Kutipan tersebut menjadi bukti bahwa Rengganis telah menyadari bahwa ia dan Gus Birru
sudah tak bisa lagi menjalin cinta lagi karena Gus Birru telah menikahi Alina sebab dijodohkan.
Akan tetapi Rengganis masih berat melepaskan kepergian Gus Birru bersama Alina. Sehingga ia
tetap diam-diam mengharapkan perhatian Gus Birru dalam hatinya yang seharusnya tidak
dilakukannya karena ia bukan istrinya.
Ke empat, tindakan sinisme yang dilakukan Kang Dharma ketika bertemu Suhita dan
Aruna saat di makam Kyai Ageng Besari dan menjawab pertanyaan Aruna soal mengapa ia belum
menikah.
"Sebentar Kang. Kenapa Kang Dharma belum menikah? Kan gampang to,
tinggal minta lamar ke Abah Yai." Dia terkekeh.
"Belum ada yang cocok, Run."
Aku ngeloyor pergi, masuk ke makam.
Run, kalau saja kamu tahu, sebelum kupastikan sahabatmu itu bahagia di
kerajaannya yang baru, aku tidak mungkin bisa membangun hubungan dengan
orang lain.
(Hati Suhita:2019, 43)
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya Kang Dharma memiliki perasaan kepada
Alina. Akan tetapi ia menyadari bahwa Alina telah menikah sehingga ia menjaga batasan-batasan
yang sesuai dengan norma-norma yang ada. Mesipun begitu, seharusnya Kang Dharma tidak
menggantungkan kebahagiaannya dan keputusannya untuk menikah setelah memastikan bahwa
Alina bahagia atau tidak bersama Gus Birru.
Kelima, perlakuan Alina Suhita terhadap Gus Birru dengan melaksanakan perannya
sebagai istri dan Gus Birru malah mengabaikannya. Meski sadar Alina dibaikan, ia tetap
menjalankan kebajibannya sebagai seorang istri.
Saat aku sudah ikhlas menerima takdirku bahwa selamanya aku akan jadi bagian
penting dari keluarga ini, Mas Birru malah menyiksaku dengan diamnya. Dengan
tatapan kebencian dan penolakannya.
Aku ingin pulang. Menghambur ke pelukan Ibu. Memohon nasihan Abahku. Tapi
aku sekarang adalah perempuan yang sudah menikah dan harus
mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang. Salah melangkah sedikit saja,
wibawa rumah tanggaku akan merosot dan itu tidak boleh terjadi.
(Hati Suhita:2019, 234)
Lalu perlakuan Alina terhadap Kang Dharma. Ketika Alina hampir putus asa
mempertahankan pernikahannya.
Aku menatap mata Kang Dharma sekilas. Duh, mata itu selalu tenang seperti
telaga. Dari sejak awal kami bertemu, hingga aku menikah, sampai detik ini
sinar mata itu tidak pernah berubah, tetap sama. Tenang. Teduh. Damai. Seolah
memastikan aku harus baik. Aku harus nyaman. Terlindungi. Mata itu semakin
memikat karena terlihat tahu batas. Kang Dharma sangat menghormatiku.
Dialah yang selalu kuingat saat Mas Birru mengabaikanku. Hatinyalah yang
selalu ingin kutinggali saat aku sadar di hati Mas Birru tidak ada sejengkal pun
untukku. Sosoknyalah yang selalu berkelebat dalam benakku saat aku sangat
ingin memiliki teman diskusi. Bayangnya selalu hadir saat aku rindu ngajiku
disimak oleh suamiku sendiri. (Hati Suhita:2019, 309)
Hal tersebut menggambarkan bahwa Alina memang wanita yang tegar tetapi terdapat sisi
keraguan dalam hatinya terhadap perjuangannya dalam mempertahankan pernikahannya dengan
Gus Birru. Sehingga ia sempat memiliki pemikiran untuk berpaling ke Kang Dharma.
Tindakan Radikal dalam Momen Kekosongan
Momen kekosongan yang terdapat dalam diri tokoh adalah sebagai navigasi adanya
tindakan radikal. Dan segala yang menjadi radikal sesungguhnya tidak menjadi sebuah
permasalahan terhadap tindakan radikal itu sendiri lalu manjadi pernyataan dari momen yang
letaknya pada sebuah dimensi yang kosong. Momen kekosongan tidak dihadirkan tetapi hadir
dengan sendirinya sebagai ledakan mengejutkan tas suatu hal yang memuakkan yang menutupi
kenyataan atau realitas tanpa adanya rencana dan tujuan diluar kesadaran.
Dalam novel Hati Suhita, tindakan radikal yang dilakukan tokoh berkaitan dengan momen
kekosongan antara lain :
Pada Tokoh Alina Suhita, ketika Alina sudah diluar batas kesabarannya saat kedatangan
Rengganis untuk berpamit kepada Bu Nyai dan Kyai Hannan saat akan melanjutkan
pendidikannya di Belanda dan meminta izin bahwa salah satu santri Pesantren Al-Anwar diminta
untuk menggantikannya mengemban amanah menjadi seorang jurnalis. Melihat Rengganis sangat
akrab dengan Gus Birru, Bu Nyai dan Kyai Hannan. Hati Alina sangat sakit, tangisnya pecah. Ia
mengira bahwa Rengganis begitu dekat dengan mereka sehingga Rengganis pasti memiliki
kesempatan untuk menggantikannya sebagai istri Gus Birru disisi lain ia adalah perempuan yang
didamba oleh Gus Birru untuk menjadi istrinya.
Pasti sekarang ia sedang meneruskan berbicara dengan Rengganis. Pasti mereka sedang
mengenang kebersamaan manis di masa lalu. Selama ini impianku adalah Mas Birru lekas
menctaiku dengan lapang dada, tapi yang terjadi, dia hadirkan Rengganis begitu saja tanpa
menengok lukaku.
Barangkali impiannya memang bagaimana aku lekas pergi. Dan lekas menghadirkan
Rengganis di rumah kami. Aku melihat Hp lalu menangis karena ia tidak menelponku. Jelas ia
tidak khawatir dengan keselamatanku. Karena aku memang tidak ada artinya. Cintaku membara
kepada Mas Birru kurasa langsung mati. Aku tidak perlu lagi bagaimana cara menghidukannya.
(Hati Suhita:2019, 286)
Lalu Alina langsung bersiap untuk pergi dan ia mengira bahwa perjuangannya telah selesai.
Ia bergegas pamit kepada Bu Nyai dan Kyai Hannan serta Gus Birru. Gus Birru menahan Alina
tetapi Alina memiliki alas an bahwa Gus Birru masih harus menemui tamunya yaitu Rengganis
dan Alina meyakinkan bahwa ia bisa pergi diantar oleh Kang Sarip, abdi ndalemnya.
Alina pergi ke Makam Sunan Tembayat sendirian lalu ia melanjutkan perjalannya Ke
kediaman Mbah Putri dan Mbah Kakungnya tanpa sepengetahuan sopirnya, Kang Sarip. Berharap
disana ia menemukan ketenangan dan petunjuk dari nasehat Mbah Kungnya. Dan tidak ingin
bertemu dengan Gus Birru lagi.
Sedangkan pada tokoh Gus Birru, ketika ia mulai merasakan kehilangan Alina, saat Alina
tidak ada disisinya, di kamarnya yang setiap hari selalu melayaninya sebagai seorang istri dan
selalu melayani Ummiknya dan Abahnya dengan begitu tulus serta dengan perjuangannya
mengembangangkan pesantren Al-Anwar tanpa campur tangannya. Hingga akhirnya ia mencari
Alina dan mengubungi Alina berharap Alina masih memberi kesempatan untuk menjadi suaminya
meski cintanya terlambat untuk disadari. Hingga akhirnya ia menemukan Alina di rumah Mbah
Kungnya.
“Kamu kemana kemarin, Hmmm? Sarip sampai tak marahin.
“Ternyata kalau kamu pergi jadi kacau. Ummik, Abah, Pengurus, arek-arek”
“Alina pas kamu pergi sementara umik sakit parah, jujur aku ingin marah.
Apalagi kamu gak bisa dihubungi. Terus hapemu sudah on tapi kamu masih gak
mau bicara. Aku jengkel luar biasa. Tapi pergimu kemarin itu menyadarkanku
banyak hal. Ternyata kamu adalah ruh di rumah kita, di pesantren kita dan
bahkan di kamar kita.” (Hati Suhita:2019, 347)
Kesimpulan
Poststrukturalisme adalah sebuah akal yang timbul karena kontradiksi atau ketidak
setujuan pada pemikiran sebelumnya, yaitu strukturalisme. Poststrukturalisme lahir sebagai
ketidak puasan dari strukturalisme.
Bagi Zizek subjek itu bukanlah mati oleh apa yang telah mempengaruhinya lebih tepatnya
subjek itu berkesadaran penuh, Imanen terhadap realitas. Tiga teori penting yang ditawarkan Zizek
pertama ialah perilaku subjek mengenai kesadaran sinis. Kedua mengenai perilaku momen
kekosongan subjek dan yang ketiga perilaku subjek mengenai tindakan radikal.
Tindakan radikal dalam sinisme serta momen kekosongan terdapat pada perlakukan sebuah
subjek yang berlawanan dengan suatu hal yang diketahui dengan tidak menerima kenyataan yang
ada lalu meledak menjadi suatu plakuan yang diluar kesadaran seperti yang dilakukan tokoh Gus
Biru yang sebenarnya telah sah sebagai suami Alina tetapi masih tetap tidak menjalankan
kebajibannya dan malah mash tetap menjalin hubungan dengan Rengganis hingga akhirnya Gus
Birru merasakan kehilangan Alina dan mencarinya, Alina yang telah menyadari meskipun ia
diabaikan oelh Gus Birru ia tetap saja menjalankan kewajibannya sebagai istrinya hingga ia
berputus asa memiliki pemikiran untuk berpaling dari Gus Birr uke Kang Dharma hingga pergi
dan berbohong bahwa ia tidak pulang ke rumah orang tuanya tetapi beziarah ke Makam Sunan
Tembayat lalu ke rumah Mbah Kungnya tanpa sepengetahuan Kang Sarip, Kyai Hannan yang
selalu mengharapkan Gus Birru untuk meneruskan perjuangannya tetapi Gus Birru enggan, Bu
Nyai Hannan yang selalu mengingatkan Gus Birru untuk tidak pacarana karena Gus Birru sudah
disediakan jodohnya tetapi Gus Birru belum menerima perjodohannya. dan Rengganis yang diam-
diam masih mengharap perhatian Gus Birru meski telah sadar Gus Birru telah menikahi Alina.
serta Kang Dharma yang sebenarnya menyimpan perasaan kepada Alina dan menggatungkan
kebahagiaannya dalam memutuskan untuk menikah dengan memastkan Alina bahagia atau tidak
dengan Gus Birru dalam Novel Hati Suhita Karya Khilma Anis.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan subjek atau tokoh-tokoh antagonis
dengan tindakan radikalnya melalui Teori Zizek. Dengan teori Zizek dapat memudahkan peneliti
mengidentifikasi subjek dalam Novel Hati Suhita.
Penulis meyakini masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, namun dengan ini penulis
berharap dapat bermanfaat bagi pembaca dan berharap adanya penelitian serta kritik sastra lebih
lanjut terhadap penelitian ini.
Daftar Pustaka
Anis, Khilma. Hati Suhita. Yogyakarta: Telaga Aksara. 2019.
Akmal, Ramayda. Subjektivitas Pramoedya Ananta Toer dengan Novel Perburuan: Pendekatan
Psikoanalisis-Historis Slavoj Žižek. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada. 2012.
Campbell, David. Poststructuralism, in; Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.)
International Relations Theories. London: Oxford University Press. 2007.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2015
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2006.
Setiawan, Rahmat. Fantasi Ideologis dalam novel The White Tiger karya Aravind Adiga :
Perjumpaan Subjek-subjek Sastra melalui prespektif Slavoj Žižek. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. 2015.
Suwardi, Endraswara. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. 2008.
Zizek, Slavoj. Mapping Ideology. Cetakan Ke-19. London: Verso. 2008.