Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada zaman dahulu, kemampuan manusia masih terbatas baik peralatan
maupun pemikiran. Keterbatasan itu menyebakan pengamatan menjadi kurang
seksama, dan cara pemikiran yang sederhana menyebabkan hasil pemecahan
masalah memberikan kesimpulan yang kurang tepat. Dengan demikan,
pengetahuan yang terkumpul belum memberikan kepuasan terhadap rasa ingin
tahu manusia dan masih jauh dari kebenaran .
Perkembangan selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan non fisik
(pikirannya), jadi tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Rasa
ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan atas dasar pengamatan maupun
pengalamannya saja untuk memuaskan alam pikirannya. Berbagai pengetahuan
baru yang bermunculan dan merupakan gabungan dari pengalaman dan
kepercayaan seseorang disebut mitos.
Selanjutnya, berdasarkan kemampuan berpikir manusia yang makin maju
dan perlengkapan pengamatan makin sempurna, maka mitos makin ditinggalkan
orang dan cenderung menggunakan akal sehat atau biasa disebut logis. Logis
mematahkan teori-teori mitos dengan pembuktian dan penelitian yang ilmiah.
Dengan berpikir logis, sesuatu hal yang terjadi tidak akan dihubung-hubungkan
dengan mitos.
Logis adalah masuk akal dan tidak logis adalah sebaliknya. Bahwa
keseluruhan informasi keilmuan merupakan suatu sistem yang bersifat logis,
karena itu science tidak mungkin melepaskan kepentingannya terhadap logika.
Dalam perkembangannya, logika telah menarik minat dan dipelajari secara luas
oleh para filosof.
Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya, tetapi
pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Logika menyelidiki,
menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan
mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan

1
2

perorangan. Logika merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan patokan-


patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir benar, efisien dan teratur,
bukannya mengandai-andai lewat imajinasi dan mimpi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan Karya Ilmiah ini adalah:
1. Apakah pengertian mitologis?
2. Apakah pengertian logis?
3. Bagaimana peralihan pemikiran dari mitologis menjadi logis?

1.3 Tujuan Karya Ilmiah


Adapun tujuan penulisan Karya Ilmiah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian mitologis.
2. Untuk mengetahui pengertian logis.
3. Untuk mengetahui proses peralihan pemikiran dari mitologis menjadi logis.
II
PEMBAHASAN

2.1 Mitologis
2.1.1 Pengertian Mitologis
Istilah mitologis atau mitologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
mythologia yang terdiri dari dua kata yaitu mythos dan logos. Mythos berarti kisah
atau legenda, sedangkan logos berarti penuturan. Istilah tersebut telah dipakai
sejak abad ke-15, dan kurang lebih mitologi berati ilmu yang menjelaskan
tentang mitos.
Di masa sekarang, mitologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1997) adalah “Ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan
dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus di suatu
kebudayaan”.
Menurut pakarnya, mitos tidak boleh disamakan dengan fabel, legenda,
cerita rakyat, dongeng, anekdot atau kisah fiksi. Mitos dan agama juga berbeda,
namun menutupi beberapa aspek (https://id.wikipedia.org/wiki/Portal:Mitologi).
Mitos menurut Harsojo (1988) adalah “Sistem kepercayaan dari suatu
kelompok manusia, yang berdiri atas sebuah landasan yang menjelaskan cerita-
cerita yang suci yang berhubungan dengan masa lalu”.
Mite atau mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar
terjadi serta dianggap suci. Mite tokohnya para dewa atau makhluk setengah
dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan sekarang, dan
terjadi pada masa lampau. Karena itu, dalam mite sering ada tokoh pujaan yang
dipuji dan atau sebaliknya, ditakuti. Disisi lain, pemahaman atas cerita yang
bernuansa mitos seringkali diikuti dengan adanya penghormatan yang
dimanifestasikan ke dalam wujud pengorbanan (Danandjaja ,1986:50).

3
4

Mitos yang dalam arti asli sebagai kiasan dari zaman purba merupakan
cerita yang asal usulnya sudah dilupakan, namun ternyata pada zaman sekarang
mitos dianggap sebagai suatu cerita yang dianggap benar. Manusia memerlukan
sekali kehadiran alam sehingga terjadi hubungan yang erat antara manusia dan
alam.
Mitos menurut pengertian Kamus Dewan, adalah "Cerita (kisah) tentang
dewa-dewa dan orang atau makhluk luar biasa zaman dahulu yang dianggap oleh
setengah golongan masyarakat sebagai kisah benar dan merupakan kepercayaan
berkenaan kejadian dewa-dewa dan alam seluruhnya."
Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang
dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang pernah terjadi
pada masa dahulu. Ia dianggap sebagai suatu kepercayaan dan kebenaran mutlak
yang dijadikan sebagai rujukan, atau merupakan suatu dogma yang dianggap suci
dan mempunyai konotasi upacara. 

2.1.2 Ciri-Ciri Mitos dalam Mitologis


Secara umum, ada beberapa ciri-ciri dari mitos itu sendiri yaitu:
1. Distorsif
Maksudnya adalah  hubungan antara Form dan Concept bersifat distorsif dan
deformatif. Concept mendistorsi Form sehingga makna pada sistem tingkat
pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang
sebenarnya.
2. Intensional
Maksudnya adalah mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan,
dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu.
3. Statement of fact
Maksudnya adalah mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita menerimanya
sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Sesuatu yang
terletak secara alami dalam nalar awam.
5

4. Motivasional.
Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos diciptakan
dengan melakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan konsep yang akan
digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya.
(https://www.academia.edu/15119798/)

2.1.3 Karakteristik Dunia Mitologis


Berikut ini adalah karakteristik dunia mitologis adalah sebagai berikut:
1. Imajerial.
Realitas ditangkap melalui imaji, melalui citraan-citraan imajinatif tertentu.
Gunung tertentu, misalnya, terlihat bagai perahu terbalik, maka disebutlah ia
gunung Tangkuban Parahu. Imaji memang muncul dari daya imajinasi, dan
berkorelasi dengan dunia rasa.
2. Serba Tak Terpilah (Undifferentiated).
Segala hal pada prinsipnya bisa menjadi apa pun. Pohon atau binatang bisa
dilihat sebagai nenek moyang. Manusia bisa menjadi batu. Laut bisa
mengamuk bagai raksasa. Tak ada pemilahan-pemilahan ketat (bahwa pohon
bukanlah binatang, bukan pula manusia, misalnya).
3. Partisipatif.
Dunia mitos adalah dunia serba kesatuan. Segala sesuatu adalah bagian dari
alam yang lebih besar. Manusia, misalnya, adalah jagat kecil, bagian dari
jagat besar. Segala sesuatu berpartisipasi, ambil bagian, terhadap yang lain,
seperti posisi embrio yang menyatu dengan rahim sang ibu.
4. Lisan.
Dunia mitos adalah dunia cerita yang mengandalkan komunikasi lisan dari
mulut ke mulut; dunia pandang dengar. Rincian dan ketepatan tak terlalu
penting. Yang pokok adalah alur utama. Rincian bisa selalu diimprovisasikan,
seperti yang biasa dilakukan seorang dalang.
(http://robbykarman.blogspot.co.id/2013/09/dunia-logos-dan-dunia-mitos.html).
6

2.1.4 Sebab-Sebab Munculnya Mitos


Mitos ini timbul disebabkan karena keterbatasan alat indra manusia,
seperti:
1. Alat pengelihatan.
Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak oleh mata.
2. Alat pendengaran.
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari
30 sampai 30.000 perdetik.
3. Alat pencium dan pengecap.
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun yang
diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan empat jenis rasa, yaitu manis,
masam, asin, dan pahit.
4. Alat peraba.
Alat peraba pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin, namun
sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan
pengamatan tersebut. (http://shidiqnurcahyo.blogspot.co.id/2013/01/materi-
pba-semester-1-iad-ibd-isd.html).

2.1.5 Alasan Diterimanya Mitos di Masyarakat


Jadi, mitos itu diterima oleh masyarakat pada masa itu karena:
a) Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan keterbatasan penginderaan baik
langsung maupun dengan alat.
Karena keterbatasan pengatahuan manusia maka mereka mencoba mereka-
reka dengan khayalan dan imajinasinya untuk memperoleh jawaban atas
permasalahan tersebut. Pengetahuan yang diperoleh dan belum tentu
kebenarannya kemudian diceritakan kembali kepada orang lain atau generasi
berikutnya.
b) Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
Manusia pada awalnya memang mampu berpikir namun pemikirannya belum
terlatih. Pemikiran dapat benar dan dapat pula salah. Dengan perkembangan
7

pemikiran manusia lama-kelamaan pemikiran yang salah akan ditinggalkan


orang, sedangkan yang benar akan terus bertahan sampai ada kebenaran baru
yang muncul.
c) Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Rasa ingin tahu akan kebenaran telah terpenuhi. Kebenaran memang harus
dapat diterima oleh akal, tetapi sebagian lagi dapat diterima secara intuisi,
yakni penerimaan atas dasar kata hati tentang sesuatu yang benar. Kata hati
yang irasional dalam kehidupan masyarakat sudah dapat diterima sebagai
suatu kebenaran. (http://shidiqnurcahyo.blogspot.co.id/2013/01/materi-pba-
semester-1-iad-ibd-isd.html).

2.2 Logis
2.2.1 Pengertian Logis
Logis atau logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu logos yang artinya
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Secara singkat, logis atau logika berarti ilmu, kecakapan atau alat untuk
berpikir lurus (Amsal Bakhtiar,2004:212).
Sebagai ilmu, logika disebut sebagai logika Epiteme yang dalam bahasa
Latin adalah logika scientia  yaitu logika adalah sepenuhnya suatu jenis
pengetahuan rasional atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir lurus, tepat dan teratur. Ilmu disini mengacu pada
kecakapan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan
akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. (Amsal
Bakhtiar,2004:212). Oleh karena itu logika terkait erat dengan hal-hal seperti
pengertian, putusan, penyimpulan, silogisme.
Menurut Mundiri (1994:1) “Logika adalah berasal dari kata logos yang
berarti perkataan atau sabda. Istilah lainnya yang digunakan sebagai gantinya
adalah mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata
atau berucap”.
8

Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat.(W.


Poespoprodjo, Ek. T. Gilarso,2006:13).
Menurut Soekadijo (1991:3) “Logika adalah suatu metode atau teknik
yang diciptakan untuk meneliti ketepatan nenalar”.
Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah
berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah
berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses
pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan
kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui (Premis) yang nanti
akan diturunkan kesimpulan.
Logika juga merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-
hukum pemikiran dalam praktek, hal ini yang menyebabkan logika disebut
dengan filsafat yang praktis.Dalam proses pemikiran, terjadi pertimbamgan,
menguraikan, membandingkan dan menghubungkan pengertian yang satu dengan
yang lain. Penyelidikan logika tidak dilakukan dengan sembarang berpikir.
Logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan atau ketepatannya. Suatu
pemikiran logika akan disebut lurus apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-
hukum serta aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dari semua hal yang
telah dijelaskan tersebut dapat menunjukkan bahwa logika merupakan suatu
pedoman atau pegangan untuk berpikir.

2.2.2 Karakteristik Dunia Logis


Berikut ini adalah karakteristik dunia logis adalah sebagai berikut:
1. Konseptual.
Kalau imaji mengandung beragam konotasi, maka ‘konsep’ adalah upaya
menunggalmaknakan, upaya menetapkan makna pada tingkat harfiahnya;
penggunaan makna denotatif yang berkorelasi dengan realitas faktualnya.
Kalau saya bicara tentang ‘kursi’, misalnya, saya tidak memaksudkannya
sebagai metafora kekuasaan atau pun imaji kenyamanan, melainkan semata-
mata sebagai benda yang berfungsi untuk duduk.
9

2. Presisi Spesifikasi.
Dunia logos adalah dunia yang memilah ke dalam kategori-kategori berbeda
secara ketat. Manusia bukanlah pohon atau gunung. Dewa atau Tuhan
bukanlah bagian dari dunia ini. Bahkan segala hal dipilah lagi secara rinci.
“Seni”, misalnya, dipilah lagi menjadi seni murni dan seni terapan. Seni
murni dipilah lagi menjadi seni lukis, patung, grafis, dst. Hanya dengan
pemilahan ketat macam inilah logika ilmiah bisa berjalan.
3. Distansi Kritis.
Dunia logos menuntut sikap berjarak agar mampu menganalisis. Bahkan
terhadap diri pun, dunia ilmiah harus mengambil sikap objektif, mengurangi
unsur dan kecenderungan subjektif. Kerangka dasarnya adalah Subjek yang
berhadapan dengan Objek.
4. Tulisan.
Dunia logis-ilmiah berkembang melalui budaya baca tulis. Kalau dalam
budaya lisan, pemikiran panjang tidak dimungkinkan karena ingatan tak
mungkin menampung kalimat panjang, dalam budaya tulisan sebaliknya:
pemikiran ditarik terus oleh panjangnya tulisan dan rangkaian kalimat. Di
sana dimungkinkan pula melihat kembali jejak tulisan untuk dianalisis dan
ditafsir ulang. Budaya tulislah yang berperan sebagai infrastruktur dunia
logis-ilmiah.
(http://robbykarman.blogspot.co.id/2013/09/dunia-logos-dan-dunia-mitos.html).

2.3 Peralihan Pemikiran dari Mitologis Menjadi Logis


Perubahan mitos ke logos merupakan revolusi, mengingat pemenuhan
pengertian dan syarat-syarat. Dengan demikian revolusi pengetahuan ini secara
tidak langsung merupakan revolusi pertama dan utama. Hal tersebut dikarenakan
buah dari revolusi ini merupakan dasar dari segala perubahan pemikiran. Poin
yang perlu digaris bawahi ialah perubahan pola pikir yang tidak hanya menerima
mitos sebagai wahyu yang diwartakan turun temurun, melainkan pola pikir untuk
mencari dan terus mencari kebenaran. Revolusi-revolusi yang terjadi setelah
revolusi pengetahuan merupakan usaha untuk mencari kebenaran. Selain itu
10

munculnya ilmu pengetahuan, yang memiliki banyak pengaruh dalam merubah


dunia, juga merupakan buah dari revolusi pengetahuan. Dengan adanya ilmu
pengetahuan, maka berkembanglah pola pikir manusia yang nantinya pola pikir
tersebut melahirkan revolusi yang lain.
Filsafat mendekanstruksi (menghancurkan sampai pondasi) merubah
total menghilangkan bentuk awal dari mitos menjadi logos. Dengan cara
mengubah cara pikiir (budaya mentalitas) primitif menjadi berkelas dengan
fenomena-fenomena ilmiah dengan penelitian dan pembuktian yang berdasarkan
logika dan dapat diterima. Bahwa tidak ada sesuatu yang serta merta tiba-tiba
terjadi tanpa ada proses di dalamnya. Filsafat menggiring manusia pada
hakekatnya dan menggunakan bagian dari pada dirinya yang membedakanya
dengan yang lain secara optimal berdasarkan fungsinya yaitu berfikir. Itulah
penyebab beralihnya mitos menjadi logos.

2.3.1 Tahap Peralihan Pemikiran dari Mitologis Menjadi Logis


Ada beberapa tahap yang dilalui manusia dalam rangka mendobrak rasa
ingin tahunya sampai akhirnya lahir sebuah pemikiran logis yang menjadi ilmu
pengetahuan bagi manusia. Diawali dengan tahap mitos, tahap penalaran, tahap
pengalaman dari percobaan, dan akhirnya tahap metode keilmuan.  Berangkat dari
pertanyaan ‘apa’, manusia menelusuri segala hal yang ingin diketahuinya. Hasrat
ingin tahu yang tumbuh dalam dirinya membuat panca indranya fokus
memperhatikan sebuah objek, mulai dari pengamatan, percobaan, hingga lahir 
pengetahuan.
Akhirnya, setelah tahu ‘apa’nya, manusia menjadi ingin tahu
‘bagaimana’ dan ‘mengapa’, ‘apa’ itu bisa terjadi. Dengan hal seperti ini, rasa
ingin tahu manusia membuat dan menyebabkan pengetahuan mereka berkembang
dari waktu ke waktu. Selain itu, kerja otak setiap waktu yang mengalami banyak
sekali proses pemikiran dan penemuan pengetahuan, mampu melahirkan
akumulasi pengetahuan antara yang telah ada dan yang baru. Antara pengalaman
dan pengetahuan baru berakulturasi dalam pikiran, sehingga daya pikir manusia
terus berkembang tiada henti. 
11

1. Tahap Mitos
Manusia memilki rasa ingin tahu terhadap rahasia alam dengan
menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering tidak dapat
menjawab masalah dan jawaban tidak memuaskan. Pada manusia kuno, untuk
memuaskan diri, mereka mencoba untuk membuat jawaban sendiri.
Misalnya, apakah pelangi itu? Meraka tidak dapat menjawabnya.
Maka, mereka mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa selendang
bidadari. Lalu timbullah pengetahuan baru, yaitu bidadari. Selanjutnya, tentang
mengapa gunung meletus, mereka juga menjawab dengan mengatakan sang kuasa
sedang marah. Dari jawaban itu, muncul pengetahuan yang disebut Yang
Berkuasa. Dengan menggunakan logika, muncullah pengetahuan yang berkuasa
pada lautan, hutan, dan seterusnya. Pengetahuan yang merupakan kombinasi
antara pengalaman-pengalaman dan kepercayaan disebut mitos.

2. Tahap Penalaran
Pada tahap teologi atau fiktif, manusia berusaha untuk mencari dan
menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu, dan
selalu dihubungkan dengan segala hal yang bersifat gaib. Segala hal yang menarik
perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Pada
tahap metafisika, merupakan tahap di mana manusia masih tetap mencari sebab
utama dan tujuan akhir, tetapi tidak menyandarkannya pada kekuatan gaib, tapi
pada akalnya sendiri. Setelah mengalami proses mitos yang panjang, manusia
sedikit demi sedikit membuka kesempatan bagi logikanya untuk berpikir, apakah
hal yang terjadi itu benar-benar karena ada pengaruh gaib semata, atau dapat
dijelaskan secara ilmiah. Maka lahirkan proses berpikir dalam menarik
kesimpulan berupa pengetahuan yang benar yang disebut penalaran. Penalaran ini
murni proses berpikir, bukan perasaan.
12

3. Tahap Pengalaman dari Percobaan


Karena perasaan tidak dapat dijadikan landasan kuat dalam melahirkan
sebuah pengetahuan, dan tidak dapat diandalkan sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur, maka pengetahuan ini dapat dijadikan hipotesa yang
kemudian dilakukan penelitian untuk memastikan kebenarannya. Ada beberapa
faktor yang terjadi dalam proses pencarian kebenaran sebuah pengetahuan.
a. Wahyu
Adalah pengetahuan yang disampaikan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan
ini disalurkan lewat nabi-Nya. Dengan wahyu, manusia memperoleh
pengetahuan dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa yang diwahyukan
tersebut benar.
b. Trial and Error
Adalah cara memperoleh pengetahuan dengan cara coba-coba dan untung-
untungan. Cara ini telah dilakukan manusia sejak purba, dan membutuhkan
waktu yang lama, sehingga bukan cara efisien untuk mencari kebenaran.

4. Tahap Metode Keilmuan


Setelah manusia mengalami proses panjang untuk mendapatkan suatu
informasi, maka ada saat mereka menyimpulkan hasil penelitiannya dengan
kebenaran yang telah teruji dalam tahap percobaan. Jika pengetahuan yang
dimaksudnya telah diakui olehnya benar, begitupun dengan masyarakatnya, maka
pengetahuan itu sudah bisa diajarkan ke orang lain. 
(http://maulanabdulaziz.blogspot.co.id/2013/02/perkembangan-pemikiran-
manusia.html)
13

2.3.2 Para Filsuf yang Berperan dalam Perubahan Mitologis Menjadi Logis
Sekitar abad ke-6 S.M. sudah mulai berkembang suatu pendekatan yang
sama sekali berlainan. Sejak saat itu manusia mulai mencari jawaban-jawaban
rasional tentang masalah-masalah yang diajukan oleh alam semesta. Logos (akal
budi, rasio) mengganti mitos (mythos), dengan begitulah filsafat dilahirkan. Bisa
dikatakan bahwa kata "logos" mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan kata
"rasio". Logos berarti baik kata (tuturan, bahasa) maupun juga rasio.
Meskipun filsafat lahir pada saat rasio mengalahkan mite, tetapi tidak
berarti seluruh mitologi ditinggalkan begitu saja secara mendadak. Sebenarnya
proses itu berlangsung secara berangsur-angsur saja. Seluruh filsafat Yunani dapat
dianggap sebagai suatu pergumulan yang panjang antara mitos dan logos. Dan
justru sebenarnya tidak sulit untuk menunjukkan pengaruh mitlogi atas filsuf-
filsuf yang pertama. Namun demikian, pada abad ke-6 S.M., di negeri Yunani
telah terjadi sesuatu yang benar-benar baru. (Kees Bertens,1989:17).
Puncak pemikiran mitos adalah zaman Babilonia, yaitu kira 700-600 SM.
Orang Babilonia berpendapat bahwa alam semesta itu sebagai ruang setengah bola
dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit dengan bintang-bintang
sebagai atapnya. Namun, yang menakjubkan meraka sudah mengenal bidang
ekleptika sebagai bidang sebagai bidang edar matahari dan menetapkan hitungan
satu tahun, yaitu satu kali matahari beredar ketempat semula, yaitu 362,25 hari.
Pengetahuan perbintangan pada zaman itu memang berkembang dan
muncul pengetahuan tentang rasi-rasi kelompok bintang, yaitu rasi Scorpio,
Virgo, Pisces, Leo, dan sebagainya, rasi bintang yang kita kenal pada saat ini
berasal dari zaman Babilonia ini. Pengetahuan dan ajaran Babilonia tersebut
setengahnya merupakan dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos. Pengetahuan
semacam ini disebut Pseudo Science (sains palsu), artinya mirip sains, tetapi
bukan sains sebenarnya.
14

Sains palsu itu juga terkadang masih terdapat pada pola pikir orang
Yunani kuno (700-600 SM). Misalnya Thales (624-548 SM) seorang filosof,
astronom, ahli metematika, dan ahli teknik, berpendapat bahwa bintang-bintang
mengeluarkan sinar sendiri, sedangkan bulan hanya mentulkan sinar dari
matahari, Dia juga berpendapat bahwa bumi merupakan suatu piring yang datar
terapung diatas air. Dia yang pertama kali mempertanyakan asal-usul semua
benda yang ada di alam semesta ini.
Thales berpendapat bahwa keanekaragaman benda di alam ini merupakan
gejala alam saja, sedangkan bahan  dasarnya amat sederhana, yaitu air. Bahan
dasar itu melalui proses membentuk keanekaragaman benda, jadi tidak terbentuk
begitu saja. Pendapat ini merupakan pendapat yang sungguh besar dalam alam
pikiran manusia pada zaman itu, benda yang beranekaragaman itu. Karena
sebelumnya masih banyak orang berpendapat bahwa benda yang beranekaragam
itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya itu. Selanjutnya, Thales
berpendapat semua kehidupan itu berasal dari air.
Filsuf-filsuf pertama memandang dunia atas cara yang belum pernah
dipraktekkan oleh orang lain. Mereka tidak lagi mencari keterangan tentang alam
semesta dalam peristiwa-peristiwa mistis pada awal mula yang harus dipercaya
begitu saja, sebab belum ada kemungkinan untuk membuktikan kebenarannya.
Mereka tidak membatasi diri atas mite-mite yang telah diturunkan dalam tradisi,
setinggi-tingginya ditambah dalam imajinasi puitis.
Periode filsafat Yunani merupakan periode penting sejarah peradaban
manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-
mite menjadi yang lebih rasional. Pola pikir mite-mite adalah pola pikir
masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam,
seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam
biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara
kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi
15

implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi
kemudian didekati bahkan dieksploitasi.   
Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi
lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan
pengkajian. Dari proses ini kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang
akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan
filsafat Yunani merupakan poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat,
karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi.
Zaman Kuno meliputi zaman filsafat pra-Socrates di Yunani.
            Tokoh-tokoh Yunani dan lainnya yang memberikan sumbangan perubahan
pemikiran pada waktu itu adalah:
1. Anaximander, langit yang kita lihat adalah setengah saja, langit dan isinya
beredar mengelilingi bumi ia juga mengajarkan membuat jam dengan
tongkat.
2. Anaximenes (560-520) mengatakan unsur-unsur pembentukan semua benda
adalah air, seperti pendapat Thales. Air merupakan salah satu bentuk benda
bila merenggang menjadi api dan bila memadat menjadi tanah. 
3. Herakleitos (560-470) pengkoreksi pendapat Anaximenes, justru apilah yang
menyebabkan transmutasi, tanpa ada api benda-benda akan seperti apa
adanya. 
4. Pythagoras (500 SM) mengatakan unsur semua benda adalah empat yaitu
tanah, api, udara dan air. Ia juga mengungkapkan dalil Pythagoras C2 = A2 +
B2, sehubungan dengan alam semesta ia mengatakan bahwa bumi adalah
bulat dan seolah-olah benda lain mengitari bumi termasuk matahari. 
5. Demokritos (460-370) bila benda dibagi terus, maka pada suatu saat akan
sampai pada bagian terkecil yang disebut Atomos atau atom, istilah atom
tetap dipakai sampai saat ini namun ada perubahan konsep. 
16

6. Empedokles (480-430SM) menyempurnakan pendapat Pythagoras, ia


memperkenalkan tentang tenaga penyekat atau daya tarik-menarik dan data
tolak-menolak. Kedua tenaga ini dapat mempersatukan atau memisahkan
unsur-unsur. 
7. Plato (427-345) yang mempunyai pemikiran yang berbeda dengan orang
sebelumnya, ia mengatakan bahwa keanekaragaman yang tampak ini
sebenarnya hanya suatu duplikat saja dari semua yang kekal dan
immatrial. Seperti serangga yang beranekaragam itu merupakan duplikat yang
tidak sempurna, yang benar adalah idea serangga.
8. Aristoteles merupakan ahli pikir, ia membuat intisari dari ajaran orang
sebelumnya ia membuang ajaran yang tidak masuk akal dan memasukkan
pendapatnya sendiri. Ia mengajarkan unsur dasar alam yang disebut Hule. Zat
ini tergantung kondisi sehingga dapat berwujud tanah, air, udara atau api.
Terjadi transmutasi disebabkan oleh kondisi, dingin, lembah, panas dan
kering. Dalam kondisi lembab hule akan berwujud sebagai api, sedang dalam
kondisi kering ia berwujud tanah. Ia juga mengajarkan bahwa tidak ada ruang
yang hampa, jika ruang itu tidak terisi suatu benda maka ruang itu diisi oleh
ether. Aristoteles juga mengajarkan tentang klasifikasi hewan yang ada
dimuka bumi ini. 
9. Ptolomeus (127-151) SM mengatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya
(geosentris), berbentuk bulat diam seimbang tanpa tiang penyangga. 
10. Avicenna (ibn-Shina abad 11) merupakan ahli dibidang kedokteran, selain itu
ahli lain dari dunia Islam yaitu Al-Biruni seorang ahli ilmu pengetahuan asli
dan komtemporer. Pada abad 9-11 ilmu pengetahuan dan filasafat Yunani
banyak yang diterjemahkan dan dikembangkan dalam bahasa Arab.
Kebudayaan Arab berkembang menjadi kebudayaan Internasional.
(http://shidiqnurcahyo.blogspot.co.id/2013/01/materi-pba-semester-1-iad-ibd-
isd.html).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penulisan Karya Ilmiah ini adalah sebagai
berikut:
1. Istilah mitologis atau mitologi berasal dari bahasa Yunani yaitu mythologia
yang terdiri dari dua kata yaitu mythos dan logos. Mythos berarti kisah atau
legenda, sedangkan logos berarti penuturan. Istilah tersebut telah dipakai
sejak abad ke-15, dan kurang lebih mitologi berati ilmu yang menjelaskan
tentang mitos.
2. Sebab-sebab munculnya mitos:
a. Alat penglihatan.
b. Alat pendengaran.
c. Alat pencium dan pengecap.
d. Alat peraba.
3. Logis atau logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu logos yang artinya
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan
dalam bahasa. Secara singkat, logis atau logika berarti ilmu, kecakapan atau
alat untuk berpikir lurus (Amsal Bakhtiar,2004:212).
4. Tahap peralihan pemikiran dari mitologis menjadi logis:
a. Tahap mitos.
b. Tahap penalaran.
c. Tahap pengalaman dari percobaan.
d. Tahap metode keilmuan.

17
18

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Buku:

Bakhtiar, Amsal. 2004. Ilmu Filsafat. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.


Bertens, Kees. 1989. Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales Ke Aristoteles.
Kanisius. Yogyakarta.

Danandjaja, James. 1986. Folklor indonesia. Cetakan ke- 2. Grafitipers: Jakarta.


Harsojo. 1988. Pengantar Antropologi. Binacipta: Bandung.
Mundiri. 1994. Logika. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Poespoprodjo, W, Gilarso, T . Ek. 2006. Logika Ilmu Menalar Dasar-Dasar
Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialekti. Pustaka Grafika: Jakarta.

Soekadijo, R.G. 1991. Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. PT


Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Sumber dari Internet:


https://www.academia.edu/15119798

http://robbykarman.blogspot.co.id/2013/09/dunia-logos-dan-dunia-mitos.html

http://shidiqnurcahyo.blogspot.co.id/2013/01/materi-pba-semester-1-iad-ibd-
isd.html

http://maulanabdulaziz.blogspot.co.id/2013/02/perkembangan-pemikiran-
manusia.html

Anda mungkin juga menyukai