Anda di halaman 1dari 5

Obsesi Mistik Manusia Indonesia

Sumber: IdPost.co.id

Jagat dunia maya Indonesia tengah dihebohkan oleh kehadiran sosok pesulap merah yang
getol membongkar praktik penipuan di dalam dunia perdukunan. Aksi ini sontak
menimbulkan sejumlah kontroversi, salah satunya berasal dari Aliansi Dukun Indonesia.
Tindakan pesulap merah dinilai menghina profesi dukun dan membuat sejumlah dukun ‘sepi
job’.

Di tengah hingar-bingar kontroversi yang terjadi, agaknya kita semua harus bersepakat bahwa
masyarakat Indonesia memang masih terobsesi dengan logika mistik. Keyakinan terhadap
hal-hal gaib ini kemudian memicu pertanyaan lanjutan, mengapa di era yang sudah
sedemikian modern masih banyak orang yang pergi ke dukun? Bukankah ini sebuah
fenomena yang paradoksal?

Muasal Keyakinan Mistik Masyarakat Indonesia


Animisme dan dinamisme adalah akar sejarah bagi budaya mistis di kalangan masyarakat
Indonesia. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan benda-benda yang dianggap
memiliki kekuatan gaib membentuk suatu konsepsi bahwa kekuatan supranatural perlu
dihormati. Adapun mekanismenya, dapat terjadi melalui pola sebagai berikut: seseorang
meminta bantuan kepada kekuatan gaib dan permintaannya terkabul. Kondisi yang demikian
akhirnya dimaknai sebagai suatu pembuktian kebenaran dari pola pikir mistik walaupun
terdapat banyak kemungkinan lain yang sebetulnya bisa terjadi. Sayangnya, menurut
antropolog Imam Ardhianto yang dikutip dari laman CNN Indonesia, manusia dalam batas-
batas tertentu memang selalu punya kecenderungan untuk mempersonifikasikan kejanggalan
yang terjadi. Akhirnya, kabar soal kebenaran logika mistik pun tersebar dan mulai
melembaga dalam tubuh kebudayaan masyarakat Indonesia.
Mengapa Hal Mistis masih Eksis?
Singkatnya, masyarakat menganggap logika mistik masih berfungsi. Dilansir dari laman
CNN Indonesia, antropolog Heddy Shri dari Universitas Gadjah Mada mengungkapkan
empat kecenderungan manusia dalam menyelesaikan persoalan yang terdiri atas akal sehat,
magi (upacara atau praktik mempersuasi mahluk gaib), sains dan agama. Setiap manusia
memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Penggunaan magi dan kepercayaan terhadap
mistisisme dinilai sebagai shortcut atau jalan tercepat untuk menyelesaikan masalah.
Alternatif penyelesaian masalah lewat sains bisa jadi memakan waktu yang tak sebentar
karena memerlukan proses uji validasi yang panjang. Opsi penggunaan akal sehat sepertinya
sudah dibuang jauh-jauh oleh rakyat Indonesia yang cenderung pasif dalam berpikir. Begitu
juga penyelesaian lewat jalur agama yang lebih banyak memakan effort. Prahara pembagian
warisan dalam Islam contohnya, terkadang memakan waktu yang panjang dalam
perhitungannya. Jika pergi ke dukun, orang tinggal meminta layanan santet untuk
menyingkirkan saingan.

Lebih jauh dari itu, kepercayaan terhadap logika mistik ternyata memiliki spektrum yang
lebih luas dari sekedar keberfungsiannya. Logika mistik, menurut Imam Hardianto adalah
kritik terhadap lembaga modern yang gagal memenuhi janji, baik dalam hal mobilitas sosial,
kesehatan atau pencapaian psikologis. Masyarakat pedesaan yang terisolir cenderung berobat
kepada dukun karena memang aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan sangat sulit. Maka,
satu-satunya opsi pengobatan yang tersedia adalah dukun setempat. Kebiasaan ini mengambil
bentuk yang langgeng. Akibatnya, masyarakat akan terbiasa menggunakan pola pikir mistik.
Sehingga, ketika akses kesehatan tak lagi sulit, pilihan pengobatan tetap akan dijatuhkan pada
kekuatan magis yang bersifat tradisional.

Senada dengan pendapat tersebut, akademisi FIB Universitas Jember, Heru S.P. Saputra,
dalam tulisannya yang bertajuk Tradisi Mantra Kelompok Etnik Using di Banyuwangi dan
diterbitkan dalam jurnal Humaniora Volume XII No. 3/2001, menulis bahwasannya magi
seperti mantra merupakan alternatif pranata sosial tradisional ketika pranata formal tidak lagi
mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Ini berarti bahwa penggunaan logika
mistik sejatinya merupakan bentuk kompensasi dari ketidakberdayaan masyarakat dalam
memecahkan permasalahan. Logika mistik hadir mengisi kekosongan ruang konflik dengan
berbagai macam karakteristiknya.

Lestarinya kondisi yang demikian turut disokong oleh adaptifnya logika mistik di Indonesia.
Pola semacam ini pernah disinggung oleh Sutardja pada Tradisi Lisan dalam Pendekatan
Psikologi edisi III November 1996. Menurutnya, secara naluriah setiap kelompok etnik telah
memiliki mekanisme dalam menghadapi dan memecahkan problema sosial-budaya yang
diwariskan nenek moyang. Secara psikologis, hal tersebut berimplikasi pada anggapan bahwa
manusia memerlukan pegangan batin untuk menghadapi masalah yang ada. Ini berarti bahwa
logika mistik diwariskan dari satu generasi ke generasi. Karenanya, logika mistik selalu
punya relevansi dalam setiap zaman.
Dewasa ini, penyebaran logika mistik dapat terlihat pada sejumlah produk industri hiburan
populer di masyarakat. Mistisme juga disebarkan secara lebih cepat lewat penggunaan
teknologi. Fenomena KKN di Desa Penari adalah contoh nyata bagaimana logika mistik
masuk merangsek modernitas zaman yang seharusnya bisa lebih rasional. Ia masuk ke dalam
saluran teknologi modern dengan daya jangkau yang lebih luas. Per Mei 2022, utas KKN di
Desa Penari yang ditulis oleh SimpleMan telah mendapatkan 42 ribu retweet dengan quote
tweets serta likes masing-masing sebanyak 9,9 ribu dan 116,9 ribu. Utas ini juga sukses
diangkat ke layar lebar. Sampai detik ini, film KKN di Desa Penari masih bertengger pada
posisi pertama sebagai film terlaris tahun 2022 dengan jumlah penonton mencapai 9,2 juta.

Hiburan-hiburan bertema mistis mengeksploitasi keingintahuan sekaligus ketakutan manusia


terhadap hal-hal yang tidak pasti dan dirasa belum memiliki jawaban. Meskipun hanya
terlihat sebatas ‘hiburan’ semata, kebiasaan semacam ini memperlihatkan refleksi preferensi
konsumsi informasi masyarakat Indonesia yang secara umum selalu menyandarkan diri pada
hal-hal mistis.

Buntut Penggunaan Logika Mistik Terhadap Kemajuan Bangsa


Tan Malaka melontarkan kritik radikal soal kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih
percaya dengan logika mistik. Dalam bukunya yang berjudul Masa Aksi, ia menulis, “Tetapi
kamu orang Indonesia yang 55.000.000 tak akan mungkin merdeka selama kamu belum
menghapuskan segala kotoran kesaktian itu dari kepalamu, selama kamu masih memuja
kebudayaan kuno yang penuh dengan kepasifan, membatu dan selama kamu bersemangat
budak belia.”

Kritik pedas ini Tan tujukan untuk saudara sebangsanya yang malah dengan pasif menunggu
kehadiran sosok Sang ‘Ratu Adil’ pembebas Indonesia dari penjajahan. Baginya, nalar seperti
ini cacat dan menjadi penghambat utama kemajuan bangsa. Tan menganjurkan manusia
Indonesia untuk percaya pada pendidikan berdasar ilmu pasti. Ucapan Tan ini terbukti.
Pasalnya, pergerakan kemerdekaan Indonesia meraih momentumnya dengan kehadiran
sejumlah organisasi kaum terpelajar yang sistematis dan terstruktur. Politik etis yang
dilaksanakan Belanda, meskipun diskriminatif dan sporadis, berhasil menyediakan platform
bagi tumbuhnya kalangan terpelajar yang tercerahkan.

Tak dapat dipungkiri bahwa jeratan logika mistik sedemikian erat memeluk manusia
Indonesia dari berbagai sisi. Kondisi ini tidak terlepas dari sejarah penjajahan panjang dan
pola kehidupan feodalistik yang membentuk mentalitas pasif, pasrah pada nasib dan
terbelakang. Akar sejarah panjang yang sudah tertanam sangat dalam ini jelas sulit untuk
ditumpas.

Kendati begitu, tetap diperlukan suatu upaya sistematis untuk menanggulanginya. Eksistensi
logika mistik di masa modern dapat dipahami sebagai suatu kesenjangan perubahan (cultural
lag). Meminjam konsep yang dikemukakan oleh Ogburn, cultural lag secara sederhana
menggambarkan kondisi ketertinggalan perubahan budaya nonmaterial terhadap kebudayaan
material. Logika mistik termasuk ke dalam kategori kebudayaan nonmaterial. Maka, dapat
disimpulkan bahwa mentalitas masyarakat Indonesia yang masih percaya dengan logika
mistik adalah wujud dari transisi nilai yang tidak sempurna. Nilai-nilai yang lekat dengan
kehidupan manusia modern, seperti rasionalitas, masih belum melembaga dengan baik.

Untuk itu, diperlukan suatu iklim yang kondusif untuk menginternalisasikan pola pikir kritis
demi mendukung upaya transisi nilai dan perubahan sosial yang mantap. Upaya ini dapat
dimulai dari diri sendiri, salah satunya lewat jalan mengembangkan skeptisme terhadap
seluruh informasi yang diterima. Dengan begitu, proses berpikir dan bernalar akan berjalan
lebih aktif sambil menghidupkan pula motivasi pembuktian terhadap segala sesuatu yang
dipertanyakan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat pula dirumuskan solusi lain berupa penyediaan pranata
formal yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Seseorang membawa kerabatnya yang
suka berbicara sendiri ke dukun, di luar logika mistiknya, bisa jadi disebabkan oleh
penyediaan fasilitas psikiatri yang belum memadai. Fasilitas-fasilitas semacam ini sulit
dicapai, boleh jadi jauh dan juga mahal.

Adapun, mengenai fenomena-fenomena janggal yang tak masuk akal, perlu diingat kembali
bahwa ilmu pengetahuan senantiasa melalui proses panjang yang terus bergerak. Di akhir
abad pertengahan, Eropa dilanda wabah misterius yang dianggap sebagai kutukan dan guna-
guna. Beberapa abad kemudian, Gerhard Hansen dari Norwegia berhasil mengungkapkan
fakta kunci bahwa wabah tersebut adalah kusta yang berasal dari infeksi Mycobacterium
leprae. Penemuan ini mendorong sejumlah kemajuan, mulai dari ditemukannya metode
pengobatan yang tepat dan vaksin BCG yang sampai saat ini masih digunakan.

Hal serupa dapat terjadi pula pada hal-hal yang dianggap janggal dan tak bisa dijelaskan
lewat akal sehat. Tidak menutup kemungkinan, di masa depan fenomena mistik semacam
hantu, santet dan pelet akan menghadapi pembuktian secara rasional sebagaimana yang
terjadi pada kusta di masa silam.

RIZKY RAHMALITA

Referensi :
Alasan Masyarakat Mudah Percaya Hal Mistis. (20 Juni 2021). cnnindonesia.com.
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20210618182457-241-656370/alasan-masyarakat-
mudah-percaya-hal-mistis
Malaka, Tan. 2000. Aksi Massa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muasal Mistik Bertahan di Tengah Masyarakat Indonesia. (30 Oktober 2019).
cnnindonesia.com.https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20191027174605-241-443282/
muasal-mistik-bertahan-di-tengah-masyarakat-indonesia
Sitompul, M. (12 Mei 2020). Tan Malaka dan Logika Mistika Kaum Sebangsa. historia.id.
https://historia.id/politik/articles/tan-malaka-dan-logika-mistika-kaum-sebangsa-P4nAm/
page/1
Wardhana, A.E. (16 Mei 2020). Kala Kusta Melanda Eropa. kumparan.com.
https://kumparan.com/annas-eka-wardhana/kala-kusta-melanda-eropa-1tQ7pReLSqX

Anda mungkin juga menyukai