Anda di halaman 1dari 20

FENOMENA BABI NGEPET PEMECAH BELAH

PERSATUAN
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Hukum

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Emma Dysmala, S.H.,MSi.

Disusun Oleh :
Frandaga Praka A. (19.4301.249)
Zeindika Tresna Jati (19.4301.254)
Nur Alfianti K. (19.4301.280)
Berliana Najihan S. (19.4301.234)
Keszia Aurelia (19.4301.267)
Robby Maulana (19.4301.257)
Felicia Ulrica (19.4301.273)
Gerry Haventry (19.4301.263)
Fahrani Nabila A. (19.4301.277)
DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………..i

Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………ii

1. BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………1

1. LATAR BEALAKANG MASALAH …..……………………………………..1

2. IDENTIFIKASI MASALAH …………………………………………………….3

3. Tujuan ……………………………………………………………………………….3

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………..4

1. Pengertian ……………………………………………………………………..….4

2. Teori ………………………………………………………………………………….4

3. Sejarah ……………………………………………………………………………….6

4. Mitos ………………………………………………………………………………….7

3. BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………………………….12

4. BAB IV Kesimpulan ………………………………………………………………………19

5. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………..20


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti- natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Antropologi Hukum
dengan judul “FENOMENA BABI NGEPET PEMECAH BELAH PERSATUAN”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
guru Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


Bab 1 : Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang besar yang terbentuk dari ribuan pulau, berbagai
suku juga begitu banyak budaya yang ada di Indonesia. Indonesia mempunyai banyak
keindahan di negeri nya baik di sektor pariwisata maupun kebudayaan nya, juga
Indonesia adalah negeri yang mempunyai kekayaan alam yang begitu melimpah.
Indonesia disebut sebagai paru – paru dunia karena sebagai salah satu hutan tropis
yang memiliki puluhan juta spesies flora maupun faunanya. Begitu banyak kekayaan
alam Indonesia, potensi keindahan alam di berbagai wilayah baik berupa gunung, laut,
maupun yang lainnya. Indonesia juga memiliki banyak penghargaan dari berbagai negara
karena keindahan alamnya mulai dari Bali, Raja Ampat, Nusa Tenggara, dsb.
Tugas kita sebagai warga negara hanyalah melestarikan budaya dan sepatutnya
bangga menjadi bangsa Indonesia karena banyaknya kekayaan alam yang ada di
Indonesia. Tetapi banyak budaya masyarakat Indonesia yang sudah tidak relevan untuk
masa saat ini, seperti kasus yang belum lama terjadi di Depok, Jawa Barat, yaitu sebuah
fenomena babi ngepet yang digaung – gaungkan oleh salah seorang warga karena merasa
iri kepada tetangga nya yang kerjanya hanya diam di rumah tetapi dapat menghasilkan
pundi – pundi rupiah yang banyak. Untuk itu kami akan membahas fenomena tersebut
dengan mengupas semua fakta yang ada dan menganalisnya. Dimulai dari sejarah apa
yang melatar belakangi fenomena babi ngepet tersebut
Kasus di Depok kemarin mungkin sudah selesai, tapi jika kita ingin
membicarakan persoalan babi ngepet ini urusannya sangat panjang, karena pertama –
tama dari kacamata sains modern tentunya kita tidak akan bisa tau ceritanya begitu saja,
karena riset menunjukan “kepercayaan seseorang terhadap hal – hal mistis itu berkaitan
dengan pola pikir manusia itu sendiri yang kurang analitis” apalagi ditambah anggapan
jika tidak dilakukan manusia maka dilakukan oleh makhluk lain (jika bukan A maka pasti
B) sehingga orang menjadi percaya pada hal yang mustahil. Tapi faktanya berkaca dari
kacamata sosial fenomena babi ngepet ini berkaitan erat dengan sejarah masyarakat kita.
Zaman dahulu sebelum masuknya agama di Indonesia, orang-orang hanya
menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Anismisme yaitu kepercayaan kepada
nenek moyang, dan Dinamisme yaitu kepercayaan terhadap benda-benda gaib. Nenek
moyang pada saat itu percaya bahwa semua yang ada di dunia ini mempunyai roh nya
masing – masing, seiring perkembangan zaman masuknya agama masyarakat sedikitnya
masih ada yang mempercayai anismisme dan dinamisme, walaupun sebagian orang-
orangnya meninggalkan kepercayaan keduanya itu akan tetapi permasalahan tentang
keduanya sangkut paut menjadi kebiasaan bagi masyarakatnya.
Asal mula dari suatu unsur universal, seperti agama, telah menjadi objek
perhatian banyak orang. Ini dikarenakan dalam kehidupan manusia selalu saja
menggantungkan kehidupan kepada suatu kekuatan yang berada diluar dirinya dan demi
kekuatan misterius ini manusia bersedia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan
hubungan simpatik dari kekuatan tersebut. Tingkat perkembangan peradaban masyarakat
akan sangat berperan dan sangat berpengaruh besar dalam menentukan pertumbuhan
agama manusia. Agama – agama kuno disuatu tempat bersesuaian dengan tingkat dan
kehidupan dan peradaban masyarakat tersebut. Misalnya, bangsa yang masih primitive
dan sederhana tingkat ilmu pengetahuan dan teknologinya, maka agama dan
kepercayaanya kepada tuhan pun sangat sederhana sesuai tingkat perkembangan
pemikiran mereka. Akan tetapi, dalam realitas selanjutnya kemajuan yang dialami agama
jauh lebih lamban dibandingkan dengan kemajuan ysng dicapai ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karena itu, usaha manusia untuk mencapai kebenaran yang hakiki
tenntang alam ini, sebagai bagian penghayatan agama, akan menjadi sangat sukar
diperoleh dibandingkan dengan kebenaran tentang bagian – bagian alam yang menjadi
bidag penelitian ilmu pengetahuan.
Dikalangan masyarakat mistis dijadikan media untuk menyelesaikan masalah
karna didalam mistis sendiri ada muatan-muatan kekuatan (magis). Yang ampuh untuk
dijadikan sebagai jalan keluar. Kadang kala ketentraman jiwa tidak bisa hanya dicapai
dengan materi saja, karna banyaknya problem yang dihadapi manusia, sehingga
menyebabkan manusia mempunyai hati yang tidak sehat, maka dengan jalan mistislah
manusia dapat menemukan ketentraman didalam hidupnya namun dibalik ketenraman
jiwa itu selalu ada resiko yang besar yang melatarbelakangi hal tersebut. Mustahil
pengetahuan mistik mendapat poengikut yang begitu banyak dan berkembang sedemikian
pesat bila tak ada gunanya. Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tau
penggunaannya ialah pemilinya.dikalangan sufi (pengetahuan mistik biasa) dapat
menentramkan jiwa mereka. Pengetahuan mereka seiring dapat menyelesaikan persoalan
yang tidak dapat diselesaikan oleh sains dan filsafat. Jenis mistik lain seperti kekebalan,
santet, debus, dll. Diperlukan atau berguna bagi seseorang sesuai dengan kondisi tertentu,
terlepas dari bener atau tidak penggunaannya. Jenis ini dapat meningkatkan harga diri.
Sementara mistik magis hitam dikatakan hitam antara penggunaannya untuk
kejahatan. Animisme dan magis merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan
manusia. Kesultanan Yogyakarta merupakan kerajaan islam yang masih
mempertahankan ritual-ritual keagamaan. Agama pun masih banyak yang mempercayai
kekuatan magis bahkan sampai saat ini.
Berlanjut ke masa saat kolonialisme yang menjadi benang merah mengapa
fenomena di daerah Depok tersebut terjadi. Menurut seorang sejarahwan bernama Satrio
Dwicahyo kisah siluman jadi – jadian bermula karena binatang ini dianggap hama oleh
masyarakat, sejak saat itu babi menjadi musuh bagi para pekerja ladang dan dipakai jadi
sebuah mitos, dan sebagian orang beranggapan babi ngepet merupakan sebuah
kecemburuan sosial. Jadi dahulu pada saat tanam paksa ketika petani melihat petani lain
tiba – tiba kaya raya mereka jadi curiga dan mencap ia berbuat hal yang tidak - tidak
karena pada saat itu sebagian besar masyarakat pribumi menderita, mereka yang tiba –
tiba kaya raya akan dituduh dekat dengan pesugihan, bukan hanya babi ngepet yang
menjadi sasaran tetapi banyak hal lain yang tidak masuk akal. Dan pada akhirnya ngarang
cerita mistis demi membuat ramai warga sekitar tentu saja tidak bisa dibenarkan.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Mengapa masyarakat Indonesia lebih mempercayai mitos?

2. Apa solusi agar masyarakat bisa percaya ilmu pengetahuan agar masalah seperti
ini tidak terjadi berulang kali sehingga menimbulkan fitnah dan keributan?

1.3. Tujuan

1. Agar mengedukasi masyarakat Indonesia tentang pentingnya menjauhi hal – hal


yang negatif dan lebih mempelajari ilmu pengetahuan dan berpikir positif

2. Agar mendapatkan solusi untuk masyarakat lebih bisa mempercayai ilmu


pengetahuan dibandingkan mitos atau kepercayaan
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
2.1. Pengertian

Antropologi adalah program studi yang mempelajari seluk-beluk, unsur-unsur


kebudayaan yang dihasilkan dalam kehidupan manusia. Ilmu Antropologi dibagi
menjadi antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi fisik fokus mempelajari
ciri-ciri fisik dan forensik. Sedangkan antropologi budaya fokus mempelajari interaksi
dan hubungan antar manusia. Antropologi memang ilmu yang mempelajari tentang
manusia, karenanya disini kamu akan memahami beraga bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkannya.
Antropologi berasal dari kata "anthropos" dan "logos" yang artinya ilmu
mempelajari tentang manusia. Segala yang berkaitan dengan manusia baik secara fisik
(biologi) maupun perilaku sosial dalam menciptakan budaya di lingkungannya.
merupakan ilmu yang memperlajari manusia dari segi fisik atau biologi dan sosial
budaya.
Antropologi hukum adalah kajian antropologis terhadap makna sosial dari dan
pentingnya hukum dengan menelaah bagaimana hukum dibuat termasuk bagaimana
konteks sosial pembuatan hukum tersebut, bagaimana hukum mempertahankan dan
mengubah institusi sosial lainnya, dan bagaimana hukum membangun perilaku sosial.
Namun seiring perkembangan zaman dan tatanan politik dunia pasca-Perang Dingin,
cakupan kajian antropologi hukum meluas di antaranya membahas keterkaitan antara
konflik sosial dengan kesenjangan ekonomi dan batasan-batasan hukum dalam
melakukan rekayasa sosial. Antropologi hukum kini turut mengkaji hubungan antara
politik dan hukum yang juga berubah dalam konteks pasca-Perang Dingin tersebut.
Sebagai akibat dari perluasan cakupan tersebut, bahkan ada kalangan yang menyebut
kajian antropologi hukum pada abad ke-19 sebagai kajian antropologi protolegal.

2.2. Teori

• Antropologi Fisik

Antropologi fisik adalah cabang dari ilmu antropologi yang mempelajari


manusia dari segi jasmaniah. Segala yang tampak di mata, itulah yang menjadi
pusat kajian antropologi fisik. Selain itu, antropologi fisik juga fokus terhadap
evolusi manusia. Antropologi fisik dapat dibedakan lagi ke dalam dua bidang
kajian

• Paleoantropologi

Paleoantropologi adalah cabang dari antropologi fisik yang mempelajari asal


usul dan evolusi manusia dengan menggunakan segala bahan penelitian dari sisa-
sisa tubuh yang telah membatu atau fosil-fosil manusia dari zaman dahulu yang
tersimpan dalam lapisan bumi.

• Antropologi biologi

Antropologi biologi atau disebut juga antropologi fisik dalam arti khusus
merupakan ilmu yang mencoba mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya
aneka warna makhluk manusia dipandang dari ciri-ciri tubuh.

Bahan penelitian antropologi biologi terdiri dari ciri-ciri tubuh, seperti warna
kulit, warna dan bentuk rambut, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk
hidung, tinggi dan bentuk tubuh.Selain itu, bahan penelitian antropologi biologi juga
terdiri dari ciri-ciri tubuh bagian dalam, seperti frekuensi golongan darah.

• Antropologi budaya

Antropologi budaya juga mempelajari tentang berbagai kebudayaan pada bangsa


di muka bumi, mempelajari bagaimana manusia berkebudayaan dan mengembangkan
kebudayaannya sepanjang zaman. Antropologi budaya dapat dibedakan lagi ke dalam
enam bidang kajian, yaitu:

o Etnolinguistik

Etnolinguistik adalah cabang antropologi budaya yang mempelajari


tentang artikulasi dan fenomena keragaman manusia dari segi bahasa, tata
bahasa, dan ciri bahasa dari individu manusia selaku pendukung kebudayaan.

o Prehistori

Prehistori merupakan cabang antropologi budaya yang mempelajari


sejarah perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan manusia di bumi
sejak sebelum mengenal huruf.

o Etnologi

Etnologi merupakan cabang antropologi budaya yang mencoba mencapai


pengertian tentang asas asas manusia dengan mempelajari kebudayaan
kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa
yang tersebar di seluruh muka bumi pada masa tertentu.
o Etnopsikologi

Etnopsikologi merupakan cabang antropologi budaya yang menjelaskan


proses-proses perubahan kebudayaan dan seberapa jauh perubahan tersebut
berimbas pada tingkah laku sosial manusia dalam masyarakat luas.

• Antropologi spesialis

Antropologi spesialis merupakan penggunaan ilmu yang ditujukan untuk


memecahkan masalah praktis di masyarakat. Akibat penggunaan tersebut, muncul
beberapa spesialisasi dalam antropologi, seperti antropologi ekonomi, antropologi
pembangunan, antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi kependudukan,
dan sebagainya.

• Antropologi terapan

Antropologi terapan muncul ketika para ahli mengambil teori-teori antropologi


dan menerapkannya di dalam kajian-kajian ilmu kemasyarakatan atau kajian-kajian
ilmu politik berhubungan dengan usaha untuk mengkaji kondisi nyata masyarakat
sehari-hari.

2.3. Sejarah

Ada tujuh periode penting dalam perkembangan antropologi hukum. Periode yang
pertama terjadi pada tahun 1860-an ketika Sir Henry Maine yang sedang bertugas di
India menerbitkan Ancient Law yang merangkum berbagai tradisi hukum dan
mengembangkan teori bahwa setiap masyarakat yang berkembang akan mengalami
perubahan dari versi primitifnya menuju masyarakat Victoria. Pandangan Maine tentu
dapat dicap rasis dalam konteks modern karena memuliakan peradaban Eropa.

Periode kedua terjadi pada tahun 1920-an ketika Bronislaw Malinowski


mengkritik teori Maine dan mengembangkan pendekatan etnografis dalam mengkaji
hukum. E. Adamson Hoebel bersama dengan akademisi hukum Karl Llewelyn
menerbitkan The Cheyenne Way pada tahun 1941 yang menggunakan pendekatan studi
kasus dalam mengkaji hukum asing. Pendekatan Hoebel ini merupakan kembalinya
teori evolusi yang dikembangkan oleh Maine.

Di pertengahan abad ke-20, antropolog-antropolog memperdebatkan penggunaan


pendekatan pengkategorian hukum Anglo-Amerika dalam mengkaji masyarakat-
masyarakat non-Barat. Dua tokoh utama dalam perdebatan ini ialah Max Gluckman dan
Paul Bohannan. Bohannan meyakini bahwa pengkategorian berdasarkan hukum Anglo-
Amerika membatasi pemahaman dan keterwakilan budaya lain dan lebih menyukai
penggunaan istilah setempat yang belum tentu konsepnya dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris tetapi dapat dijelaskan. Sementara itu Gluckman menilai pendekatan
Bohannan tersebut terlalu berhati-hati dan justru menjadi penghalang dalam
menghasilkan analisis perbandingan.

Pada tahun 1970-an, kajian antropologi hukum mengalami peralihan dari aturan
hukum ke proses hukum. Gagasan pengkajian proses hukum ini melihat pluralisme
hukum, rezim alternatif, dan struktur hukum yang ada dalam masyarakat mana pun.
Pada tahun 1980-an, wacana dan kritik pascamodernis muncul dan mempertanyakan
pengkategorian tradisional yang dilakukan oleh para antropolog hukum. Pendekatan
kasus yang dikembangkan oleh Hoebel dianggap tidak melihat kepatuhan pada hukum
di masyarakat dan penekanan pada nilai-nilai hukum Anglo-Amerika.

Pada tahun 1990-an, pengkajian antropologi hukum terus berkembang dengan


banyaknya akademisi yang menginginkan kajian dari perspektif-perspektif berbeda
seperti melalui pendekatan linguistik, pendekatan naratif, kajian interdisipliner, aspek-
aspek transnasional, dan keterkaitan antara hukum dengan budaya suatu masyarakat.

2.4. Mitos

Mitos atau disebut juga Tungau adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan
sebuah cerita dengan latar belakang masa lalu, berisi tafsir tentang alam semesta dan
keberadaan makhluk di dalamnya, dan diyakini terjadi oleh mereka yang menganutnya
atau pemiliknya. Secara umum mitos menceritakan tentang peristiwa alam semesta, dunia
dan makhluk yang menghuninya, bentuk topografi, cerita tentang makhluk gaib dan lain
sebagainya. Mitos muncul sebagai kisah peristiwa sejarah yang dilebih-lebihkan, sebagai
alegori atau personifikasi untuk peristiwa alam atau sebagai penjelasan tentang spiritual.
Pelaku utama yang diceritakan dalam mitos biasanya adalah para dewa, manusia,
dan pahlawan supanatural. Sebagai kisah suci, umumnya mitos didukung oleh penguasa
atau imam/pendeta yang sangat erat dengan suatu agama (religius) atau ajaran kerohanian.
Dalam suatu masyarakat dimana mitos itu disebarkan, biasanya suatu mitos dianggap
sebagai kisah yang benar-benar terjadi pada zaman purba. Pada kenyataannya, banyak
masyarakat yang memiliki dua kategori kisah tradisional: "kisah nyata" atau mitos, dan
"kisah dongeng" atau fabel. Umumnya mitos penciptaan berlatar pada masa awal dunia,
saat dunia belum berbentuk seperti sekarang ini, dan menjelaskan bagaimana dunia
memperoleh bentuk seperti sekarang ini serta bagaimana tradisi, lembaga dan tabu
ditetapkan.
Suatu mitos merupakan himpunan kepercayaan yang tidak harus didukung fakta
ilmiah. Pengunaan istilah tersebut, yang sering kali bermakna pevoratif, bermula dari
sikap meremehkan mitos dan kepercayaan agama/budaya lain sebagai kekeliruan. Maka
kata mitos sering digunakan untuk menyebut kepercayaan yang tidak berdasarkan fakta
ilmiah, atau kisah yang tidak benar. Makna buruk tersebut berawal dari pemakaian kata
mythos oleh umat Kristen awal untuk menyebut mitologi klasik sebagai hal yang berbau
"dongeng, fiksi, bohongan". Karena pemakaian istilah yang subjektif tersebut, seseorang
dapat tersinggung apabila kisah yang mereka yakini kebenarannya disebut sebagai mitos.
Namun, kata tersebut memiliki makna berbeda dalam kajian ilmiah. Itu bisa bermakna
"kisah yang berfungsi untuk menjabarkan wawasan fundamental dari suatu budaya", atau
bisa bermakna kisah yang dianggap benar-benar terjadi oleh suatu kebudayaan (bertolak
belakang dengan dongeng, yang disadari sebagai kisah fiktif belaka).

Istilah "mitologi" dapat mengacu kepada kajian mengenai mitos atau suatu
himpunan atau koleksi berbagai mitos. Sebagai contoh, mitologi lanskap adalah kajian
mengenai pembentukan suatu bentang alam menurut mitos suatu bangsa, sementara
mitologi Het adalah himpunan mitos-mitos bangsa Het. Dalam flokroristika, suatu "mitos"
adalah kisah suci yang biasanya menjelaskan bagaimana dunia maupun manusia dapat
terbentuk seperti sekarang ini, "suatu kisah yang menguraikan pandangan fundamental
dari suatu kebudayaan dengan menjelaskan aspek-aspek dunia alamiah dan
menggambarkan praktik psikologis dan sosial serta pandangan ideal suatu masyarakat".
Banyak sarjana dalam bidang ilmu lainnya yang menggunakan istilah "mitos" dengan
cara yang berbeda; dalam pengertian yang lebih luas, istilah tersebut dapat mengacu
kepada cerita tradisional atau- dalam percakapan sehari-hari suatu hal salah kaprah dalam
masyarakat atau suatu entitas khalayan.
Ada beberapa pengertian atau definisi mitos menurut para ahli, diantaranya:

1. Pengertian mitos menurut Bascom merupakan mitos atau mitos adalah


cerita prosa rakyat yang bercirikan dewa atau dewa yang terjadi di dunia
lain (surga) di masa lalu dan dianggap benar-benar terjadi oleh para ahli
cerita atau penganutnya dan berkaitan dengan tempat kejadian, alam
semesta, para dewa, adat istiadat dan dongeng suci.

2. Pengertian mitos menurut Ahimsa-Putra merupakan cerita aneh yang


seringkali sulit dipahami maknanya atau menerima kebenarannya karena
cerita yang ada di dalamnya tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan apa
yang kita temui sehari-hari.

3. Pengertian mitos menurut Levi-Strauss merupakan warisan suatu bentuk


cerita dari tradisi lisan yang menceritakan tentang dewa-dewa, manusia
pertama, hewan, dan sebagainya berdasarkan skema logis yang terkandung
dalam mitos tersebut dan yang memungkinkan kita untuk
mengintegrasikan semuanya. masalah yang perlu dipecahkan dalam
konstruksi sistematis.

4. Pengertian mitos menurut Cremers merupakan cerita sakral dalam bentuk


simbolik yang menceritakan rangkaian peristiwa nyata dan imajiner
mengenai asal mula dan perubahan alam semesta dan dunia, para dewa,
kekuatan sifat manusia, pahlawan dan masyarakat.

5. Pengertian mitos menurut William A. Haviland meruapakan cerita tentang


serangkaian peristiwa semihistoris yang menjelaskan tentang
permasalahan di akhir kehidupan manusia.

6. Pengertian mitos menurut Webster’s Dictionary merupakan perumpamaan


atau alegori yang keberadaannya hanya ilusi yang tidak dapat dibuktikan.
Secara umum, mitos memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

7. Distorsif, Merupakan hubungan antara bentuk dan konsep yang distorsi


dan deformatif. Konsep mendistorsi Bentuk sehingga makna dalam sistem
tingkat pertama tidak lagi menjadi makna yang mengacu pada fakta yang
sebenarnya.

8. Intensional, Merupakan mitos yang tidak ada juga, mitos sengaja dibuat,
dikonstruksi oleh budaya masyarakat dengan tujuan tertentu.

9. Statement of Fact, Yaitu mitos menaturalisasi pesan, membuat kita


menerimanya sebagai kebenaran yang tidak boleh diperdebatkan. Sesuatu
yang ada secara alami dalam akal sehat.

10. Motivasional, Bentuk mitos menurut Barthes mengandung motivasi.


Mitos dibuat dengan memilih berbagai konsep yang mungkin untuk
digunakan sesuai dengan sistem semioting level pertama.

Mitos atau disebut juga mite memiliki fungsi dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat, diantaranya sebagai berikut:

a. Untuk mengembangkan simbol yang sangat bermakna dan juga menjelaskan


fenomena lingkungan yang ada.
b. Merupakan sarana pendidikan yang sangat efektif dalam akuntansi dan menanamkan
nilai-nilai budaya, norma sosial dan kepercayaan tertentu
c. Ini menjadi pedoman bagi komunitas pendukung untuk membangun solidaritas sosial
dengan anggotanya sehingga mereka bisa membedakan antara komunis satu sama
lain.
d. Untuk menanamkan dan memperkuat nilai-nilai budaya, pemikiran atau pengetahuan
tertentu
e. Sebagai pemacu perkembangan kreativitas dalam berpikir.

Menurut tempat asalnya, mitos dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mitos yang berasal
dari Indonesia dan mitos yang berasal dari luar (Indonesia, Arab, negara sekitar Laut
Mediterania). Dan juga mitos dapat diklasifikasikan menjadi mitos penciptaan dan mitos
asal-usul. Mitos penciptaan adalah mitos yang memuat peristiwa terciptanya sesuatu.
Kemudian mitos asal-usul adalah mitos yang memuat peristiwa-peristiwa yang
menciptakan suatu proses hingga terbentuknya sesuatu.
Bab 3 : Pembahasan

1. Penyebab masyarakat Indonesia masih mempercayai mitos

Penyebab masyarakat Indonesia masi mempercayai hal-hal yang berbau mitos adalah:
• Kepercayaan nenek moyang yang sudah menjadi warisan
Orang Indonesia gampang sekali percaya akan hal yang berbau mistis, keramat,
punya kekuatan magis, serta hal yang tak bisa dijelaskan dengan sains. Hal ini
terjadi karena kepercayaan tersebut sudah menjadi warisan yang seolah terus
dijaga dan dipercayai oleh keturunannya. Dengan begitu, segala aktivitas atau hal
keramat yang dilakukan oleh orang zaman dahulu juga menjadi tradisi di zaman
modern seperti sekarang ini.
• Sebagai perisai untuk mengendalikan situasi dan rasa cemas
Secara sains, manusia selalu mempertanyakan setiap sesuatu yang terjadi dalam
hidupnya. Itu disebabkan karena otak manusia di desain untuk mencari jawaban di
balik semua peristiwa. Kepercayaan pada paranormal maupun hal-hal mitos ini
adalah sebagai perisai untuk melindungi diri saat terjadi hal-hal yang tak
diinginkan seperti kematian, terkena bencana, kehilangan pekerjaan, atau hal lain
semacam itu. Saat seseorang tak bisa mengendalikan sesuatu, maka ia akan
mengaitkan hal tersebut dengan hal sekitar mereka.
• Merasa masih ingin dikontrol oleh orang lain
Karena masih ada paranormal dan hal yang berbau mistis di dunia ini orang jadi
punya tempat sebagai pengontrol dan penyelesai masalah orang lain. Sebut saja
seperti orang yang ingin cepat mendapat kekayaan dengan mengadakan ritual-
ritual yang katanya harus memberi sesembahan kepada dukun serta orang pintar.
Padahal, tanpa paranormal pun segala sesuatunya bisa dicapai dengan diri mereka
sendiri, ingin kaya misalnya maka bekerja keras bisa menjadi solusi. Contoh
kasus lain adalah ilmu pelet untuk mendapatkan kembali seorang wanita setelah
putus cinta.
• Manusia banyak menginginkan hal instan yang serba cepat
Tidak dapat dipungkiri masih banyak masyarakat Indonesia yang ingin segala
sesuatu secara instan dan cepat. Maka tidak jarang banyak orang yang akan
melakukan segala cara, seperti datang kepada dukun atau paranormal atau datang
melakukan ritual-ritual hanya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
secara cepat tanpa harus bekerja keras dan berusaha.

2. Solusi agar masyarakat bisa percaya ilmu pengetahuan agar masalah seperti ini tidak
terjadi berulang kali sehingga menimbulkan fitnah dan keributan

Dilihat dari sudut pandang tinjauannya, secara sekilas ilmu pengetahuan dilihat
dari tinjauan ontologis, epistemologis, dan dari tinjauan aksiologis. Secara ontologis, kita
telah memahami keberadaan obyek material ilmu pengetahuan yang merupakan lingkup
kajiannya. Yang dapat menjadi obyek material ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau
benda yang bersifat empiris dengan segala aktivitasnya, sejauh dapat diamati dan dapat
diukur. Dari pendekatan epist emologis, kita telah memahami bahwa ilmu pengetahuan,
sebagai salah satu jenis pengetahuan, merupakan pengetahuan yang perlu diusahakan
secara rasional, obyektif, sistematis, dan dapat dikaji secara 86 umum. Dan akhirnya dari
tinjauan aksiologis, kita dapat memahami bahwa ilmu pengetahuan di samping memiliki
nilai kejelasan dan kebenaran, juga memiliki nilai instrumental pragmatis, yaitu
membantu kita menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan dan permasalahan yang
mungkin kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan unsur-unsur atau bagian-bagiannya, ilmu pengetahuan dapat kita
ketahui pada bagian prosesnya, sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia, yang
diusahakan dengan menggunakan rasio / akal budinya secara rasional (kritis, logis, dan
sistematis) untuk menghadapi dan memikirkan berbagai macam hal yang menjadi lingkup
bahan kajiannya, untuk memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan, sebagai
kekayaan mental yang dapat berguna menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan
dan permasalahan.
Manusia bersifat ingin tahu. Melalui pengamatan terhadap lingkungan dan
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan, manusia mengkonstruksi pengetahuan
(knowledge) dalam benaknya, untuk memuaskan keingintahuannya. Dengan pengetahuan
itu selanjutnya manusia dapat membuat keputusan-keputusan yang menguntungkan.
Sebagai contoh, manusia menggunakan bahan aluminium untuk rangka jendela, karena
tahu bahwa aluminium relatif ringan dan sukar berkarat.
Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan
sesungguhnya adalah hasil tahu, serta pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui.
Nasution (1988) menyatakan bahwa pengetahuan sebagai hasil naluri ingin tahu.
Keingintahuan manusia tidak terpuaskan ketika manusia sekedar memperoleh
pengetahuan, melainkan lebih jauh ingin memiliki pengetahuan yang benar. Hal ini
menyebabkan lahirnya pemikiran tentang kriteria kebenaran pengetahuan dan bagaimana
mencapai kebenaran yang hakiki.
Terdapat dua jenis pengetahuan, yakni pengetahuan khusus dan pengetahuan
umum (Poedjawijatna, 1991). Pengetahuan khusus ialah berkenaan dengan satu fakta,
misalnya logam tembaga menghantarkan panas, yang berlaku hanya untuk tembaga.
Sementara itu terdapat pengetahuan yang berlaku umum sebagai kesimpulan dari
sejumlah faka, misalnya logam menghantar panas, yang berlaku untuk semua logam tidak
mempersoalkan jenis logam apa.
Baik pengetahuan umum maupun pengetahuan khusus, keduanya menjadi milik
manusia berlandaskan pengalaman, entah pengalaman dirinya atau pengalaman orang
lain (Poedjawijatna, 1991). Ajaran empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan
berasal dari pengalaman empiris manusia (Latif, 2014). Namun demikian, pembentukan
pengetahuan dalam diri seseorang pun memerlukan penarikan kesimpulan dengan
penalaran yang dipandu oleh logika. Dalam konteks ini, Rene Descartes menyatakan
bahwa pengetahuan yang sejati tentang alam semesta ini hanya dapat diperoleh lewat
penalaran yang dituntun oleh logika (Latif, 2014)
Keterbatasan daya pengamanatan empiris manusia bisa menimbulkan kesalahan
manusia dalam mengkonstruksi pengetahuan yang didapatnya. Selain itu kesalahpahaman
seringkali terjadi juga ketika pengetahuan dikomunikasikan oleh seseorang kepada orang
lain. Pengetahuan seperti itu diterima individu atas dasar kewibawaan penyampainya,
dan adakalanya bukan merupakan kebenaran. Sebelum memperoleh verifikasi secara
ilmiah, pengetahuan baru mencapai tingkat “kepercayaan (belief)” yang belum pasti
kebenarannya (Soetriono & Hanafie, 2007).
Pengetahuan yang benar harus memenuhi kriteria kebenaran ilmiah. Suria
sumantri (2010) memaparkan teori kebenaran ilmiah, yang melandaskan kebenaran pada
tiga kriteria, yakni korespondensi, koherensi, dan pragmatisme. Menurut teori
korespondensi (dipelopori Bertrand Russell) suatu pernyataan adalah benar jika
berkorenspondensi (bersesuaian) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu (faktual).
Pengetahuan yang benar ditunjang oleh fakta-fakta empiris. Menurut teori koherensi
(dipelopori Plato dan Socrates), suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dipandang
sebagai kebenaran. Menurut teori pragmatisme (dipelopori Wiliam James dan John
Dewey), kebenaran suatu pernyataan ditinjau dari kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Suatu pernyataan dapat dipandang benar
jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.
Bab 4 : Simpulan
Kesimpulan menurut kelompok kami Penyebab masyarakat Indonesia masih
mempercayai hal-hal yang berbau mitos adalah Kepercayaan nenek moyang yang sudah
menjadi warisan Orang Indonesia gampang sekali percaya akan hal yang berbau mistis,
keramat, punya kekuatan magis, serta hal yang tak bisa dijelaskan dengan sains. Hal ini
terjadi karena kepercayaan tersebut sudah menjadi warisan yang seolah terus dijaga dan
dipercayai oleh keturunannya. Dengan begitu, segala aktivitas atau hal keramat yang
dilakukan oleh orang zaman dahulu juga menjadi tradisi di zaman modern seperti
sekarang ini.
Dan kami menyimpulkan pula bahwa Berdasarkan unsur-unsur atau bagian-
bagiannya, ilmu pengetahuan dapat kita ketahui pada bagian prosesnya, sebagai aktivitas
yang dilakukan oleh manusia, yang diusahakan dengan menggunakan rasio / akal budinya
secara rasional (kritis, logis, dan sistematis) untuk menghadapi dan memikirkan berbagai
macam hal yang menjadi lingkup bahan kajiannya, untuk memperoleh pengetahuan yang
dapat diandalkan, sebagai kekayaan mental yang dapat berguna menghadapi dan
memecahkan berbagai persoalan dan permasalahan

Kritik :
Kasus seperti ini bukan hanya terjadi saat ini saja tapi jika kita melirik kebebera
tahun ke belakang, masyarakat Indonesia sudah sering menghadapi kasus – kasus yang
berbau mistis seperti tuyul pencuri uang di Bogor tahun 2010, mengkeramatkan sebuah
jalan sehingga jika ingin lewat harus melempar puntung rokok, mitos dilarang memakai
pakaian hijau ke pantai selatan, dll yang sudah tidak relevan dengan masa sekarang ini.

Saran :
Hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah ini adalah mengubah
mindset masyrakat dengan cara meningkatkan literasi masyarakat tentang hal berbau
sains sehingga kepercayaan - kepercayaan seperti itu dapat dihilangkan. Karena pada
dasarnya menurut riset “kepercayaan seseorang terhadap hal – hal mistis itu berkaitan
dengan pola pikir manusia itu sendiri yang kurang analitis”.
DAFTAR PUSTAKA

Teori-Teori Antropologi (Kebudayaan), oleh Ratih Baiduri


Logika Antropologi (suatu percakapan (imajiner) mengenai dasar paradigma), oleh
Achmad Fedyani Saifuddin
Dunia hantu orang Jawa: alam misteri, magis, dan fantasi kejawen, oleh Suwardi
Endraswara
Budaya, Masyarakat dan Manusia Indonesia, oleh Mochtar Lubis
Kebudayaan Indis dan gaya hidup masyarakat pendukungnya di Jawa, oleh Prof. Dr.
Djoko Soekiman

Anda mungkin juga menyukai