Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas ini, tentunya tidak terlepas dari
adanya pendidikan yang didapat oleh setiap penduduk Indonesia. Pendidikan adala investasi
sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan
peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan
sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara.
Begitu juga Indonesia, menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama
untuk menciptakan sumber daya manusia yang baik agar dapat mengelola sumber daya alam
yang ada (Sumitro, 2006).
Membicarakan mengenai sejarah, bahwa di Indonesia banyak mengalami permasalahan
dalam bidang pendidikan. Hal tersebut sudah terjadi sejak zaman terdahulu. Beberapa tokoh
yang memperjuangkan nasib pendidikan di Indonesia cukup banyak, salah satunya adalah
pahlawan perempuan yaitu R.A. Kartini. Beliau merupakan salah satu tokoh atau pahlawan
yang membela kaum perempuan untuk merdeka dari belenggu peraturan adat dan ingin
perempuan mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki.
Kartini merupakan bangsawan Jawa cucu dari Bupati Demak Pangeran Ario
Tjondronegoro. Sebagai bangsawan, Kartini terjebak dalam budaya Feodal yang terasa sangat
membelenggu. Bahkan adat pingitan menanti pernikahan juga tidak bisa Kartini hindari.
Selama masa pingitan itulah cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kebebasan pendidikan
perempuan muncul. Hal itu dikarenakan selama masa pingitan dihabiskan Kartini untuk
membaca berbagai buku maupun majalah yang kebanyakan terbitan Belanda. Dari situlah
Kartini memahami bahwa tidak seharusnya perempuan terdiskriminasi untuk masalah
kebebasan hidup karena kehidupan perempuan di dataran Eropa sangat jauh lebih maju dari
budaya yang ada di Indonesia. Pandangan Kartini tersebut lebih terbuka lagi setelah dia
berkirim surat dengan orang-orang Eropa. Keinginan kuat Kartini akan pendidikan
perempuan itu terlihat jelas dalam surat-suratnya yang dikumpulkan dan dibukukan oleh
salah satu sahabat Mr. J.H. Abendanon dalam buku yang berjudul “Door Duisternis tot licht”
yang kemudian oleh Armijn Pane diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi buku
dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang.
Berdasarkan uraian diatas kami penulis tertarik untuk membahas pendidikan perempuan
menurut Kartini. Hal itu dikarenakan Kartini merupakan pelopor pendidikan perempuan
pertama di Indonesia, terlebih lagi pemikiran Kartini yang muncul pada masa dimana

1
2

pengetahuan sama sekali ditutup dari masyarakat Indonesia. Tentu gagasan mengenai
pendidikan perempuan sangat luar biasa diungkapkan oleh seorang perempuan di masa
tersebut. Terlebih lagi pada masa tersebut pendidikan yang diperoleh perempuan belum
sebebas pendidikan yang diperoleh laki-laki. Bahkan perempuan sama sekali tidak bisa
mengakses pendidikan seperti laki-laki. Dalam keadaan seperti itulah muncul cita-cita Kartini
untuk memperjuangkan pendidikan perempuan. Dengan semangat emansipasi yang terus
digelorakan Kartini maka perempuan-perempuan zaman modern dapat mengenyam manis
pendidikan setinggi-tingginya dan sebebas-bebasnya. Pemikiran emansipasi pendidikan
perempuan Kartini itu menjadi penting bukan hanya untuk kaum perempuan di masa itu
namun juga untuk kaum perempuan zaman sekarang. Akan tetapi konsep pendidikan
perempuan yang seperti apa dan bagaimana itu yang menarik untuk lebih dipelajari dan
didalami lagi. Penulis disini akan mengkhususkan pendidikan perempuan menurut Kartini
dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan buku dari kumpulan surat-surat
Kartini kepada sahabat-sahabatnya di Eropa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi singkat R.A Kartini ?
2. Bagaimana pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam buku Habis Gelap
Terbitlah Terang ?
3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini
dalam konteks kekinian ?
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat R.A Kartini


Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Hindia Belanda, 21 April 1879 – meninggal
di Rembang, Hindia Belanda, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih
tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional
Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia
merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat
menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir.[2] Kartini adalah putri dari istri pertama,
tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah
dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya,
silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati
Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit. Semenjak Pangeran
Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi
banyak posisi penting di Pangreh Praja.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu
itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah
bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan
(Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini
diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan,
R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro
IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai
salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kakak
Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12
tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain
Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena
sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan
menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya
adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah
4

Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk
memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada
status sosial yang rendah.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter
Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada
langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup
berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian
beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-
suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-
catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa
kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah
sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca
Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat
Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille
Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu
tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya
Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die
Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario
Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada
tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks
kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung
Pramuka.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13
September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia
25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Berkat
kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan
Kartini di Semarang pada 1912,dan di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan
daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini
didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
5

B. Pendidikan Perempuan Menurut R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap Terbitlah
Terang
Setelah mengetahui keadaan perempuan dan juga pendidikan yang telah ditempuh
Kartini maka itu akan membawa pengaruh pemikiran pendidikan perempuan yang dimaksud
maupun yang diidamkan oleh Kartini. Menurut R.A. Kartini pendidikan perempuan adalah
pendidikan yang harus diterima oleh seorang perempuan tidak peduli gelar, jabatan, warna
kulit, kaya maupun miskin. Hal ini dikarenakan semua perempuan memiliki hak sama untuk
mendapatkan pendidikan. Terlebih lagi bagi Kartini tidak ada alasan perbedaan kelamin
memberikan batasan pendidikan. Dimana pendidikan perempuan dan laki-laki seharusnya
setara. Pendidikan perempuan ini sangat penting karena memiliki banyak maksud maupun
tujuan yang menurut Kartini meliputi konsep, yaitu:
1. Perempuan tempat pendidikan yang pertama.
Menurut Kartini perempuan merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak.
Karena perempuan akan menjadi seorang ibu dan sudah kodrat seorang ibu untuk
memberikan pendidikan pertama sebelum pendidikan sekolah. Banyak surat-surat Kartini
yang membahas mengenai perempuan yang merupakan tempat pendidikan pertama.
Seperti suratnya kepada Nyonya Ovink-Soer awal tahun 1900 (Pane, 2008:60 ), berikut :
….karena pada haribaan si ibu itulah manusia itu mendapatkan pendidikannya yang
mula-mula sekali, oleh karena di sanalah pangkal anak itu belajar merasa, berpikir,
berkata. Dan didikan yang pertama-tama sekali, pastilah amat berpengaruh bagi
penghidupan seseorang.

2. Perempuan menjadi pembawa peradaban.


Menurut Kartini kedudukan perempuan sebagai pembawa peradaban sangatlah
penting, karena tidak akan maju suatu bangsa jika kehidupan kaum perempuan bangsa
tersebut tertinggal. Hal ini sesuai tulisan Kartini yang diberikan kepada Mr. Abendanon
ketika Kartini ingin mendirikan sekolah yang oleh Abendanon tulisan Kartini tersebut
disampaikan kepada pemerintah (Pane, 2008:97). Kutipan tulisan Kartini itu diantaranya,
Dari semenjak dahulu kemajuan perempuan itu menjadi pasal yang paling penting
dalam usaha memajukan bangsa. Kecerdasan pikiran penduduk Bumiputra tiada
akan maju dengan pesatnya, bila perempuan itu ketinggalan dalam usaha itu.
Perempuan jadi pembawa peradaban!
6

3. Pendidikan itu mendidik budi dan jiwa.


Pendidikan yang dimaksud Kartini disini bukan hanya mendidik secara pikiran saja
namun mendidik budi dan jiwa. Karena hal itu yang dirasa penting oleh Kartini. Hal itu
diungkapkan Kartini dalam surat kepada Nyonya Abendanon tanggal 21 Januari 1901
(Pane, 2008:100-101), berikut :
Pendirian saya, pendidikan itu ialah mendidik budi dan jiwa. …. Rasa-rasanya
kewajiban seorang pendidik belumlah selesai jika ia hanya baru mencerdaskan
pikiran saja, belumlah boleh dikatakan selesai; dia harus juga bekerja mendidik budi
meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan berbuat demikian, perasaan
hatinya yang mewajibkan berbuat demikian. …. Bahwa tahu adab dan bahasa serta
cerdas pikiran belumlah lagi jadi jaminan orang hidup susila ada mempunyai budi
pekerti.

4. Pendidikan kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk kemajuan bangsa.


Menurut Kartini, dengan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan maka
akan tercipta kesatuan yang menjadikan kemajuan suatu bangsa lebih mudah untuk
dicapai. Hal ini dikarenakan dengan bersatu maka akan tercipta kerjasama antara laki-laki
dan perempuan yang bermanfaat bagi kemajuan suatu bangsa. Disini peran perempuan
dibutuhkan sama besar dengan peran laki-laki. Sehingga seharusnya hak pendidikan
perempuan sama besar dengan hak pendidikan lakilaki. Untuk itulah pentingnya
emansipasi dibutuhkan dalam hal ini. Dengan adanya kesetaraan maka pemikiran antara
laki-laki dan perempuan dapat disatukan dan hasilnya akan tercipta suatu pemikiran yang
lebih cemerlang. Hal itu tertulis dalam surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar tertanggal
11 Oktober 1901 (Pane, 2008:129 ).
Kaum muda masa sekarang, tiada pandang laki-laki atau perempuan, wajiblah
berhubungan. Masing-masing sendiri-sendiri memang dapat berbuat sesuatunya
akan memajukan bangsa kami; tetapi apabila kita berkumpul bersatu,
mempersatukan tenaga, bekerja bersama-sama, tentu usaha itu lebih besar hasilnya.
Bersatu, kita kukuh teguh.

5. Pendidikan untuk cinta tanah air.


Pendidikan cinta tanah air tentu sangat penting untuk diberikan kepada generasi
muda. Dengan cinta tanah air maka pendidikan yang diterima akan digunakan untuk
membangun dan memajukan bangsa dan tanah air. Percuma generasi muda cerdas tetapi
7

tidak memiliki rasa cinta tanah air. Karena kecerdasan itu hanya akan digunakan untuk
memajukan diri sendiri tanpa memikirkan nasib bangsa dan tanah air. Hal itu
diungkapkan Kartini dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon tanggal 10 Juni 1902
(Pane, 2008:159 ), berikut:
Kami sekali-kali tiada hendak menjadikan murid-murid kami jadi setengah orang
Eropa, atau orang Jawa kebelandabelandaan. Maksud kami dengan mendidik bebas,
ialah terutama sekali akan menjadikan orang Jawa itu, orang Jawa yang sejati,
orang Jawa yang berjiwa karena cinta dan gembira akan tanah air dan bangsanya,
yang senang dan gembira melihat kebagusan, bangsa dan tanah airnya, dan …
kesukarannya!

C. Konsep Pendidikan Perempuan Menurut Pemikiran R.A. Kartini Dalam Konteks


Kekinian
Pada masa sekarang ini, kita semua dapat melihat bahwa kehidupan manusia sedang
menuju pada tuntutan-tuntutan demokratisasi, keadilan dan penegakan hak-hak asasi
manusia. Semua tuntutan itu mengarah pada adanya tuntutan kesetaraan manusia yang
diinginkan oleh kebudayaan manusia dari berbagai tempat dan zaman. Sehingga tidak perlu
lagi ada yang namanya diskriminasi terhadap objek kehidupan manusia dalam segala bidang,
baik itu laki-laki maupun perempuan. Hal itu dikarenakan posisi laki-laki dan perempuan
adalah sama di mata Allah, sama-sama makhluk yang sempurna dengan hak dan kewajiban
yang sama.
Pada abad ke-20 muncul gerakan feminisme yang mengejar kesetaraan antara kaum
perempuan dari kaum laki-laki. Dengan munculnya gerakan ini maka pendidikan kaum
perempuan menjadi suatu hal yang perlu diperjuangkan untuk mendapatkan kesetaraan
tersebut. Kemudian muncul kebijakan Nasional mengenai pendidikan yang tercantum dalam
UU No.20 tahun 2003 pasal 7 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa
kesempatan pendidikan pada setiap satuan pendidikan tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi dan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. Dengan adanya undang-
undang tersebut semakin kuatlah kedudukan pendidikan perempuan karena memang
kebebasan pendidikan tidak dihalangi oleh jenis kelamin.
8

1. Relevansi Konsep Perempuan Tempat Pendidikan Pertama dalam Konteks


Kekinian
Menurut Muhammad Zuhdi sekolah pertama bagi anak-anak adalah ibunya
(perempuan). David Archer mengatakan salah satu kegagalan yang serius di dunia
pendidikan dalam upaya global mengejar tujuan pembangunan millennium (millennium
development goals) adalah akses kaum perempuan di dunia pendidikan. Rendahnya akses
kaum perempuan ke dunia pendidikan formal antara lain disebabkan oleh masih
berkembangnya anggapan bahwa laki-laki adalah tulang punggung keluarga dan
karenanya merekalah yang lebih perlu memperoleh pendidikan agar kelak mendapat
pekerjaan yang layak.

2. Relevansi Konsep Perempuan Menjadi Pembawa Peradaban dalam Konteks


Kekinian
Menurut Rahmah El-Yunusiyah membangun masyarakat tanpa mengikutsertakan
kaum wanita adalah seperti seekor burung yang ingin terbang dengan satu sayap saja,
mendidikan seorang wanita berarti mendidik seluruh manusia (Hamruni, 2004 : 112 ).
Herien Puspitawati dan Ma‟mun Sarma mengatakan bahwa pendidikan bagi perempuan
bukan saja akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (lebih dari separuh sumber
daya manusia adalah perempuan), akan tetapi juga merupakan kunci bagi tercapainya
pembangunan bidang-bidang lainnya (antara lain kesehatan, gizi, ekonomi, politik) serta
pembangunan berkelanjutan pada umumnya, karena ibu yang cerdas akan mencerdaskan
bangsanya. Prestasi pendidikan perempuan dalam kualitas yang baik, maka produktivitas
perempuan didalam bidang ekonomi dapat ditingkatkan sehingga perempuan mampu
memberdayakan dirinya sendiri dan keluarganya secara lebih mandiri serta mampu
menyejahterakan kehidupan secara optimal (Puspitawati, 2011 ).

3. Relevansi Konsep Pendidikan itu Mendidik Budi dan Jiwa dalam Konteks
Kekinian
Menurut Ramayulis, pendidikan bagi perempuan tidak terbatas pada pendidikan
agama saja tetapi meliputi juga pendidikan rumah tangga (cara mendidik dan
membesarkan anak) pendidikan sosial kemasyarakatan dan pendidikan intelektual
9

4. Relevansi Konsep Pendidikan Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan untuk


Kemajuan Bangsa dalam Konteks Kekinian
Herien Puspitawati dan Ma‟mun Sarma mengatakan pendidikan merupakan hak asasi
setiap manusia, setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan
jaminan undang-undang, mempunyai akses terhadap pendidikan dan mendapatkan
manfaat dari pelayananpelayanan semua jenjang pendidikan dalam rangka menguasai
IPTEK (Puspitawati, 2011).

5. Relevansi Konsep Pendidikan untuk Cinta Tanah Air dalam Konteks Kekinian
Cita-cita pendidikan perempuan menurut Rahmah El-Yunusiyah adalah perempuan
Indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan fitrah wanita sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan
mendidik mereka sanggup berdiri sendiri diatas kekuatan kaki sendiri, yaitu menjadi ibu
pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab kepada kesejahteraan bangsa dan
tanah air, dimana kehidupan agama mendapat tempat yang layak (Hamruni, 2014 ).
10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengertian dan penjelasan materi dari bab-bab sebelumnya maka penulis
dapat membuat dua kesimpulan: . Menurut R.A. Kartini, pendidikan perempuan
merupakan suatu hal yang sangat penting. Bukan hanya untuk kehidupan perempuan
namun juga untuk kehidupan suatu bangsa yang lebih baik kedepan. Kartini juga
menekankan bahwa pendidikan yang diterima tidak akan merubah harkat dan
martabat maupun kewajiban perempuan sebagai seorang istri. Justru dengan
pendidikan akan dapat menunjang peran seorang ibu sebagai tempat pendidikan
pertama bagi anak. Ada 5 poin penting mengenai konsep pendidikan perempuan
menurut Kartini, yaitu: Pertama konsep perempuan tempat pendidikan yang pertama,
Kedua konsep perempuan menjadi pembawa peradaban, Ketiga konsep pendidikan itu
mendidik budi dan jiwa, Keempat konsep pendidikan kesetaraan laki-laki dan
perempuan untuk kemajuan bangsa, dan terakhir konsep pendidikan untuk cinta tanah
air.
2. Kelima konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini tersebut relevan dengan
pendidikan perempuan dalam konteks kekinian. Hal itu dikarenakan kelima konsep
tersebut sesuai dengan keadaan pendidikan perempuan sekarang.

B. Saran
Pendidikan yang diberikan kepada perempuan akan jauh lebih baik jika mengikuti 5
konsep Pendidikan Perempuan Kartini. Lima konsep itu adalah pertama konsep perempuan
tempat pendidikan yang pertama, kedua konsep perempuan menjadi pembawa peradaban,
ketiga konsep pendidikan itu mendidik budi dan jiwa, keempat konsep pendidikan kesetaraan
laki-laki dan perempuan untuk kemajuan bangsa, dan terakhir konsep pendidikan untuk cinta
tanah air. Dari kelima konsep itu terlihat bahwa begitu pentingnya pendidikan untuk
perempuan.
11

DAFTAR PUSTAKA

Hamruni. 2004. Pendidikan Perempuan dalam Pemikiran Rahmah El-Yunusiyah.


Kependidikan Islam, 2 (1 )

Pane, Armijn. 2008. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.

Puspitawati, Herien dan Ma‟mun Sarma. 2011. Sinergisme Keluarga dan Sekolah. Bogor:
IPB Pres.

Sumitro dkk, 2006. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press

https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini (diunduh tanggal 26 November 2019)

(https://www.academia.edu/7329975/PERAN_PEREMPUAN_DALAM_PENDIDIKAN_IS
LAM). (diunduh tanggal 26 November 2019)

Anda mungkin juga menyukai