Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan hal yang tidak aneh lagi bagi kita. Dahulu, karya
sastra hanya dianggap sebagai karya sastra yang hanya dibaca saat
orang membutuhkannya. Namun, bagi orang yang mengerti, karya sastra
merupakan sesuatu yang harus digali secara dalam apa makna yang
terkandung didalamnya.
Sastra sebenarnya tidak dapat didefinisikan secara objektif (Gunatama,
2005:8). Hal ini mengembalikan definisi sastra kepada cara bagaimana
seseorang memilih untuk membaca, bukan kepada sifat-sifat karya
tertulis tersebut. Yang penting adalah bukan asal-usulnya, tetapi
bagaimana karya itu diperlukan manusia. Jika mereka memutuskan itu
sastra, jadilah karya itu sebagai sebuah karya sastra.
Membaca sebuah karya sastra, dalam hal ini cerita fiksi, pada hakikatnya
merupakan kegiatan apresiansi sastra secara langsung. Maksudnya
adalah : kegiatan memahami karya sastra dengan sungguh-sungguh
sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis yang baik
terhadap karya sastra tersebut ( Aminudin, 19953 : 35 ). Sastra, atau
kesusastraan, menurut Swingewood (dalam Faruk, 1994:39), merupakan
suatu rekonstruksi dunia dilihat dari sudut pandang tertentu yang
kemudian dimunculkan dalam produksi fiksional. Sastra merupakan
ekspresi pengarang yang bersifat estetis, imajinatif, dan integratif dengan
menggunakan medium bahasa untuk menyampaikan amanat tertentu. Alnasr atau prosa adalah karya sastra yang menggambarkan pikiran dan
perasaan namun tidak terikat pada aturan bait dan rima (Syayib,
1964:328).
Dalam menganalisis sebuah karya sastra khususnya novel secara tidak
langsung, kita dapat memahami unsur-unsur yang mendukung sebuah
karya sastra tersebut. Misalnya unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Selain
itu, dengan menerapkan teori Robert Stanton kita mampu menelaah
sebuah karya sastra khususnya novel. Dengan mampu menelaah novel,
kita akan mampu dengan mudah memahami sebuah karya sastra. Kita
tidak hanya mengetahui jalan ceritanya saja, tetapi juga unsure-unsur
yang mendukungnya.

BAB II
PEMBAHASAN
Novel sebagai salah satu hasil karya sastra sangat menarik untuk kita
ketahui dan pelajari. Di dalam novel kita akan menemukan beberapa
unsur yang membentuknya. Kita mengetahui bersama bahwa setiap karya
sastra selalu ada unsur yang membangunnya. Unsur-unsur tersebut
bersatu padu sehingga menghasilkan gabungan yang membentuk karya
sastra.
A.

Fakta Cerita

1.

Alur (Plot)

Novel Atheis secara umum memiliki alur sorot balik (flashback). Hal ini
terjadi karena pada bagian pertama disampaikan akhir dari cerita,
kemudian pada bagian kedua sampai terakhir dilakukan pengenangan dari
tokoh.
Cerita tersebut dimulai dengan penyelesaian kemudian dilanjutkan
dengan
paparan,
dari
paparan
kemudian
dilanjutkan
dengan
rumitan.Kemudian dari rumitan menuju klimaks dan dilanjutkan dengan
leraian.
Secara singkat ditinjau dari segi akhir cerita, dapat diceritakan plot atau
jalan cerita novel Atheis sebagai berikut bahwa alur yang digunakan
adalah alur terbuka.Hal ini kita ketahui setelah membaca novel tersebut,
ceritanya diakhiri dengan klimaks, tanpa penyelesaian. Dalam hal ini
penyelesaian diserahkan pada pembaca. Akhir dari novel ini kita sebagai
pembaca dituntut untuk mereka-reka atau menduga apa yang terjadi
setelah tokoh dari cerita tersebut meninggal. Kita dituntut untuk
menganalisa sendiri apakah yang akan terjadi dengan kehidupan dari
tokoh lain. Novel ini memberikan kepada kita kesempatan untuk merekareka atau menduga kelanjutannya, kita juga dapat memberikan gambaran
tentang cerita tersebut sampai akhir. Jadi secara keseluruhan akhir dari
cerita ini dapat ditentukan oleh pembaca.
Dari segi kuantitasnya novel Atheis beralur tunggal. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya sebuah plot utama. Plot yang dimaksud adalah
tentang keragu-raguan yang dimiliki oleh Hasan kkarena pengaruh
sahabat dan globalisasi. Dalam novel ini tersirat tentang perjalanan
manusia dalam mempertahankan keteguhannya terhadap agama.

Novel Atheis ditinjau dari segi kualitas cerita, memiliki alur rapat. Hal ini
kita temukan karena dalam cerita tersebut, alur yang telah ada tidak bisa
disisipi oleh alur lain
2.

Tokoh dan Penokohan

a.

Tokoh

Tokoh-tokoh dalam karya fiksi merupakan tokoh-tokoh rekaan.Tokoh-tokoh


dalam sebuah cerita tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi
juga berperan untuk menyampaikan ide, motif atau tema. Semakin
berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-analisa merupakan satu alasan
penting peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh
pengarang (Sumardjo,1986:63). Koflik-konflik yang terdapat dalam suatu
cerita yang mendasari terjalinnya suatu plot, pada dasarnya tidak dapat
dilepaskan dari tokoh-tokohnya, baik yang bersifat protagonis maupun
antagonis. Pada dasarnya tokoh dalam sebuah cerita dibagi menjadi dua
jenis, yakni (1) tokoh utama, (2) tokoh bawahan.Tokoh utama senantiasa
berhubungan dalam setiap peristiwa dalam cerita (Stanton, 1984:17).
Tokoh bawahan menurut Griemes (dalam Gunatama, 2005:78) merupakan
tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya
sangat diperlukan untuk menunjang tokoh utama
Dalam novel Atheis yang berperan sebagai tokoh utama adalah (1)
Hasan dan (2) Kartini.Kedua tokoh ini dalam roaman atheis senantiasa
hadir dalam setiap kejadian atau peristiwa. Sedangkan yang berperan
sebagai tokoh adalah (1) Rusli, (2) Raden Wiradikrama dan istrinya (orang
tua Hasan), (3) Rukmini, (4) Anwar, (5) Haji Dahlan, (6) bung Parta, (7)
Nata, dan (8) Sitis.
b.

Penokohan

Penokohan merupakan satu bagian penting dalm membangun sebuah


cerita. Penggambaran tokoh suatu cerita rekaan dapat ditampilkan
dengan berbagai cara (Tasrif dalam Gunatama, 2005 :78), diantaranya (1)
phisycal description, (2) potrayal of thoughstream of councious thought,
(3) reaction to event, (4) direct author analysis, (5) discussion of
envirounment, (6) reaction of others of character, dan (7) conversation of
other about character.Penokohan berperan dalam menampilkan
keseluruhan ciri atau watak seseorang tokoh melalui suatu percakapan
(dialog) dan tingkah laku (action).Selain istilah perwatakan, digunakan
dalam cerita, juga sering digunakan istilah watak tokoh dalam suatu
cerita.
Dalam novel Atheis terdapat beberapa tokoh serta karakteristiknya,
seperti :

1)

Hasan

Seorang pemuda berpendidikan yang awalnya begitu lekat dengan


kehidupan agama karena memang didikan agama yang baik dari kedua
orangtuanya.Namun dalam perkembangannya, setibanya dikota Bandung,
kehidupan Hasan mulai berubah menjadi orang yang setengah-setengah
terhadap agamanya.Hasan semasa kecilnya adalah seorang anak yang
penurut. Dia termasuk anak yang baik,karena sejak kecil sudah diajarkan
sembahyang dan ilmu agama yang baik. Hasan juga telah dididik dengan
budi pekerti yang luhur.
2)

Rusli

Seorang pemuda teman Hasan yang telah sangat terpengaruh oleh


kehidupan kota besar. Dan dia inilah yang mempengaruhi kehidupan
Hasan.Rusli merupakan orang yang modern kehidupannya.Dunia barat
dan globalisasi telah mempengaruhi kehidupan dan pola pikirnya.Rusli
merupakan seorang pemuda yang cukup ulet dan semangatnya berkobarkobar untuk mengikuti pergerakan.Sifat ini memang sudah ada sejak Rusli
masih kecil.Rusli tidak pernah menjalankan sembahyang dengan
baik.Rusli termasuk anak yang nakal karena kuang mendapat perhatian
dari orang tuanya.
3)

Orangtua Hasan

Adalah orang tua yang sangat taat beragama, yang dengan tekun
mendidik Hasan terhadap pelajaran-pelajarann agama.Mereka sangat
menyayangi Hasan.Bagi mereka Hasan adalah segalanya dan harus
mendapat yang terbaik. Sejak kecil mereka te;lah mendidik Hasan untuk
menjadi orang yang baik dan berguna pada suatu saat. Mereka juga orang
tua yang sangat taat dan patuh terhadap perintah agama.Mereka hidup
dalam kesederhanaan, tetapi imannya terhadap agama sangat
tinggi.Mereka merupakan orang-orang yang saleh dan beriman.
4)

Rukmini

Rukmini adalah seorang perawan atau gadis yang sangat dicintai oleh
Hasan, namun Rukmini kemudian menikah dan menjadi istri seorang
saudagar di Jakarta.Dia adalah seorang gadis yang pintar dan juga baik
hati. Ilmu agamanya cukup tinggi dan juga seorang perempuan yang
saleh, Rukmini gadis yang pandai bergaul dan juga panda menjaga
perasaan orang lain.
5)

Kartini

Seorang perempuan modern, yang selanjutnya menjadi kekasih dari


Hasan.Kartini merupakan seorang perempuan yang sangat modern.Hal ini
karena pengaruh perkembangan zaman dan pergaulan Kartini yang
sangat luas.Kartini merupakan seorang perempuan yang modern dan
dinamis.Tingkah lakunya memang banyak terpengaruh dengan kehidupan
modern.Namun kemodernan Kartini masih tetap sederhana dan
menambah kecantikannya.
6)

Anwar

Anwar seorang pemuda anarkis, yang begitu mempengaruhi kehidupan


Hasan.Anwar seorang pemuda yang begitu kental dengan kehidupan
pergerakan.Ia merupakan tokoh pemuda yang cukup berpengalaman
dengan dunia pergerakan. Selain itu anwar juga merupakan seorang
pemuda yang selalu ingin diperhatikan oleh orang lain. Dia adalah
seorang anarkis yang selalu ingin menjadi pusat perhatian. Dari kutipan
tersebut, kita juga mengetahui bahwa anwar adalah seorang yang suka
mencari muka dihadapan orang lain. Dan satu hal yang lain, adalah
bahwa Anwar orang yang cukup rakus dan suka makan.
7)

Siti

Siti adalah seorang babu yang soleha.Dia juga seorang babu yang
memiliki iman yang cukup kuat.Ia sangat pandai dalam mendongeng. Siti
merupakan seorang babu yang bisa mengerti tentang keadaan
Hasan.Semasa kecil, Hasan banyak meluangkan waktu bersama dengan
Siti.
8)

Nata

Nata adalah seorang jongos atau pembantu laki-laki. Nata sendiri adalah
suami dari Siti. Sama dengan Siti, Nata pun adalah seorang santri yang
cukup taat.Dalam hal ini nata merupakan seorang santri yang cukup
memiliki pikiran yang kritis tentang agama Islam.Nata merupaka sosok
suami yang memiliki tanggung jawab terhadap istri dan pekerjaan.
9)

Bung Parta

Bung Parta adalah seorang tokoh pergerakan. Ia sangat pandai


menyampaikan atau mengemukakan gagasan tentang dunia pergerakan.
Dalam
menyampaikan pandangan-pandangannya
itu,
ia
sering
menggunakan lelucon untuk lebih meresap apa yang disampaikannya itu,
sehingga lebih mudah diterima oleh pendengarnya.

Bung Parta merupakan seorang tokoh yang cukup radikal dan memiliki
pengaruh yang besar. Dalam kehidupannya, ia sudah mengalami berbagai
kejadian yang membuat pengalamnnya bertambah.
10) Haji Dahlan
Haji Dahlan adalah seorang haji yang berasal dari banten.Nama aslinya
sebelum jadi haji adalah Wiranta.Haji Dahlan merupakan seorang haji
yang memiliki ilmu atau pandangan yang cukup luas tentang ajaran
agama Islam.
Haji Dahlan adalah seorang haji yang memiliki kemampuan dalam
berkotbah yang cukup baik.Beliau mampu menyampaikan ajaran-ajaran
agama Islam melalui perbandingan-perbandingan atau contoh-conntoh.
Dengan contoh-contoh tersebut, orang yang diajak berbicara lebih cepat
mengerti tentang apa yang disampaikan. Haji Dahlan merupakan seorang
haji yang cukup baik, karena telah mau memberikan nasehat kepada
orang lain tentang ajaran agama.
3.

Latar (Setting)

Untuk mengetahui ketapatan latar dalam sebuah karya dapat dilihat dari
beberapa indikator. Abrams (Gunatama, 2005:84) menyebutkan tiga
indikator yang meliputi, yakni (1) general locale, (2) historycal time, (3)
social cirxumstances. Menurut Toda (1984:41) bahwa latar itu adalah
suatu kejadiaan terjadi yang dikenal sebagai ruang tokoh-tokoh
melandaskan laku. Dan latar yang berupa alam dapat berfungsi dari
keinginan manusia (Gunatama, 2005:84)
Latar Tempat
Latar ini berhubungan dengan masalah tempat suatu cerita terjadi. Wujud
latar ini secara konkrit menampilkan (1) latar tempat di luar rumah, dan
(2) latar tempat di dalam rumah. Kedua latar ini melingkupi pelaku atau
tempat terjadinya peristiwa ataupun tempat terjadinya peristiwa ataupun
seluruh cerita. ; lingkungan kehidupa, misalnya lingkungan sekolah, dan
lingkungan pabrik ; sistem kehidupan, misalnya kehidupan perguruan
tinggi ada rektor, dekan, dosen, dan mahasiswa ; alat-alat atau benda,
misalnya di pabrik ada mesin dan lori ; dan watak terjadinya peristiwa,
misalnya pagi, siang, sore, bulan agustus, dan musim kemarau.
1)

Latar tempat di luar rumah

Novel Atheis secara umum dapat menggambarkan pergerakan tokoh


Hasan, atau perpindahan yang dilakukan. Semasa kecilnya, Hasan tinggal
bersama kedua orangtuanya di Panyandaran. Ini berlangsung dari kecil

sampai siap bersekolah. Setelah bersekolah, Hasan pendah ke Tasik


Malaya, tepatnya ia bersekolah di HIS. Disinilah ia mulai bertemu dengan
Rukmini, dan mulai menjalin perasaan cinta. Disini pula Hasan dan Rusli
bersekolah bersama. Enam tahun mereka bersekolah disini. Seytelah
tamat sekolah HIS, Hasan kembali ke panyadaran. Ia dan Kartini bersama
dengan Rusli kembali ke kampung. Tapi setelah itu, Hasan mendapat
pekerjaan di Bandung, kemudian ia pun pergi ke Bandung untuk bekerja.
Berikut ini adalah diagram yang menyatakan latar dari novel Atheis.
a)
Panyandaran,Kampung tempat tinggal Hasan beserta kedua orang
tuanya

b)
Tasik Malaya, Tempat sekolah Hasan, yaitu sekolah HIS bersama
dengan Rusli.
c)

Bandung,Tempat kerja Hasan setelah lulus sekolah

2)

Latar tempat di dalam rumah

Latar tempat di dalam rumah dapat diamati melalui peristiwa-peristiwa


yang terjadi di dalam rumah. Gambaran latar di dalam rumah dapat di
temukan di rumah Hasan (di penyendaraan), rumah Hasan (di Bandung),
rumah Rusli kebon mangga 11.
Berikut adalah kutipan yang berlatar tempat di rumah Hasan di
penyandaraan.
ibu didapur segera diberi tahu tentang niatku itu. Maka berlinaglah air
mata ibuku.. syukurlah anakku.
Aku tertunduk haru, terasa tangan yang terletak di atas bahuku bergetar,
dan begitu juga suaranya. (Atheis, hal 26)
tiga malam haji dahlan menginap di rumah orang tuaku. Pada hari
kedua, sepulang berjumat di masjid. Sambil duduk-duduk dan minumminum di tengah rumah . (Atheis, hal 17)
Selain dari pada itu banyak aku diberi dongeng tentang surga dan
neraka. Dan biasanya ibu mendongeng itu sambil berbaring-baring dalam
tempat tidur, sebelum aku tidur. Ia berbaring di sampingku, setengah
memeluk aku. Dan aku menengadah dengan mataku lurus melihat ke
para-para tempat tidur seperti melihat layar bioskop. (Atheis, hal 21)

Ah saudara, silakan masuk, saudara rusli menegurku dengan ramah


ketika dilihatnya aku masuk halaman menyandarkan sepeda pada
tembok.
Sepedanya dikunci saja bung.
Pintu menggerit dibuka oleh rusli. Aku masuk.
Silakan duduk bung.
Nampaknya rusli belum mandi.kulit mukanya seperti orang jepang.
(Atheis, hal 34)
Di kamarku ada kaca besar, kata rusli
Boleh saya tanya kartini bangkit
Tentu saja, kenapa tidak boleh! Tak usah kuhantarkan toh? sahut rusli
berolok-olok.
aku suda besar. Tahu jalan. Jangan takut, takan tersesat jawab kartini
tertawa sambil menghilang ke dalam kamar. (Atheis, hal 41)
Biar bi, saya tunggu bibi saja, sahutku melangkah ke sebuah kursi malas
di sudut serambi tengah.
Dengan lesu kehempaskan diri ke atas kursi malas itu. Berbaring
mengadah ke para-para dengan berbantal tangan. Cecak-cecak bekejarkejaran. Bercerecak suaranya. Ada yang berebut-rebutan nyamuk atau
kupu-kupu kecil, ada juga yang bercumbu-cumbuan. Seakan-akan cecakcecak itu sengaja mau memperingatkan aku kepada dua hal atau soal
hidup yang terdapat serentak di muka mataku. Mempertahankan hidup
diri sendiri dan mempertahankan hidup sejenis. (atheis, hal 48)
Dari kamar makan aku terus saja masuk kekamar tidur. Lampu kunyalakan
sebab terasa belum ngantuk. Kusiakkan kelambu, sebab ingin berbaringbaring sambil merokok. Enak merokok sesudah makan. Padahal aku tidak
boleh banyak merokok.
(Atheis, hal 50)
Pada kutipan pertama menggambarkan latar didalam rumah Hasan.
Dalam kutipan tersebut kita bisa melihat bahwa latar belakang yang
digunakan adalah dapur. Latar tempat ini menggambarkan watak dari ibu
Hasan yang sangat begitu mencintai anaknya, dan sangat sayang kepada
Hasan. Latar tersebut juga menggambarkan suasana keharuan yang
sangat mendalam.

Kutipan kedua berlatar tempat di rumah tengah atau ruang tengah. Di


ruang tengah terjadi pembicaraan antara Haji Dahlan dengan ayah, ibu
serta Hasan. Pada saat ini haji dahlan sedang memberikan ceramah
tentang ajaran agama. Di dalam latar tersebut juga terlihat adanya
suasana keakraban antara keluarga Hasan dengan Haji Dahlan.
Kutipan ketiga juga menggambarkan suasana rumah Hasan, tepatnya
mengambil latar belakang di kamar tidur Hasan, tepatnya di tempat tidur
Hasan. Latar ini juga menggambarkan suasana ke ibuan yang sangat
tinggi. Rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang sangat
dicintainya. Latar ini juga memberikan kita gambaran bahwa seorang ibu
selalu ingin memberikan yang terbaik kepada anaknya. Begitu juga yang
dilakukan oleh ibu Hasan. Dengan memberikan dongeng-dongeng tentang
moral, ia mengharapkan anaknya menjadi orang yang baik dan bermoral.
Pada kutipan keempat, menggambarkan tentang rumah Rusli. Latar ini
mengambil latar belakang ruang tengah rumah Rusli. Latar ini terjadi pada
saat hasan untuk pertama kalinya berkunjung ke rumah Rusli. Dalam latar
ini menggambarkan suasana keakraban dan keramahan Rusli.
Kutipan kelima juga menggambarkan rumah Rusli. Latar blakang tempat
ini adalah kamar tidur Rusli yang berisi cermin besar. Latar ini
menggambarkan bagaimana keadaan rumah Rusli, khusunya kamar tidur
yang berisi cermin yang besar. Latar ini menggambarkan keramahan Rusli
terhadap Kartini. Pada saat kartini ingin merperbaiki make upnya, Rusli
mempersilahkan ke kamarnya.
Berbeda dengan kutipan kelima, kutipan keenam mengambil latar di
rumah kos-kosan Hasan. Latar belakang peristiwa ini terjadi di ruang
tengah ketika Hasan hendak makan. Latar ini menggambarkan bagaimana
suasana ruang tengah yang terdapat sebuah kursi malas di sudut
ruangan. Selain itu, latar ini juga menggambarkan suasana hati Hasan
yang sangat kacau. Rasa malasnya menggerogoti Hasan.
Kutipan ketujuh menggambarkan latar di rumah Hasan, yang menjadi
latar belakangnya adalah kamar tidur hasan. Kutipan ini menggambarkan
bagaimana keadaan tempat tidur Hasan, yabng memiliki kelambu. Latar
ini juga menggambarkan keresahan hati Hasan. Hasan memikirkan
masalah yang cukup berat.
Latar Waktu
Latar waktu selalu berkaitan dengan saat berlangsung suatu cerita. Oleh
karena itu, waktu sangat penting dalam suatu cerita karena tidak mungkin
ada rentetan peristiwa tanpa hadirnya sang waktu (Wellek dan Austin

Varrren, 1956:223). Itulah sebabnya karya sastra termasuk seni waktu


(time art)
1)

Latar Waktu Bagian Hari

Latar waktu bagian hari adalah latar waktu terjadinya peristiwa pada
bagian dari hari, baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Dalam novel
ini ditampilkan latar waktu yang berupa bagian dari hari berikut ini.
Penanda waktu yang merupakan bagian dari hari seperti,
- malam itu
- maghrib menyambut
- tepat jam setengah lima
- jam satu siang lebih
Penanda waktu tersebut menggambarkan waktu atau kejadian yang
terjadi tidak lebih dari sehari. Kejadian ini terjadi sebagai bagian dari
waktu.
2)

Latar Waktu Bagian Dari Minggu, Bulan, Dan Tahun

Latar waktu bagian dari minggu, bulan, dan tahun pada novel tersebut
adalah sebagai berikut.
- tiga malam
- suatu hari
- hari Rabu dan Kamis
- hari Sabtu
- seminggu
- sebulan
- Oktober
- Februari
- Maret
- April
- Mei

Kata-kata tersebut merupakan identitas yang sangat menentukan kapan


terjadinya sebuah peristiwa. Kata-kata tiga malam, suatu hari, hari Rabu
dan Kamis, dan hari Sabtu menunjukan bahwa peristiwa tersebut terjadi
pada latar waktu yang merupakan bagian dari hari. Sedangkan kata
seminggu, menunjukan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada latar yang
merupakan bagian dari bulan. Sementara kata-kata seperti sebulan,
Oktober, Februari, Maret, April, dan Mei merupakan kata-kata yang
menunjukan bahwa sebuah peristiwa terjadi pada latar waktu yang
merupakan bagian dari tahun.
B.

Sarana Cerita

1.

Pusat Pengisahan atau Sudut Pandang

Dalam novel Atheis, sudut pandang yang digunakan adalah sudut


pandang yang digunakan adalah metode orang pertama sertaan.Hal ini
kita temukan dalam novel Atheis, yaitu penggambaran tokoh
menggunakan kata aku.Cerita ini sungguh membingungkan bila kita tidak
membacanya dengan sungguh-sungguh.Cerita ini megisahkan tentang
Hasan.Kisahnya ini dikarang oleh Hasan sendiri dan disampaikan kepada
penulis. Jadi dengan melihat kenyataan tersebut, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa pengarang menyampaikan cerita dari orang lain..
2.

Gaya (style)

Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam karyanya. Ide


dan perasaan sering tampak nyata seperti fakta fisikal meskipun tidak
tampak dan tidak dapat diraba. Dalam karya sastra salah satu cara untuk
membuatnya seperti nyata ialah dengan menggunakan simbol sehingga
ide dan perasaan itu dapat mudah diterima dalam angan-angan
pembacanya.
Novel ini banyak menggunakan gaya bahasa perbandingan. Hal ini terlihat
dari beberapa kalimat yang digunakan yaitu membandingkan sesuatu
dengan orang.Misalnya saja kita temui pada kalimat Banyak lagi kalimat
yang menggunakan majas perbandingan.Sehingga novel ini sangat
menarik dan indah untuk dibaca.
a.

Simile (perumpamaan)

Simile atau perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada


hakikatnya berlainan, tetapi sengaja dianggap sama. Pada novel Atheis
karya Achdiat K. Mihardja, gaya bahasa ini terlihat pada dialog-dialog
antartokoh. Petikan dialognya sebagai berikut.

rupanya perkataan ayah itu laksana jari yang melepaskan cangkolan


gramopon yang baru diputar . (Atheis, hal 17)
orang yang banyak dosanya di dunia ini akan merangkak-rangkak seperti
siput di ata seutas benang yang tajam. (Atheis, hal17)
b.

Hiperbola

Hiperbola adalah majas yang mengandung suatu pernyataan yang


berlebih-lebihan.Maksudnya adalah untuk memberikan penekanan pada
suatu pernyataan atau untuk memperhebat, mengingatkan kesan,
menarik perhatian, dan sebagainya.
semua kelihatannya sangat lesu, serupa dengan onggokan daging juga
yang tak berdaya apa-apa.(Atheis, hal 7)
Aku agak malu, terasa darah membakar telinga itu. Hidung bergerak tak
normal. (Atheis, hal 42)

C.

Tema

Dalam novel Atheis karangan Achdiat K. Mihardja yang dijadikan sebagai


tema adalah tentang kehidupan sosial masyarakat. Dalam novel Atheis
ini, hal yang paling mendasar yang dijadikan sebagai tema adalah cerita
tentang bagaimana kehidupan agama seseorang yang pengangkapan
agamanya selalu setengah-setengah, baik karena pendidikan agamanya
yang lemah maupun pengaruh kehidupan modern yang menjadi
lingkungan sebuah kota besar. Tema dalam novel ini sungguh sangat
memikat dan pantas kalau novel ini menjadi salah satu bacaan wajib bagi
pelajar dan mahasiswa.
1.

Tema Minor

Dalam novel Atheis yang merupakan tema minor adalah masalah etika
dan agama. Dalam novel ini kita menemukan adanya pertentangan etika
dan masalah agama antar tokoh-tokohnya. Disatu sisi Hasan yang
memiliki etika yang baik harus bergaul dengan Kartini dan Anwar yang
memiliki etika yang kurang baik. Dalam novel ini kita mengetahui
bagaimana keteguhan hati dan etika Anwar bisa berubah karena
pengaruh dari tokoh Kartini dan Anwar. Walau pada akhrinya Hasan mulai
sadar akan kekeliruannya, tapi semua itu sudah terlambat. Hasan sudah
terlanjur menyakiti hati kedua orangtuamya, dan samapi akhir hayatnya
Hasan tidak memperoleh maaf dari ayahnya. Agama juga merupakan hal
yang sangat penting dan dijadikan tema minor dalam novel ini. Agama
sebagai suatu kepercayaan dan tatanan kehidupan harus berubah dari

norma-norma yang sudah digariskan. Kita menemukan bagaimana


keragu-raguan Hasan menghadapi pengaruh globalisasi dan pengaruh
dari lingkungan sekitarnya. Novel ini menggambarkan kekuatan iman
Hasan harus goyah karena pengaruh dari teman-temanya, yaitu Anwar
dan Kartini.
2.

Tema Mayor

Tema mayoradalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan
umum atau makna-makna tambahan yang mempertegasakan eksistensi
makna karya itu. Penafsiran harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang
ada. Fakta-fakta itu secara keseluruhan dapat membangun cerita.
Dalm novel ini yang merupakan tema mayor adalah tentang kehidupan
agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengahsetengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun
pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota besar.

BAB III
PENUTUP
Alurnovel Atheis karya Achdiat K. Mihardja menggunakan alur sorot balik
(flashback). Hal ini terjadi karena pada bagian pertama disampaikan akhir
dari cerita, kemudian pada bagian kedua sampai terakhir dilakukan
pengenangan dari tokoh.Tokoh utamanya adalah Hasan, seorang pemuda
berpendidikan yang awalnya begitu lekat dengan kehidupan agama
karena memang didikan agama yang baik dari kedua orangtuanya.Namun
dalam perkembangannya, setibanya dikota Bandung, kehidupan Hasan
mulai berubah menjadi orang yang setengah-setengah terhadap
agamanya.Latarnya sebagian besar adalah lingkungan rumah tinggal
Hasan maupun rumah Kartini. Gaya bahasa yang digunakan novel
tersebut berkisar pada gaya bahasa simile (perumpamaan), metonimia,
dan gaya bahasa hiperbola.Temanya adalah bagaimana kehidupan
agama seseorang yang pengangkapan agamanya selalu setengahsetengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun
pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota
besar.
Keunggulan novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja banyak mengandung
pesan-pesan moral dan pendidikan yang setidaknya bisa dijadikan
panutan oleh para pembaca novel tersebut selain itu, juga terletak pada

jalan cerita yang menarik dan sulit ditebak sehingga pembaca akan
merasa tertarik untuk membaca halaman demi halaman. Selain itu, novel
ini menggunakan bahasa yang cukup komunikatif sehingga mudah
dipahami maknanya. Kelemahan dalam novel Atheis karya Achdiat K.
Mihardja adalah terlalu banyaknya alur sampingan yang disisipkan
sehingga akan membingungkan pembaca. Di samping itu juga banyak
terdapat kesalahan pemakaian tanda baca dan pemakaian kata yang
kurang tepat.
Dalam menganalisis novel Atheis tentunya kita memerlukan
pemahaman tehadap karya sastra itu sendiri. Dengan menggunakan
beberapa teori atau pendekatan tertentu kita mampu untuk menganalisis
suatu karya sastra dengan mencermati dan merasakan secara mendalam
unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Menganalisis
sebuah karya sastra khususnya Novel, kita tidak cukup hanya
menggunakan satu teori atau pendekatan saja. Ada baiknya kita
menggunakan beberapa buah teori atau pendekatn yang masih relevan
sebagai bahan perbandingan.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjana, Andre.1985 . Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta : PT


Gramedia
Mihardja. K, Achdiat. 1994. ATHEIS. Jakarta : Balai Pustaka
Natia. 1985. Ikhtisar Teori Sastra Indonesia. Surabaya: Sinar Wijaya

Anda mungkin juga menyukai