasan ,Lela
hanya menurut karna ia tahu apa yang dirasakan oleh suaminya. Tidak
berapa lama kemudian Lela melahirkan anak ketiga yang diberi nama
Sari Bulan Gunawan, Gunawan kembali memberikan hadia untuk Lela
,rumah baru di Bukittinggi, dan sekarang Lela beserta saudaranya jarang
pulang kekampung karna tidak ada lagi rumah gadang dan tidak ada lagi
keluarga yang harus mereka temui.

LK2 Menentukan Struktur Cerita

Bagian

peristiwa

1. Bagian awal cerita

Hal.5 baris kedua paragraph pertama

2. Peristiwa mulai bergerak

Hal 9 paragraf ketiga

3. konflik

Hal 68 paragraf 9-10 hal 69 paragraf 1- 5

4. klimaks

Hal 222 paragraf 1. Hal 224 paragraf 2


-3

Hal 240 paragraf 2-3 . Hal 243 paragraf 1-5

5. penyelesaian

LK3 Menentukan Tokoh dan Peran


N
O
1

Tokoh

Peran

Lela

1.
2.
3.
4.

Gunawan

Angku Datuk

Kemenakan
Adik
Guru
Istri

Karakter

Bukti

Baik, sopan ,
peduli dan juga
sedikit
pendendam

Halaman 55 dan
halaman 125

1. Kakak Siska
2. Suami
3. Anak

Baik, sopan,
penyayang dan
pengertian

Halaman 69 dan
halaman 148

1. Suami
2. Mamak

Keras kepala dan


mau menang

Halaman 139

Angku Sutan

5
6

Mak tuah
Des

Sisca

Uda Gadang

Etek Tangah

10

Etek Bungsu

11
12

Etek Isan
Ibu Gunawan

3.
1. Suami
2. Mamak

sendiri
tidak peduli

Keluarga di kampung
1. Suami
2. Adik Laila
3. kemenakan
1. Anak
2. Adik
3. Guru
4. Teman
1. Kakak
2. Kemenakan
1. Adik
2. Istri
3. Mak Etek
1. Adik
2. Ibu
1. Bako Lela
1. Ibu
2. Istri

Halaman 142

humoris
Orang yang suka
becanda

Halaman 92
Halaman 112

Baik dan ramah


dalam pergaulan

Halaman 29-30

Baik, tegas dan


peduli

Halaman 83

Penyayang dan
peduli

Halaman 70

Bicara apa
adanya
penyayang
Alim dan baik

Halaman 68
Halaman 79
Halaman 31

LK4 Menentukan Hubungan Antar Peran


Hubungan Antar Peran

Tokoh yang Terlibat

Bukti

Mamak - Kemenakan

Angku Datuk - Lela

Halaman 9, 10 dan 11

Suami - Istri

Gunawan - Lela

Halaman 120

Kakak - adik

Uda Gadang - Lela

Halaman 25

Adik - kakak

Des - Lela

Halaman 56

No
1

Ibu - anak

Halaman 40

Etek - kemenakan

Ibu Gunawan Gunawan


Etek Bungsu - Lela

6
7

Mamak - kemenakan

Angku Sutan - Lela

Halaman 65 dan 66

Kekasih (perempuan) - kekasih


(laki-laki)

Sisca - Stevanus

Halaman 152

Etek - Kemenakan

Etek Tangah - Lela

Halaman 53

10

Teman - teman

Lela - Sisca

Halaman 44 dan 45

11

Kepala sekolah - guru

Bu Santi - Lela

Halaman 56 dan 57

12

Guru - guru

Lela - Bu Susi

Halaman 47

Halaman 53

LK 5 Merumuskan masalah berdasarkan hubungan antar peran

Dalam novel Mengurai Rindu karya Nang Syamsuddin masalah yang paling sering
ditampilkan adalah konflik antara mamak dan kemenakan. Mamak yang ditokohkan oleh Angku
datuk menolak calon yang dipilih oleh Lela (kemenakan). Angku Datuk menolak calon suami
pilihan Lela karena calon suami Lela merupakan laki-laki campuran dari etnis yang berbeda
walaupun ibunya Minangkabau tetapi ayahnya keturunan Tionghoa. Lela nekat untuk menikah
dengan Gunawan (calon suami Lela) yang akhirnya membuat hubungan Lela dan Angku Datuk
tidak harmonis sampai Angku Datuk meninggal dunia. Selain itu sebagian orang di lingkungan
Lela tidak suka dengan hubungan Lela-Gunawan dan menganggap etnis Lela lebih rendah dan
begitu juga sebaliknya.

LK 6 Menghubungkan masalah dalam novel (realita fiksi) dengan realita objek


masyarakat

Dalam berbagai wawancara yang dilakukan dengan masyarakat minangkabau, pada zaman
dahulu masyarakat minangkabau yang perempuan jika ingin menikah, calon yang dipilihnya
harus sesuai dengan persetujuan mamak. Apabila mamak mengatakan tidak pada calon yang
dipilih oleh kemenakannya maka kemenakannya harus mengikuti perkataan mamaknya.

Masyarakat miankabau dahulunya selalu menikah dengan orang minangkabau pula yang berbeda
suku. Tidak ada pernikahan lain etnis.
Dalam novel Mengurai Rindu tokoh Lela yang berperan sebagai kemenakan telah
menjadi orang yang mengubah kebiasaan itu. Meskipun tanpa persetujuan Angku datuk lelaki
Minangkabau yang berperan sebagai Mamak, tokoh Lela tetap menikah dengan calon yang
dipilihnya karena semua keluarganya selain mamaknya (Angku Datuk) telah setuju. Tokoh Lela
merupakan sosok kemenakan yang berpikir luas dan modren dan sudah terbiasa dengan adanya
perbedaan seperti tertera dalam kutipan :
Aku seorang guru negeri, PNS, yang diperbantukan pada sebuah SMA swasta bersubsidi.
Sekolahku agak berbeda dari sekolah yang lain. Di sekolah ini berbaur berbagai macam
etnis, baik guru maupun muridnya, ada yang dari suku Minang, Jawa, Batak
dan
Tionghoa.Agama pun beragam.
Sedangkan tokoh Angku datuk merupakan sosok Mamak yang masih berpegang teguh
kepada adat yang masih mempersalahkan suku dari calon yang dipilih oleh kemenakannya
seperti tertera dalam kutipan:
Orang mana dia? Kemenakan siapa dia? Apa sukunya? tanya Angku Datuk bertubi-tubi.
Adikku memandang padaku, menunggu reaksi.

Anda mungkin juga menyukai