Anda di halaman 1dari 7

.







.








jamaah Jumat rahimakumullah

Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Taala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya;
yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya serta menjauhi apa yang
dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya.
Jamaah Jumat yang semoga dimuliakan Allah Azza Wajalla
Tentu banyak di antara kita yang masih ingat, salah satu falsafah hidup yang kerap diajarkan oleh
bapak dan ibu guru di sekolah dahulu, yang juga merupakan warisan dan turun-temurun nenek
moyang kita dari zaman ke zaman. Yaitu: perumpamaan tentang sapu lidi. Sebuah perumpamann
yang sederhana namun penuh dengan makna.
Sebatang lidi tidak akan ada artinya bagi tumpukan sampah yang menggunung. Sebatang lidi
tidak akan membersihkan sampah di sekeliling kita. Bahkan bukan tidak mungkin sebatang lidi
akan patah-patah bila dipaksa menjadi alat pembersih, namun tidak demikian bila batanganbatangan lidi itu dikumpulkan menjadi satu lalu diikat di pangkalnya. Tenaga yang kecil dari
sebatang lidi akan menjadi kekuatan yang bila menyatu dalam satu kesatuan ang terikat kokoh
dengan kebersamaan. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, itulah filosofinya.
Kehidupan manusia dapat berjalan baik, sebagaimana sebuah sapu lidid, jika manusia
mempererat ikatannya. Disadari ataupun tidak, menusia membentuk kumpulan berdasarkan

ikatan tertentu. Umat Islam meerupakan kumpulan dari para muslim yang terikat oleh kesamaan
aqidah.
Persatuan antara umat islam dan ukhuwah islamiyah merupakan salah satu prinsip yang amat
mendasar dalam agama kita. Rasulullah Shallallahualaihi wasallam memotivasi kita untuk
merealisasikannya dalam sabdanya:
Jadilah kalian hamba Allah yang saling besaudara. Muslim adalah saudara bagi muslim yang
lain. Tidak boleh ia menzhaliminya, menelantarkannya dan menghinakannya. (HR. Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu)
Persatuan akan menghasilkan begitu banyak manfaat. Persatuan akan membuahkan kekuatan,
persatuan akan menumbuhkan ketenangan batin, persatuan akan memunculkan solidaritas,
persatuan akan membangun empati dan kepedulian sosial, dan masih banyak buah manis lain
yang akan dihasilkan oleh persatuan.
Karenanya, begitu banyak ibadah dalam agama kita yang disyariatkan untuk dilaksanakan secara
berjamaah. Dari ibadah yang bersifat harian seperti shalat lima waktu, perkanan semisal shalat
jumaat, hingga yang bersifat tahunan seperti Idul Fitri, Idul Adha, serta pelaksanaan ibadah haji.
Mengapa berjamaah? Antara lain adalah dalam rangka merealisasikan persatuan dan meretas
kebersamaan serta kasih syang di antara kaum muslimin.
Kaum muslimin yang kami hormati
Nabi kita Muhammad Shallallahualaihi wasallam membuat sebuah perumpamaan yang sangat
indah, tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin bersaudara di antara mereka:
Perumapamaan kaum mukmin dalam ukhuwah (persaudaraan), kasih sayang, dan kepedulian
sesama mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah anggota tubuh sakit maka seluruh bagian tubuh
akan bersolidaritas dengan begadang dan merasa sakit. (HR. Bukhari dan Muslim dari AnNuman bin Basyir )
Subhanallah, alangkah indahnya andaikan perumpamaan tersebut benar-benar dibumikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Niscaya kita tidak akan lagi mendengar jeritan si miskin yang dililit oleh bunga pinjaman para
lintah darat, yang ternyata baik si fakir maupun si rentenir sama-sama beragama Islam di KTPnya! Pinjam meminjam yang sebenarnya dalam agama kita berdimensi ibadah serta kepedulian
sosial, disulap menjadi sarana untuk menghisap harta orang-orang tak berdaya tanpa adanya rasa
belas kasihan sedikit pun.

Andaikan wasiat Nabi Shallallahualaihi wasallam di atas benar-benar dipraktekkan, niscaya


kita tidak akan lagi mendengar keluhan para orang miskin, yang seharusnya perbulannya ia
menerima jatah raskin sebanyak 15 kg, ia harus rela menerimanya hanya 3 kg saja! Mengapa?
Karena ternyata orang-orang kaya yang sebenarnya berkecukupan merasa iri dan menuntut untuk
diberi jatah pula! Innalillahi wainnailaihi rajiun, sudah matikah hati dan perasaan mereka?
Bukannya menyisihkan sebagian hartanya untuk diinfakkan kepada kaum papa, malah
menyerobot jatah mereka! Anak SD pun tahu arti raskin; beras untuk orang miskin, bukanlah
beras untuk orang kaya!
Jika nasehat Nabi Shallallahualaihi wasallam tadi diejawantahkan dalam kehidupan kita,
niscaya kita tidak akan lagi membaca berita tentang bayi-bayi yang kekurangan gizi atau anakanak yang mati karena terserang busung lapar!
Andaikan petua Rasulullah Shallallahualaihi wasallam. dijalankan, andaikan dan andaikan.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah Azza Wajalla
Dengan melihat fenomena begitu terkotakatiknya tubuh kaum muslimin, sebagian kalangan
merasa pesimis untuk bisa mewujudkan persatuan tersebut. Mereka memilih menyerah terhadap
realita.
Padahal seharunya seorang muslim menjunjung tinggi optimisme dalam setiap permasalahan
yang mereka hadapi. Ia berusaha memadukan antara ikhtiar dan tawakkal serta
mengkombinasikan antara keduanya.
Terkait dengan jalan apakah yang seharusnya ditempuh kaum muslimin guna mewujudkan
mimpi indah persatuan tersebut, ayat Al-Quran dan hadits Nabi Rasulullah Shallallahualaihi
wasallam telah memberikan keterangan yang amat kelas.
Allah Taala berfirman :

Berpeganglah kalian semuanya kepada tali agama Allah , dan janganlah kalian berceraiberai. (QS. Ali Imran [3]: 103)
Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan membenci tiga hal atas kalian. Dia ridha jika (1)
kalian beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, (2)

kalian semua berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah-belah, (3) mengasihi
pemerintah kalian. Dan Allah membenci (1) perbincangan yang tidak ada gunanya, (2) banyak
meminta dan bertanya, serta (3) membuang-buang harta. (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan pada kita asas apa yang seharusnya dijadikan sebagai
landasan persatuan kaum muslimin, yakni tali Allah.
Menilik keterangan yang disampaikan para ulama Islam, bisa disimpulkan bahwa tali Allah yang
dimaksud adalah: ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan hadits Nabi Shallallahualaihi
wasallam dengan pemahaman para sahabat Nabi Shallallahualaihi wasallam.
Persatuan antar kaum muslimin tidak akan pernah tercapai selama mereka belum kembali kepada
ajaran agamanya yang benar. Dalam aqidah, ibadah, akhlak, dan seluruh sisi kehidupan mereka.
Konsekuensinya, manakala ada ideologi, keyakinan, atau, perilaku kaum muslimin yang tidak
sejalan dengan ajaran Islam, maka penyimpangan tersebut harus diluruskan. Walaupun telah
mengakar, mengurat, dan membudaya ratusan tahun.
Di sinilah egoisme individu, golongan, kelompok, organisasi, partai, suku, atau, apa pun juga
harus dikesampingkan dan dikalahkan.
Para ulama, ustadz, kyai, mubaligh, dan dai dalam tugas pelurusan ini memegang peranan yang
amat besar dan signifikan. Mereka adalah salah satu pihak yang paling bertanggung jawab untuk
mengemban amanah mulia tersebut.
Maka andaikan mereka berusaha menjalankan tugas berat tersebut sebaik-baiknya; dengan
mengajak umat kembali kepada jalan lurus Nabi mereka Shallallahualaihi wasallam dan
membenahi aqidah atau tata cara ibadah mereka yang belum benar, dengan cara yang hikmah
dan tutur kata yang santun, janganlah mereka dituduh sebagai biang perpecahan dan perselisihan.
Sebab sejatinya mereka para pahlawan pembela persatuan.

Adapun faktor yang membuat kaum muslimin berpecah belah adalah ulah sebagian orang yang
telah dijelaskan kepadanya dalil dari al-Quran, al-Hadits, dan perkataan para ulama Ahlus
Sunnah dengan sejelas-jelasnya bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah keliru. Akan
tetapi, mereka masih saja ngotot dan bersikeras untuk menjalankan dan membudayakan kegiatan
tersebut. Orang-orang seperti inilah sebenarnya yang menimbulkan perpecahan di barisan kaum
muslimin, sebagaimana yang disinggung oleh Allah Taala dalam firman-Nya:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nimat Allah orangorang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk. Imran [3] Ayat 103 (QS. [3]: 105)
Khutbah Kedua
Jamaah Jumaat rahimakumullah
Itulah pondasi persatuan umat Islam yang direkomendasikan di dalam panduan hidup kita; alQuran dan as-Sunnah.
Adapun upaya untuk mewujudkan persatuan umat tanpa pondasi tersebut, maka bagaikan
menegakkan benang basah. Tidak pernah akan mengantarkan kepada cita-cita mulia itu.
Selama masingmasing golongan dan kelompok bersikukuh dengan berbagai prinsipnya yang
tidak sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya Shallallahualaihi wasallam, walaupun
dilakukan pertemuan seratus kali pun, persatuan itu tidak akan terwujud.
Kebersamaan yang tampak secara lahiriah, hanya merupakan fatamorgana belaka. Jangan
sampai kita membuat model persatuan semu seperti model persatuan orang Yahudi dan kaum
munafiqin, yang Allah sitir dalam firman-Nya:
Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena
sesunggunya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (QS. al-Hasyr [59]: 14)

Khutbah Kedua








:



}




{






















.





j







.








.

Anda mungkin juga menyukai