PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan hal yang tidak aneh lagi bagi kita. Dahulu, karya
sastra hanya dianggap sebagai karya sastra yang hanya dibaca saat
orang membutuhkannya. Namun, bagi orang yang mengerti, karya sastra
merupakan sesuatu yang harus digali secara dalam apa makna yang
terkandung didalamnya.
Sastra sebenarnya tidak dapat didefinisikan secara objektif (Gunatama,
2005:8). Hal ini mengembalikan definisi sastra kepada cara bagaimana
seseorang memilih untuk membaca, bukan kepada sifat-sifat karya
tertulis tersebut. Yang penting adalah bukan asal-usulnya, tetapi
bagaimana karya itu diperlukan manusia. Jika mereka memutuskan itu
sastra, jadilah karya itu sebagai sebuah karya sastra.
Membaca sebuah karya sastra, dalam hal ini cerita fiksi, pada hakikatnya
merupakan kegiatan apresiansi sastra secara langsung. Maksudnya
adalah : kegiatan memahami karya sastra dengan sungguh-sungguh
sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis yang baik
terhadap karya sastra tersebut ( Aminudin, 19953 : 35 ). Sastra, atau
kesusastraan, menurut Swingewood (dalam Faruk, 1994:39), merupakan
suatu rekonstruksi dunia dilihat dari sudut pandang tertentu yang
kemudian dimunculkan dalam produksi fiksional. Sastra merupakan
ekspresi pengarang yang bersifat estetis, imajinatif, dan integratif dengan
menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan amanat tertentu. Alnasr atau prosa adalah karya sastra yang menggambarkan pikiran dan
perasaan namun tidak terikat pada aturan bait dan rima (Syayib,
1964:328).
Dalam menganalisis sebuah karya sastra khususnya novel secara tidak
langsung, kita dapat memahami unsur-unsur yang mendukung sebuah
karya sastra tersebut. Misalnya unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Selain
itu, dengan menerapkan teori Robert Stanton kita mampu menelaah
sebuah karya sastra khususnya novel. Dengan mampu menelaah novel,
kita akan mampu dengan mudah memahami sebuah karya sastra. Kita
tidak hanya mengetahui jalan ceritanya saja, tetapi juga unsure-unsur
yang mendukungnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Novel sebagai salah satu hasil karya sastra sangat menarik untuk kita
ketahui dan pelajari. Di dalam novel kita akan menemukan beberapa
unsur yang membentuknya. Kita mengetahui bersama bahwa setiap karya
sastra selalu ada unsur yang membangunnya. Unsur-unsur tersebut
bersatu padu sehingga menghasilkan gabungan yang membentuk karya
sastra.
A.
Fakta Cerita
1.
Alur (Plot)
Novel Atheis secara umum memiliki alur sorot balik (flashback). Hal ini
terjadi karena pada bagian pertama disampaikan akhir dari cerita,
kemudian pada bagian kedua sampai terakhir dilakukan pengenangan dari
tokoh.
Cerita tersebut dimulai dengan penyelesaian kemudian dilanjutkan
dengan
paparan,
dari
paparan
kemudian
dilanjutkan
dengan
rumitan.Kemudian dari rumitan menuju klimaks dan dilanjutkan dengan
leraian.
Secara singkat ditinjau dari segi akhir cerita, dapat diceritakan plot atau
jalan cerita novel Atheis sebagai berikut bahwa alur yang digunakan
adalah alur terbuka.Hal ini kita ketahui setelah membaca novel tersebut,
ceritanya diakhiri dengan klimaks, tanpa penyelesaian. Dalam hal ini
penyelesaian diserahkan pada pembaca. Akhir dari novel ini kita sebagai
pembaca dituntut untuk mereka-reka atau menduga apa yang terjadi
setelah tokoh dari cerita tersebut meninggal. Kita dituntut untuk
menganalisa sendiri apakah yang akan terjadi dengan kehidupan dari
tokoh lain. Novel ini memberikan kepada kita kesempatan untuk merekareka atau menduga kelanjutannya, kita juga dapat memberikan gambaran
tentang cerita tersebut sampai akhir. Jadi secara keseluruhan akhir dari
cerita ini dapat ditentukan oleh pembaca.
Dari segi kuantitasnya novel Atheis beralur tunggal. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya sebuah plot utama. Plot yang dimaksud adalah
tentang keragu-raguan yang dimiliki oleh Hasan kkarena pengaruh
sahabat dan globalisasi. Dalam novel ini tersirat tentang perjalanan
manusia dalam mempertahankan keteguhannya terhadap agama.
Novel Atheis ditinjau dari segi kualitas cerita, memiliki alur rapat. Hal ini
kita temukan karena dalam cerita tersebut, alur yang telah ada tidak bisa
disisipi oleh alur lain
2.
a.
Tokoh
Penokohan
1)
Hasan
Rusli
Orangtua Hasan
Adalah orang tua yang sangat taat beragama, yang dengan tekun
mendidik Hasan terhadap pelajaran-pelajarann agama.Mereka sangat
menyayangi Hasan.Bagi mereka Hasan adalah segalanya dan harus
mendapat yang terbaik. Sejak kecil mereka te;lah mendidik Hasan untuk
menjadi orang yang baik dan berguna pada suatu saat. Mereka juga orang
tua yang sangat taat dan patuh terhadap perintah agama.Mereka hidup
dalam kesederhanaan, tetapi imannya terhadap agama sangat
tinggi.Mereka merupakan orang-orang yang saleh dan beriman.
4)
Rukmini
Rukmini adalah seorang perawan atau gadis yang sangat dicintai oleh
Hasan, namun Rukmini kemudian menikah dan menjadi istri seorang
saudagar di Jakarta.Dia adalah seorang gadis yang pintar dan juga baik
hati. Ilmu agamanya cukup tinggi dan juga seorang perempuan yang
saleh, Rukmini gadis yang pandai bergaul dan juga panda menjaga
perasaan orang lain.
5)
Kartini
Anwar
Siti
Siti adalah seorang babu yang soleha.Dia juga seorang babu yang
memiliki iman yang cukup kuat.Ia sangat pandai dalam mendongeng. Siti
merupakan seorang babu yang bisa mengerti tentang keadaan
Hasan.Semasa kecil, Hasan banyak meluangkan waktu bersama dengan
Siti.
8)
Nata
Nata adalah seorang jongos atau pembantu laki-laki. Nata sendiri adalah
suami dari Siti. Sama dengan Siti, Nata pun adalah seorang santri yang
cukup taat.Dalam hal ini nata merupakan seorang santri yang cukup
memiliki pikiran yang kritis tentang agama Islam.Nata merupaka sosok
suami yang memiliki tanggung jawab terhadap istri dan pekerjaan.
9)
Bung Parta
Bung Parta merupakan seorang tokoh yang cukup radikal dan memiliki
pengaruh yang besar. Dalam kehidupannya, ia sudah mengalami berbagai
kejadian yang membuat pengalamnnya bertambah.
10) Haji Dahlan
Haji Dahlan adalah seorang haji yang berasal dari banten.Nama aslinya
sebelum jadi haji adalah Wiranta.Haji Dahlan merupakan seorang haji
yang memiliki ilmu atau pandangan yang cukup luas tentang ajaran
agama Islam.
Haji Dahlan adalah seorang haji yang memiliki kemampuan dalam
berkotbah yang cukup baik.Beliau mampu menyampaikan ajaran-ajaran
agama Islam melalui perbandingan-perbandingan atau contoh-conntoh.
Dengan contoh-contoh tersebut, orang yang diajak berbicara lebih cepat
mengerti tentang apa yang disampaikan. Haji Dahlan merupakan seorang
haji yang cukup baik, karena telah mau memberikan nasehat kepada
orang lain tentang ajaran agama.
3.
Latar (Setting)
Untuk mengetahui ketapatan latar dalam sebuah karya dapat dilihat dari
beberapa indikator. Abrams (Gunatama, 2005:84) menyebutkan tiga
indikator yang meliputi, yakni (1) general locale, (2) historycal time, (3)
social cirxumstances. Menurut Toda (1984:41) bahwa latar itu adalah
suatu kejadiaan terjadi yang dikenal sebagai ruang tokoh-tokoh
melandaskan laku. Dan latar yang berupa alam dapat berfungsi dari
keinginan manusia (Gunatama, 2005:84)
Latar Tempat
Latar ini berhubungan dengan masalah tempat suatu cerita terjadi. Wujud
latar ini secara konkrit menampilkan (1) latar tempat di luar rumah, dan
(2) latar tempat di dalam rumah. Kedua latar ini melingkupi pelaku atau
tempat terjadinya peristiwa ataupun tempat terjadinya peristiwa ataupun
seluruh cerita. ; lingkungan kehidupa, misalnya lingkungan sekolah, dan
lingkungan pabrik ; sistem kehidupan, misalnya kehidupan perguruan
tinggi ada rektor, dekan, dosen, dan mahasiswa ; alat-alat atau benda,
misalnya di pabrik ada mesin dan lori ; dan watak terjadinya peristiwa,
misalnya pagi, siang, sore, bulan agustus, dan musim kemarau.
1)
b)
Tasik Malaya, Tempat sekolah Hasan, yaitu sekolah HIS bersama
dengan Rusli.
c)
2)
Latar waktu bagian hari adalah latar waktu terjadinya peristiwa pada
bagian dari hari, baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Dalam novel
ini ditampilkan latar waktu yang berupa bagian dari hari berikut ini.
Penanda waktu yang merupakan bagian dari hari seperti,
- malam itu
- maghrib menyambut
- tepat jam setengah lima
- jam satu siang lebih
Penanda waktu tersebut menggambarkan waktu atau kejadian yang
terjadi tidak lebih dari sehari. Kejadian ini terjadi sebagai bagian dari
waktu.
2)
Latar waktu bagian dari minggu, bulan, dan tahun pada novel tersebut
adalah sebagai berikut.
- tiga malam
- suatu hari
- hari Rabu dan Kamis
- hari Sabtu
- seminggu
- sebulan
- Oktober
- Februari
- Maret
- April
- Mei
Sarana Cerita
1.
Gaya (style)
Simile (perumpamaan)
Hiperbola
C.
Tema
Tema Minor
Dalam novel Atheis yang merupakan tema minor adalah masalah etika
dan agama. Dalam novel ini kita menemukan adanya pertentangan etika
dan masalah agama antar tokoh-tokohnya. Disatu sisi Hasan yang
memiliki etika yang baik harus bergaul dengan Kartini dan Anwar yang
memiliki etika yang kurang baik. Dalam novel ini kita mengetahui
bagaimana keteguhan hati dan etika Anwar bisa berubah karena
pengaruh dari tokoh Kartini dan Anwar. Walau pada akhrinya Hasan mulai
sadar akan kekeliruannya, tapi semua itu sudah terlambat. Hasan sudah
terlanjur menyakiti hati kedua orangtuamya, dan samapi akhir hayatnya
Hasan tidak memperoleh maaf dari ayahnya. Agama juga merupakan hal
yang sangat penting dan dijadikan tema minor dalam novel ini. Agama
sebagai suatu kepercayaan dan tatanan kehidupan harus berubah dari
Tema Mayor
Tema mayoradalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan
umum atau makna-makna tambahan yang mempertegasakan eksistensi
makna karya itu. Penafsiran harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang
ada. Fakta-fakta itu secara keseluruhan dapat membangun cerita.
Dalm novel ini yang merupakan tema mayor adalah tentang kehidupan
agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengahsetengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun
pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota besar.
BAB III
PENUTUP
Alurnovel Atheis karya Achdiat K. Mihardja menggunakan alur sorot balik
(flashback). Hal ini terjadi karena pada bagian pertama disampaikan akhir
dari cerita, kemudian pada bagian kedua sampai terakhir dilakukan
pengenangan dari tokoh.Tokoh utamanya adalah Hasan, seorang pemuda
berpendidikan yang awalnya begitu lekat dengan kehidupan agama
karena memang didikan agama yang baik dari kedua orangtuanya.Namun
dalam perkembangannya, setibanya dikota Bandung, kehidupan Hasan
mulai berubah menjadi orang yang setengah-setengah terhadap
agamanya.Latarnya sebagian besar adalah lingkungan rumah tinggal
Hasan maupun rumah Kartini. Gaya bahasa yang digunakan novel
tersebut berkisar pada gaya bahasa simile (perumpamaan), metonimia,
dan gaya bahasa hiperbola.Temanya adalah bagaimana kehidupan
agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengahsetengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun
pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota
besar.
Keunggulan novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja banyak mengandung
pesan-pesan moral dan pendidikan yang setidaknya bisa dijadikan
panutan oleh para pembaca novel tersebut selain itu, juga terletak pada
jalan cerita yang menarik dan sulit ditebak sehingga pembaca akan
merasa tertarik untuk membaca halaman demi halaman. Selain itu, novel
ini menggunakan bahasa yang cukup komunikatif sehingga mudah
dipahami maknanya. Kelemahan dalam novel Atheis karya Achdiat K.
Mihardja adalah terlalu banyaknya alur sampingan yang disisipkan
sehingga akan membingungkan pembaca. Di samping itu juga banyak
terdapat kesalahan pemakaian tanda baca dan pemakaian kata yang
kurang tepat.
Dalam menganalisis novel Atheis tentunya kita memerlukan
pemahaman tehadap karya sastra itu sendiri. Dengan menggunakan
beberapa teori atau pendekatan tertentu kita mampu untuk menganalisis
suatu karya sastra dengan mencermati dan merasakan secara mendalam
unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Menganalisis
sebuah karya sastra khususnya Novel, kita tidak cukup hanya
menggunakan satu teori atau pendekatan saja. Ada baiknya kita
menggunakan beberapa buah teori atau pendekatn yang masih relevan
sebagai bahan perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA