Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“MITOS”

DI SUSUN OLEH :

1. SITI ANITA SARI (F0H022075)


2. ALPINDA OKTAVIAN (F0H022059)
3. AMANDA JULITA SARI (F0H022043)
4. FATMA PUTIKA SARI (F0H022040)
5. ELDA FEBRIANSARI (F0H022046)

DOSEN PENGAMPU:
NS.TITIN APRILIATUTINI, S.KEP, M.PD

PROGRAM STUDI D3KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehinggapenyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini saya susun sebagai tugas dari mata kuliah a n t r o p o l o g i

dengan judul “Mythos”.

Terima kasih saya sampaikan kepada bunda Ns.Titin Apriliatutini, S.Kee, M.pd dosen
mata kuliah antropologi yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya
terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat, dan dapat memenuhi tugas mata
kuliah antropologi.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... 3

BAB I ................................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN................................................................................................................................ 4

1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................................. 4

1.2 TUJUAN PENULISAN ................................................................................................................ 5

1.3 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................ 5

BAB II ............................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 6

2.1 PENGERTIAN MITOS............................................................................................................. 6

2.2 MITOS SEBAGAI TRADISI LISAN ...................................................................................... 7

2.3 MITOS DALAM KONTEKS BUDAYA JAWA .................................................................... 8

2.4 MITOS PADA MANUSIA MODERN ..................................................................................... 8

2.5 DINAMIKA MITOS DALAM SEJARAH ................................................................................ 12

2.5 CONTOH MITOS DANAU TOBA (SUMATERA UTARA) ................................................... 15

BAB III............................................................................................................................................ 20

PENUTUP......................................................................................................................................... 20

3.1 KESIMPULAN ........................................................................................................................ 20

3.2 SARAN ...................................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Secara umum kebudayaan banyak diartikan sebagai hasil karya manusia yang lahir
dari cipta, rasa dan karsa. Seluruh penggambaran, apersepsi, persepsi, pengamatan, konsep,
dan fantasi merupakan unsur pengetahuan yang secarasengaja dimiliki seorang individu.
Namun semua itu bisa hilang dari akalnya yangsadar yang disebabkan oleh berbagai hal yang
sampai saat ini masih dipelajari oleh ahli psikologi. Sejak dahulu para ahli biologi yang
mempelajari perilaku dan membuat pelukisan tentang sistem organisme dari suatu spesies
mulai dari prilakumencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh,
beristirahat,mencari pasangan, kawin dan lain-lain. Berbeda dengan organism
hewan,organisme manusiajuga dipelajari oleh para ahli sampai pada hal yang terkecil.
Namun hal itu tidak dapat menentukan pola tingkah lakunya.
Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang di tokohi oleh para dewa atau
makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa lampau dandianggap
benar-benar terjadi oleh yang punya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut Mitologi, yang
kadang diartikan Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian
dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci.
Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai
kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu. Jadi, Mitos adalah
cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-
cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa,
kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya. Mengapa Mitos di Percaya?
Sebab masyarakat beranggapan mitos sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat,
khususnya masyarakat tradisional yang masih sangat kental budaya kedaerahannya.

4
1.2 TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui Pengertian Mytos dan juga Pengertian Menurut Para Ahli


2. Mengerti Maksud Mytos Sebagai Tradisi Lisan
3. Mengerti Mengenai Mythos dalam Konteks Budaya Jawa
4. Mengetahui Dinamika Mythos dalam Sejarah

1.3 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Pengertian Mytos dan juga Pengertian Menurut Para Ahli?


2. Apakah Maksud Mytos Sebagai Tradisi Lisan?
3. Apakah Mengenai Mythos dalam Konteks Budaya Jawa?
4. Apakah Dinamika Mythos dalam Sejarah?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN MITOS

Para ahli juga banyak berpendapat tentang pengertian mitos, berikut ini beberapadiantaranya:

• Menurut William A. Haviland: mitos adalah cerita mengenai peristiwa-peristiwa


semihistoris yang menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia.
• Menurut Cremers: mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan
serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-
perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati manusia,
pahlawan, dan masyarakat.
• Menurut Levi-Strauss: mitos adalah suatu warisan bentuk cerita tertentu dari tradisi
lisan yang mengisahkan dewa-dewi, manusia pertama, binatang, dan sebagainya
berdasarkan suatu skema logis yang terkandung di dalam mitos itu dan yang
memungkinkan kita mengintegrasikan semua masalah yang perlu diselesaikan dalam
suatu konstruksi sistematis.
• Menurut Ahimsa-Putra: mitos adalah cerita yang ―aneh‖ yang seringkali sulit
dipahami maknanya atau diterima kebenarannya karena kisah di dalamnya ―tidak
masuk akal‖ atau tidak sesuai dengan apa yang kita temui sehari-hari.

6
2.2 MITOS SEBAGAI TRADISI LISAN

Sementara itu tradisi lisan berasal dari pembahasan mengenai foklor yang dibedakan
menjadi tiga yakni lisan, sebagian lisan dan material (Dnandjaja, 2002:22:189). Pada foklor
lisan, seluruh materialnya bersifat lisan dan mempunya tradisi lisan, yakni diceritakan turun
temurun. Tradisi penuturan lisan ini memiliki dua macam jenis, ada yang aktif dan ada yang
pasif. Pasif artinya tinggal dokumennya saja. Hal inijuga berlaku untuk foklor yang sebagian
lisan, namun materinya tidak semuanya lisan, sebagai contoh adalah perangkat seremoni
upacara adat.

Semua foklor akan menghasilkan tradisi lisan dan dokumen yang dapat dituturkan kembali
menjadi tradisi lisan sehingga terjadi siklus tradisi lisan. Dengan demikian, tradisi penuturan
dalam hal sastra, bahasa, permainan dan pertunjukan tetap berjalan. Namun ada juga sastra
lisan yang tradisi penuturannya mengalami stagnansi, tradisi penuturannya berhenti, namun hal
ini tetap disebut sebagai tradisi lisan, hanya saja lisan pasif.

7
2.3 MITOS DALAM KONTEKS BUDAYA JAWA

Dalam konteks budaya Jawa menurut Endraswara (2003), mitos adalah cerita sakral yang
terkait dengan tokoh yang diidolakan atau dipuja. Tokoh ini hanya dapat dijumpai pada dunia
khayal, merujuk pada hal penting. Benar atau tidak terjadinya dan buktinya tidak dipentingkan.
Mitos ini menjadi kebenaran kolektif yang tidak boleh diganggu atau dipertanyakan karena
menyangkut hal yang suci. Oleh karena itu menurut budaya Jawa, mitos bukan sekedar
dongeng. Mitos pada kebudayaan Jawa menjadi referensi semua tindakan dan sikap dalam
kehidupan manusia Jawa. Tindakan yang dimaksud adalah dalam hal spiritual religius, bukan
tindakan sehari-hari. Mitos mengandung suatu kebenaran absolut yang tidak boleh diganggu
gugat, harus diikuti, baik suka ataupun tidak suka.
Salah satu kebenaran yang ada pada mitos membentuk kekuatan religius yang dipercaya
sebagai ilmu pengasihan. Ilmu pengasihan merupakan bagian dari mitos yang terbentuk pada
masayrakat. Tidak sedikit orang yang masih percaya pada ilmu pengasihan. Bahkan banyak
pula yang menjadikan ilmu pengasihan sebagai sarana mencari nafkah, seperti para dukun dan
paranormal. Meskipun ilmu pengasihan ini sebenarnya memiliki motos, namun karena itulah
ilmu itu dipercaya masyarakat. Ilmu pengasihan ini adalah salah satu bukti bahwa mitos
merupakan tradisi lisan.

2.4 MITOS PADA MANUSIA MODERN

Meskipun manusia modern sudah mulai meninggalkan mitos, namun tidak sepenuhnya
bisa terlepas dari mitos. Ketergantungan ini ditunjukkan dengan masih beredarnya perilaku
mistis, terutama saat manusia menghadapi dengan kesulitan yang diluar jangkauan
kekuatannya. Mitos manusia modern merosot pada bentuk legenda, epik dan balada. Dalam
kondisi seperti ini, maka mitos mengalami desakralisasi. Hal ini dikarenakan manusia modern
mulai memiliki pola pikir yang rasionalistis, meskipun tidak semua fenomena kehidupan tidak
dipahami oleh rasio manusia.
Mitos sebagai produk suatu kebudayaan, memegang peranan penting kelangsungan
hidup masyarakat, pemegang tradisi mitos, sehingga mitos harus dikenal, diturunkan atau
diwariskan kepada generasi penerusnya. Fungsi mitos disini adalah untuk menjaga
keharmonisan hidup dari luar. Berdasarkan pandangan diatas, kita mengenal Histiografi

8
tradisional yang menceritakan tentang legenda asal-usul nenek moyang, Asal usul nama
suatu tempat, dsb. Yang menurunkan tradisi mereka dianggap benar dan rasional.
Mitos dapat dikategorikan sebagai karya sastra sejarah. Unsur-unsur sastranya terdiri
dari: cerita, mitos, legenda, ramalan, simbolisme, pantangan, dan lain-lain. Unsur-unsur sastra
ini kemudian dicampur-adukan dengan unsur-unsur sejarah. Misalnya, dalam mitologi orang
Sangir dan Orang Talaud, tokoh-tokoh yang berperan (penulis batasi tokoh perempuan,seperti
Kondawulaeng) adalah unsur sejarah, diceritakan sebagai keturunan yang pertama (sejarah
genealogi), melalui keturunan bidadari-bidadari dan burung, (unsur mitos), kemudianmenikah
dengan bidadari (legenda), dan seterusnya.
Mitos sering dianggap sebagai suatu cerita yang aneh, sulit dipahami serta sulitditerima
kebenarannya karena tidak masuk akal, penuh kegaiban atau tidak sesuai dengan yang kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun begitu, dengan dianggap gaib, tidak masuk akal
itulah yang menjadikan mitos selalu menarik perhatian dari sarjana berbagai disiplin dan
masyarakat umumnya. Kebenaran peristiwa maupun tokoh dalam mitos sulit dibuktikan, tetapi
harus diakui bahwa mitos merupakan sociofact yang ada dalammasyarakat, sukubangsa, dan
bangsa di dunia manapun.
Di Sulawesi Utara misalnya masyarakat Minahasa mengenal mitos Toar dan
Lumimuut, masyarakat Gorontalo dengan mitos Hulontalangi atau pengembara yang turun dari
langit, masyarakat Bolaang-Mongondow mengenal mitos Gumalangit dan Tendeduata, dan
masyarakat Sangir-Talaud mengenal mitos Gumansalangi dan Bidadari (Pulau Sangir Besar),
Sense Madunde (Pulau Siau), Alamona Ntaumata Ntalodda (Talaud).
Mitos berawal dari sebuah tradisi lisan yang berhubungan ritus-religius. Bagi kaum
teolog, mitos merupakan cerita suci yang berwujud simbol-simbol yang mengisahkan
serangkaian peristiwa nyata dan imajiner mengenai asal-usul dan perubahan alam, dunia langit,
dewa-dewi, kekuatan adikodrati-supernatural, manusia, kepahlawanan, dan masyarakat.
Persoalan sekarang, adalah bagaimana kita mengembangkan metodologi yang tepat
untuk memanfaatkan tradisi lisan (mitos) sebagai sumber sejarah. Menurut Vansina (1991)
tradisi lisan atau mitos merupakan sumber sejarah yang potensial yang dapat dianggap sebagai
historiology—jangan dulu dianggap sebagai historiografi. Dengan kata lain, tradisi lisan lebih
merupakan suatu hipotesa, seperti halnya sejarawan juga punya hipotese tentang masa lampau
yang mau dikaji. Posisi sejarawan, pertama-tama harus menempatkan mitos sebagai hipotese
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah. Metodologi lain

9
adalah dengan membandingkan unsur-unsur sejarah dalam mitologi yang akan digunakan,
perlu ada cek and ricek dengan sumber lain, atau ada sumber pembanding guna memperoleh
kebenaran. Metodologi seperti ini dikenal dengan prinsip ―coherence theory of truth‖
(Ankersmit, 1987).

Mitos Mengandung Maksud

Mitos merupakan pencampuradukan dewa-dewa manusia, sejarah dan perristiwa


keseharian. Hal-hal itu bercampur dalam sebuah penulisan sejarah. Sehingga untuk menjadikan
karya penulisan sejarah itu mejadi sebuah sumber sejarah perlu dilakukan sebauhkritik sejarah
yang relevan. Mitos diperlukan karena keinginan pujangga sebagai tokoh yang mengadakan
penulisan sejarah dengan dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. Mitos akan melukiskan sejarah
dari perlaku-perilaku supranatural. Perilaku supranatural menurut akal sehat sangat sulit untuk
diterima, melainkan dalam melihat konteks supranatural tersebutperlu menggunakan kaca
mata yang berbeda. Perilaku supranatural tersebut ada karena pada zaman penulisan hal itu
merupakan sebuah sifat linuwih, sehingga orang itu memiliki sebuah kedudukan dan
kehormatan. Selain itu didukung oleh keadaan masyarakat yang masih percaya akan hal itu,
menjadikan hal-hal yang bersifat supranatural dapat berkembang secara pesat.
Mitos mengangap sejarah sebagai hal yang mutlak kebenarannya dan keramat. Sejarah
merupakan sebuah peristiwa masa lalu, namun peristiwa itu tidak dapat menyampaikan
kebenaran peristiwa tersebut secara mutlak. Sejarah dalam arti objektif adalahperistiwa masa
lampau yang telah terjadi. Namun, sejarah pada kategori historiografi tradisional mendapatkan
sebuah tekanan untuk menyakini, bahwa peristiwa terjadi seperti apa yang telah dituliskan oleh
pujangga atau sejarawan yang menulis sebuah peristiwa dalam konteks kebudayaan Jawa.
Masyarakat yang hidup pada masa historiografi tradisional tidak diberikan untuk
menginterprestasikan sebuah peristiwa yang telah terjadi.
Mitos akan selalu menghubungkan antara seseorang dengan ‖pencipataan‖ tentang
keberaan, institusi, dan perilaku. Menghubungkan seorang tokoh dengan proses penciptaan
merupakan sebuah supremai kekuasaan, dan dapat diartikan sebagai sebuah pandangan sempit
tentangtokoh tersebut. Tokoh tersebut diagambarkan seakan-akan sebagai perfect man atau
orang yang sempurna. Padahal dalam dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Masyarakat
akan selalu berpikir untuk melawan atau berperilaku, dan berhubungan dengan orang tersebut.
Dari situ memunculkan konsep tentang sabdo pandhita ratu yang berrati

10
bahwa ucapan seorang raja sama dengan sabda Tuhan. Mnejadikan perintah raja tidak boleh
ditolak atau tidak boleh tidak dijalankan.
Mitos dapat sebagai alat untuk mencari asal-usul. Asal-usul hal dalam ini dapatdiartikan
sebagi asal-usul sebuah tempat atau asal-usul seseorang. Sebagai contohnya bila diketahui
tentang asal-usul seseorang, orang akan dapat melakukan sebuah kontrol dan memanipulasi
sesuatu sesuai kehendaknya. Kontrol tersebut akan memberikan sebuah kekuasaan atau
legitimasi. Dalam hal tersebut dapat dilihat mengenai asal-usul Sultan Agung yang dapat
diartikan sebagai sebuah mitos. Sultan Agung dalam historiografi tanah Jawa merupakan
keturunan dari Nabi Adam dan tokoh-tokoh pewayangan. Hal itu memnag sulit untuk diterima
apalagi Sultan Agung merupakan keturunan dari seorang tokoh pewayangan.
Dalam sebuah penghayatan mengenai mitos seseorang atau dalam hal yang lebih luas
lagi masyarakat akan hidup dalam alam yang serba keramat. Seseorang yang hidup dalam alam
yang serba keramat akan selalu berhati-hati dalam menjalani hidup. Bila dapat mengkontrol
hal terbut ketertiban masyarakat akan terjamin dan berlangsung sesuai keinginan seorang
penguasa.
Mitos dapat diartikan sebagi alat penertiban tertib sosial. Seorang pujangga akan
berusaha menyampaikan maksud politiknya untyk memperkuat kedudukan sng patrion atau
seorang penguasa. Sebagai contohnya dalam serat cebolek, Pembangunan yang dilakukan oleh
para priyayi adalah pembangunan mentalitas. Pembangunan mentalitas dilaksanakan karena
kerajaan (Kartasura) telah kehilangan ‖kekuasaan politiknya‖. Kekuasaan yang dimiliki
seorang raja untuk memerintah, terlalu banyak dicampuri oleh kepentingan kompeni.Raja tidak
memiliki kekuasaan untuk memimpin kerajaannya. Untuk tetap memiliki pengaruhpada rakyat,
untuk tetap memiliki kekuasaan pada diri setiap masyarakat Jawa. Sehingga raja berupaya
untuk menanamkan kekuasaannya pada bidang spiritualis dan mentalitas masyarakat Jawa.
Pembangunan mental spiritual dan mentalitas akan terlaksana bila kerajaan memiliki
alat. Alat inilah sebagai motor penggerak mencapai tujuan pembangunan itu. Motor penggerak
itu berupa kepemimpinan komunitas Islam. Kepemimpinan komunitas Islam berasal dari
golongan elit agama. Golongan itu berasal dari kalangan guru, haji, dan kiai. Golongan ini
memiliki peranan penting dalam pelaksanaan ritual-ritual keagamaan, dan memberikan
pelayanan keagamaan.

11
2.5 DINAMIKA MITOS DALAM SEJARAH

Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos, yang berarti dongeng (Kuntowijoyo, 1999:7).
Lama sebelum manusia menulis sejarah secara ilmiah, mitos telah lebih dulu hadir dan mampu
menjawab pertanyaan ―wie es eigentlich gewesen,‖ yaitu bagaimana sesuatu sesungguhnya
bisa terjadi (Kartodirdjo, 1982:16). Dengan kata lain, secara historis, sebenarnya mitos adalah
nenek moyang sejarah. Keduanya sama-sama berupaya menceritakan masa lalu dengan
caranya masing-masing.
Kuntowijoyo (1999:8) membedakan mitos dan sejarah hanya pada dua titik singgung.
Pertama, mitos memiliki unsur waktu yang tidak jelas. Berbeda dengan sejarah yang
menekankan pada keberadaan unsur waktu yang kronologis, justru mitos mengabaikan peranan
waktu sama sekali. Mitos tidak memiliki perhatian pada awal, akhir, kapan suatu peristiwa
terjadi, atau suatu urutan masa tertentu yang kronologis. Ia sengaja tidak menjelaskannya
secara tegas karena bagi mitos bukan waktu yang terpenting dalam menjelaskan kapan suatu
peristiwa terjadi, melainkan lebih mengutamakan apa dan bagaimana sesuatu terjadi.
Kartodirdjo (1982:16) menilai, mitos lebih berfungsi untuk membuat masa lalu bermakna
dengan memusatkan kepada bagian-bagian masa lampau yang mempunyai sifat tetap dan
berlaku secara umum, karenanya dalam mitos tidak ada unsur waktu yang jelas.
Titik singgung yang kedua, terletak pada anggapan bahwa mitos memuat kejadian yang
tidak masuk akal—menurut sudut pandang orang masa kini. Pada titik inilah, sejarawan
modern dengan arogan menganggap mitos tidak layak menjadi bagian dari sejarah. Sejarah
modern mengklaim bahwa ia mampu menjelaskan masa lalu menurut standar rasio yang
berlaku di masa sekarang. Mitos yang seringkali menjelaskan masa lalu yang kabur dari
pandangan manusia, akhirnya dibalut dengan berbagai takhayul untuk menjelaskan suatu
fenomena. Inilah usaha manusia rasional untuk menjelaskan masa lalu. Sebagai contoh kasus,
ada mitos dogmatis—yang diimani oleh agama-agama besar saat ini—bahwa manusia pertama
yang ada di dunia adalah Adam dan Hawa yang diciptakan dari tanah. Namun kapan Adam dan
Hawa diciptakan dan kapan mereka diturunkan ke dunia? tidak terdapat petunjuk waktu yang
jelas untuk menjawab pertanyaan ini. Pun pertanyaan, bagaimana tanah bisa menjadi manusia
juga tidak akan pernah bisa dijawab oleh rasio manusia dewasa ini. Meski demikian, manusia
yang beriman bisa menjelaskan tentang bagaimana mereka diciptakan dan

12
mengapa mereka diturunkan ke dunia secara lengkap dan mendetil walau tanpa disertai
penunjuk waktu kapan peristiwa itu terjadi.
Menurut Horkheimer (dalam Sindhunata, 1982:123-124), mitos adalah keirasionalan,
takhayul atau khayalan, pendeknya sesuatu yang tak berada dalam kontrol kesadaran dan rasio
manusia. Yang perlu dipahami, bahwa mitos sebenarnya merupakan percobaan- percobaan
manusia untuk mencari jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya tentang alam
semesta, tentang dirinya sendiri. Dalam mitologi Yunani, seperti yang dituturkan dalam syair-
syair Heseidos, Pherekydes, dan Homeros, memang mereka sudah menjawab pertanyaan-
pertanyaan manusia tentang alam semesta itu, tapi jawaban yang diberikan justru dalam bentuk
mitos yang meloloskan diri dari tiap-tiap kontrol pihak rasio. Baru pada abad enam sebelum
Masehi, mitos digebrak oleh rasio, dan sejak saat itu orang mulai mencari-cari jawaban rasional
tentang problem-problem yang diajukan alam semesta. Logos (akal budi, rasio) sudah
mengemansipasikan diri dari mitos. Horkheimer lebih menunjuk titik ini sebagai awal
aufklarung bukan abad kedelapan belas Masehi. Maka otoritas dewa-dewa dalam mitos secara
perlahan digusur oleh pengertian rasional manusia. Bagi Anaxagoras, pelangi bukan lagi
merupakan titian dewi jelita yang sedang bertugas sebagai duta bagi dewa-dewa lain, tapi
pelangi adalah pantulan cahaya matahari dalam awan-awan (Sindhunata, 1982:69-70).
Ketika rasional diutamakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia akan
diri dan alamnya, maka terjadilah revisi total melalui proses demitologisasi. Demitologisasi
merupakan upaya-upaya sadar untuk menghilangkan mitos dengan cara memberi jawaban
alternatif yang lebih rasional dan diterima oleh logika manusia. Tentu setiap peradaban
memiliki periode yang berbeda-beda sebagai titik peralihan tahap mitos ke rasional.
Hubungan mitos dengan sejarah dengan demikian mengalami pasang surut sesuai
dengan jiwa zaman yang berlaku. Pada awalnya, mitos dengan sejarah tidak bisa dibedakan
dengan tegas karena keduanya berupaya untuk menjelaskan masa lalu sesuai dengan
kemampuan dalam eksplanasi yang bisa dijangkau manusia kala itu. Ketika mitos dinegasikan
akibat menguatnya posisi rasio dalam menjelaskan masa lalu, mitos akhirnya dicampakkan
oleh sejarah. Bahkan sejarah tidak mengakui hubungan kekerabatannya dengan mitos. Sejarah
akhirnya memadu kasih secara monogami dengan rasio, untuk menjelaskan masa lalu manusia.
Ironisnya, rasio yang dipakai manusia dalam menjelaskan masa lalunya, terkadang—untuk
tidak mengatakan selalu—terjebak dalam upaya untuk menciptakan masa lalu sesuai dengan
harapannya. Secara tidak sadar, manusia menciptakan mitos-mitos baru dalam penulisan
sejarahnya. Mengenai bukti bahwa manusia secara tidak sadar—maupun

13
sadar—menciptakan mitos dalam sejarah yang rasional, akan dibahas pada bagian berikutnya
dengan contoh kasus pada sejarah Indonesia.
Kondisi yang semacam ini, adalah sejalan dengan pemikiran Horkheimer. Menurutnya,
usaha manusia rasional adalah mitos, sebab usaha manusia rasional tidak dapat berdiri sendiri,
tidak otonom, tidak dapat mengenal dirinya sendiri: usaha manusia rasional itu terjadi, ada,
dan mengenal dirinya hanya berkat dan di dalam mitos. Dengan kata lain, usaha manusia
rasional itu niscaya atau tidak dapat tidak adalah mitos sendiri. Sebaliknya, pada hakekatnya
mitos itu adalah usaha manusia rasional, sebab tanpa usaha manusia rasional mitos tidak akan
mengenal dirinya sebagai mitos. Baru dengan usaha manusia rasional mitos terjadi, ada dan
mengenal dirinya sebagai mitos. Jadi mitos juga tidak otonom, tidak dapat berdiri sendiri, tidak
dapat mengenal dirinya sendiri: mitos terjadi, ada, dan mengenal dirinya sendiri hanya berkat
dan di dalam usaha manusia rasional. Dengan kata lain, mitos niscaya atau tidak dapat tidak
adalah usaha manusia rasional sendiri (Sindhunata, 1982:124).
Bukti yang lain, adalah keberadaan aliran posmodernisme yang mengkritik habis
sejarah yang mengklaim dirinya rasional dan terbebas dari mitos, ternyata mengandung
berbagai mitos sebagai upaya pengagungan terhadap masa lalu dan dirinya sendiri.
Dekonstruksi yang ditawarkan oleh posmodernisme, membawa harapan rasional yang baru
untuk menghapuskan mitos dalam sejarah modern. Celakanya, posmodernisme kelak akan
terbukti hanya membawa mitos baru belaka.

14
2.5 CONTOH MITOS DANAU TOBA (SUMATERA UTARA)

Saya mengambil kisah ataupun mitos Danau Toba karena inilah mythos yang paling
terkenal dari daerah saya, Danau Toba di Sumatera Utara
Seperti yang kita ketahui, Danau toba adalah danau vulkanik dimana di tengah-
tengah danau ini terdapat sebuah pulau yang disebut Pulau Samosir. Danau Toba
merupakan salah satu danau terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Indonesia, tepatnya
di Provinsi Sumatera Utara. Dari dulu hingga sekarang, danau ini menjadi tempat wisata
yang menarik baik dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan untuk mayoritas penduduk
di sekitar daerah danau toba adalah orang batak dengan sumber mata pencaharian sebagai
petani, pedagang dan nelayan. Untuk mengetahui lebih jauh dan jelastentang awal mula /
seluk beluk / sejarah danau toba, berikut awalmula.com kutik dari berbagai sumber
mengenai sejarah danau toba dan cerita rakyat awalmula danau toba.

15
1. Sejarah Danau Toba
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu
dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose
dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-
bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan
ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2
minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina
sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya
mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti
kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia
sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta
manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih
memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan
menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang
belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia,
mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah
ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan
dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan
sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti
tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan
berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut meneliti projek
ekosistem diIndia, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka
tinggalkandi padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya
sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim
menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung
berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia.
Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke

16
Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100
titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari
sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai
terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan
super gunung berapi Toba kala itu. Bukti-bukti yang ditemukan, memperkuat dugaan,
bahwa kekuatan letusan dan gelombang lautnya sempat memusnahkan kehidupan di
Atlantis. (Wikipedia Indonesia)

2. Cerita Rakyat Awal Mula Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri
sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal
lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia
bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan
dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani
tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani
tersebut berdoa,―Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini‖. Beberapa saat setelah
berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik
kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar
dan cantik sekali.
Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat
terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. ―Tolong aku jangan
dimakan Pak!! Biarkan aku hidup‖, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya
itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air,
petani itu bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang
wanita yang sangat cantik.
Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu‖, kata si ikan. ―Siapakah kamu
ini? Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. ―Aku adalah seorang putri yang
dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan‖, jawab wanita itu. ―Terimakasih engkau
sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan
istri‖, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan

17
bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka
dahsyat.

Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan Petani dan istrinya
bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh
menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran
semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang.Semua
jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.

Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk
mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi
tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap
habis, dan setelah itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya,
sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung
pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di
gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. ―Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya.


―Mana makanan buat ayah?‖, Tanya petani. ―Sudah habis kumakan‖, jawab si anak.
Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. ―Anak tidak tau diuntung !
Tak tahu diri! Dasar anak ikan!,‖ umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata
pantangan dari istrinya.

Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya
hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah
air yang sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah
telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama
Danau Toba.

18
Ini juga adalah salah satu Mitos. Tentang Batu Gantung berada di Tepi Danau Toba dan
diberi nama “Parapat”. Dan orang – orang di daerahnya maupun yang bukan dari daerahnya
menjadikan ini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di
Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos, yang berarti dongeng (Kuntowijoyo,
1999:7). Lama sebelum manusia menulis sejarah secara ilmiah, mitos telah lebih dulu hadir
dan mampu menjawab pertanyaan ―wie es eigentlich gewesen,‖ yaitu bagaimana sesuatu
sesungguhnya bisa terjadi (Kartodirdjo, 1982:16). Dengan kata lain, secara historis, sebenarnya
mitos adalah nenek moyang sejarah. Keduanya sama-sama berupaya menceritakan masa lalu
dengan caranya masing-masing.
Dari berbagai pendapat dan keterangan diatas yang dapat kami ambil sebagai
kesimpulannya yakni, bahwa Mitos berawal dari sebuah tradisi lisan yang berhubungan
ritus-religius. Bagi kaum teolog, mitos merupakan cerita suci yang berwujud simbol-
simbol yang mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner mengenai asal-usul
dan perubahan alam, dunia langit, dewa-dewi, kekuatan adikodrati- supernatural,
manusia, kepahlawanan, dan masyarakat.
Selain itu juga, ternyata Mitos sering dianggap tidak masuk akal akan tetapi
kenyataannya ada kelompok masyarakat tertentu menempatkan mitos sebagai bagian dari
kehidupannya (kebudayaan setempat). Dalam kajian sejarah mitos dapat digunakan sebagai
sumber analisis dalam proses narasi historis. Sekecil apapun terdapat nilai kebenaran sejarah
yang mengikuti jalannya cerita mitos tersebut.

3.2 SARAN

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerenaterbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arief. 1999. Posmo: Apa Sih?. Dalam Suyoto (eds), Posmodernisme dan Masa Depan
Peradaban (hlm.21-24). Yogyakarta: Aditya Media
Hakim, M. Arief. 1999. Sinyal ‗Kematian‘ Posmodernisme. Dalam Suyoto (eds),

Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban (hlm.303-309). Yogyakarta: Aditya Media


Hardiman, Budi. 1993. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan
Posmodernisme menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius

Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: suatu


alternatif. Jakarta: Gramedia
Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya
http://www.slideshare.net/nabiladidaya/ppt-40328253
http://akucintanusantaraku.blogspot.com/2014/03/peran-folklore-mitologi-legenda-dan.html

21

Anda mungkin juga menyukai