Anda di halaman 1dari 19

Tindakan Radikal Tokoh Tokoh Antagonis dalam Novel Hati Suhita

(Analisis Post Struktural Slavoj Zizek)


M. Aji Firdianto
200301110089
Abstrack
Literature is a fictional literary work that is imaginative in nature. A literature is able to
describe human life based on the author's observations or experiences. One of the literary works
that has beauty, entertainment and life messages that come from ideal ideas in writing is the novel.
The Novel Hati Suhita is a work by Khilma Anis. In this article, we will discuss the theory put
forward by Slavoj Zizek regarding the radical actions of the antagonists in Hati Suhita Novel. The
purpose of this research is to find out the radical actions of radical subjects to the awareness of
cynicism in the novel Hati Suhita. The approach used by researchers is an objective approach with
qualitative research methods. As for what the researchers found in this study, namely, descriptions
of the actions of the characters in the novel Hati Suhita.
Keywords: Post-structuralism, Zizek's Theory, Radical Actions of Novel Hati Suhita
Abstrak
Sastra merupakan karya sastra fiktif yang sifatnya imajinatif. Sebuah sastra mampu
menggambarkan kehidupan manusia berdasarkan pengamatan ataupun pengalaman pengarang.
Salah satu karya sastra yang mempunyai nilai keindahan, hiburan dan pesan-pesan kehidupan yang
berasal dari gagasan-gagasan ideal dalam sebuah tulisan ialah novel. Novel Hati Suhita merupakan
karya Khilma Anis. Dalam artikel ini akan dibahas tentang teori yang dicetuskan oleh Slavoj Zizek
terhaap tindakan radikal tokoh-tokoh antagonis dalam Novel Hati Suhita. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui tindakan radikal subjek radikal hingga kesadaran sinisme dalam tokoh
Novel Hati Suhita. Pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan objektif dengan
metode penelitian kualitatif. Adapun yang peneliti temukan dalam penelitia ini yaitu, deskripsi
dari tindakan tokoh-tokoh dalam novel Hati Suhita.
Kata Kunci: Post strukturalisme, Teori Zizek, Tindakan Radikal Tokoh Novel Hati Suhita
Pendahuluan
Sastra merupakan karya sastra fiktif yang sifatnya imajinatif. Sebuah sastra mampu
menggambarkan kehidupan manusia berdasarkan pengamatan ataupun pengalaman pengarang.
Karya sastra ialah objek manusiawi, di dalamnya terdapat fakta-fakta dari kehidupan ataupun
kultural karena karya sastra tidak dapat terpisahkan dari asal usul sebuah kultur kehidupan ataupun
keadaan psikologis pengarang sehingga terciptanya sebuah karya sastra yang indah (Prissilla,
2022:25).
Keindahan bisa diciptakan dari beragam bentuk, salah satunya keindahan yang diciptakan
dalam bentuk tulisan yaitu karya sastra. Didalam karya sastra terdapat sebuah uangkapan yang
bermanfaat dan mengandung nilai keindahan bagi pembaca dan penulis. Melalui karya sastra,
gagasan dalam imajnasi atau nalar seorang penulis bisa terwujud dalam bentuk tulisan yang
memuat hiburan dan pesan-pesan perihal kehidupan manusia (Rohman, 2012:18).
Salah satu karya sastra yang mempunyai nilai keindahan, hiburan dan pesan-pesan
kehidupan yang berasal dari gagasan-gagasan ideal dalam sebuah tulisan ialah novel. Novel adalah
karya sastra yang juga disebut fiksi. Perkembangan novel mempunyai persamaaan dengan fiksi.
Maka, novel dan fiksi mempunyai definisi yang sama, yaitu sebuah kontemplasi, dialog, dan reaksi
penulis berdasarkan lingkungannya. Namun, bukan sekadar hasil lamunan belaka, karena terdapat
sebuah penghayatan secara intens yang dilakuakan dengan sadar dan penuh tanggung jawab
mengenai hakikat sebuah kehidupan. (Nurgiyantoro, 2015: 3).
Novel Hati Suhita merupakan karya Khilma Anis yang lahir di Jember, 4 Oktober 1986.
Alumnus Pesantren Al-Amien Sabrang Ambulu Jember, Pesantren Assaidiyah Bahrul Ulum
Tambak Beras Jombang dan Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sekaligus Fakultas
Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Komunikasi Dakwah Penyiaran Islam (KPI).
Cucu menantu Mbah KH.Turaichan Adjuri, seorang ahli Falak Kudus ini mengawali
kepenulisannya di Majalah SUSANA (Suara Santri Assaidiyah) Tambakberas Jombang. Ia pernah
menjadi redaktur Majalah ELITE (Majalah SIswa-Siswi MAN Tambkberas Jombang) serta
menjadi redaksi Majalah KRESIBA (Kreativitas Siswa-Siswi Jurusan Bahasa) di tempat yang
sama. Saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Khilma aktif di PMII dan menjadi
wartawan Lembaga Prs ARENA. Karya-karya yang diterbitkan di Majalah dan Buletin ARENA
antara lain, Bukan Putri Pambayun, Lembayung Senja, Karena Rindu Tak Pandai Bercerita, Bukan
Gendari, Wigati, Lelaki Ilalang dan Luka Perempuan Lajang. Karya-Karyanya yang diterbitkan di
media lain yaitu Di Bawah Pohon Randu (Majalah Minggu Pagi), Kado Untuk Dawai (Majalah
Sekar), Delima (Majalah Sekar, Dua Mutiara (Majalah Madinah Surabaya), Wening (NU.or.id),
tidak hanya itu beberapa naskah film independen yang pernah dibuatnya antara laian Annur Dalam
Lensa (Jannur Film Community), Film Kinanthi (Produksi Dewan Kesenian Kudus).
Di tahun 2008, Penerbit Matapena Yogyakarta menerbitkan Novel karya Khilma Anis yang
berjudul Jadilah Purnamaku, Ning. Bersama Rekan-rekan penulis Matapena, Khilma juga
menyususn buku panduan menulis fiksi untuk pemula yang berjudul Ngaji Fiksi dan aktif sebagai
pemateri dan fasilisator pelatihan menulis fiksi dan non fiksi di pesantren dan sekolah se-Jawa
Bali.
Tidak hanya menjadi seorang penulis, Khilma Anis pernah mengajar di Madrasah Aliyah
Muallimat Kudus. Disana ia juga membina Majalah KALAMUNA, membina Komunitas Karya
Ilmiah Remaja (KIR). Bersama empat uluh empat penulis perempuan anak didiknya, ia
menerbitkan anataloi cerpen yang berjudul Sahabat Kedua. Kemudian mereka juga mendirikan
Majalah Grafis Nadira. Dan saat ini ia mengajar di Madrasah Aliyah Annur milik keluarganya
sebagai guru Sosiologi dan Bahasa Indonesia. Di sela-sea kesibukannya mengajar, ia tetap aktif
menulis, merawat santri, dan juga berbisnis di owner Toko Mazaya sebagai pemilik penerbit
Mazaya Media dan distributor karya-karya yang telah terbit.
Pada tahun 2019, Khilma menghasilkan karya Novel Hati Suhita yang diterbitkan oleh
Penerbit Telaga Aksara Yogyakarta yang bekerjasama dengan Mazaya Media Jember. Bergenre
fiksi roman religi dan bersuasana pesantren dengan adat jawa yang kental.novel ini memberi warna
baru dalam dunia sastra Indonesia terutama di kalangan pesantren. Dalam novel tersebut Khilama
menghadirkan tokoh Alina Suhita yang merupakan perempuan trah darah biru pesantren keturunan
yang masih melestarikan ajaran jawa, sebagai perempuan idaman menantu Kyai pemilik pesantren
ia terikat perjodohan sejak remaja. Mungkin sekarang sudah tidak zamannya seperti Siti Nurabaya
dijodohkan tetapi untuk Ning (Sebutan putri Kyai Jawa) merupakan hal yang semestinya terjadi
perjodohan. Ia sejak kecil sudah dijodohkan dan diambil mantu oleh Kyai yang memiliki pondok
pesantren besar dengan seorang Gus (sebutan putra Kyai Jawa) yang memiliki ribuan santri.
Sehingga masa depan Alina Suhita ditentukan oleh calon mertuanya termasuk dimana ia harus
mengenyam pendidikannya.
Alina dijodohkan dengan Gus Birru seorang putra Kyai pemilik pesantren yang berharap
ia mampu meneruskan pengelolaan pesantrennya. Betapa Alina Suhita mengalami penderitaan
batinnya setalah dijodohkan dengan Gus Biru.Setelah pernikahan, meskipun mereka tinggal dalam
satu kamar mereka tidur di tempat tidur yang terpisah, tidak ada pembicaraan bahkan kehangatan
bisa bersandiwara sebagai pasangan pengantin mesra ketika di luar. Sejak malam pertama
pernikahan, Gus Birru suaminya meluapkan kekesalannya dengan tidak mau menggauli istrinya.
Alina Suhita tidak mendapatkan haknya sebagai seorang istri. Ia tidak mendapatkan kebahagaian
dari Gus Birru suaminya tetapi ia mendapatkan pengabaian dan penolakan dalam hati Gus Birru.
Gus Birru yang sering keluar pesantren dan memilih lebih focus ke dunia aktivisnya dan
enggan memilih untuk mengelola pesantren Abahnya. Sedangkan Alina Suhita yang mengurus
santri-santri dan membangun kemajuan pesantren mertuanya dengan segala perjuangan dan kerja
kerasnya tanpa sepengetahuan suaminya yaitu Gus Birru. Gus Birru mengenali sosok Alina Suhita
adalah hanya seorang gadis penghafal Al-Qur'an yang sangat disayang Uminya yaitu Ibu Gus
Birru.
Hati serorang istri bergejolak disaat masa lalu suaminya yaitu Rengganis muncul menjalin
komunikasi seperti sepasang kekasih. Hal tersebut adalah penderitaan yang menjadi konflik batin
Alina Suhita. Gus Birru masih berat untuk melepaskan Rengganis. Hal tersebut membuat Alina
Suhita hampir menyerah untuk mempertahankan pernikahannya dan hampir memilih Kang Darma
seseorang yang sejak lama mencintai Alina tetapi Alina tidak memiliki perasaan untuknya.
Sebagai tokoh utama dalam Novel Hati Suhita, Alina Suhita digambarkan oleh Khilma
Anis Alina sebagai ciri khas tawadhu' santri karena ia begitu patuh. Dan mikul duwur mendem jeru
adalah pegangan mutlak yang diterima dan dilakukan tanpa reserve terhadap penderitaan-
penderitaan yang dialaminya. Meskipun begitu, Alina hampir putus asa dalam mempertahankan
pernikahannya Namun ia tidak hanya diam berpangku tangan tetapi berusaha melewati
penderitaan-penderitanya dengan tabah dan tetap mermunajat kepada Tuhan. Begitupun Gus
Birru, tokoh yang digambarkan bertolak belakang terhadap tanggung jawab sebagai Putra seorang
Kyai dan sebagai seorang suami yang belum melaksanakan kewajibannya kepada istrinya karena
masih terbelenggu de.ngan masa lalunya dan terpaksa menerima perjodohan.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menganalisis subjek yang terjadi pada tokoh dengan
teori subjek yang dirumuskan oleh Zizek. Beberapa sampel gambaran kisah dalam Novel Hati
Suhita di atas, terdapat tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh yang sesuai dengan teori Zizek.
Subjek Zizek dapat didefinisikan dalam kaitannya dengan konsep segitga Lcan, yaitu Riil,
Imajiner dan Simbolik. Yang Riil dipahami sebagai sesuatu yang belum tijangkau oleh bahasa
(Zizek, 2018:182). Sedangkan Simbolik merupakan apa yang dikenal sebagai hal yang nyata dan
telah terbahasakan. Dan Imajiner merupakan segala sesuatu yang gagal untuk diterjemahkan. Akan
tetapi, yang Imajiner dapat dihubungkan dalam konsep keterpisahan antara dirinya sendiri dengan
imajinasi tentang dirinya. Sehingga hal trsbut mnciptkan prilaku atau kondisi subjek yang terbelah
yaitu trauma yang mendorong subjek melakukan tindakan radikal. Tindakan radikal adalah respon
subjek untuk pergi dari Yang Simbolik, selalu menuju jalan negative dengan mematahkan atau
menolak diri terhadap yang dilaluinya. Hal ini disebut kejahatan karena dipandang mlampaui
batas-batas hukum dan moral (Ramadya, 2015:15). Setelah tindakan dilakukan, subjek mengalami
momen kekosongan yang mengambarkan sebuah kondisi lepasnya subjek dari yang
menghakiminya, baik berupa pengaruh ataupun dari apa yang ada diluarnya berupa tujuan dengan
sendirinya dan mngejutkan dan mengaburkan realitas yang ada (Setiawan, 2018:56).
Berdasarkan teori Zizek, Novel Hati Suhita mengandung unsur tindakan radikal yang
dilakukan tokoh Gus Birru kepada Alina Suhita. Tindakan-tindakan tersebut dapat dipahami
melalui teori Zizek. Sehingga dapat ditemukan sebuah rumusan masalah yaitu, pertama,
bagaimana tindakan radikal tokoh-tokoh dalam Novel Alina Suhita? Kedua, bagaimana kesadaran
sinis yang ada dalam Novel Hati Suhita? Ketiga, bagaimana momen kekosongn yang terdapat
dalam novel Hati Suhita?
Tujuan penelitan ini untuk menggambarkan subjek radikal, momen kekososngan hingga
kesadaran sinisme dalam tokoh Novel Hati Suhita.
Kajian Teori
Post Strukturalisme dalam Sastra
Poststrukturalisme adalah sebuah akal yang timbul karena kontradiksi atau ketidak
setujuan pada pemikiran sebelumnya, yaitu strukturalisme. Poststrukturalisme lahir sebagai
ketidak puasan dari strukturalisme.(David, 2007:203)
Postrukturalisme sebuah teori yang hadir setelah teori strukturalisme. Kedua teori ini
(strukturalisme dan postrukturalisme) membahas tentang cara seseorang pembaca memahami
makna sebuah teks sastra. Jika strukturalisme selalu berorientasi pada struktur yang tetap,
postrukturalisme adalah pemahaman sebuah karya sastra yang tidak hanya terikat pada strukturnya
saja, tetapi boleh dari sisi mana saja (Suwardi, 2018:167)
Postrukturalisme pada dunia sastra merupakan teori terhadap teks-teks sastra yang
menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Aliran post-struktural memandang
kritik sastra, harus berpusat dan merujuk pada karya sastra itu sendiri. Tanpa harus memandang
sastrawan sebagai pengarangnya dan pembaca sebagai penikmat.
Post strukturalisme Zizek
Zizek dilahirkan pada 21 Maret 1949 di Ljubljna, ibu kota Slovenia. Zizek lahir dari
pasangan birokrat kelas menengah sebagai anak tunggal. Sejak awal orang tua Zizek
mengharapkan dirinya menjadi seorang ahli ekonomi, tetapi Zizek membangkang dan lebih
memilih ilmu filsafat sebagai wilayah yang membuatnya jatuh cinta pada epistemologi filsafat.
Selama sepanjang karir intelektualnya, Zizek memiliki minat terhadap ontologi,
psikoanalisis, dan marxisme. Bila ada semacam keyakina bahwa tidak ada pemikir yang original,
dengan maksud lain terpapar ilham dari pemikir sejamannya atau pemikir sebelumnya, maka Zizek
sangat dipengaruhi oleh Hegel, Lacan, Marx, Lenin, dan Laclau. Zizek menggunakan budaya
populer untuk menjelaskan teori psikoanalisis Lacan dan mengawinkannya dengan filsafat
Hegelian serta kritisisme ekonomi marxis untuk mengintepretasi dan berbicara secara ekstensif
prihal fenomena sosial mutakhir.
Zizek berupaya untuk menggagas serta mengukuhkan kembali subjek dari kematiannya.
Selama ini seperti yang telah digaungkan oleh kaum poststruktural. Bagi Zizek subjek itu bukanlah
mati oleh apa yang telah mempengaruhinya lebih tepatnya subjek itu berkesadaran penuh, Imanen
terhadap realitas.Tiga teori penting yang ditawarkan Zizek pertama ialah perilaku subjek
mengenai kesadaran sinis.kedua mengenai perilaku momen kekosongan subjek dan yang ketiga
perilaku subjek mengenai tindakan radikal.
Sinisme
Sinisme (Zizek, 2008: 25) merupakan subjek yang sadar atau berpengetahuan akan jarak
yang memisahkan antara topeng ideologi dan realitas sosial, namun subjek tetap saja bersembunyi
di balik topeng ideologi tersebut. Sederhanannya, sinisme merupakan keadaan di mana subjek
bersikap seolah-olah tidak mengetahui kepalsuan yang ada dan menganggap apa yang benar dan
nyata (the real) terlalu horor untuk diketahui. Sederhananya, sinisme yakni subjek yang tahu bahwa
simbolik penuh kebohongan, telah menjerat subjek tetapi subjek tetap tidak ingin tahu the real
tersebut, dan bertindak seolah-olah tidak mengetahuinya.Menurut ( Setiawan 2018: 9), kesadaran
sinis dalam teori Zizek merujuk kepada tindakan subjek yang sebenarnya sudah mengetahui
sesuatu hal, tetapi mereka justru menutupi pengetahuan terhadap realitas tersebut dengan masih
melakukannya.
Subjek kosong
Zizek dalam pemikiranya mengenalkan teori subjek kosong yang ia berpikir apabila
ketertawanan subjek dalam realitas simbolik telah memberikan pengetahuan akan ranah the real
(kenyataan tanpa ideologi berupa tindakan) namun subjek terbentur oleh pilihan maka subjek
selalu berada dalam perbatasan antara simbolik dan the real. Kondisi tersebut memberikan
identitas kekosongan pada subjek dalam mengekspresikan subjektivitasnya (Bambang, 2014: 101)
Kekosongan ini merupakan keadaan ex-nihilo subjek, tidak ada ideologi di baliknya dan
tidak adanya yang simbolik di dalamnya menurut (Setiawan 2018:21). Momen kekosongan ini
mengindikasikan sebuah kondisi terlepasnya subjek dari eksteriorisasi yang menghakiminya, baik
itu dari apa yang di baliknya berupa pengaruh maupun dari apa yang ada di luarnya berupa tujuan.
Momen kekosongan tidak dihadirkan, namun hadir dengan sendirinya dengan suatu ledakan yang
mengejutkan, suatu ‘kemuakan’ atas ‘kepalsuan’ seperti mengaburkan realitas, atau suatu tindakan
di luar kesadaran tanpa rencana dan tanpa tujuan (Setiawan, 2018: 56)
Tindakan Radikal
Tindakan radikal subjek Zizek (Akmal, 2012: 25) ialah mematahkan atau menolak diri
serta kemelekatan terhadap objek-objek yang dimiliki dan dicintai, dengan begitu subjek
mendapatkan ruang bebas untuk bertindak. Dengan demikian, tindakan radikal dapat diartikan
sebagai tindakan yang tidak tahu diri, sebab ‘diri’ adalah konstruksi hegemonik. Tindakan radikal
di sini berkenaan dengan momentum, bukan proses yang melibatkan rencana, tujuan, maksud,
kesengajaan dan lain sebagainya. Tindakan ini merupakan ledakan kemuakan subjek akan
ideologi, simbolik yang menjerat. Untuk itu, tindakan ini tanpa ideologi, tanpa simbolik, tanpa
tujuan, tanpa maksud dan tanpa rencana yang mempengaruhinya.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan objektif
disebabkan penelitian ini diuraikan berdasarkan pada karya sastra. Fokus penelitian ini mengenai
tokoh dan penokohan dalam karya sastra yang sesuai dengan kajian subjektivitas yang dicetuskan
oleh Slavoj Zizek dalam teori subjeknya (Ratna, 2007:73). Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode penelian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui dan
menggambarkan tindakan radikal melalui identifikasi perilaku tokoh dengan teori subjek Slavoj
Zizek. Tujuan itulah yang menjadi alasan Peneliti memilih metode tersebut karena adanya
kesesuaian dengan objek dan tujuan penelitian. Dalam metode kualitatif, bahwa objek penelitian
bukanlah hal yang substansif dan dianggap hanya sebagai fenomena namun substansif yaitu
mengandung arti dan pesan yang terdapat dalam objek atau fenomena tersebut (Ratna, 2006:47).
Adapun penggunaan sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Hati Suhita Karya
Khilma Anis. Novel ini menceritakan tentang kehidupan pesantren yang kental dengan adat jawa
serta kisah kehidupan asmara dengan sosial budaya perjodohan yang dihadapi oleh Putra dan Putri
Kyai. Novel hati Suhita dipilih sebagai sumber data penelitian ini ialah untuk memahami dan
mengidentifikasi subjek yang melakukan tindakan-tindakan untuk melampaui simbolik khususnya
pada tokoh Alina Suhita dan Gus Birru. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data berupa
teks dalam bentuk dialog, moolog, dan narasi serta symbol-simbol dalam Novel Hati Suhita.
Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teknik
kepustakaan. Teknik kepustakaan ialah suatu cara dalam pengumpulan data dengan melakukan
pelacakan terhadap pustaka atau dokumen-dokumen yang berhubungan dengan datapenelitian
(Ahmadi, 2019:247). Sehingga berbagai sumber yang saling terkait dengan penelitian dapat berupa
teori dan data-data digunakan peneliti dalam penelitian melaui pengumpulan buku sastra dan jurnal
yang sesuai dengan rumusan masalah yang ada dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk mendapatkan datapenelitian antara lain, yaitu 1) Membaca dan memahami
cerita dalam Novel Hati Suhita karya Khilma Anis supaya mendapatlan deskripsi tokoh dan
penokohan dalam novel tersebut. 2) mempelajari referensi yang berkaitan dan mendukung
rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian. 3) Mengidentifikasi dan menandai hal-hal yang
menjadi bukti data yang menunjang penelitian. 4) Mengintrepetasi dan mengetik data yang telah
diidentifikasi dengan mengelompokkan sesuai dengan rumusan masalah.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data yaitu Teknik analisis
deskriptif kualitataif yang merupakan Teknik analisis dalam menggambarkan fakta-fakta lalu
menganalisisnya. (Ratna:2013:53). Dalam analisis tersebut teori dan data yang digunakan harus
saling berkaitan dalam penelitian. Adapaun lankah-langkah analisis data dalam penelitian ini
sebagai berikut. 1) Membaca dan mencari hal-hal yang berkaitan dalam penelitian yang bersumber
dari Novel Hati Suhita karya Hati Suhita. 2) Mengklasifikasi data-data yang ditemukan dalam
sumber data berdasarkan rumusan masalah penelitian, tujuan peelitian dan teori yang digunakan
dalam penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Tindakan Radikal Subjektif Pada Novel Alina Suhita
Tindakan radikal ialah suatu tindakan berikinginan untuk mencapai kebebasan mutlak
subjek dari objek-objek yang terpatri pada dirinya, seperti pemikiran, moralitas, the big Other,
maupun sosial simbolik. Tindakan radikal subjek Žižek (Akmal, 2012: 25) yang paling radikal
ialah pembantahan dengan menolak apa yang sudah melekat pada dirinya terhadap objek-objek
yang dimiliki dan dicintai hal ini dibuktikan pada tindakan radikal beberapa tokoh yang antagonis
yang terdapat dalam novel hati suhita karya Khilma Anis sebagai berikut :
a. Tindakan Radikal Gus Birru
Gus Birru ialah putra dari kyai Hannan yang sosoknya memiliki pendirian yang kokoh
dalam menggapai impianya untuk menjadi aktivis jurnalistik.Termasuk pemikiran
ideologinya yang menyebabkan ia bertindak radikal ialah sosok tokoh yang menolak sistem
perjodohan, namun tidak demikian ia berakhir jatuh dan tidak bisa menolak sistem perjodohan
sebab ia sangat menghormati kedua orang tuanya yang membesarkanya, sebab sistem
perjodohan inilah Gus Birru itu nantinya memperlakukan istrinya tidak semestinya
sebagaimana kewajiban suami pada istrinya menurut prespektif zizek perlakuan Gus Birru
kepada istrinya ini termasuk suatu tindakan radikal hal ini dibuktikan pada narasi dan dialog
berikut ini:
Dia tak boleh tahu bahwa putera tunggalnya, sama sekali belum
menyentuhku.Padahal usia pernikahan kami sudah tujuh bulan lamanya
Aneh memang, mestinya bulan-bulan pertama pernikahan adalah hari-
hari paling indah. Penuh gelora, hasrat, keringat, desah kenikmatan,
kecupan, dan pelukan. Sudah semestinya melingkupi hari-hari pengantin
baru mana pun. (Hati Suhita 2019:1)
Pada paparan kutipan di atas memperlihatkan bahwa Gus Birru sangat enggan
memperlakukan istrinya sesuai dengan hak suami pada istrinya pada umumnya tindakan Gus
Birru adalah suatu tindakan radikal menurut Zizek sebab dalam pemikiranya sesuatu
perlakuan paling radikal ialah pembantahan dengan menolak apa yang sudah melekat pada
dirinya terhadap objek-objek yang dimiliki dan dicintai hal ini di kuatkan dengan kutipan
berikut:
"Perjodohan itu tidak ada dalam kamus hidupku. Aku ini aktivis. Aku
teriak setiap hari soal penindasan. Soal memperjuangkan hak asasi.
Kawan-kawan menertawakanku karena aku tidak bisa memperjuangkan
masa depanku sendiri. Semua kawanku kecewa dengan perjodohan
ini."(Hati Suhita 2019:2)
Gus Birru pada saat momen dimana dia kiat sering melawan hawa nafsu kecintaan
terhadap Alina Suhita sebab rasa cinta masa lalu masih melekat pada benaknya pada peristiwa
ini Slavoj Zizek memaknainya dengan tindakan yang sangat radikal terhadap tokoh Alina
Suhita sebab ia masih melawan apa yang harus ia cintai dan dimiliki hal tersebut dibuktikan
dalam kutipan berikut:
Aku sudah siap dengan kemungkinan-kemungkinan indah yang akan
terjadi, aku sudah berani menatap matanya saat ia mencuri pandang, aku
sudah siap berjalan ke sofanya untuk belajar membuka percakapan, lalu
semuanya buyar karena teleponnya berdering. (Hati Suhita 2019:27)
Pada kutipan ini terlihat jelas tindakan radikal Gus Birru yang awalnya berhasrat kepada
Alina Suhita hancur karena tindakan radikalnya kepada Alina Suhita karena ia masih tidak
mau menerima sistem perjodohan.
b. Tindakan Radikal Tokoh Rengganis
Rengganis adalah seorang aktifis jurnalis kepesantrenan dia sangat rajin dalam
menekuni dunia jurnalistiknya, kerap para santri antusias terhadap penyampaian nya dalam
menyampaikan paparan berita di setiap pesantren, hingga dia bertemu nama Gus Birru hingga
larut dalam alur cinta setelah sekian lama dalam proses ini akhirnya Gus Birru tiba di saat
perjodohanya dengan Alina setelah mengetahui hal tersebut tokoh Regganis ini tetap belum
bisa move on pada awalnya. Hal inilah sebab Regganis masih mau menerima sinyal dari Gus
Birru yang sudah memiliki istri pada peristiwa ini yang mengalami tindakan radikal sebab
Regganis masih berusaha masih mau dihubungi oleh Gus Birru ialah Alina. Perasaanya hancur
berkali kali setiap ia melihat hanphone suaminya berdering dan tersasnjung nama Regganis
yang membuat Gus Birru memalingkan Hasratnya kepada Alina Suhita. hal tersebut
dibuktikan pada narasi berikut:
Saat dia masuk kamar mandi dan kudengar shower mengucur, hapenya
berdering. Nama Ratna Rengganis muncul di layar, fotonya begitu cantik.
Wajah oval, berlesung pipi, dan jilbab merah jambu dengan bros menjuntai.
Riasannya sempurna. Sangat berlawanan denganku yang selalu memakai
daster, jilbab kaos, dan make up seadanya (Hati Suhita 2019 :6)
Pada kutipan narasi di atas dapat di proyeksikan kedalam pemikiran Slavoj Zizek bahwa
salah satu tindak radikal yang di lakukan Regganis ialah masih terus menerus menghubungi
Gus Birru yang sudah punya istri Alina Suhita, sebab tindakan tersebut membuat Alina Suhita
menjadi korban atas tindakan radikalnya.
c. Tindakan radikal Ummi Hannan
Ummi Hannan adalah Ibu dari dari Gus Birru. Beliau sangat menyayangi anaknya ini
sejak kecil Gus Birru sudah di didik untuk menjadi penerus pondok kedua orang tuanya akan
tetapi Gus Birru sendiri lebih tertarik masuk dalam dunia aktifis, sebab itu dia menolak jika
di suruh kuliah di timur tengah. Ummi Hannan sudah menyiapkan jodoh untuk Gus Birru
sejak masih di bangku SMA karena kedekatanya moralitas kerja sama antar tokoh
agama.Keluarga Gus Birru ini sangat dekat dengan keluarga Alina puteri Kyai Jabbar yang
nantinya mau tidak mau Gus Birru harus menerima keputusan Ummiknya agar mau di
nikahkan dengan Alina puteri kyai Jabbar pemaksaan inilah adalah sumber dimana banyaknya
tindakan radikal terjadi nantinya sesuai apa yang telah dipaparkan oleh pemikiran Slavoj
Zizek dalam teorinya mengenai apa itu tindakan radikal.
"Le, ummik dalam beberapa hal setuju sama kamu, tapi dalam beberapa hal lain,
juga setuju sama abahmu. Kamu kuliah di Jogja, atas izin ummik, abah juga
akhirnya setuju. Tapi eling, Nak. Gak usah pacaran. Jodohmu sudah kami siapkan.
Masih banyak waktu, Le, Belajarlah mencintainya." (Hati Suhita, 131)
Dalam paparan dialog diatas menandakan bahwa Ummi Hanan tetap bersikukuh
agar anaknya mau di jodohkan. Sikap idealis ini termasuk suatu tindakan radikal kepada
anaknya sendiri yaitu Gus Birru yang ia menolak keras namanya sistem perjodohan
menurut prespektif pemikiran Slavoj Zizek.
Tindakan Radikal dalam sinisme simbolik
Tindakan radikal dalam sinisme terdapat pada perlakukan sebuah subjek dalam yang
berlawanan dengan suatu hal yang diketahui dengan tidak menerima kenyataan yang ada dan
mengabaikan ideologi yang diketahuinya dan subjek tetap melakukannya. Dalam Novel Hati
Suhita, Tindakan radikal dalam sinsime antara lain, yaitu:
yang pertama adalah yang dilakukan Gus Birru terhadap Alina Suhita dalam malam
pertamanya sebagai suami istri. Pada umumnya sepasang suami istri yang telah sah pada bulan-
bulan pertama adalah hari-hari yang indah. Penuh gelora, hasrat, keringat, desah kenikmatan,
kecupan, dan pelukan. Sudah semestinya melingkupi hari-hari pengantin baru dimanapun. Tetapi
yang terjadi pada Alina adalah hari-hari yang suwung, hubungan yang anyep, dan kesedihan yang
selalu dibungkus dengan senyum dan tawa.
"Aku mau nikah sama kamu itu karena Umik." Iu kalimatnya di malam pertama kami.
"Sejak aku masih MTS, bekali-kali Umik bilang kalau jodoh untukku sudah disiapkan."
Dia menghela napas panjang.
"Perjodohan itu tidak ada dalam kamus hidupku. Aku ini aktivis. Aku teriak setiap hari
soal penindasan. Soal memperjuangkan hak asasi. Kawan-kawan menertawakanku
karena aku tidak bisa memperjuangkan masa depanku sendiri. Semua kawanku
kecewa dengan perjodohan ini."
Alina duduk di tepi ranajang. Gus Birru berdiri sambil bersedekap di depan lemari.
Ranajang pengantn sudah dipenuhi ribuan kelopak kembang mawar untuk malam
pertama mereka. Tetapi kalimat Gus Birru membuat hati Alina seperti tertusuk duri-
duri yang tajam. Alina hanya bisa menunduk.
"Ya, aku tahu ini bukan salahmu. Kamu juga tidak punya pilihan lain selain manut.
Tapi malam ini juga kamu harus paham, aku tidak mencintaimu, atau tepatnya, aku
belum mencintaimu.
Satu persatu mata Alina meluncur ke pangkuan.
"Aku minta maaf, mulai malam ini, entah sampai kapan, aku akan tidur di sofa ini.
(Hati Suhita, 2019: 2)
Dari kutipan di atas, Gus Birru sebenarnya sudah memahami bahwa ia dijodohkan dan sudah
sah sebagai pasangan suami istri dengan Alina Suhita yang harus memenuhi kwajibannya sebagai
suami untuk istrinya. Akan tetapi Gus Birru tetap bersih keras acuh terhadap Alina yang entah
sampai kapan. Hal tersebut menjadi gambaran realita bahwa lingkungan kehidupan dapat menjadi
pertentangan sesama manusia seperti perjodohan antara laki-laki dan perempuan yang salah
satunya tidak berkenan mengingingkan pernikahan dari perjodohan dilakukan oleh kedua belah
pihak keluarga, namun meskipun adanya penolakan tetap tidak bisa dihindari. Akibat adanya
perjodohan tersebut dapat mengakibatkan konflik.
Lalu perlakuan Gus Birru yang sebenarnya telah menjadi suami Alina Suhita tetapi Gus
Birru tetap menghubungi Rengganis masa lalunya yang belum bisa dilupakan.
"Selamat tidur, Cah Ayu. Malam ini Mas kirim puisi." Tulis suamiku untuknya. (Hati Suhita:
2019, 6)
Hal tersebut seharusnya Gus Birru tidak menghubungi Rengganis karena sebagai suami istri
pasti memiliki komitmen untuk tidak membangun komunikasi dengan orang lain diluar
kepentingan apalagi dengan seorang perempuan bahkan masa lalunya. Karena hal tersebut dapat
menyakiti hati salah satu dari suami atau istri cemburu. Tetapi tidak dengan Gus Birru sebagai
suami yang belum berkomitmen menjaga perasaan istrinya.
Yang kedua, perlakuan Kyai Hannan terhadap Gus Birru. Seorang Ayah dan figur seorang
Kyai yang mengharapkan Putranya dapat mengelola pesantren yang didirikannya dan meneruskan
perjuangannya. Akan tetapi terdapat konflik yang membuat Kyai Hannan selalu was was dan tidak
percaya kepada Gus Birru, putranya.
Mik, Birru kalau pulang mondok gak usah dimasakke yang enak-enak begitu, bikin
dia males berangkat mondok lagi. Biarlah dia tirakat."
"Mboten masalah, Bah. Birru tidak seperti itu. Arek iki empan papan. Dia bisa
membedakan kok, bagaimana di pondok, bagaimana di rumah.
Begitulah Umikku, selalu percaya padaku. Begitulah Abah selalu was-was dan
cenderung tidak percaya padaku. Abah selalu takut aku tidak bisa meneruskan apa
yang sudah susah payah dirintis leluhurku. Abah selalu khawatir aku tidak bisa
meneladani moyangku dan meneruskan perjuangannya. Maka saat Abah
memintaku kuliah di Timur Tengah, dengan tegas aku menolak. Abah Kaget,
seumur hidupku, aku tidak pernah menolak Abah terang-terangan."
Abah menuduhku tidak mau memikirkan pesantren. Aku cuma bisa diam. Aku bukan
tidak suka sekolah di Timur Tengah, aku hanya tidak bisa berjauhan dengan
Ummik. Bukan sebab aku anak tunggal. Bukan. Tapi sebab cinta Ummik begitu
dalam. Aku tidak sanggup membayangkan Ummik sakit sementara aku di negeri
orang. Kuberanikan diri untuk bilang minta kuliah di Jogja. Abah seketika
meradang. Ummik jadi sasaran.
"Bukan jalure, Mik. Anak kita cuma satu. Pondok gedene semene. Ini pondok
Qur'an, Mik. Dia haruse di Timur Tengah."
"Nyuwun ngapunten, Bah. Biarkan Birru. Anak kita memang cuma satu. Tapi kelak
kita akan punya mantu, Bah. (Hati Suhita:2019, 128)
Dari kutipan diatas, konflik antara Gus Birru dan Kyai Hannan menunjukkan bahwa Kyai
Hannan yang selalu ingin Gus Birru melaksanakan titahnya demi meneruskan perjuangannya.
tetapi Gus Birru memiliki keinginan hidupnya sendiri. Padahal dalam realita kehidupan pesantren
terdapat putra dan putri Kyai yang melanjutkan pendidikannya tidak di Timur Tengah tetapi tetap
bisa dan mumpuni meneruskan perjuangan orang tuanya dalam mengelola pesantren miliknya.
Ketiga, tindakan yang dilakukan Rengganis yaitu ketika Rengganis tetap membalas pesan
dan telpon serta diam-diam masih mendamba perhatian dari Gus Birru yang telah bersetatus
sebagai suami Alina Suhita.
Namaku Rengganis.
Aki pernah dengar kalimat sesorang. Konon putus cinta sebenarnya tidak sakit.
Yang sakit itu putus cinta tapi kita masih mencintainya. Sudah berpisah tapi masih
diam-diam mengharapkan perhatian dan rasa kekhawatirannya.
(Hati Suhita:2019, 180)

Kutipan tersebut menjadi bukti bahwa Rengganis telah menyadari bahwa ia dan Gus Birru
sudah tak bisa lagi menjalin cinta lagi karena Gus Birru telah menikahi Alina sebab dijodohkan.
Akan tetapi Rengganis masih berat melepaskan kepergian Gus Birru bersama Alina. Sehingga ia
tetap diam-diam mengharapkan perhatian Gus Birru dalam hatinya yang seharusnya tidak
dilakukannya karena ia bukan istrinya.
Ke empat, tindakan sinisme yang dilakukan Kang Dharma ketika bertemu Suhita dan
Aruna saat di makam Kyai Ageng Besari dan menjawab pertanyaan Aruna soal mengapa ia belum
menikah.
"Sebentar Kang. Kenapa Kang Dharma belum menikah? Kan gampang to,
tinggal minta lamar ke Abah Yai." Dia terkekeh.
"Belum ada yang cocok, Run."
Aku ngeloyor pergi, masuk ke makam.
Run, kalau saja kamu tahu, sebelum kupastikan sahabatmu itu bahagia di
kerajaannya yang baru, aku tidak mungkin bisa membangun hubungan dengan
orang lain.
(Hati Suhita:2019, 43)
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya Kang Dharma memiliki perasaan kepada
Alina. Akan tetapi ia menyadari bahwa Alina telah menikah sehingga ia menjaga batasan-batasan
yang sesuai dengan norma-norma yang ada. Mesipun begitu, seharusnya Kang Dharma tidak
menggantungkan kebahagiaannya dan keputusannya untuk menikah setelah memastikan bahwa
Alina bahagia atau tidak bersama Gus Birru.
Kelima, perlakuan Alina Suhita terhadap Gus Birru dengan melaksanakan perannya
sebagai istri dan Gus Birru malah mengabaikannya. Meski sadar Alina dibaikan, ia tetap
menjalankan kebajibannya sebagai seorang istri.
Saat aku sudah ikhlas menerima takdirku bahwa selamanya aku akan jadi bagian
penting dari keluarga ini, Mas Birru malah menyiksaku dengan diamnya. Dengan
tatapan kebencian dan penolakannya.
Aku ingin pulang. Menghambur ke pelukan Ibu. Memohon nasihan Abahku. Tapi
aku sekarang adalah perempuan yang sudah menikah dan harus
mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang. Salah melangkah sedikit saja,
wibawa rumah tanggaku akan merosot dan itu tidak boleh terjadi.
(Hati Suhita:2019, 234)
Lalu perlakuan Alina terhadap Kang Dharma. Ketika Alina hampir putus asa
mempertahankan pernikahannya.
Aku menatap mata Kang Dharma sekilas. Duh, mata itu selalu tenang seperti
telaga. Dari sejak awal kami bertemu, hingga aku menikah, sampai detik ini
sinar mata itu tidak pernah berubah, tetap sama. Tenang. Teduh. Damai. Seolah
memastikan aku harus baik. Aku harus nyaman. Terlindungi. Mata itu semakin
memikat karena terlihat tahu batas. Kang Dharma sangat menghormatiku.
Dialah yang selalu kuingat saat Mas Birru mengabaikanku. Hatinyalah yang
selalu ingin kutinggali saat aku sadar di hati Mas Birru tidak ada sejengkal pun
untukku. Sosoknyalah yang selalu berkelebat dalam benakku saat aku sangat
ingin memiliki teman diskusi. Bayangnya selalu hadir saat aku rindu ngajiku
disimak oleh suamiku sendiri. (Hati Suhita:2019, 309)
Hal tersebut menggambarkan bahwa Alina memang wanita yang tegar tetapi terdapat sisi
keraguan dalam hatinya terhadap perjuangannya dalam mempertahankan pernikahannya dengan
Gus Birru. Sehingga ia sempat memiliki pemikiran untuk berpaling ke Kang Dharma.
Tindakan Radikal dalam Momen Kekosongan
Momen kekosongan yang terdapat dalam diri tokoh adalah sebagai navigasi adanya
tindakan radikal. Dan segala yang menjadi radikal sesungguhnya tidak menjadi sebuah
permasalahan terhadap tindakan radikal itu sendiri lalu manjadi pernyataan dari momen yang
letaknya pada sebuah dimensi yang kosong. Momen kekosongan tidak dihadirkan tetapi hadir
dengan sendirinya sebagai ledakan mengejutkan tas suatu hal yang memuakkan yang menutupi
kenyataan atau realitas tanpa adanya rencana dan tujuan diluar kesadaran.
Dalam novel Hati Suhita, tindakan radikal yang dilakukan tokoh berkaitan dengan momen
kekosongan antara lain :
Pada Tokoh Alina Suhita, ketika Alina sudah diluar batas kesabarannya saat kedatangan
Rengganis untuk berpamit kepada Bu Nyai dan Kyai Hannan saat akan melanjutkan
pendidikannya di Belanda dan meminta izin bahwa salah satu santri Pesantren Al-Anwar diminta
untuk menggantikannya mengemban amanah menjadi seorang jurnalis. Melihat Rengganis sangat
akrab dengan Gus Birru, Bu Nyai dan Kyai Hannan. Hati Alina sangat sakit, tangisnya pecah. Ia
mengira bahwa Rengganis begitu dekat dengan mereka sehingga Rengganis pasti memiliki
kesempatan untuk menggantikannya sebagai istri Gus Birru disisi lain ia adalah perempuan yang
didamba oleh Gus Birru untuk menjadi istrinya.
Pasti sekarang ia sedang meneruskan berbicara dengan Rengganis. Pasti mereka sedang
mengenang kebersamaan manis di masa lalu. Selama ini impianku adalah Mas Birru lekas
menctaiku dengan lapang dada, tapi yang terjadi, dia hadirkan Rengganis begitu saja tanpa
menengok lukaku.
Barangkali impiannya memang bagaimana aku lekas pergi. Dan lekas menghadirkan
Rengganis di rumah kami. Aku melihat Hp lalu menangis karena ia tidak menelponku. Jelas ia
tidak khawatir dengan keselamatanku. Karena aku memang tidak ada artinya. Cintaku membara
kepada Mas Birru kurasa langsung mati. Aku tidak perlu lagi bagaimana cara menghidukannya.
(Hati Suhita:2019, 286)
Lalu Alina langsung bersiap untuk pergi dan ia mengira bahwa perjuangannya telah selesai.
Ia bergegas pamit kepada Bu Nyai dan Kyai Hannan serta Gus Birru. Gus Birru menahan Alina
tetapi Alina memiliki alas an bahwa Gus Birru masih harus menemui tamunya yaitu Rengganis
dan Alina meyakinkan bahwa ia bisa pergi diantar oleh Kang Sarip, abdi ndalemnya.
Alina pergi ke Makam Sunan Tembayat sendirian lalu ia melanjutkan perjalannya Ke
kediaman Mbah Putri dan Mbah Kakungnya tanpa sepengetahuan sopirnya, Kang Sarip. Berharap
disana ia menemukan ketenangan dan petunjuk dari nasehat Mbah Kungnya. Dan tidak ingin
bertemu dengan Gus Birru lagi.
Sedangkan pada tokoh Gus Birru, ketika ia mulai merasakan kehilangan Alina, saat Alina
tidak ada disisinya, di kamarnya yang setiap hari selalu melayaninya sebagai seorang istri dan
selalu melayani Ummiknya dan Abahnya dengan begitu tulus serta dengan perjuangannya
mengembangangkan pesantren Al-Anwar tanpa campur tangannya. Hingga akhirnya ia mencari
Alina dan mengubungi Alina berharap Alina masih memberi kesempatan untuk menjadi suaminya
meski cintanya terlambat untuk disadari. Hingga akhirnya ia menemukan Alina di rumah Mbah
Kungnya.
“Kamu kemana kemarin, Hmmm? Sarip sampai tak marahin.
“Ternyata kalau kamu pergi jadi kacau. Ummik, Abah, Pengurus, arek-arek”
“Alina pas kamu pergi sementara umik sakit parah, jujur aku ingin marah.
Apalagi kamu gak bisa dihubungi. Terus hapemu sudah on tapi kamu masih gak
mau bicara. Aku jengkel luar biasa. Tapi pergimu kemarin itu menyadarkanku
banyak hal. Ternyata kamu adalah ruh di rumah kita, di pesantren kita dan
bahkan di kamar kita.” (Hati Suhita:2019, 347)
Kesimpulan
Poststrukturalisme adalah sebuah akal yang timbul karena kontradiksi atau ketidak
setujuan pada pemikiran sebelumnya, yaitu strukturalisme. Poststrukturalisme lahir sebagai
ketidak puasan dari strukturalisme.
Bagi Zizek subjek itu bukanlah mati oleh apa yang telah mempengaruhinya lebih tepatnya
subjek itu berkesadaran penuh, Imanen terhadap realitas. Tiga teori penting yang ditawarkan Zizek
pertama ialah perilaku subjek mengenai kesadaran sinis. Kedua mengenai perilaku momen
kekosongan subjek dan yang ketiga perilaku subjek mengenai tindakan radikal.
Tindakan radikal dalam sinisme serta momen kekosongan terdapat pada perlakukan sebuah
subjek yang berlawanan dengan suatu hal yang diketahui dengan tidak menerima kenyataan yang
ada lalu meledak menjadi suatu plakuan yang diluar kesadaran seperti yang dilakukan tokoh Gus
Biru yang sebenarnya telah sah sebagai suami Alina tetapi masih tetap tidak menjalankan
kebajibannya dan malah mash tetap menjalin hubungan dengan Rengganis hingga akhirnya Gus
Birru merasakan kehilangan Alina dan mencarinya, Alina yang telah menyadari meskipun ia
diabaikan oelh Gus Birru ia tetap saja menjalankan kewajibannya sebagai istrinya hingga ia
berputus asa memiliki pemikiran untuk berpaling dari Gus Birr uke Kang Dharma hingga pergi
dan berbohong bahwa ia tidak pulang ke rumah orang tuanya tetapi beziarah ke Makam Sunan
Tembayat lalu ke rumah Mbah Kungnya tanpa sepengetahuan Kang Sarip, Kyai Hannan yang
selalu mengharapkan Gus Birru untuk meneruskan perjuangannya tetapi Gus Birru enggan, Bu
Nyai Hannan yang selalu mengingatkan Gus Birru untuk tidak pacarana karena Gus Birru sudah
disediakan jodohnya tetapi Gus Birru belum menerima perjodohannya. dan Rengganis yang diam-
diam masih mengharap perhatian Gus Birru meski telah sadar Gus Birru telah menikahi Alina.
serta Kang Dharma yang sebenarnya menyimpan perasaan kepada Alina dan menggatungkan
kebahagiaannya dalam memutuskan untuk menikah dengan memastkan Alina bahagia atau tidak
dengan Gus Birru dalam Novel Hati Suhita Karya Khilma Anis.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan subjek atau tokoh-tokoh antagonis
dengan tindakan radikalnya melalui Teori Zizek. Dengan teori Zizek dapat memudahkan peneliti
mengidentifikasi subjek dalam Novel Hati Suhita.
Penulis meyakini masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, namun dengan ini penulis
berharap dapat bermanfaat bagi pembaca dan berharap adanya penelitian serta kritik sastra lebih
lanjut terhadap penelitian ini.
Daftar Pustaka
Anis, Khilma. Hati Suhita. Yogyakarta: Telaga Aksara. 2019.
Akmal, Ramayda. Subjektivitas Pramoedya Ananta Toer dengan Novel Perburuan: Pendekatan
Psikoanalisis-Historis Slavoj Žižek. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada. 2012.
Campbell, David. Poststructuralism, in; Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.)
International Relations Theories. London: Oxford University Press. 2007.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2015
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2006.
Setiawan, Rahmat. Fantasi Ideologis dalam novel The White Tiger karya Aravind Adiga :
Perjumpaan Subjek-subjek Sastra melalui prespektif Slavoj Žižek. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. 2015.
Suwardi, Endraswara. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. 2008.
Zizek, Slavoj. Mapping Ideology. Cetakan Ke-19. London: Verso. 2008.

Anda mungkin juga menyukai