Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENGANTAR ILMU BAHASA

TEORI DAN ALIRAN LINGUISTIK

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Bahasa

DOSEN PEMBIMBING

Siti Maslakhah, S.S., M. Hum.

DISUSUN OLEH

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2022
PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan
serta kesehatan sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah ini. Selawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi akhir zaman, nabi Muhammad
saw. yang selalu kita harapkan pertolongannya di hari akhir kelak.

Penyusunan makalah ini memiliki multitujuan. Namun, secara garis besar


makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Bahasa.
Selain itu, makalah ini disajikan untuk memahami definisi dan macam teori aliran
linguistik secara lebih intens.

Kritik, saran, dan masukan senantiasa penyusun harapkan karena tentunya masih
banyak terdapat kekurangan. Dengan harapan tinggi, pembaca berkenan
memberikan pendapatnya sebagai jembatan berkembang kedepannya. Terima
kasih.

Rabu, 30 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bahasa sangat erat hubungannya dengan sendi-sendi kehidupan. Sebab,
bahasa merupakan sarana utama manusia dalam berkomunikasi. Seluruh
aktivitas kehidupan tidak mungkin terlepas dari bahasa baik aspek verbal
maupun konseptual. Karena bahasa selalu digunakan dalam setiap
manusia, maka diperlukan pengetahuan berbahasa yamg baik dan benar.
Melihat urgensi bahasa, para ahli terdahulu mulai melakukan berbagai
penelitian untuk mempelajari dan mengembangkan bahasa hingga lahirlah
cabang ilmu yang berfokus mempelajari bahasa, yakni linguistik.
Linguistik dipelajari secara keseluhan bahasa yang ada di dunia (umum)
dan secara terperinci setiap konseptual (luas). Segala hal yang
bersangkutan dengan bahasa mulai dari hakikat, fungsi, cakupan, tipologi,
hierarki hingga komponen bahasa fonem, morfem, frasa, klausa, sintaksis,
semantik dan masih banyak lagi. Tidak berhenti di situ, linguistik juga
mengkaji berbagai aspek seperti sosiolinguistik, pragmatik,
psikolinguistik, pengajaran bahasa hingga muncul berbagai teori dan aliran
linguistik.
Teori linguistik tidak lahir secara serta merta. Teori-teori linguistik muncul
melalui tiga tahap. Pertama, tahap spekulasi, pada tahap ini pernyataan-
pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data yang empiris
melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Kedua, tahap obvervasi
dan identifikasi, para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan
penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum
sampai pada merumuskan teori. Hingga tahap ketiga, munculnya teori-
teori melalui pendekatan dan penelitian yang ruwet.
Sebagai bagian dari cabang ilmu linguistik, teori dan aliran linguistik perlu
dikaji guna melengkapi pengetahuan dan pemahaman mengenai linguistik,
cabang ilmu bahasa. Sebab, hingga kapanpun bahasa tidak pernah usang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu teori dan aliran linguistik?
2. Berapa macamkah teori dan aliran linguitik?
C. TUJUAN
1. Memahami definisi teori dan aliran linguistik secara lebih spesifik
2. Mengidentifikasi ragam jenis pengertian dan aliran linguistic
secara menyeluruh.
D. MANFAAT
1. Bagi penyusun, memahami dan melengkapi pengetahuan mengenai
cabang ilmu bahasa, linguistik
2. Bagi pembaca, sebagai sarana menambah wawasan dan
pengetahuan mengingat bahasa memiliki urgensi hingga kapanpun
karena berperan sebagai alat komunikasi utama.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI TEORI DAN ALIRAN LINGUISTIK


Secara konsep teori dan aliran linguistik sebenarnya berbeda. Menurut
Soeparno (2013, hlm. 97) Konsep teori linguistik lebih mengacu kepada
seperangkat hipotesis yang menggunakan landasan filosofis tertentu yang
dipakai sebagai pegangan dalam menjelaskan, mengkaji, dan menganalisis
fenomena bahasa. Adapun konsep aliran linguistik lebih mengacu kepada
suatu faham yang diyakini kebenarannya oleh sekelompok ahli bahasa
yang secara patuh diikuti.
Menilik dari definisi tersebut, tampak bahwa teori dan aliran jelas
memiliki perbedaan. Meski demikian, keberadaan teori dan aliran
linguistik saling berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan.
B. MACAM TEORI/ ALIRAN LINGUISTIK
Dalam realitanya, teori dan aliran linguitik selalu beriringan. Sejarah
mencatat linguitik telah ada bahkan sejak dua puluh empat abad yang lalu
bertepatan pada abad ke-4 SM. Hingga kini, kajian mengenai ilmu bahasa
kian berkembang yang menjadikannya terbagi menjadi beberapa ragam
jenis teori atau aliran linguistik.
Menurut Soeparno (2013, hlm. 98) teori/ aliran linguistik dapat dibedakan
menjadi empat macam teori/ aliran besar dan beberapa teori/ aliran kecil.
Adapun teori/ aliran tersebut adalah sebagai berikut.
a) Teori/ aliran tradisional
b) Teori/ aliran struktural
c) Teori/ aliran transformasional
d) Teori/ aliran tagmemik, dan
e) Teori/ aliran yang lain.
1. TEORI/ ALIRAN TRADISIONAL
Teori/ aliran ini didasarkan pada pola pemikiran secara filosofis. Pada
aliran ini, linguistik dikaji berdasarkan segi filsafat dan semantik. Seiring
waktu berjalan, aliran ini dapat dikategorikan menjadi beberapa periode
zaman, yaitu sebagai berikut.
a. Linguistik Zaman Yunani
Studi bahasa zaman Yunani dimulai abad ke-5 SM dan berakhir
abad ke-2 SM. Pada masa Yunani, terjadi beberapa pertentangan
mengenai linguistik itu sendiri, yakni pertentangan antara fisis dan
nomos dan pertentangan antara analogi dan anomali. Pada periode
aliran tradisional terdapat beberapa kaum dan tokoh yang berperan
besar dalam studi kebahasaan, yaitu:
1) kaum Sophis (5 SM), seperti Protogoras yang berjasa dalam
pengkategorian kalimat dan Georgias yang membicarakan
gaya bahasa
2) Plato (429-347 SM)
3) Aristoteles (384-322 SM)
4) kaum Stoik (awal abad ke-4 SM)
5) kaum Alexandrian (100 tahun SM), kaum yang mewarisi
buku tata bahasa Dyonsius Thrax, penganut paham
naturalis/ analogi.
b. Linguistik Zaman Romawi
Kajian linguistik masa Romawi bermula seiring jatuhnya Yunani
ke kerajaan Romawi. Bahkan, dalam hal ini Romawi berkiblat
pada Yunani sehingga berhasil menerjemahkan buku Dyonsius
Thrax ke dalam bahasa Latin dengan judul Ars Grammatika.
Permulaan kajian tersebut juga berlangsung hingga lahirlah
beberapa tokoh zaman Romawi seperti Varro (116-27 SM) dengan
karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya
Institutiones Grammaticae.
Kedua buku ini memiliki fokus yang berbeda. Buku pertama, De
Lingua Latina terdiri dari 25 jilid yang mengkaji etimologi,
morfologi, dan sintaksis. Sedangkan buku kedua, Institutiones
Grammaticae terdiri dari 18 jilid (16 jilid mengenai morfologi dan
2 jilid mengenai sintaksis). Buku karya Priscia bahkan menjadi
dasar tata bahasa Latin dan ilmu filsafat pada zaman pertengahan.
c. Linguistik Zaman Pertengahan
Di Eropa, studi bahasa mulai mendapat perhatian penuh dari para
filsuf skolastik, bahasa Latin digunakan sebagai bahasa gereja,
bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan sehingga resmi
menjadi lingua franca. Di era ini, studi bahasa banyak
membicarakan mengenai peranan kaum Modistae, tata bahasa
spekulativa, dan Petrus Hispanus.
Kaum Modistae masih juga membicarakan pertentangan pada masa
tradisional. Mereka menerima konsep analogi dan mencetuskan
bahwa bahasa bersifat regular dan universal.
Tata Bahasa Spekulativa, merupakan hasil integrasi deskripsi
gramatikal bahasa Latin (yang dirumuskan Priscia) ke dalam
filsafat kaum skolastik. Menurut tata bahasa spekulativa kata tidak
secara langsung mewakili alam dari benda yang ditunjuk.
Petrus Hispanus, ia berhasil menelorkan buku Summulae
Logicales yang mana dalam teorinya ia memasukkan psikologi
dalam analisis makna bahasa dan membedakan signifikasi utama
dan konsignifikasi.
d. Linguistik Zaman Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan pemikiran
abad modern. Di zaman ini sarjana-sarjana pada waktu itu
menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, bahasa Arab, bahasa
Eropa, dan bahasa luar Eropa.
e. Menjelang Linguistik Modern
Masa antara lahirnya linguistik modern dengan masa berakhirnya
zaman renaisans ada satu tonggak yang penting dalam sejarah studi
bahasa yaitu dinyatakan bahwa adanya hubungan kekerabatan
antara bahasa Sansekerta dengan bahasa Yunani, Latin, dan bahasa
Jerman lainnya. Hal tersebut dikemukakan oleh Sir William Jones
dari East India Company pada tahun 1786.

Di samping munculnya periodesasi aliran tradisional, aliran ini pun


memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
1) Bertolak dari pola pikir filosofis
Pemikiran Aristoteles yang melahirkan kelas kata baru,
syndesmos bagi kelompok kata yang tidak dapat
dikategorikan sebagai onoma maupun rhema merupakan
bukti bahwa pemikiran tersebut tidak hanya filosofis,
melainkan lebih mengarah ke linguistis.
2) Tidak membedakan bahasa dan tulisan
Teori ini mencampuradukkan pengertian bahasa dalam arti
yang sebenarnya dan tulisan perwujudan bahasa media
huruf.
3) Senang bermain dengan definisi
Teori ini tidak pernah menyajikan kenyataan-kenyataan
bahwa bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan.
Teori ini mengutamakan memahami istilah dengan
menghafal definisi yang dirumuskan secara filosofis.
4) Pemakaian bahasa berkiblat pada kaidah
Pola ini diwarisi sejak para ahli tata bahasa tradisional
mengambil alih pola-pola bahasa latin untuk diterapkan
pada bahasa mereka sendiri. Kaidah bahasa yang mereka
susun dalam suatu bentuk buku tata bahasa harus benar-
benar ditaati oleh memakai bahasa. Setiap pelanggaran
kaidah dinyatakan sebagai bahasa yang salah atau tercela.
5) Level-level gramatik belum ditata secara rapi
Menurut teori ini, huruf didefinisikan sebagai unsur bahasa
yang terkecil, kata didefinisikan sebagai kumpulan dari
huruf yang mengandung arti, sedangkan kalimat
didefinisikan sebagai kumpulan kata yang mengandung
pengertian lengkap.
6) Tata bahasa didominasi oleh jenis kata (part of speech)
Masalah penjenisan kata merupakan aspek linguistik yang
paling tua dalam sejarah kajian linguistik. Jika saat ini
masih ada buku tata bahasa yang menempatkan ‘jenis kata'
sebagai kajian utama dipastikan buku itu mengikuti teori
atau aliran tradisional, baik disadari oleh penulisnya
ataupun tidak.
2. TEORI/ ALIRAN STRUKTURAL
Aliran struktural lahir pada awal abad XX atau tepatnya tahun 1916. Teori
ini berlandaskan pada pola pemikiran behavioristik. Behavioristik
beranggapan bahwa jiwa seseorang dan hakikat sesuatu hanya bisa
dideteksi lewat tingkah laku dan perwujudan lahiriyah yang tampak.
Semua aliran struktural menempatkan bentuk dan makna dalam
kedudukan seimbang, namun dalam perkembangannya menjadi beraneka
versi. Versi tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Konsep Linguistik Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure pada bukunya Course de Linguistique Generale
yang disusun dan diterbitkan oleh muridnya, Charles Bally dan Albert
Sechehay, setelah 2 tahun kepergiannya pada tahun 1915. Ada
beberapa pandangan linguistik dalam buku tersebut yakni sebagai
berikut.
1) Sinkronik dan Diakronik
Sinkronik merupakan telaah bahasa pada kurun waktu tertentu.
Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia pada zaman penjajahan
atau pada zaman kerajaan. Berbeda dengan diakronik yang
merupakan telaah bahasa secara menyeluruh kurun waktu atau
sepanjang masa. Jauh lebih sukar daripada sinkronik karena
memandang bahasa dari kurun waktu awal sampai sekarang ini.
Pada aliran tradisional menggunakan telaah diakronik sebelum,
Ferdinand menyadarkan bahwa bahasa sebenarnya bisa ditelaah
hanya dengan pandangan sinkronik.
2) La Langue dan La Parole
La langue merupakan keseluruhan sistem tanda yang dapat dibaca
untuk digunakan sebagai komunikasi verbal oleh masyrakat.
Sedangkan la parole merupakan adalah pemakaian atau realisasi
dari langue itu sendiri. Maka yang menjadi telaah dari linguistik
obyeknya adalah langue yang dilakukan melaului parole yang jauh
lebih konkret karena menyangkut setiap individu yang berbeda-
beda dalam merealisasikannya (dapat diamati dan diteliti).
3) Signifant dan Signifie
Signifant dan signifie meupakan komponen tanda linguistik (signe
linguistique) tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena
merupakan satu kesatuan yang berhubungan. Signifant merupakan
citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran
kita. Kalau signifie lebih memfokuskan kepada kesan makna yang
timbul dalam pikiran kita. Sebagai contoh menggunakan bahasa
Jawa wit yang berarti ‘pohon’, yang mengacu pada acuan yaitu
pohon.
4) Sintagmantik dan Paradigmatik
Sintagmantik merupakan hubungan antara unsur-unsur yang
terdapat secara berurutan dan linear. Hubungan ini berkaitan
dengan tataran fonologi, morfologi, mupun sintaksis. Hubungan
sintagtik pada tataran fonologi terdapat pada fonem-fonem
penyusun yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna itu.
b. Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di Denmark yang diprakarsai oleh Louis Hjemslev
(1899-965). Ia menjadi terkenal karena berhasil membuat ilmu bahasa
menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan peralatan, metodologis, dan
terminologis sendiri. Menurut Hjemselv teori bahasa haruslah bersifat
sembarang saja, artinya harus merupakan suatu sistem deduktif
semata-mata.

Adapun ciri-ciri teori/ aliran structural adalah sebagai berikut.

1) Berlandaskan pada Paham Behavioristik


Sejalan dengan paham behaviorisme, proses berbahasa sebagaimana
tingkah laku yang lain merupakan suatu proses rangsang tangkap
(stimulus-respons).
2) Bahasa Berupa Ujaran
Ciri ini menunjukkan bahwa hanya yang berupa ujaran saja yang
disebut bahasa. Dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan
metode langsung dengan pendekatan oral (oral approach).
3) Bahasa Berupa Sistem Tanda (signife dan signifiant)
Pada hakikatnya bahasa adalah sistem tanda. Sistem tersebut bersifat
arbitrer (yang dimaksud arbitrer adalah sifat dari tanda tersebut
semena-mena) dan konvensional. Sistem tanda dalam bahasa berupa
dua sisi, sisi pertama berupa tertanda (signifie) sedangkan sisi yang
lain berupa signifiant atau penanda.
4) Bahasa Merupakan Faktor Kebiasaan (habbit)
Ciri ini berbanding terbalik dengan ciri dari transformasi yang
beranggapan bahwa bahasa bukan merupakan faktor kebiasaan,
melainkan faktor warisan. Sedangkan aliran struktural berkeyakinan
bahwa teorinya benar. Bukti yang dikemukakan ialah bukti tentang
cerita seorang bayi yang dibesarkan oleh kelompok serigala.
5) Kegramatikalan Berdasarkan Keumuman
Ciri ini sebenarnya sejalan dengan 4 ciri di atas. Bentuk dan struktur
bahasa yang sudah biasa dipakai atau sudah umum saja yang dinilai
sebagai bentuk gramatikal.
6) Level-level Gramatikal Ditegakkan Secara Rapi
Level ini mulai ditegakkan mulai dari level terendah berupa fonem
sampai level tertinggi berupa kalimat. Secara berturut-turut level atau
tataran gramatikal tersebut adalah morfem, kata, frasa, klausa, dan
kalimat.
7) Tekanan Analisis Pada Bidang Morfologi
Aliran struktural lebih menekankan analisis morfologi. Hal ini tidak
berarti bahwa bidang lain diabaikan begitu saja.
8) Deretan Sintakmatik dan Paradigmatik
Deretan sintakmatik adalah deretan unsur secara horizontal. Deretan
ini terjadi dalam segala tataran. Fonem-fonem segmental secara
sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar berupa silabel dan
morfem. Sedangkan paradigmatic adalah deretan struktur yang sejenis
secara vertikal. Kegunaan deretan paradigmatik ini ialah untuk mencari
atau menentukan unsur-unsur bahasa.
9) Analisis Bahasa Secara Deskriptif
Menurut aliran struktural analisis bahasa harus didasarkan atas
kenyataan yang ada. Data bahasa yang dianalisis hanyalah data yang
ada pada saat penelitian dilakukan.
10) Analisis Struktur Bahasa Berdasarkan Unsur Langsung
Unsur langsung adalah unsur yang setingkat lebih rendah atau lebih
bawah dari struktur tersebut. Unsur langsung biasa juga disebut dengan
istilah Immediate Constituents disingkat ICs atau Unsur Bawahan
Terdekat disingkat UBT.
3. TEORI/ ALIRAN TRANSFORMASIONAL
Aliran Transformasional dipelopori oleh Noam Chomsky lewat bukunya
yang berjudul Syntactic Strukture pada tahun 1957. Tata bahasa yang
dikembangkan Chomsky lazim disebut Tata Bahasa Informasi atau Tata
Bahasa Generatif. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa merupakan teori
dari bahasa itu sendiri, dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat,
yaitu (1) kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa harus dapat diterima
oleh pemakai bahasa sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat dan
(2) tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan
yang digunakan tidak berdasar pada gejala bahasa tertentu saja, dan semua
harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Tata bahasa dari tiap bahasa terdiri dari tiga komponen, yaitu (1)
komponen sintaksis, (2) komponen semantik, dan (3) komponen fonologis.
Komponen sintaksis merupakan “sentral” bahasa dari tata bahasa,
sedangkan komponen semantik memberikan interpretasi semantik pada
deretan unsur yang dihasilkan oleh subkomponen dasar dan komponen
fonologi memberikan interpretasi fonologi pada deretan unsur yang
dihasilkan oleh kaidah transformasi.
Teori/ aliran tranformasional memiliki beberapa karakteristik antara lain
adalah sebegai berikut.
1) Berdasarkan Paham Mentalistik
Aliran ini beranggapan bahwa proses berbahasa bukan sekadar
proses rangsang tanggap semata-mata. Akan tetapi menonjol
sebagai proses kejiwaan. Oleh karena itu, aliran ini sangat erat
kaitannya dengan sub disiplin psikolinguistik.
2) Bahasa Merupakan Innate (warisan keturunan)
Kaum struktural memberikan bukti bahwa bahasa merupakan
habit, sedangkan kaum transformasi menunjukkan bahasa bukan
habit dalam kasus ini, Noam Chomsky meminta bantuan seorang
rekan yang dapat dibuktikan struktur otak manusia persis sama
dengan stuktur otak simpanse. Menurut kenyataan bahwa simpanse
tidak mempunyai innate yang tidak mungkin seekor simpanse
berbahasa.
3) Bahasa Terdiri atas Lapis Dalam dan Lapis Permukaan
Teori transformasional memisahkan bahasa atas dua lapis yakni,
deep structure (struktur dalam/ lapisan batin) adalah tempat
terjadinya proses berbahasa yang sesungguhnya/secara mentalistik
dan surface structure (struktur luar, struktur lahiriah) adalah wujud
lahiriah yang ditransformasikan dari lapis batin.
4) Bahasa Terdiri atas Unsur Competence dan Performance
Linguistik kompeten merupakan pengetahuan yang dimiliki
seorang penutur bahasa yang menguasai kaidah-kaidah yang
berlaku. Linguistik performance adalah ketrampilan seseorang
dalam menggunakan bahasa.
5) Analisis Bahasa Bertolak dari Kalimat
Kaum transformasional beranggapan bahwa kalimat merupakan
tataran gramatik yang tertinggi. Keistimewaan teori
transformasional ini ialah tidak diakuinya eksistensi klausa dan
disebabkan karrena analisisnya dari kalimat langsung turun ke
frasa tanpa melalui klausa.
6) Bahasa Bersifat Kreatif
Ciri ini merupakan reaksi atas anggapan kaum struktural yang
fanatik terhadap standar keumuman. Walaupun suatu bentuk
bahasa belum umum namun pembentukannya sesuai dengan
kaidah yang berlaku maka disebut sebagai bentuk gramatikal. Hal
ini terjadi pada bentuk menganak sungai yang artinya menyerupai
anak sungai.
7) Membedakan kalimat inti dan Kalimat Transformaasi
Kalimat inti merupakan kalimat yang belum dikenai kaidah
transformasi, sedangkan kalimat transformasi adalah kalimat yang
dikenai kaidah transformasi. Ciri-ciri kalimat inti adalah (a)
lengkap, (b) simple, (c) aktif, (d) statemen, (e) positif, dan (f)
runtut. Ciri-ciri kalimat transformaasi adalah (a) kalimat elips atau
minor (b) kalimat kompleks (c) kalimat pasif, (d) kalimat tanya, (e)
kalimat perintah dan (f) kalimat inversi.
8) Analisis dalam Bentuk Rumus dan Digram Pohon
9) Gramatikal Bersifat Generatif
Di dalam teori ini terdapat anggapan bahwa aturan gramatikal
memberikan mekanisme di dalam otak yang membangkitkan
kalimat-kalimat. Teori transformasional terdiri dari dua generasi
yaitu generasi pertama (syntactic structures) yang berangka tahun
monumental 1957 dan generasi kedua (aspects of the theory of
syntax) berangka tahun 1965.
4. TEORI/ ALIRAN TAGMEMIK
Tagmetik adalah bagian dari konstruksi gramatikal yang memiliki empat
macam kelengkapan spesifikasi ciri, yakni slot, keras, peran dan kohesi.
Pada garis besarnya teori ini dibagi atas dua generasi. Generasi pertama
adalah generasi sebelum GA (Grammatical Analysis, 1977) dan generasi
kedua adalah generasi GA itu sendiri.
Kelengkapan spesifikasi ciri tagmetik baru ada dua, yakni slot dan filler
class saja. Analisisnya masih agak sederhana. Teori tagmetik mencapai
kesempurnaannya pada generasi kedua. Salah satu tempat yang dipakai
untuk uji coba teori ini adalah di Indonesia, yakni di daerah Irian Jaya
(Papua) tepatnya di Danau Bira (1976). Ciri tagmem ditemukan tidak lagi
hanya mencakup dua dimensi, terdiri atas empat dimensi, yakni slot, class,
role, dan cohesion. Terkait dengan perkembangan teori tagmetik tersebut,
sebenarnya John W.M. Verhaar pernah mengemukakan konsep tentang
analisis kalimat/klausa yang senada dengan teori tagmetik.
Adapun ciri-ciri aliran ini adalah sebagai berikut.
1) Setiap struktur terdiri dari tagmen-tagmen.
a) Slot merupakan tempat kosong didalam struktur yang harus
diisi oleh fungsi tagmem.
b) Kelas merupakan wujud nyata dari slot. Kelas frasa dipecah
menjadi frasa benda dan frasa kerja. Kelas klausa dipecah
menjadi klausa transitif, klausa intransitif, klausa ekuatif.
c) Peran (Role) merupakan penanda tagmem yang membawa
fungsi tagmem.
d) Kohesi merupakan pengontrol hubungan antartagmem.
2) Bersifat Ekletik
Perpaduan dari aneka ragam teori yang dirangkum sesuai proporsi
masing-masing. Dalam beberapa hal teori tagmetik mempunyai
kekhasan yang berbeda dengan teori-teori yang lain.
3) Bersifat Universal
Keuniversalan atau kesemestaan dalam teori ini bukan saja
kesemestaan dalam arti berlaku untuk semua bahasa, tetapi dapat
berlaku dalam bidang kehidupan manusia.
4) Tiga Hierarki Linguistis
Ada tiga macam heriarki linguistik, yaitu hirearki referensial,
hirearki fonologikal, dan hirearki gramatikal.
5) Tataran pada Hirearki Gramatikal
Tataran terendah dalam hirearki gramatikal adalah morfem,
sedangkan tataran tertinggi adalah wacana. Morfem merupakan
satuan gramatikal yang belum mempunyai makna secara tegas
sehingga boleh disebut bungkus leksikal. Kata dan frasa
mempunyai makna sebagai istilah. Klausa dan kalimat mempunyai
makna sebagai proposisi. Jadi, klausa merupakan satuan gramatikal
terkecil.
6) Slot pada Tataran Klausa
Slot pada tataran klausa subjek, predikat, objek, dan adjung. Slot
pada tataran kalimat berupa inti (nucleus) dan luar inti (margin)
atau pokok dan sebutan, atau topic dan comment.
7) Predikat Kata Kerja
Di dalam klausa ekuatif bahasa Indonesia, kehadiran predikatnya
bersifat opsional. Pernyataan kaum tagmetik bahwa predikat harus
kata kerja ini memang tampaknya sangat mengejutkan.
8) Ciri-Etik dan Ciri-Emik
Ciri-etik adalah ciri yang membedakan struktur, sedangkan ciri-
emik adalah ciri yang membedakan struktur. Ciri-Etik dan ciri-
emik tidak hanya terbatas pada penggunaan istilah fonetik dan
fonemik saja, akan tetapi berlaku untuk semua struktur gramatikal.
9) Rumus di dalam Analisis
Selalu digunakan rumus yang rapi, lengkap, dan tuntas.
10) Analisis Dimulai dari Klausa
Apabila aliran struktural mengawali analisisnya dari kata, dan teori
transformasional mengawali analisisnya dari kalimat, maka teori
tagmetik mengawali analisisnya dari tataran klausa. Tataran klausa
kedudukannya sangat penting.
11) Tidak ada Batas antara Morfologi dan Sintaksis
Morfologi dan sintaksis melebur menjadi satu hierarki, yakni
hirearki gramatikal yang rentangan levelnya dari morfem sampai
dengan wacana (morferm-kata-frasa-klausa-kalimat-alinea-
monolog-dialog-percakapan-wacana).
5. TEORI/ ALIRAN KECIL LAINNYA
a. Aliran Bloomfield
Penamaan aliran ini diambil dari nama tokohnya yaitu
Leonard Bloomfield. Leonard terkenal karena bukunya
berjudul Language. Buku ini dinamakan “babon-nya ilmu
bahasa” karena dipakai sebagai pedoman dan sering dikutip
oleh ahli bahasa lain seperti Franz Boaz dan E.Sapir. Selain
itu, buku ini selalu dikaitkan dengan aliran struktural
Amerika. Aliran ini berkembang pesat di Amerika pada
tahun 30-an sampai akhir tahun 50-an.
b. Aliran Non-Bloomfield
Aliran ini merupakan pengembangan aliran Bloomfieldian.
Sebutan lain dari aliran ini adalah aliran post-
Bloomfieldian, tata bahasa taksonomik, atau tata bahasa
segmentasi. Perhatian aliran ini adalah pengamatan
bentuk/struktur sehingga analisis mereka cenderung
menggunakan lambang visual skematis. Para ahli bahasa
yang menganut aliran tersebut adalah Bernard Bloch, John
C. Wells, Charles F. Hockett, dll.
c. Aliran Stratifikasional
Aliran ini beranggapan bahwa bahasa merupakan suatu
perangkat hubungan antarbagian. Ada dua macam
stratifikasi, yakni (1) stratifikasi vertikal yang terlihat pada
bunyi dan pengalaman atau bentuk dan makna; (2)
stratifikasi horizontal berupa hubungan fonotatik,
morfotatik, leksotatik, dan sebagainya. Pengikut aliran ini
antara lain Sydney M. Lamb, F. West, Geoffrey Sampson.
d. Aliran Kopenhagen
Perbedaan aliran kopenhagen dengan aliran stratifikasional
terlihat bahwa aliran stratifikasional melihat bahasa sebagai
satu sistem hubungan-hubungan baik secara praktis dan
teoritis, sedangkan pada aliran Kopenhagen lebih
cenderung secara teoritik. Tokoh aliran ini adalah Louis
Hjelmslev, Rudolf Carnap, dan H. Hindrikson.
e. Aliran Praha/ Fungsional
Aliran praha berfokus pada bidang fonologi (bunyi). Aliran
ini diprakarsai leh Vilem Mathesius (1882-1945) pada
tahun 1926. Aliran praha membedakan tataran fonetik dan
fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunti itu sendiri,
sedangkan fonologi merupakan fungsi bunyi dalam suatu
sistem.
f. Aliran London
Aliran ini disebut juga aliran Firthians karena dipelopori
oleh John R. Firth. John R. Firth terkenal karena teorinya
mengenai fonologi prosodi. Oleh sebab itu aliran yang ia
disebut juga aliran prosodi. Aliran ini menitikberatkan pada
bidang fonetik dan fonologi. Kaum Firthians terkenal
karena kecenderungannya menerapkan hal-hal praktis.
Tokoh aliran ini adalah Henry Sweet, Daniel Jones,
Bronislaw K. Malinowsi.
g. Aliran Neo-Firhians
Aliran Neo-Firthians atau Aliran Linguistik Sistemik ini
disebut juga aliran Halliday karena dikembangkan oleh
Michael A. K. Halliday. Menurut teori ini bahasa terdiri
atas komponen, level, dan skala.
h. Aliran Case Grammar
Aliran ini disebut juga Tata Bahasa Kasus/ Tata Bahasa
Peran. Aliran ini diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore
dalam karangannya berjudul “The Case for Case” tahun
1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms
Universal in Linguistic Theory.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. (2014). Linguistik umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Soeparno. (2013). Dasar-dasar linguistik umum. (ed. Muhamad Yahya).

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Anda mungkin juga menyukai