PENDAHULUAN
1
2
2.1 Mitologis
2.1.1 Pengertian Mitologis
Istilah mitologis atau mitologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
mythologia yang terdiri dari dua kata yaitu mythos dan logos. Mythos berarti kisah
atau legenda, sedangkan logos berarti penuturan. Istilah tersebut telah dipakai
sejak abad ke-15, dan kurang lebih mitologi berati ilmu yang menjelaskan
tentang mitos.
Di masa sekarang, mitologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997) adalah “Ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan
dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus di suatu
kebudayaan”.
Menurut pakarnya, mitos tidak boleh disamakan dengan fabel, legenda,
cerita rakyat, dongeng, anekdot atau kisah fiksi. Mitos dan agama juga berbeda,
namun menutupi beberapa aspek (https://id.wikipedia.org/wiki/Portal:Mitologi).
Mitos menurut Harsojo (1988) adalah “Sistem kepercayaan dari suatu
kelompok manusia, yang berdiri atas sebuah landasan yang menjelaskan cerita-
cerita yang suci yang berhubungan dengan masa lalu”.
Mite atau mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar
terjadi serta dianggap suci. Mite tokohnya para dewa atau makhluk setengah
dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan sekarang, dan
terjadi pada masa lampau. Karena itu, dalam mite sering ada tokoh pujaan yang
dipuji dan atau sebaliknya, ditakuti. Disisi lain, pemahaman atas cerita yang
bernuansa mitos seringkali diikuti dengan adanya penghormatan yang
dimanifestasikan ke dalam wujud pengorbanan (Danandjaja ,1986:50).
3
4
Mitos yang dalam arti asli sebagai kiasan dari zaman purba merupakan
cerita yang asal usulnya sudah dilupakan, namun ternyata pada zaman sekarang
mitos dianggap sebagai suatu cerita yang dianggap benar. Manusia memerlukan
sekali kehadiran alam sehingga terjadi hubungan yang erat antara manusia dan
alam.
Mitos menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "Cerita (kisah) tentang
dewa-dewa dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang dianggap oleh
setengah golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan kepercayaan
berkenaan kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya."
Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang
dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi
pada masa dahulu. Ia dianggap sebagai suatu kepercayaan dan kebenaran mutlak
yang dijadikan sebagai rujukan, atau merupakan suatu dogma yang dianggap suci
dan mempunyai konotasi upacara.
4. Motivasional.
Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos diciptakan
dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang akan
digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya.
(https://www.academia.edu/15119798/)
2.2 Logis
2.2.1 Pengertian Logis
Logis atau logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu logos yang artinya
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Secara singkat, logis atau logika berarti ilmu, kecakapan atau alat untuk
berpikir lurus (Amsal Bakhtiar,2004:212).
Sebagai ilmu, logika disebut sebagai logika Epiteme yang dalam bahasa
Latin adalah logika scientia yaitu logika adalah sepenuhnya suatu jenis
pengetahuan rasional atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir lurus, tepat dan teratur. Ilmu disini mengacu pada
kecakapan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan
akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. (Amsal
Bakhtiar,2004:212). Oleh karena itu logika terkait erat dengan hal-hal seperti
pengertian, putusan, penyimpulan, silogisme.
Menurut Mundiri (1994:1) “Logika adalah berasal dari kata logos yang
berarti perkataan atau sabda. Istilah lainnya yang digunakan sebagai gantinya
adalah mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata
atau berucap”.
8
2. Presisi Spesifikasi.
Dunia logos adalah dunia yang memilah ke dalam kategori-kategori berbeda
secara ketat. Manusia bukanlah pohon atau gunung. Dewa atau Tuhan
bukanlah bagian dari dunia ini. Bahkan segala hal dipilah lagi secara rinci.
“Seni”, misalnya, dipilah lagi menjadi seni murni dan seni terapan. Seni
murni dipilah lagi menjadi seni lukis, patung, grafis, dst. Hanya dengan
pemilahan ketat macam inilah logika ilmiah bisa berjalan.
3. Distansi Kritis.
Dunia logos menuntut sikap berjarak agar mampu menganalisis. Bahkan
terhadap diri pun, dunia ilmiah harus mengambil sikap objektif, mengurangi
unsur dan kecenderungan subjektif. Kerangka dasarnya adalah Subjek yang
berhadapan dengan Objek.
4. Tulisan.
Dunia logis-ilmiah berkembang melalui budaya baca tulis. Kalau dalam
budaya lisan, pemikiran panjang tidak dimungkinkan karena ingatan tak
mungkin menampung kalimat panjang, dalam budaya tulisan sebaliknya:
pemikiran ditarik terus oleh panjangnya tulisan dan rangkaian kalimat. Di
sana dimungkinkan pula melihat kembali jejak tulisan untuk dianalisis dan
ditafsir ulang. Budaya tulislah yang berperan sebagai infrastruktur dunia
logis-ilmiah.
(http://robbykarman.blogspot.co.id/2013/09/dunia-logos-dan-dunia-mitos.html).
1. Tahap Mitos
Manusia memilki rasa ingin tahu terhadap rahasia alam dengan
menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering tidak dapat
menjawab masalah dan jawaban tidak memuaskan. Pada manusia kuno, untuk
memuaskan diri, mereka mencoba untuk membuat jawaban sendiri.
Misalnya, apakah pelangi itu? Meraka tidak dapat menjawabnya.
Maka, mereka mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa selendang
bidadari. Lalu timbullah pengetahuan baru, yaitu bidadari. Selanjutnya, tentang
mengapa gunung meletus, mereka juga menjawab dengan mengatakan sang kuasa
sedang marah. Dari jawaban itu, muncul pengetahuan yang disebut Yang
Berkuasa. Dengan menggunakan logika, muncullah pengetahuan yang berkuasa
pada lautan, hutan, dan seterusnya. Pengetahuan yang merupakan kombinasi
antara pengalaman-pengalaman dan kepercayaan disebut mitos.
2. Tahap Penalaran
Pada tahap teologi atau fiktif, manusia berusaha untuk mencari dan
menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu, dan
selalu dihubungkan dengan segala hal yang bersifat gaib. Segala hal yang menarik
perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Pada
tahap metafisika, merupakan tahap di mana manusia masih tetap mencari sebab
utama dan tujuan akhir, tetapi tidak menyandarkannya pada kekuatan gaib, tapi
pada akalnya sendiri. Setelah mengalami proses mitos yang panjang, manusia
sedikit demi sedikit membuka kesempatan bagi logikanya untuk berpikir, apakah
hal yang terjadi itu benar-benar karena ada pengaruh gaib semata, atau dapat
dijelaskan secara ilmiah. Maka lahirkan proses berpikir dalam menarik
kesimpulan berupa pengetahuan yang benar yang disebut penalaran. Penalaran ini
murni proses berpikir, bukan perasaan.
12
2.3.2 Para Filsuf yang Berperan dalam Perubahan Mitologis Menjadi Logis
Sekitar abad ke-6 S.M. sudah mulai berkembang suatu pendekatan yang
sama sekali berlainan. Sejak saat itu manusia mulai mencari jawaban-jawaban
rasional tentang masalah-masalah yang diajukan oleh alam semesta. Logos (akal
budi, rasio) mengganti mitos (mythos), dengan begitulah filsafat dilahirkan. Bisa
dikatakan bahwa kata "logos" mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan kata
"rasio". Logos berarti baik kata (tuturan, bahasa) maupun juga rasio.
Meskipun filsafat lahir pada saat rasio mengalahkan mite, tetapi tidak
berarti seluruh mitologi ditinggalkan begitu saja secara mendadak. Sebenarnya
proses itu berlangsung secara berangsur-angsur saja. Seluruh filsafat Yunani dapat
dianggap sebagai suatu pergumulan yang panjang antara mitos dan logos. Dan
justru sebenarnya tidak sulit untuk menunjukkan pengaruh mitlogi atas filsuf-
filsuf yang pertama. Namun demikian, pada abad ke-6 S.M., di negeri Yunani
telah terjadi sesuatu yang benar-benar baru. (Kees Bertens,1989:17).
Puncak pemikiran mitos adalah zaman Babilonia, yaitu kira 700-600 SM.
Orang Babilonia berpendapat bahwa alam semesta itu sebagai ruang setengah bola
dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit dengan bintang-bintang
sebagai atapnya. Namun, yang menakjubkan meraka sudah mengenal bidang
ekleptika sebagai bidang sebagai bidang edar matahari dan menetapkan hitungan
satu tahun, yaitu satu kali matahari beredar ketempat semula, yaitu 362,25 hari.
Pengetahuan perbintangan pada zaman itu memang berkembang dan
muncul pengetahuan tentang rasi-rasi kelompok bintang, yaitu rasi Scorpio,
Virgo, Pisces, Leo, dan sebagainya, rasi bintang yang kita kenal pada saat ini
berasal dari zaman Babilonia ini. Pengetahuan dan ajaran Babilonia tersebut
setengahnya merupakan dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos. Pengetahuan
semacam ini disebut Pseudo Science (sains palsu), artinya mirip sains, tetapi
bukan sains sebenarnya.
14
Sains palsu itu juga terkadang masih terdapat pada pola pikir orang
Yunani kuno (700-600 SM). Misalnya Thales (624-548 SM) seorang filosof,
astronom, ahli metematika, dan ahli teknik, berpendapat bahwa bintang-bintang
mengeluarkan sinar sendiri, sedangkan bulan hanya mentulkan sinar dari
matahari, Dia juga berpendapat bahwa bumi merupakan suatu piring yang datar
terapung diatas air. Dia yang pertama kali mempertanyakan asal-usul semua
benda yang ada di alam semesta ini.
Thales berpendapat bahwa keanekaragaman benda di alam ini merupakan
gejala alam saja, sedangkan bahan dasarnya amat sederhana, yaitu air. Bahan
dasar itu melalui proses membentuk keanekaragaman benda, jadi tidak terbentuk
begitu saja. Pendapat ini merupakan pendapat yang sungguh besar dalam alam
pikiran manusia pada zaman itu, benda yang beranekaragaman itu. Karena
sebelumnya masih banyak orang berpendapat bahwa benda yang beranekaragam
itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya itu. Selanjutnya, Thales
berpendapat semua kehidupan itu berasal dari air.
Filsuf-filsuf pertama memandang dunia atas cara yang belum pernah
dipraktekkan oleh orang lain. Mereka tidak lagi mencari keterangan tentang alam
semesta dalam peristiwa-peristiwa mistis pada awal mula yang harus dipercaya
begitu saja, sebab belum ada kemungkinan untuk membuktikan kebenarannya.
Mereka tidak membatasi diri atas mite-mite yang telah diturunkan dalam tradisi,
setinggi-tingginya ditambah dalam imajinasi puitis.
Periode filsafat Yunani merupakan periode penting sejarah peradaban
manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-
mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir
masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam,
seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam
biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara
kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi
15
implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi
kemudian didekati bahkan dieksploitasi.
Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi
lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan
pengkajian. Dari proses ini kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang
akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan
filsafat Yunani merupakan poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat,
karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi.
Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani.
Tokoh-tokoh Yunani dan lainnya yang memberikan sumbangan perubahan
pemikiran pada waktu itu adalah:
1. Anaximander, langit yang kita lihat adalah setengah saja, langit dan isinya
beredar mengelilingi bumi ia juga mengajarkan membuat jam dengan
tongkat.
2. Anaximenes (560-520) mengatakan unsur-unsur pembentukan semua benda
adalah air, seperti pendapat Thales. Air merupakan salah satu bentuk benda
bila merenggang menjadi api dan bila memadat menjadi tanah.
3. Herakleitos (560-470) pengkoreksi pendapat Anaximenes, justru apilah yang
menyebabkan transmutasi, tanpa ada api benda-benda akan seperti apa
adanya.
4. Pythagoras (500 SM) mengatakan unsur semua benda adalah empat yaitu
tanah, api, udara dan air. Ia juga mengungkapkan dalil Pythagoras C2 = A2 +
B2, sehubungan dengan alam semesta ia mengatakan bahwa bumi adalah
bulat dan seolah-olah benda lain mengitari bumi termasuk matahari.
5. Demokritos (460-370) bila benda dibagi terus, maka pada suatu saat akan
sampai pada bagian terkecil yang disebut Atomos atau atom, istilah atom
tetap dipakai sampai saat ini namun ada perubahan konsep.
16
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penulisan Karya Ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Istilah mitologis atau mitologi berasal dari bahasa Yunani yaitu mythologia
yang terdiri dari dua kata yaitu mythos dan logos. Mythos berarti kisah atau
legenda, sedangkan logos berarti penuturan. Istilah tersebut telah dipakai
sejak abad ke-15, dan kurang lebih mitologi berati ilmu yang menjelaskan
tentang mitos.
2. Sebab-sebab munculnya mitos:
a. Alat penglihatan.
b. Alat pendengaran.
c. Alat pencium dan pengecap.
d. Alat peraba.
3. Logis atau logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu logos yang artinya
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan
dalam bahasa. Secara singkat, logis atau logika berarti ilmu, kecakapan atau
alat untuk berpikir lurus (Amsal Bakhtiar,2004:212).
4. Tahap peralihan pemikiran dari mitologis menjadi logis:
a. Tahap mitos.
b. Tahap penalaran.
c. Tahap pengalaman dari percobaan.
d. Tahap metode keilmuan.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
http://robbykarman.blogspot.co.id/2013/09/dunia-logos-dan-dunia-mitos.html
http://shidiqnurcahyo.blogspot.co.id/2013/01/materi-pba-semester-1-iad-ibd-
isd.html
http://maulanabdulaziz.blogspot.co.id/2013/02/perkembangan-pemikiran-
manusia.html