NPM : 201230063
SEMESTER/ KELAS: 1(A)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Linguistik didefinisikan sebagai ilmu bahasa‟ atau studi ilmiah mengenai bahasa‟.
Terdapat beberapa definisi linguistik dari beberapa ahli. Antaranya ialah Chaer (2007) mendefinisikan
linguistik sebagai ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Beliau
juga menyebut bahawa kata linguistik (berpadanan dengan linguistics dalam bahasa Inggris, linguistique
dalam bahasa Perancis dan linguistiek dalam bahasa Belanda) diturunkan dari kata Bahasa Latin lingua
yang berarti “bahasa”, didalam bahasa-bahasa “Roman” yaitu bahasa-bahasa yang berasal dari
bahasa Latin. Terdapat kata yang serupa atau mirip dengan kata Latin lingua itu seperti lingua dalam
bahasa Italia, lengue dalam Bahasa Spanyol, langue (dan langage) dalam Prancis. Begitupun dalam
bahasa Inggris yang mengadopsi kata language dari kata langage bahasa Prancis. Lyons (1981) pula
menyatakan bahawa linguistik merupakan suatu ilmu yang objeknya adalah Bahasa manusia yang dikaji
secara ilmiah. Alan dan Corder (1957) menekankan definisi linguistik dari sudut bahasa, baik sebagai
objek formal kajian maupun metodologinya. Dalam kamus Webster (1981) linguistik didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari empat hal yaitu satuan-satuan bahasa, hakekat bahasa, struktur bahasa dan
perubahan bahasa. Dalam bahasa Perancis, kita menemukan dua istilah berbeda yaitu langue dan langage.
Langue diartikan sebagai bahasa tertentu seperti bahasa Prancis, Inggris, Jawa dan sebagainya. Sedangkan
langage diartikan sebagai bahasa secara umum yaitu bahasa yang terdapat dan digunakan manusia pada
umumnya. Dalam pendefinisian langage tersebut dapat diambil contoh dalam sebuah ungkapan
“Manusia memiliki bahasa, sedangkan binatang tidak”. selain dua istilah tersebut, bahasa
Prancis memiliki satu istilah lagi untuk menggambarkan bahasa yaitu parole. Chaer (2007)
menyebutkan bahawa parole adalah bahasa dalam wujudnya yang nyata dan konkrit yaitu berupa ujaran.
Oleh sebab itu, ketiga istilah tersebut dapat digambarkan sebagai langage yaitu sistem bahasa manusia
secara umum, langue yaitu sistem bahasa tertentu dan parole yaitu wujud bahasa konkrit yang digunakan
masyarakat sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Dalam hal ini penulis dapat merumuskan masalah dalam pembahasan makalah
Sejarah dan Aliran Linguistik:
C. Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi masalah tentang Sejarah dan Aliran Linguistik?
2. Mengetahui bagian-bagian apa saja dalam Linguistik Tradisional, Struktural,
Transformasi dan Aliran sesudahnya, serta Linguistik di Indonesia?
D. Manfaat Penulisan
1. Ada banyak manfaat dalam pembahasan Sejarah dan Aliran Linguistik, terutama
pada Linguistik Tradisional, Linguistik Struktural, Linguistik Transformasi dan
Aliran sesudahnya, serta Linguistik di Indonesia.
2. Dapat memahami Sejarah dalam Ilmu Linguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
studi linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu dari tahap
pertama yang disebut tahap spekulasi, tahap kedua yang disebut tahap observasi dan
klasifikasi, dan tahap ketiga yang disebut tahap perumusan teori. Pada tahap spekulasi,
pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan
pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Umpamanya, pernyataan Andreas Kemke,
seorang ahli filologi dari Swedia pada abad ke-17 yang menyatakan bahwa Nabi Adam
dulu di surga berbicara dalam bahasa Denmark, sedangkan ular berbicara dalam bahasa
Prancis, adalah tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena tidak didukung oleh bukti
empiris. Begitu juga dengan pendapat suku Dayak Iban di Kalimantan yang menyatakan
bahwa manusia tadinya hanya punya satu bahasa; tetapi kemudian karena mereka mabuk
cendawan, mereka menjadi berbicara dalam pelbagai bahasa. Pada tahap klasifikasi dan
observasi para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-
bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori. Karena itu,
pekerjaan mereka belum dapat dikatakan bersifat ilmiah. Penyelidikan yang bersifat
ilmiah baru dilakukan orang pada tahap ketiga, di mana bahasa yang diteliti itu bukan
hanya diamati dan diklasifikasi, tetapi juga telah dibuatkan teori-teorinya.Dalam sejarah
perkembangannya, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, pendekatan, dan
teknik penyelidikan yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan, dan
membingungkan, terutama bagi para pemula. Namun, sebenarnya semuanya itu akan
menambah wawasan kita terhadap bidang dan kajian linguistik. Berikut ini akan
dibicarakan sejarah, perkembangan, paham, dan beberapa aliran linguistik dari zaman
purba sampai zaman mutakhir secara sangat singkat, dan sangat bersifat umum.
B. LINGUISTIK TRADISIONAL
C. LINGUISTIK STRUKTURALIS
Kalau linguistik tradisional selalu menerapkan pola-pola tata bahasa Yunani dan
Latin dalam mendeskripsikan suatu bahasa, maka linguistik strukturalis tidak lagi
melakukan hal demikian. Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa
berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai
akibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi
bahasa yang dikemukakan oleh Bapak Linguistik Modem, yaitu Ferdinand de Saussure.
E. LINGUISTIK DI INDONESIA
Hingga saat ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang
lengkap, meskipun studi linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup
semarak. Uraian berikut hanyalah sekadar catatan selintas yang ditulis tanpa dukungan
persiapan yang memadai.
1. Sebagai negeri yang sangat luas yang dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan
berbagai bahasa daerah yang berbeda pula, maka Indonesia sudah lama menjadi
medan penelitian linguistik. Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan
oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan
pemerintahan kolonial. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 pemerintah
kolonial sangat memerlukan informasi mengenai bahasa-bahasa yang ada di bumi
Indonesia untuk melancarkan jalannya pemerintahan kolonial di Indonesia, di
samping untuk kepentingan lain, seperti penyebaran agama Nasrani.
Informasi yang lengkap dan luas mengenai bahasa-bahasa daerah itu, terutama
bahasa daerah yang penuturnya banyak, adalah sangat penting dalam menjalankan
administrasi dan roda pemerintahan kolonial. Oleh karena itu, penelitian terhadap bahasa-
bahasa daerah itu sangat digalakkan oleh pemerintah kolonial Belanda itu. Banyak sarjana
dikirim ke pelbagai daerah untuk melakukan penelitian bahasa. Kiranya hampir tidak ada
wilayah di Nusantara ini yang tidak didatangi oleh para peneliti bahasa itu.
Sesuai dengan masanya, penelitian bahasa-bahasa daerah itu baru sampai pada
tahap deskripsi sederhana mengenai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, serta
pencatatan butir-butir leksikal beserta terjemahan maknanya dalam bahasa Belanda atau
bahasa Eropa lainnya, dalam bentuk kamus. Hasil penelitian itu biasanya dimanfaatkan
oleh para petugas pemerintahan kolonial atau para misionaris agama Nasrani yang
bertugas di daerah tempat bahasa daerah itu digunakan. Hasil penelitian itu tentu besar
sekali manfaatnya bagi mereka.
Penelitian bahasa pada zaman kolonial itu kebanyakan hanya bersifat observasi
dan klasifikasi; belum bersifat ilmiah, karena belum merumuskan teori. Namun, kalau
kita lihat hasil penelitian yang dilakukan oleh sarjana seperti Van der Tuuk, Bransdstetter,
Dempwolf, dan Kern, tampaknya mereka telah melampaui batas tahap observasi dan
klasifikasi itu, sebab mereka telah juga merumuskan sejumlah teori, misalnya, mengenai
sistem bunyi bahasa-bahasa yang ada di Nusantara. Ingat saja akan apa yang disebut
“Hukum Van der Tuuk” atau “Hukum R-G-H” dan Hukum R-D-L”.
Apa yang telah dilakukan para peneliti Barat itu dapat kita lihat dalam sejumlah
buku Bibliographical Series terbitan Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en
Volkenkunde (KITLV) Belanda, antara lain yang disusun oleh Teeuw (1961), Uhlenbeck
(1964), Voorhove (1955), Cense (1958) dan Chaer (2010). Dalam hal ini juga Uhlenbeck
(1971). Bibliographical Series itu yang memuat nama buku, artikel, majalah, dan berbagai
manuskrip dari para peneliti asing, memuat juga nama sejumlah peneliti/penulis
Indonesia sampai akhir dan menjelang tahun enam puluhan. Oleh karena itu, buku
tersebut sangat penting artinya bagi mereka yang ingin mengetahui apa yang telah
dilakukan para peneliti atau penulis terdahulu terhadap bahasa-bahasa daerah yang ada di
Nusantara kita, termasuk juga bahasa nasional Indonesia.
Datangnya Prof. Verhaar, guru besar linguistik dari Belanda, yang kemudian disusul
dengan adanya kerja sama kebahasaan Indonesia – Belanda, menjadikan studi linguistik
terhadap bahasa-bahasa daerah dan bahasa nasional Indonesia semakin marak. Sejumlah hasil
penelitian dan disertasi linguistik yang ditulis oleh para sarjana telah diterbitkan, baik yang
berupa pemerian bahasa, pendalaman salah satu aspek bahasa, maupun studi historis
komparatif. (Lihat daftar buku terbitan ILDEP). Demikian juga dengan buku-buku mengenai
metode penelitian linguistik. Dengan demikian, teori-teori linguistik modem dengan berbagai
aliran dan paham sudah bukan merupakan hal yang asing bagi kebanyakan pakar linguistik
Indonesia.
3. Sejalan dengan perkembangan dan makin semaraknya studi linguistik, yang tentu saja
dibarengi dengan bermunculannya linguis- linguis Indonesia, baik yang tamatan luar
negeri maupun dalam negeri, maka semakin dirasakan perlunya suatu wadah untuk
berdiskusi, bertukar pengalaman, dan mempublikasikan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Begitulah pada tanggal 15 November tahun 1975, atas prakarsa sejumlah
linguis senior, berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat
Linguistik Indonesia (MLI). Anggo- tanya adalah para linguis yang kebanyakan
bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-
lembaga penelitian kebahasaan. Tiga tahun sekali MLI mengadakan Musyawarah
Nasional, yang acaranya selain membicarakan masalah organisasi, juga mengadakan
seminar mengenai linguistik dengan makalah yang disajikan oleh para anggota. Selain
acara seminar yang bersifat nasional yang diselenggarakan oleh pengurus pusat,
banyak pula acara seminar yang diselenggarakan oleh pengurus komisariat di daerah.
Untuk melengkapi keberadaannya, sejak 1983 MLI menerbitkan sebuah jurnal yang
diberi nama Linguistik Indonesia. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah bagi para
anggota MLI untuk melaporkan atau mempublikasikan hasil penelitiannya. Isi jurnal
Linguistik Indonesia antara tahun 1983 sampai tahun 1989 dapat dilihat pada
Kaswanti Purwo (1990).
Jauh sebelum terbitnya Jurnal Linguistik Indonesia sebenarnya di Indonesia sudah ada
majalah linguistik yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Majalah ini yang
lebih dikenal dengan nama NUSA dirintis penerbitannya oleh Prof. Dr. J.W.M. Verhaar SJ,
dan dieditori oleh sejumlah linguis Indonesia, antara lain, Amran Halim, Soenjono
Dardjowidjojo, Ignatius Soeharno, dan Soepomo Poedjosoedarmo. Isi majalah tersebut antara
1975 sampai 1989 dapat dilihat dalam Kaswanti Purwo (1990).
Selain kedua majalah di atas ada pula majalah Bahasa dan Sastra serta Pengajaran
Bahasa dan Sastra, yang sayang sekali ketika bab ini ditulis, sudah tidak terbit lagi. Isinya
dapat kita lihat dalam Kaswanti Purwo (1990). Satu majalah lagi, tetapi yang lebih
mengkhusus pada pembinaan bahasa nasional Indonesia, adalah Majalah Pembinaan Bahasa
Indonesia yang diterbitkan oleh organisasi profesi Himpunan Pembina Bahasa Indonesia
(HPBI) sejak tahun 1980. Isinya juga dapat kita lihat pada Kaswanti Purwo (1990).
DAFTAR PUSTAKA:
Drs. Abdul , C. (2014). Linguistik umum edisi revisi. Jakarta: RENAKA CIPTA. Hall 332 -
375.