Om Swastiastu
BAGIAN PERTAMA :
PENGETAHUAN DASAR
Bab 1
BRAHMAN
Tuhan Adalah Keberadaan Utuh Seluruh Semesta
keutuhan dan pencerahan kesadaran Atma di dalam diri, di titik itulah kita
akan dapat mengetahui tentang Tuhan.
Hal ini juga tergambar jelas dari ritual orang Bali. Dimana dalam ritual
orang Bali, kita tidak hanya memberikan penghormatan dan persembahan
untuk para Ista Dewata dari alam-alam suci, tapi juga memberikan segehan
[makanan] untuk mahluk-mahluk dari alam bawah atau alam gelap. Tentu
saja hal itu bukan ritual menyembah setan. Sama sekali tidak. Tapi hal itu
merupakan tindakan belas kasih sempurna yang tidak terhingga. Memberi
penghormatan dan persembahan untuk para Ista Dewata dari alam-alam
suci adalah hal yang mudah, tapi dapat memberikan segehan [makanan]
untuk mahluk-mahluk dari alam bawah, hal itu hanya bisa dilakukan oleh
manusia dengan kesadaran yang terang bercahaya. Yang sudah tersadar
bahwa semua mahluk, semua benda, segala bentuk keberadaan yang UTUH
dan menyeluruh adalah manifestasi dari Tuhan.
Salah satu pendapat umum yang sangat absurd adalah, mengatakan
Tuhan menciptakan dunia dan Setan menciptakan dosa. Lalu
pertanyaannya, Siapakah yang menciptakan setan ? dan jawabannya,
Tentu saja Tuhan yang menciptakan setan. Setan menciptakan dosa dan
Tuhan menciptakan sang setan. Kemudian siapa yang berdosa sebenarnya,
setan atau Tuhan ? Tapi konsep dualistik selalu mengarah ke absurditas
seperti itu. Dalam ajaran Tantra dan Upanishad, tidak ada yang disebut
setan. Karena Tuhan dan setan bukan dua, tapi satu manunggal. Semua
segala sesuatu adalah satu kesatuan yang UTUH sebagai manifestasi Tuhan.
Ini adalah pengetahuan yang paling tepat dan terdalam.
Cara untuk dapat mengetahui rahasia tentang Tuhan, untuk dapat
mengetahui tentang kenyataan semesta, maka hal yang paling mendasar,
hal yang paling penting, adalah dengan mengetahui tentang intisari
terdalam dari diri kita sendiri. Pengalaman itu pertama kali harus terjadi di
dalam diri kita sendiri. Jika kita tidak dapat mengetahui kenyataan sejati diri
kita sendiri, jika kita tidak dapat mengenali intisari terdalam dari diri kita
sendiri, maka kita tidak akan pernah dapat mengenali kenyataan yang
lainnya. Hanya ketika kita dapat mengetahui kenyataan sejati diri kita
sendiri, ketika kita dapat mengetahui intisari terdalam dari diri kita sendiri,
maka disanalah secara alami kita seketika akan dapat mengetahui semua
kenyataan kosmik pada keseluruhan semesta.
Itulah sebabnya pokok utama pembahasan ajaran Tantra dan
Upanishad adalah tentang menemukan pencerahan Kesadaran Atma,
menemukan intisari terdalam dari diri kita sendiri. Menemukan Tuhan di
dalam diri. Karena disanalah terletak rahasia tentang kenyataan semesta
yang utuh dan menyeluruh.
Laksana samudera luas, dengan meminum seteguk air samudera kita
langsung dapat mengetahui rasa air samudera luas, kita tidak perlu
meminum seluruh air samudera. Laksana segentong madu, dengan
meminum sesendok madu kita langsung dapat mengetahui rasa manis
madu segentong, kita tidak perlu meminum seluruh isi segentong madu.
Kenyataan kosmik yang terdekat adalah diri kita sendiri. Dengan
mengetahui kenyataan sejati diri sendiri [bhuwana alit], disana kita akan
langsung dapat mengetahui kenyataan kosmik keseluruhan semesta
[bhuwana agung].
Manusia pada umumnya kesadarannya mirip seperti air di gelas yang
kotor. Tugas spiritual kita adalah mengendapkan semua kotoran di gelas
tersebut dengan cara melaksanakan praktek meditasi kesadaran, yang
disertai dengan melaksanakan berbagai praktek sadhana [praktek spiritual]
pendukungnya. Ketika kotorannya sudah mengendap, maka dengan
sendirinya air di gelas akan menjadi hening dan jernih. Sehingga semuanya
terlihat jelas. Inilah satu-satunya cara untuk mengetahui Tuhan.
Pada intisari terdalam diri kita, pada keheningan mendalam, kita akan
menemukan bahwa kenyataan sejati kita adalah ruang yang luas, kesejukan
yang abadi, keheningan, kebahagiaan sejati. Di titik itulah kita akan
mengetahui Tuhan. Tuhan adalah sebuah pengalaman langsung, yang
terjadi dalam keheningan dan pencerahan kesadaran Atma di dalam diri. Ini
Bab 2
Jika kita perhatikan di dunia ini, ada banyak sekali jumlahnya pemuka
agama, penceramah agama, Guru agama, intelektual terpelajar dalam
agama, dsb-nya, ada banyak sekali buku-buku agama, serta ada banyak
sekali media elektronik yang memberikan tuntunan moralitas yang baik,
ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang
beradab, dan sejenisnya. Akan tetapi kehidupan manusia tetaplah dipenuhi
kegelapan. Hampir sebagian besar manusia masih melakukan kejahatan,
masih korupsi, masih bertengkar satu sama lain, masih stress dan depresi,
masih selingkuh, dsb-nya.
Semua itu disebabkan karena adanya sebagian cara pendekatan
beragama yang kurang tepat selama jangka waktu yang panjang. Yaitu
banyak manusia tidak dapat membedakan antara berpengetahuan dan
mengetahui. Berpengetahuan berarti memiliki pengetahuan agama secara
intelek. Mengetahui berarti mengalami sendiri secara langsung. Keduanya
memiliki aspek yang sangat jauh berbeda.
Jika boleh jujur, sesungguhnya semua ceramah agama itu tidak terlalu
banyak berguna. Semua tuntunan, dikte, pemaksaan dan intimidasi tentang
moralitas yang baik, ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket, hidup
yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya itu, tidak terlalu banyak
berguna. Terutama jika kita tidak diberitahu tehnik dan caranya yang tepat
dan akurat, sekaligus diberikan tuntunan untuk mempraktekkannya, maka
itu semua tidak terlalu banyak berguna.
Menjejali manusia dengan tumpukan pengetahuan dan filsafat, serta
mendikte dan menekan manusia untuk menjalani kehidupan dengan
moralitas yang baik, sesuai ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket,
hidup yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, yang sifatnya
sangat dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-nya], bukanlah sebuah solusi,
bukan suatu jalan keluar. Apalagi kemudian jika ditambah dengan
menghakimi dan mengintimidasi orang lain dengan sebutan tidak
bermoral, atau tidak punya etika kesopanan, atau salah jalan, atau tidak
normal, atau memberikan ancaman akan hukuman Tuhan, ancaman akan
masuk neraka, ancaman akan menyebabkan kiamat, dsb-nya. Itu secara
spiritual adalah sebuah kejahatan.
Tentu saja bahwa tuntunan untuk menjalani kehidupan dengan
moralitas yang baik, sesuai ajaran agama, kesopanan, tata krama, etiket,
hidup yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, bukanlah sesuatu
yang salah atau buruk. Hal itu berguna untuk menjaga dan melindungi
manusia dari melakukan perbuatan atau mengucapkan perkataan yang
menghasilkan akibat-akibat karma yang fatal dan sangat berbahaya. Yaitu
mencegah kita dari melakukan kesalahan berbahaya yang dapat
menjerumuskan kita menuju jurang kesengsaraan yang dalam, atau
menjerumuskan kita pada kelahiran yang rendah [terjerumus ke alam
bawah, atau menjadi binatang].
Tapi masalahnya kemudian, hal itu justru dapat semakin menguatkan
dualitas pikiran seperti salah-benar, buruk-baik, dsb-nya. Menimbulkan rasa
bersalah, menimbulkan konflik pikiran dan menimbulkan luka pada pikiran
Bab 3
diri manusia. Tehnik serta praktek Tantra dan Upanishad bergerak langsung
ke akar permasalahan siklus samsara ini, yaitu dualitas pikiran. Bergerak
langsung memotong akar dari cengkeraman kegelapan pikiran dan
perasaan pada kesadaran, yaitu dualitas pikiran.
Setiap manusia itu unik dan otentik. Setiap manusia memiliki caranya
tersendiri untuk menjalani kehidupan. Setiap manusia memiliki
kecenderungan, kebutuhan dan pertumbuhan spiritual yang berbeda-beda.
Dalam ajaran Tantra dan Upanishad, Yoga Punya memiliki arti menjalani
kehidupan berdasarkan tuntunan cahaya kesadaran di dalam diri.
Yoga Punya adalah kebijaksanaan yang berasal dari keheningan,
kejernihan dan cahaya kesadaran di dalam diri. Cara terbaik menjalani
kehidupan adalah dengan menemukan cahaya kesadaran di dalam diri.
dalam diri dan bukan moralitas yang diperjuangkan atau dipaksakan. Yaitu
moralitas yang berasal dari tuntunan cahaya kesadaran yang jernih dan
menerangi di dalam diri.
Orang yang sering mengistirahatkan pikirannya [sering praktek
istirahat dari konflik pertempuran dualitas pikiran] melalui praktek meditasi
kesadaran dan meditasi keutuhan, akan memiliki ruang-ruang pikiran yang
lebar, akan memiliki pikiran yang hening, sehingga secara alami tidak lagi
tertarik melakukan hal-hal yang melanggar moralitas. Tidak seperti orang
biasa yang tidak terlatih meditasi, dia harus berjuang dengan cara menekan
atau memaksakan diri agar dapat memiliki moralitas. Yang cenderung akan
berujung kepada pikiran-perasaan yang terbelah.
Sehingga jalan keluarnya bukan dengan sebatas menjejali orang lain
dengan ceramah dan filsafat, apalagi dengan mendikte, menekan dan
mengintimidasi perilaku orang lain, dengan membuat berbagai aturan dan
larangan. Satu-satunya jalan keluar, satu-satunya cara yang tepat dan
akurat, adalah dengan memberikan tehnik, dengan memberikan cara, yang
tepat dan akurat. Yang dapat membantu manusia menghidupkan Yoga
Punya, menuntun manusia untuk menemukan tuntunan cahaya yang jernih
dan menerangi di dalam diri. Sehingga manusia dapat menjalani hidup
berdasarkan tuntunan cahaya di dalam diri.
Yoga Punya bukanlah kebijaksanaan dalam pengertian biasa. Secara
umum biasanya kita mendefinisikan antara berpengetahuan dan bijaksana.
Berpengetahuan berarti memiliki pengetahuan hanya secara intelek, yang
didapatkan dari belajar di sekolah, membaca buku, mendengarkan
ceramah, dsb-nya. Bijaksana berarti memiliki pengetahuan, yang berasal
dari pengetahuan secara intelek, yang dipadukan dengan pengetahuan dari
pengalaman dan perenungan pribadi. Sedangkan Yoga Punya adalah
kebijaksanaan mendalam yang berasal dari keheningan, kejernihan dan
cahaya kesadaran di dalam diri.
BAGIAN KEDUA :
PANCA SADHANA
Bab 1
SADHANA 1
Menerima Diri Sendiri Dan Kehidupan Dalam Keutuhan
Coba kita perhatikan di dunia ini, kita akan melihat ada banyak wajah
manusia yang di dalam dirinya mengalami kegelisahan. Di rumah dia
merasa tidak bahagia, di tempat kerja dia marah-marah, di tempat ini dia
bertengkar, di tempat itu dia merasa bosan, dsb-nya. Tidak puas, tidak
pernah bersyukur, banyak protes, banyak bertengkar, selalu bersaing, selalu
membandingkan, adalah sebagian contoh lain dalam hal ini. Sering mimpi
buruk, sering dihantui kenangan buruk, sering dikejar rasa bersalah, cemas
menghadapi masa depan, adalah sebagian contoh lainnya lagi. Pada
sebagian orang kegelisahan itu bahkan sudah menumpuk selama
bertahun-tahun.
Sebagian manusia bahkan terjatuh ke jurang berbahaya lautan
masalah. Misalnya dalam beberapa contoh sebagai berikut :
== Tidak bahagia di rumah adalah sebuah masalah, mabuk-mabukan,
dugem, atau memakai narkoba adalah masalah baru lebih berat yang
ditambahkan di sana.
== Tidak puas kepada pasangan hidup adalah sebuah masalah, selingkuh
adalah menambah jumlah masalah yang sudah banyak.
== Merasa kurang secara ekonomi adalah sebuah masalah, korupsi dan
kemudian masuk penjara adalah masalah baru yang lebih gelap sebagai
akibatnya.
Akar dari segala akar penyebab manusia jatuh ke jurang berbahaya
lautan masalah disebabkan oleh 3 [tiga] kegagalan sebagai berikut :
== [1]. Kegagalan untuk memahami secara mendalam bahwa mengalami
kebahagiaan dan kesedihan, mengalami kesenangan dan kesengsaraan,
mengalami kesuksesan dan kegagalan, mengalami keberuntungan dan
kesialan, mendapatkan pujian dan penghinaan, memiliki kelebihan dan
kekurangan, dsb-nya, merupakan satu kesatuan yang UTUH dan
menyeluruh dari kehidupan ini.
apapun perjalanan hidup kita, seperti apapun bentuk tubuh fisik kita,
sekurang apapun pasangan kita, sesederhana apapun kekayaan materi
yang kita miliki, seterbatas apapun pendidikan kita, dsb-nya, belajarlah
untuk selalu melihat sisi-sisi berkahnya dan bersyukur.
Sedikit yang menyadari bahwa ada berkah yang indah di balik setiap
kekurangan dan masalah. Berkah kekurangan-kekurangan yang kita miliki
merupakan pembimbing sepanjang perjalanan hidup agar kita jauh dari
kesombongan. Berkah pasangan hidup yang cerewet atau pemarah, dia
terus mengajarkan kita untuk menjadi sabar. Berkah tubuh fisik yang tidak
menarik, godaan-godaan selingkuh tidak ada. Berkah ketika mengalami
kesedihan adalah undangan untuk menggali semakin dalam dan semakin
dalam tentang tujuan hidup dan kenyataan diri kita yang sesungguhnya.
Dengan kecerdasan dalam memandang, kita akan menjadi mudah untuk
bersyukur.
Tanpa rasa syukur, tidak ada satupun jalan yang bisa membimbing
kita menuju kedamaian mendalam. Kedamaian di dalam diri merupakan
hasil dari ketekunan untuk selalu bersyukur. Siapa saja yang tekun melatih
diri sendiri untuk memiliki rasa syukur yang mendalam, suatu hari
ketakutan dan keraguan di dalam diri akan menurun, serta pada saat yang
sama kesadaran di dalam diri mulai memancar terang cahayanya.
Menerima kehidupan dan bersyukur disini bukanlah menerima
kehidupan dan bersyukur yang pasif tidak melakukan apa-apa, karena itu
namanya malas. Melainkan menjalani hidup dengan aktif, dengan rasa
syukur yang mendalam. Artinya lakukanlah segala upaya untuk yang terbaik
dalam hidup kita, tapi apapun hasilnya bersyukurlah pada setiap berkah
kehidupan kita, seperti pasangan hidup, anak-anak, pekerjaan, keadaan
ekonomi, dsb-nya.
Apapun boleh terjadi dalam kehidupan kita, bahkan termasuk jika
segala apa yang terjadi jauh dari keinginan kita, tapi jangan pernah
mengeluh, protes, atau melawan. Terutama karena dengan mengeluh,
protes, atau melawan, kita tidak saja akan membuat kehidupan kita menjadi
lebih gelap dan rumit, tapi juga sekaligus membuat kesadaran kita semakin
jauh dari pusat kedamaian di dalam diri.
Tekunlah melatih diri sendiri menjadi manusia dengan rasa syukur
yang mendalam. Bersyukur tidak saja menjernihkan kesadaran di dalam diri,
tapi juga menyebarkan getaran energi kedamaian ke orang lain. Lebih
dalam dari itu, apa saja yang kita pandang dengan mata bersyukur dia akan
memancarkan cahaya. Rumah yang sering kita pandang dengan rasa
syukur, sebagai hasilnya rumah akan lebih bercahaya. Demikian juga
dengan anak-anak, pasangan hidup, dsb-nya.
kehidupan kita seperti apa adanya, termasuk berbaik hati pada masa lalu
yang suram, berbaik hati pada kekurangan dan ketidaksempurnaan kita,
serta berbaik hati pada keadaan kehidupan kita.
Orang yang di dalam dirinya gelap, selalu disebabkan karena terlalu
banyak menolak dan melawan terhadap kehidupannya. Akar utama dari
penolakan adalah muncul dari pikiran manusia yang suka menilai,
mengukur, membanding-bandingkan dan menghakimi, dari pikiran
manusia yang belum tersentuh oleh pencerahan Kesadaran Atma. Sehingga
semua hal yang tidak sesuai keinginan dan pikirannya, dari pasangan hidup
yang tidak sesuai harapan, anak-anak yang nakal, orangtua yang cerewet,
kondisi ekonomi yang tidak cukup, mengalami kegagalan, mengalami
kesialan, dsb-nya, semuanya ditolak. Semakin banyak mereka mencoba
menolak kegelapan, semakin gelap dirinya di dalam.
Pembandingan, persaingan, atau menginginkan pengakuan, adalah
cara hidup manusia yang pikirannya gelisah. Hanya masalah waktu kelak
dia akan merasa asing dengan dirinya sendiri dan kehidupannya.
Selama kita masih mengukur dan membanding-bandingkan diri kita
sendiri dengan orang lain, selama kita masih menilai dan menghakimi diri
kita sendiri kurang begini atau kurang begitu, serta selama kita masih
bersaing dengan orang lain, selama itu juga kita akan terus diganggu oleh
kemunculan pikiran-pikiran negatif. Kemudian hanya masalah waktu pikiran
dan kehidupan kita akan dibuat menjadi kacau.
Demi untuk kejernihan di dalam diri, kita jangan pernah
membandingkan diri kita sendiri [dalam bentuk apapun] dengan orang lain,
jangan pernah membandingkan garis karma kita sendiri dengan garis
karma orang lain. Karena hal itu adalah sebentuk kekerasan berbahaya
yang kita lakukan pada diri sendiri. Hal itu akan membuat kita mengalami
konflik di dalam diri secara berkelanjutan. Kita akan terus bertempur
dengan diri sendiri di dalam. Kita akan terus menyakiti diri sendiri. Untuk
mana terlihat orang yang terasing dengan dirinya sendiri dan hidupnya
sendiri. Selalu merasa resah, gelisah dan tidak bahagia.
Ketika kita dapat berdamai dengan diri kita sendiri, ketika kita dapat
berdamai dengan kehidupan kita, disana kita tidak saja mulai belajar
berdamai secara UTUH dengan keberadaan kita di dunia ini, tapi sekaligus
juga kita membangkitkan cahaya kesadaran di dalam diri.
akan menyakiti dirinya sendiri. Hal ini merupakan halangan bagi meditasi
mendalam, bagi bangkitnya kembali Kesadaran Atma di dalam diri.
Hal seperti ini tidak akan terjadi jika orang tua, keluarga, tetangga,
pemuka agama, pendeta, masyarakat, orang yang memiliki kuasa, dsb-nya,
memberikan tuntunan tentang pagar-pagar perilaku bagi manusia dalam
kehidupan sehari-hari, diajarkan semata-mata hanya untuk menjaga dan
melindungi manusia dari melakukan perbuatan atau mengucapkan
perkataan yang menghasilkan akibat-akibat karma yang fatal dan sangat
berbahaya. Yaitu yang dapat menjerumuskan manusia ke jurang
kesengsaraan yang dalam, atau menjerumuskan manusia ke kelahiran yang
rendah [terjerumus ke alam bawah, atau menjadi binatang]. Serta semua itu
disampaikan tidak dalam kerangka dualitas pikiran seperti salah-benar,
buruk-baik, dsb-nya, tapi sebagai suatu PILIHAN BEBAS [Swatantra Katah],
serta sekaligus diberikan tehnik sadhana [praktek spiritual] yang tepat dan
akurat, sebagai jalan keluar.
Sebabnya mengapa hal ini terjadi karena orang lain [orang tua,
keluarga, tetangga, pemuka agama, pendeta, masyarakat, orang yang
memiliki kuasa, dsb-nya], mempelajari ajaran agama hanya sebatas di
tingkatan kecerdasan intelektual saja. Dimana seringkali terjadi, hal tersebut
justru semakin menguatkan dualitas pikiran seperti salah-benar, buruk-baik,
dsb-nya. Sehingga kemudian hal itu menjadi bahan bakar ego, yaitu
digunakan untuk membuat berbagai aturan dan larangan, serta digunakan
sebagai alasan untuk menghakimi orang lain sebagai tidak bermoral, atau
tidak punya etika kesopanan, atau salah jalan, atau tidak normal. Padahal
dalam spiritualitas, kecerdasan intelektual dan logika itu sifatnya masih
sempit, dangkal dan terbatas. Sehingga apa yang terjadi kemudian,
analoginya ibarat suasana di dalam kegelapan pekat, dimana orang yang
tidak dapat melihat dalam gelap mencoba menuntun orang lain dalam
kegelapan.
Sesungguhnya, perbedaan orang yang SUDAH mencapai pencerahan
Kesadaran Atma, dengan orang yang BELUM mencapai pencerahan
Berbaik hatilah pada diri sendiri, yang berarti tidak menghakimi diri
sendiri, serta menerima diri dan kehidupan seperti apa adanya. Termasuk
dalam hal ini berbaik hati pada masa lalu kita yang gelap, serta berbaik hati
pada kekurangan dan ketidaksempurnaan diri kita sendiri dan kehidupan
kita. Penerimaan mendalam seperti ini secara alami akan membuat kita
menghidupkan cahaya kesadaran di dalam diri, sekaligus membuat kita
dapat bersikap baik hati pada orang lain.
Perjalanan spiritual selalu dimulai disaat ini seperti apa adanya. Tidak
nanti, tapi disaat ini, sekarang. Entah disaat ini kita seorang penjahat,
berbaju suci, dst-nya. Maharsi Walmiki adalah salah satu contoh yang
sangat terang dalam hal ini. Beliau awalnya adalah seorang penjahat
[perampok]. Kemudian Beliau bertemu dengan Gurunya yaitu Maharsi
Narada. Penuturan dharma dari Maharsi Narada membuat Beliau sangat
tersentuh hatinya. Sang perampok kemudian sangat TEKUN melaksanakan
sadhana yang diajarkan Gurunya. Karena KETEKUNAN itulah, suatu ketika
dalam meditasinya Walmiki dapat memasuki samadhi yang sangat
mendalam, sampai beliau tidak sadar bahwa tubuhnya sudah dijadikan
sarang oleh semut. Itulah asal nama dari Walmiki, yang berarti rumah
semut. Sampai suatu waktu dari ketekunan tersebut, Beliau mencapai
pencerahan Kesadaran Atma.
Jangan menghakimi diri sendiri. Terimalah diri kita sendiri seperti apa
adanya. Tidak ada seorang manusiapun di dunia ini sempurna, yang tidak
pernah melakukan kesalahan-kesalahan. Sehingga tinggalkan rasa bersalah,
tinggalkan rasa penyesalan, tinggalkan perasaan berdosa, tinggalkan
perasaan diri kotor dan hina, tinggalkan perasaan diri gagal dan tidak
berguna. Karena begitu kita dapat memaafkan kesalahan diri kita sendiri
secara total, disanalah kita mulai dapat membangkitkan cahaya kesadaran
di dalam diri.
Satu-satunya hal yang salah dalam hidup adalah menganggap diri
kita selalu salah. Padahal tidak pernah ada manusia yang selalu salah dan
tidak pernah ada manusia yang selalu benar. Hal itu sama dengan tidak ada
hari yang hanya berisi malam hari saja. Sehingga maafkanlah diri sendiri.
Laksana alam yang memeluk siang hari dan malam hari secara sama.
Maafkan yang sudah lewat, kemudian perbaiki terus-menerus setiap
langkah ke depan. Inilah jalan spiritual mendalam yang sangat
menjernihkan dan mendamaikan.
Sebagaimana contoh terang yang diberikan oleh Maharsi Walmiki,
perjalanan spiritual tidak dimulai ketika kita sudah menjadi manusia baik,
manusia bermoral, atau ketika sudah menjadi pemuka agama, memakai
baju suci, dsb-nya. Sama sekali tidak. Sebelum mencapai pencerahan
Kesadaran Atma, kualitas semua manusia sama. Perjalanan spiritual dimulai
disaat ini, sekarang, ketika kita mulai menerima diri sendiri seperti apa
adanya, sekaligus mulai TEKUN untuk melaksanakan sadhana [praktek
spiritual] yang mendalam, yang tepat dan akurat. Dimana di dalam buku ini
sudah dipaparkan rangkaian panca sadhana [lima praktek spiritual] yang
tepat dan akurat, untuk tekun kita praktekkan.
Bab 2
SADHANA 2
Meditasi Kesadaran Dan Meditasi Keutuhan
Di jaman modern ini, umumnya sejak dari kita kecil kita terus
diarahkan untuk belajar keluar. Kita belajar di sekolah, kita belajar dari
membaca buku, kita belajar dari mendengarkan ceramah, dsb-nya. Kita
belajar agama, belajar kitab suci, belajar sejarah, belajar fisika, belajar
biologi, belajar psikologi, dsb-nya. Kita terus saja belajar keluar. Kita tidak
pernah belajar ke dalam diri. Kita tidak pernah belajar bagaimana cara agar
kita dapat menemukan kedamaian, rasa aman dan nyaman di dalam diri.
Karena kita terus-menerus belajar keluar, maka pada suatu titik dalam
kehidupan kita akan muncul perasaan resah dan gelisah di dalam diri. Kita
merasa tidak nyaman dengan diri kita sendiri dan kehidupan kita.
Pertandanya adalah kita sering merasa tidak puas, merasa ada yang kurang
dan tidak pernah merasa cukup. Kita merasa kurang begini dan kurang
begitu. Atau kita mudah sekali marah-marah, atau kita sulit tidur, atau kita
sering mimpi buruk, atau kita sering mengalami keresahan dan kegelisahan,
atau kita merasa bosan dan tidak peduli, atau kita mengalami stress dan
depresi, atau bahkan kita mengalami gangguan psikologi.
Belajar keluar dapat memberikan kita sumber penghidupan [mata
pencaharian] yang baik, tapi tidak dapat memberikan kita kehidupan yang
baik. Belajar ke dalam diri dapat memberikan kita kehidupan yang baik, tapi
tidak dapat memberikan kita sumber penghidupan yang baik. Dalam
kehidupan ini kita memerlukan keduanya secara sama seimbang.
I. MEDITASI KESADARAN.
Manusia yang pikirannya resah-gelisah disebabkan karena
kesadarannya dicengkeram kuat oleh pikiran-perasaannya. Praktek meditasi
kesadaran sangat membantu kita mengistirahatkan pikiran. Sehingga
pikiran kita akan dapat kembali jernih, tenang dan damai.
Istirahatkanlah pikiran-perasaan kita melalui praktek meditasi
kesadaran. Istirahatkan pikiran-perasaan kita dari konflik pertempuran
dualitas pikiran. Bersihkan kesadaran kita dari racun-racun kejiwaan. Inti
dari meditasi kesadaran adalah belajar membuat pikiran "istirahat disaat ini
seperti apa adanya". Istirahat dari konflik pertempuran dualitas pikiran
seperti salah-benar, baik-buruk, dsb-nya.
krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan sejenisnya, justru
akan membuat pikiran-perasaan negatif menjadi lebih beracun. Pada
kenyataannya pikiran-perasaan negatif masih saja tetap ada, bahkan dalam
bentuk yang lebih beracun. Karena tidak saja cengkeramannya dalam
kesadaran menjadi semakin kuat, tapi juga sekaligus menimbulkan rasa
bersalah, menimbulkan konflik pikiran dan melukai pikiran kita sendiri.
Tantra dan Upanishad mengajarkan, bukan dengan cara menekan
cengkeraman pikiran-perasaan negatif dapat diredakan. Juga bukan
dengan cara mengumbar. Cara menekan pikiran-perasaan negatif, ataupun
sebaliknya mengumbar pikiran-perasaan negatif, keduanya sama-sama
merusak kesadaran. Pikiran-perasaan negatif adalah bagian UTUH dari diri
kita sendiri. Itu adalah diri kita sendiri. Jangan ditolak dan dilawan, juga
jangan diumbar. Tapi bersikaplah belas kasih kepadanya. Bersahabatlah
dengannya. Jika kita dapat bersikap belas kasih dan bersahabat dengan diri
kita sendiri, diri kita akan mengungkapkan banyak hal yang luar biasa.
Menekan dan mengumbar adalah dua sisi ekstrim yang hendaknya
dihindari. Beradalah di tengah-tengah, dengan cara praktek meditasi
kesadaran. Praktek meditasi kesadaran akan membuat kita mengalami
perubahan dimensi kesadaran di dalam diri. Praktek meditasi kesadaran
adalah cara utama untuk membebaskan kesadaran kita dari cengkeraman
pikiran-perasaan negatif.
Menggunakan teori yang benar sebagai landasan sangat penting
dalam perjalanan spiritual kita. Dalam buku suci ajaran Tantra Shiwa
[Vijnana Bhairawa Tantra], Kesadaran Atma disimbolikkan sebagai langit
biru yang abadi dan pikiran-perasan disimbolikkan sebagai awan-awan
yang datang dan pergi, muncul dan lenyap. Pikiran-perasaan baik dan
positif adalah laksana awan-awan putih, sedangkan pikiran-perasaan buruk
dan negatif adalah laksana awan-awan hitam, tapi Kesadaran Atma adalah
laksana langit biru abadi yang tidak berubah.
Sesungguhnya tidak seperti itu. Tapi sesuatu yang lain, sesuatu yang
sangat berbeda, harus digali dan ditemukan. Sesuatu yang kekal, sesuatu
yang dapat membuat kita tetap tenang, damai dan bahagia, dalam apapun
yang terjadi dalam kehidupan.
Kategori kedua disebut nirbija samadhi, yang berarti samadhi tanpa
benih. Ini merupakan meditasi di tingkat kesempurnaan. Pada meditasi
tingkat kesempurnaan ini, tidak ada pengalaman spiritual sebagai tujuan,
tidak ada hasil, tidak ada pencapaian, dsb-nya, meditasi hanya istirahat.
Yaitu mengistirahatkan pikiran dari konflik pertempuran dualitas pikiran
seperti salah-benar, baik-buruk, dsb-nya. Mengistirahatkan pikiran dalam
kesadaran.
Meditasi kesadaran, yang akan kita pelajari tehniknya disini, adalah
kategori nirbija samadhi. Disebut meditasi tanpa benih, karena meditasi
kesadaran langsung memotong akarnya cengkeraman kegelapan pikiran
dan perasaan, yaitu dualitas pikiran. Ibarat pohon, pohonnya dipotong
habis sampai ke akar-akarnya. Sehingga pohon itu tidak akan bisa tumbuh
kembali.
Dalam nirbija samadhi, tidak ada tujuan, tidak ada hasil, tidak ada
pencapaian. Apapun pengalaman atau pencapaian yang muncul terjadi
dalam meditasi tidak dimaknakan. Seindah, semegah, atau sehebat apapun
pengalaman yang muncul dalam meditasi, tidak dimaknakan. Hanya
disaksikan saja dengan tersenyum, tanpa penilaian dualitas pikiran. Karena
pengalaman indah dalam meditasi yang dimaknakan akan menjadi
penyebab kesengsaraan di masa depan. Memaknakan akan memperkuat
dualitas pikiran dan dualitas pikiran yang kuat merupakan akar
kesengsaraan. Meditasi di tingkat kesempurnaan hanya menyaksikan saja.
Istirahat, istirahat dan istirahat. Mengistirahatkan pikiran dari dualitas
pikiran.
Ingatlah satu hal, bahwa selain keheningan, semua yang lain bersifat
sementara waktu, walau seindah apapun pengalaman yang muncul dalam
itu baik atau benar, dsb-nya, adalah laksana awan-awan putih yang lewat.
Kenyataan diri kita yang sejati bukanlah awan-awan pikiran, perasaan dan
gagasan tersebut. Kenyataan diri kita yang sejati adalah Kesadaran Atma,
langit biru yang menyaksikan.
Saksikan pikiran hanya sebagai pikiran, bukan sebagai kebenaran,
bukan sebagai kenyataan sejati diri kita. Kemudian kembalilah ke nafas.
Saksikan perasaan hanya sebagai perasaan, bukan sebagai kebenaran,
bukan sebagai kenyataan sejati diri kita. Kemudian kembalilah ke nafas.
Saksikan gagasan hanya sebagai gagasan, bukan sebagai kebenaran,
bukan sebagai kenyataan sejati diri kita. Kemudian kembalilah ke nafas.
ISTIRAHAT dari konflik pertempuran dualitas pikiran. ISTIRAHAT
dalam kesadaran. Kemudian kembalilah ke nafas.
Semuanya naik dan turun setiap saat. Jadi jangan terkejut atau bingung.
Pada kenyataannya itu akan terus berlanjut seperti itu sampai kita
mencapai pencerahan kesadaran Atma, sampai kita menjadi makhluk yang
terbebaskan. Sebelum mencapai titik itu, yang merupakan tingkatan sangat
tinggi, samsara akan terus membawa kita dalam siklus naik dan turun.
Jadi jangan berkecil hati, atau merasa gagal, atau merasa bersalah,
jika setelah kita tekun melakukan praktek meditasi selama bertahun-tahun,
suatu saat tiba-tiba saja meditasi kita sangat kacau, atau tiba-tiba saja
perasaan kita sangat terganggu, atau tiba-tiba kita mengalami keresahan
dan kegelisahan, atau tiba-tiba saja kita mengalami kesulitan dalam
hubungan dengan orang lain, dsb-nya. Tidak berarti bahwa kita adalah
seorang sadhaka [praktisi spiritual] yang buruk atau gagal. Melainkan ini hal
yang wajar dan biasa, mengingat kenyataan tentang sifat utama samsara.
Menggunakan teori yang benar sebagai landasan sangat penting
dalam perjalanan spiritual kita. Apapun hasil dan pencapaian meditasi,
seperti apapun pikiran dan perasaan yang muncul dalam kehidupan
keseharian, disaksikan saja tanpa penghakiman sama sekali. Istirahat dalam
kesadaran. Istirahat dari konflik pertempuran dualitas pikiran seperti salahbenar, baik-buruk, dsb-nya. Disanalah rahasianya akan terbuka. Semuanya
muncul dan lenyap. Seperti tarian riak-riak gelombang di samudera,
semuanya datang dan pergi, muncul dan lenyap.
Dalam praktek meditasi kesadaran, hasil meditasi bukanlah sesuatu
yang penting. Tapi yang terpenting adalah KETEKUNAN kita untuk
melakukan praktek meditasi, ketekunan kita untuk mengistirahatkan pikiran
dalam kesadaran, secara rutin setiap hari selama bertahun-tahun.
[6]. PENJELASAN.
Meditasi kesadaran adalah sadhana [praktek spiritual] untuk
mengistirahatkan pikiran. Untuk membebaskan pikiran dari dualitas baikburuk, benar-salah, suci-kotor, dsb-nya. Untuk membebaskan pikiran dari
penilaian. Untuk membebaskan pikiran dari penghakiman. Untuk "istirahat
disaat ini seperti apa adanya.
Orang yang kesadarannya terlalu kuat dicengkeram oleh dualitas
pikiran [salah-benar, baik-buruk, dsb-nya], akan mengalami kesulitan besar
dalam hal ini. Sebagian orang lain yang pikirannya lama terjerat oleh
dogma dan doktrin agama juga sama akan mengalami kesulitan besar
dalam hal ini. Akan tetapi tidak ada pilihan lain selain belajar menyaksikan,
menyaksikan dan menyaksikan, tanpa penilaian dan tanpa penghakiman
sama sekali. Awalnya terasa seperti ada yang melawan di dalam diri. Yang
melawan itu tidak lain adalah pikiran kita sendiri yang terkondisi. Tapi
seiring waktu perlawanan ini akan terus melemah seiring dengan ketekunan
kita untuk selalu menyaksikan dan menyaksikan saja, dengan senyum
penuh belas kasih tanpa penilaian dan penghakiman sama sekali.
Kesadaran Atma di dalam diri itu murni, jernih dan tanpa noda
kotoran. Noda kotoran hanya ada dalam pikiran manusia yang belum
terlatih praktek meditasi kesadaran. Yaitu pikiran yang dicengkeram oleh
dualitas pikiran seperti buruk-baik, salah-benar, sengsara-bahagia, dsb-nya.
Sehingga pikirannya dipenuhi oleh guncangan dan kontradiksi.
Manusia yang kesadarannya dicengkeram oleh pikiran-perasaan,
mirip seperti air kotor di dalam gelas. Sebagaimana air kotor di dalam
gelas, kotorannya akan mengendap dengan sendirinya jika gelasnya
dibiarkan saja istirahat seperti apa adanya. Kemudian air di dalam gelas
akan menjadi jernih tanpa kotoran.
Ketika kita rajin dan tekun melakukan praktek meditasi kesadaran,
rajin dan tekun mengistirahatkan pikiran dalam kesadaran, rajin dan tekun
menyaksikan, menyaksikan dan menyaksikan tanpa penilaian dan tanpa
penghakiman sama sekali, suatu saat cengkeraman pikiran dan konflik
pertempuran dualitas pikiran akan terus melemah.
Saksikan pikiran hanya sebagai pikiran, saksikan perasaan hanya
sebagai perasaan, saksikan gagasan hanya sebagai gagasan, bukan sebagai
kebenaran, bukan sebagai kenyataan sejati diri kita. Setiap kemunculan
pikiran, perasaan dan gagasan, hanya disaksikan saja dengan senyuman
penuh belas kasih, tanpa penilaian sama sekali. Istirahat dari konflik
pertempuran dualitas pikiran seperti salah-benar, baik-buruk, dsb-nya.
Istirahat dalam kesadaran.
Secara alami sifat pikiran-perasaan kita manusia adalah laksana tarian
riak-riak gelombang di samudera. Ada saat gelombangnya naik dengan
kemunculan pikiran-perasaan yang baik dan positif. Ada saat
gelombangnya turun dengan kemunculan pikiran-perasaan yang buruk dan
negatif.
Ini berarti bahwa kita tidak akan pernah dapat sepenuhnya
melenyapkan kemunculan pikiran-perasaan yang buruk dan negatif di
dalam diri. Leluhur kita di Bali sering mengucapkan ajaran dharma ini,
manusia itu dewa ya bhuta ya. Artinya di dalam diri kita manusia ada
bagian terangnya dan juga ada bagian gelapnya, sebagai satu kesatuan
yang utuh dan menyeluruh dari diri kita. Laksana bulan purnama yang
memiliki sisi terang dan sisi gelap, keduanya adalah satu kesatuan yang
utuh dan menyeluruh dari bulan yang sama.
Mencapai Moksha atau belum mencapai Moksha, tercerahkan atau
tidak tercerahkan, sifat alami pikiran kita akan tetap seperti itu. Itu
sebabnya pada tingkat kesempurnaan, meditasi terus mengajarkan untuk
selalu istirahat, istirahat, istirahat. Istirahat dari konflik pertempuran dualitas
pikiran seperti salah-benar, baik-buruk, dsb-nya.
Orang biasa yang belum mempraktekkan meditasi kesadaran
umumnya kesadarannya dicengkeram habis oleh pikiran-perasaan. Senang
jika dipuji, sengsara saat dicaci-maki, bahagia jika beruntung, bersedih saat
mengalami kesialan, pesta jika mencapai sukses, depresi saat mengalami
kegagalan, dsb-nya. Akan tetapi di jalan meditasi kesadaran, semua hanya
disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. Laksana langit biru
sebagai saksi abadi yang tidak tersentuh oleh awan-awan manapun.
Pertanda kita sudah istirahat dalam kesadaran adalah, kita dapat
tersenyum damai, berjarak, serta merasa aman dan nyaman seperti apapun
bentuk riak-riak pikiran-perasaan-gagasan yang muncul di dalam diri kita.
Kita dapat tersenyum damai, berjarak, serta merasa aman dan nyaman
seperti apapun pengalaman hidup yang kita alami.
Entah disaat ini riak-riak gelombang yang sedang muncul dalam
samudera pikiran-perasaan kita adalah kemarahan, atau kesedihan, atau
kebahagiaan, atau perasaan datar, hambar, galau, atau tenang, atau kacau,
atau bingung, atau baik, atau buruk, atau negatif, atau positif, atau
perasaan cinta, atau perasaan benci, dsb-nya, tapi kita tetap dapat
tersenyum damai, berjarak, serta merasa aman dan nyaman. Dengan kata
disana juga ada rasa sakit dari kesedihan. Dimana ada kesuksesan, disana
juga ada rasa sakit dari kegagalan. Dimana ada pertemuan, disana juga ada
rasa sakit dari perpisahan. Dimana ada pujian, disana juga ada rasa sakit
dari caci-maki dan penghinaan. Dimana ada kesenangan, disana juga ada
rasa sakit dari kesengsaraan. Demikianlah hukum kehidupan ini secara
UTUH dan menyeluruh.
Kita sering salah mengerti tentang rasa sakit. Kita memandang
datangnya rasa sakit dalam kehidupan adalah untuk menghancurkan dan
menyengsarakan kita. Sama sekali tidak seperti itu. Tapi rasa sakit datang
untuk membuat kita menjadi terjaga tentang kenyataan kehidupan ini.
Membuat kita terjaga tentang adanya hukum karma, tentang adanya siklus
samsara, tentang jalan dharma, tentang sadhana [praktek spiritual], tentang
pencerahan kesadaran Atma. Tanpa adanya rasa sakit kita tidak akan
terjaga. Kita menjadi tidak peduli. Ketika hidup cenderung mudah, nyaman,
tenang, lancar, enak, bahagia, kita tidak peduli. Biasanya kita baru menjadi
terjaga, ketika rasa sakit dan luka-luka hati menusuk jauh ke dalam lubuk
pikiran dan perasaan kita. Disana kita menjadi terjaga.
Ketika kita menjadi terjaga tentang kenyataan kehidupan ini, terjaga
tentang adanya hukum karma, tentang adanya siklus samsara, tentang jalan
dharma, tentang sadhana [praktek spiritual], tentang pencerahan kesadaran
Atma, disanalah mulai terbuka jalan agar seluruh kesengsaraan di dalam
diri kita lenyap menghilang. Artinya, gunakan rasa sakit sebagai kekuatan
pendorong bagi kita untuk menemukan cahaya kesadaran di dalam diri.
Rasa sakit adalah berkah spiritual yang ditolak dan ingin dibuang oleh
hampir semua orang. Padahal, bila tekun dan tulus menerima rasa sakit,
rasa sakit sangat memurnikan dan menyempurnakan.
Saat-saat mengalami rasa sakit adalah saat untuk memurnikan diri.
Memurnikan diri dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan di masa lalu
[memurnikan karma buruk masa lalu], memurnikan diri dari segala bentuk
ego [keakuan], memurnikan diri dari segala bentuk keterikatan.
menimbulkan rasa sakit. Carilah tempat yang sepi, atau suatu sudut
pojokan yang sepi, kemudian lakukanlah praktek meditasi keutuhan.
== [1]. Persiapan Meditasi : Duduk Dalam Posisi Meditasi.
Duduklah bersila dengan santai dan tenang. Punggung dalam posisi
tegak lurus tapi santai. Telapak tangan diletakkan di pangkuan membentuk
dhyana mudra, atau letakkan di ujung lutut membentuk jnana mudra. Tapi
bahu dalam keadaan santai [tidak tegang].
Tekuk ujung lidah menyentuh langit-langit mulut. Pejamkan mata.
Bernafaslah secara alami saja. Tidak usah mengatur irama nafas. Biarkan
nafas mengatur iramanya sendiri secara alami seiring dengan praktek
meditasi kita.
== [2]. Praktek Meditasi Keutuhan : Memeluk Rasa Sakit Sebagai Bagian
Utuh Dari Diri Kita.
Pusatkan rasa sakit yang sedang kita rasakan di chakra anahata atau
chakra jantung [di posisi ulu hati]. Rasakan dan menyatulah dengan rasa
sakit tersebut. Jangan menghakiminya sebagai benar-salah, baik-buruk,
suci-kotor, mulia-berdosa, dsb-nya. Tapi rasakanlah dan menyatulah
dengan rasa sakit tersebut sebagai bagian UTUH dari diri kita, tanpa
penghakiman sama sekali. Kemudian lakukan visualisasi [membayangkan]
kita memeluk rasa sakit tersebut [yang sedang terpusat di chakra jantung],
dengan penuh belas kasih, penuh kasih sayang dan tersenyum penuh
penerimaan, sebagai bagian UTUH dan menyeluruh dari diri kita. Jangan
terburu-buru ingin agar rasa sakit itu mereda. Lakukan saja dan terus
lakukan saja praktek ini.
Inilah yang disebut sebagai praktek meditasi keutuhan.
Tekun mempraktekkan meditasi keutuhan, tidak berarti akan
membuat rasa sakit menghilang. Rasa sakit masih tetap ada disana, tapi kita
tidak lagi sengsara, karena rasa sakit tidak lagi dapat mencengkeram
kesadaran kita. Disanalah kita tidak lagi dibuat sengsara oleh rasa sakit. Kita
akan sadar bahwa ada kesadaran yang jernih di dalam diri kita.
Kehidupan dengan sifat alaminya menciptakan berbagai kesedihan
dan kesengsaraan bagi para mahluk. Dalam kehidupan ada kematian, yang
menciptakan kesedihan karena perpisahan. Dalam kehidupan ada tubuh
fisik, yang menciptakan kesengsaraan karena menderita penyakit yang
berat, kehausan atau kelaparan, rasa minder [rendah diri], rasa tidak
nyaman di tubuh, luka-luka yang menimbulkan rasa sakit, dsb-nya. Dalam
kehidupan ada pikiran, perasaan dan gagasan, yang menimbulkan
kekacauan dan kesengsaraan secara internal di dalam diri. Dalam
kehidupan juga ada kejadian-kejadian, seperti perang, bencana alam,
kecelakaan, krisis ekonomi, masalah keuangan, dsb-nya, yang menciptakan
kesulitan dan perjuangan hidup yang berat.
Disaat rasa sakit dan kesengsaraan datang dalam kehidupan kita,
jangan melakukan hal-hal yang berbahaya seperti mabuk minuman keras,
mengkonsumsi narkoba, selingkuh, bertengkar, berkelahi, dsb-nya. Tapi
terima rasa sakit dengan meditasi keutuhan. Peluk rasa sakit tersebut
dengan penuh belas kasih, penuh kasih sayang dan tersenyum penuh
penerimaan, sebagai bagian UTUH dan menyeluruh dari diri kita. Jangan
melarikan diri. Jika kita melarikan diri, maka kita tidak akan dapat
menemukan kedamaian sejati di dalam diri.
Rasa sakit adalah bagian UTUH dari kehidupan. Kita tidak bisa
merubah hal itu. Rasa sakit adalah bagaikan sepotong sampah yang lewat
di sungai kehidupan, muncul sebentar kemudian lewat menghilang.
Mengidentikkan diri kita dengan sampah yang hanya lewat sementara itu,
merupakan sumber kesengsaraan. Kita bisa memilih untuk tidak sengsara.
Caranya setiap kali muncul rasa sakit yang terasa kuat mencengkeram
kesadaran kita, lakukanlah praktek meditasi keutuhan, Itulah sumber
kedamaian di dalam diri.
masih ada masalah. Tanpa rasa sakit, kita menjadi tidak tahu akan masalah
di dalam diri kita sendiri.
Akan tetapi menjadi tahu, sama sekali tidak berarti bahwa kita telah
menyelesaikan masalahnya. Mengalami rasa sakit dan melakukan praktek
meditasi keutuhan harus berjalan seiring dan sejalan. Sampai suatu saat
secara perlahan-lahan bertahap kita akan dapat merasakan sebentuk
kejernihan dan keheningan muncul di dalam diri.
NYAMAN
kesadaran. Carilah tempat yang sepi, atau suatu sudut pojokan yang sepi,
kemudian lakukanlah praktek meditasi keutuhan.
== [1]. Persiapan Meditasi : Duduk Dalam Posisi Meditasi.
Duduklah bersila dengan santai dan tenang. Punggung dalam posisi
tegak lurus tapi santai. Telapak tangan diletakkan di pangkuan membentuk
dhyana mudra, atau letakkan di ujung lutut membentuk jnana mudra. Tapi
bahu dalam keadaan santai [tidak tegang].
Tekuk ujung lidah menyentuh langit-langit mulut. Pejamkan mata.
Bernafaslah secara alami saja. Tidak usah mengatur irama nafas. Biarkan
nafas mengatur iramanya sendiri secara alami seiring dengan praktek
meditasi kita.
== [2]. Praktek Meditasi Keutuhan : Memeluk Perasaan-Perasaan Tidak
Nyaman Sebagai Bagian Utuh Dari Diri Kita.
Pusatkan perasaan-perasaan tidak nyaman yang muncul di dalam diri
yang sedang kita rasakan disaat ini, seperti misalnya rasa marah, rasa
kecewa, rasa sedih, rasa bosan, rasa galau, rasa jatuh cinta, kenangan buruk,
rasa malu, rasa rendah diri, rasa bersalah, dsb-nya, apapun itu, pusatkan
pada chakra anahata atau chakra jantung [di posisi ulu hati]. Rasakan dan
menyatulah dengan perasaan tersebut. Jangan menghakiminya sebagai
benar-salah, baik-buruk, suci-kotor, mulia-berdosa, dsb-nya. Tapi
rasakanlah dan menyatulah dengan perasaan tersebut sebagai bagian
UTUH dari diri kita, tanpa penghakiman sama sekali. Kemudian lakukan
visualisasi [membayangkan] kita memeluk perasaan tersebut [yang sedang
terpusat di chakra jantung], dengan penuh belas kasih, penuh kasih sayang
dan tersenyum penuh penerimaan, sebagai bagian UTUH dan menyeluruh
dari diri kita. Jangan terburu-buru ingin agar perasaan tidak nyaman itu
mereda. Lakukan saja dan terus lakukan saja praktek ini.
Inilah yang disebut sebagai praktek meditasi keutuhan.
Kehidupan dan diri kita di dalam, tidak pernah memberikan kita hal
yang positif ataupun hal yang negatif, pikiran kitalah yang membuat
semuanya terlihat menjadi negatif atau positif. Hati-hatilah dalam
mengelola pikiran, semakin banyak kita menolak pikiran-perasaan di dalam
diri, maka kita akan semakin sengsara.
Sehingga, setiap kali muncul perasaan-perasaan tidak nyaman di
dalam diri, seperti misalnya [contoh] rasa marah, rasa kecewa, rasa sedih,
rasa bosan, rasa galau, rasa jatuh cinta, kenangan buruk, rasa malu, rasa
rendah diri, rasa bersalah, dsb-nya, belajar untuk selalu kembali ke tengah
[tanpa positif dan negatif], yaitu dengan cara mempraktekkan meditasi
kesadaran atau meditasi keutuhan. Di tengah itulah tersedia kolam
ketenangan dan kedamaian.
Sekalipun kita sudah tekun melaksanakan praktek meditasi kesadaran
dan praktek meditasi keutuhan selama bertahun-tahun yang panjang,
sekalipun kita sudah mencapai dimensi kesadaran yang tinggi, pada suatu
waktu, pada suatu titik, perasaan-perasaan tidak nyaman akan kembali
muncul di dalam diri kita. Seperti rasa galau, rasa resah, rasa gelisah, rasa
bosan dan kenangan buruk. Hal ini tidak berarti bahwa kita adalah seorang
sadhaka [praktisi spiritual] yang buruk atau gagal. Melainkan hal ini adalah
sangat alami.
== Pertama [1], mengingat kenyataan tentang sifat utama samsara. Yaitu
samsara tidak hanya menyangkut naik dan turun kelahiran kembali yang
lebih tinggi dan lebih rendah, tapi juga menyangkut pikiran dan perasaan
kita. Kita harus menyadari bahwa kejernihan pikiran-perasaan tidak pernah
lurus, dia selalu naik dan turun, naik dan turun. Ini adalah salah satu sifat
utama dari samsara.
== Kedua [2], munculnya perasaan-perasaan tidak nyaman di dalam diri
tidak selalu menjadi pertanda kemunduran kesadaran. Kadang-kadang
datangnya perasaan-perasaan tidak nyaman di dalam diri dapat berarti
bahwa akar kesadaran sedang tumbuh semakin dalam dan semakin dalam.
Sebagaimana ajaran dalam buku suci ajaran Tantra Shiwa [Vijnana Bhairawa
Tantra], kesadaran itu ibarat pohon. Batang pohon, ranting dan daundaunan yang berada di dalam terang cahaya adalah ibarat kedamaian dan
sukacita di dalam diri. Akar pohon yang berada di dalam kegelapan adalah
ibarat perasaan-perasaan tidak nyaman di dalam diri. Semakin tinggi
pohonnya akan tumbuh, maka akarnya juga akan tumbuh semakin dalam.
Jadi ini berarti bahwa, kemunculan perasaan-perasaan tidak nyaman di
dalam diri merupakan pertanda bahwa dimensi kesadaran kita, kedamaian
dan sukacita di dalam diri kita, sedang naik semakin tinggi.
Agar kesadaran dapat menjadi semakin bercahaya, belajarlah untuk
menerima
dan
memeluk
kegelapan,
ketidaksempurnaan
dan
ketidaknyamanan di dalam diri, dengan cara melakukan praktek meditasi
kesadaran atau praktek meditasi keutuhan. Dengan cara ini, secara pelanpelan bertahap kita sedang membuka lapisan-lapisan kesadaran yang lebih
dalam di dalam diri.
Kapan saja kita dapat menerima dan memeluk diri kita sendiri secara
UTUH dan menyeluruh, disanalah kita mulai dapat mengerti diri kita sendiri.
Laksana malam hari dan siang hari, di dalam diri kita selalu ada unsur gelap
dan unsur terang. Jika orang biasa menolak, melawan dan membenci
bagian gelap di dalam dirinya, para sadhaka dengan kesadaran bercahaya
memeluk bagian gelap di dalam dirinya, laksana alam memeluk malam hari
dengan penuh belas kasih. Dengan cara inilah cahaya kesadaran para
sadhaka akan dapat memancar terang.
Bab 3
SADHANA 3
Belas Kasih
praktek belas kasih. Meditasi agar kita dapat menemukan keheningan yang
mendalam dan belas kasih agar kehidupan kita dapat menyatu dengan
keindahan tarian semesta. Kita harus bergerak di antara keduanya. Jika kita
dapat bergerak dengan mudah, jika kita dapat bergerak tanpa upaya, maka
kita telah menguasai hal terbesar dalam hidup ini.
Belas kasih adalah salah satu rahasia penting semua jalan spiritual.
Karena praktek spiritual manapun akan dangkal dan tidak pernah bisa
dalam, jika tanpa disertai belas kasih kepada semua mahluk. Demikian
menentukannya, sehingga jika seluruh ajaran dharma intisarinya disarikan
menjadi satu saja, maka hal itu adalah belas kasih kepada semua mahluk.
Pedoman di jalan belas kasih hanya 2 [dua], yaitu pertama [1] tekun
dan tulus melakukan kebaikan-kebaikan, seperti sering memberi, banyak
membantu, banyak membahagiakan, sering menolong, penuh pelayanan
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, dsb-nya. Serta kedua [2],
yaitu jika kita belum mampu untuk melakukan kebaikan-kebaikan, cukup
jangan menyakiti.
karma lebih dari itu. Jika kita sering menolong kelak kita akan tertolong.
Jika kita sering memberi kelak kita akan mendapatkan. Jika kita sering
memberi bantuan kelak kita akan mendapatkan bantuan. Jika kita
menyelamatkan kelak kita akan terselamatkan. Bahkan, beberapa tindakan
belas kasih yang maha-mulia tidak saja akan menghasilkan karma baik, tapi
juga sekaligus akan menghapuskan karma-karma buruk kita.
Sehingga sangat layak untuk direnungkan, untuk diri kita agar tekun
melakukan kebaikan-kebaikan yang tulus untuk orang lain dan mahluk lain.
Seperti misalnya seperti sering memberi, banyak membantu, banyak
membahagiakan, sering menolong, penuh pelayanan dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupan, dsb-nya.
Lebih jauh dari itu, di jalan belas kasih, sasaran target utama dalam
melakukan kebaikan-kebaikan bukanlah sesuatu untuk kesenangan diri kita
sendiri. Seperti misalnya agar kita disayangi orang lain, agar kita dihormati
orang, agar kita dikenal orang, agar kita punya banyak karma baik, dsb-nya.
Tapi sasaran target utamanya adalah intisari terdalam diri kita sendiri, yaitu
Kesadaran Atma.
Ketekunan kita untuk tulus melakukan banyak perbuatan kebaikan
untuk orang lain atau mahluk lain, memiliki daya angkat yang sangat kuat
untuk merubah dan mengangkat naik kesadaran kita. Dengan tahap-tahap
pertumbuhan sebagai berikut :
== 1]. Pada awalnya perbuatan kebaikan yang tulus dan tekun kita lakukan
untuk orang lain atau mahluk lain, membuat kita belajar untuk melepaskan,
terutama karena nanti disaat kematian semua manusia tidak punya pilihan
lain selain mutlak harus melepaskan semuanya.
== 2]. Begitu melakukan perbuatan kebaikan untuk orang lain atau mahluk
lain menjadi suatu kebiasaan, melakukan kebaikan itu menjernihkan dan
mendamaikan pikiran-perasaan kita di dalam diri.
memberi giliran antrean kita kepada orang lain, memberi ruang bagi orang
yang akan menyeberang jalan, mengalah saat ada kemacetan jalan, mau
menunggu orang yang datang janjian terlambat tanpa mengeluh,
menemani anak-anak bermain, dsb-nya.
== 2]. Artha Yadnya : belas kasih sebagai yadnya [persembahan suci] dalam
bentuk pemberian uang, benda, atau hadiah.
Ini adalah bentuk kebaikan mulia dimana kita menggunakan harta
kekayaan kita dengan belas kasih untuk membahagiakan mahluk lain.
Misalnya [contoh] mentraktir makanan, membelikan pakaian, memberi
hadiah tiket jalan-jalan, menyumbang uang, memberikan dana punia,
membelikan bensin bagi orang yang sepeda motornya kehabisan bensin di
jalan, menyumbang kue-kue untuk pesta pernikahan orang lain, dsb-nya.
== 3]. Widya Yadnya : belas kasih sebagai yadnya [persembahan suci]
dalam bentuk pemberian pemikiran dan pengetahuan.
Ini adalah bentuk kebaikan mulia dimana kita menggunakan
pemikiran dan pengetahuan kita dengan belas kasih untuk kebahagiaan
mahluk lain. Misalnya [contoh] memberikan orang lain saran yang
bermanfaat, menjadi konsultan gratis untuk memberi masukan yang
berguna, memberikan kursus atau pelatihan gratis, menceritakan hal-hal
yang baik dan membahagiakan, membuat orang lain tertawa dengan
humor yang sehat [humor yang tidak menertawakan atau menyakiti orang
lain], dsb-nya.
== 4]. Mahati Yadnya : belas kasih sebagai yadnya [persembahan suci]
dalam bentuk menggunakan tubuh kita sebagai sarana.
Ini adalah bentuk kebaikan mulia dimana kita menggunakan tubuh
kita dengan belas kasih untuk kebahagiaan mahluk lain. Misalnya [contoh]
menampilkan wajah ceria dan tersenyum ramah kepada orang lain,
Jika kita dapat menyadari hal ini dengan baik, maka kita akan dapat
belajar memperlakukan orang lain secara lebih baik dan pantas. Kita dapat
belajar bersikap lebih baik dan lebih belas kasih kepada orang lain. Tidak
hanya berpikir dan memandang orang lain dari sudut pandang pikiran dan
perasaan kita sendiri saja, yang tidak lebih merupakan sifat egois, yang
miskin empati.
Tekunlah untuk mempraktekkan tidak menyakiti sebagai jalan belas
kasih. Berusahalah agar kehadiran kita tidak menimbulkan penderitaan dan
rasa takut bagi siapapun. Sebaliknya, agar kehadiran kita justru dapat
memberikan kegembiraan, sukacita, kesenangan, atau kebahagiaan bagi
siapa saja. Itulah jalan untuk membuat kesadaran kita menjadi jernih dan
terang bercahaya.
Bab 4
SADHANA 4
Mengekspresikan Diri : Melakukan Apa Saja Yang Membuat Kita
Merasa Lepas, Damai Dan Bahagia Di Dalam Diri
benih-benih kesadaran di dalam diri kita dapat menjadi mekar. Jika kita
tidak mengekspresikan diri, jika kita terlalu menekan diri, maka benih-benih
kesadaran di dalam diri akan sangat sulit untuk mekar.
Mengekspresikan diri terkait sangat erat dengan skema emosi
manusia. Dimana skema emosi manusia terbagi menjadi dua bagian. Yaitu
sebagai berikut :
== [1]. Emosi bagian dalam yang terletak jauh di lubuk pikiran seperti
seperti sedih-senang, sengsara-bahagia, dsb-nya.
== [2. Emosi bagian luar seperti perasaan malu, sopan-santun, dsb-nya.
Jika emosi bagian luar, seperti perasaan malu, sopan-santun, dsb-nya,
dalam jangka waktu lama menekan pikiran kita, maka emosi bagian dalam,
akan seperti air besar yang gagal mengalir. Ketika air besar itu lama
menumpuk di dalam, diri maka manusia di dalam dirinya akan merasakan
kegelisahan, atau ketegangan, atau perasaan tidak bahagia, atau
memendam hasrat duniawi, atau memendam kemarahan. Suatu waktu
nanti, jika seandainya air besar itu menumpuk penuh, disana akan terlihat di
permukaan dalam bentuk stres, atau depresi, atau penyakit, atau bahkan
ada yang mengalami gangguan kejiwaan.
Emosi bagian luar seperti rasa malu, sopan-santun, dsb-nya, bukanlah
suatu hal yang murni, melainkan suatu hal yang bersifat buatan. Rasa malu
dan sopan-santun bisa muncul dari pikiran yang terkondisi, yang dibentuk
oleh penghakiman orang lain dan pikiran salah orang lain, atau bisa juga
muncul dari penolakan, kegelisahan dan ketidaknyamanan diri kita sendiri
di dalam. Rasa malu, serta aturan, larangan dan tata krama sopan-santun
ibaratnya adalah racun bagi kesadaran di dalam diri, yang akan membuat
benih-benih kesadaran di dalam diri gagal untuk mekar.
Tentu saja tidak semua emosi bagian luar itu buruk, karena memang
ada rasa malu dan sopan-santun yang baik, yaitu rasa malu untuk berbuat
kejahatan dan rasa malu untuk menyakiti orang lain. Tapi sisanya selain itu,
rasa malu dan sopan-santun adalah tembok penghalang besar bagi bangkit
dan mekarnya kesadaran di dalam diri.
Inilah tujuan dari mengekspresikan diri. Yaitu untuk membuka lebar
emosi bagian luar, sehingga emosi di dalam dapat mengalir keluar. Sebagai
hasilnya, kita cenderung lebih mudah menjadi seorang manusia dengan
berlimpah energi sukacita di dalam diri.
Kita manusia sudah sangat lama didikte dan ditekan oleh
pengkondisian pikiran yang membuat tertahannya emosi bagian luar.
Karena secara agama, atau secara budaya, terdapat banyak sekali aturan
dan larangan dengan alasan moralitas yang baik, sesuai ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, yang sifatnya sangat dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsbnya]. Semua itu dapat membuat tertahannya emosi bagian luar.
Sehingga sebelum pikiran kita di dalam kita dilukai oleh aturan dan
larangan seperti itu, mari kita mulai mengekspresikan diri. Dengarkan
panggilan kita di dalam. Kenali keadaan diri kita sendiri, agar kita bisa
melihat dan memahami kebutuhan diri kita sendiri yang unik dan berbeda
dengan orang lain. Kemudian ekspresikan diri kita dengan penuh
kebebasan dan perasaan sukacita. Lakukan apa saja yang membuat kita
merasa nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang membuat
kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa
melibatkan pola dualitas pikiran seperti salah-benar, buruk-baik, kotor-suci,
berdosa-tidak berdosa, tidak sopan-sopan, dsb-nya, dengan Yoga Punya
[tuntunan cahaya di dalam diri] dan belas kasih sebagai penjaga-nya.
Tapi ini sama sekali tidak berarti kita mabuk minuman keras atau
mengkonsumsi narkoba. Tentu saja tidak. Karena mabuk minuman keras
atau mengkonsumsi narkoba, berarti kita memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh kita untuk membuat kita merasa lepas dan bahagia. Hal itu
merupakan sesuatu yang datang dari luar yang kita masukkan ke dalam
tubuh kita, merupakan sesuatu yang buatan, bukan sesuatu yang asli alami
datang dari dalam diri. Hal itu analoginya seperti kita berusaha menutupi
lubang dengan membuat lubang baru yang lebih besar. Lama-kelamaan
kita akan menjadi kacau di dalam. Sehingga hal itu harus kita hindari.
Mengekspresikan diri kemunculannya harus benar-benar asli alami
datang dari dalam diri kita. Yaitu dalam bentuk kita melakukan suatu
kegiatan, kita melakukan apa saja, yang dapat membuat kita merasa
nyaman, lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang dapat membuat kita
merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita, tanpa dualitas
baik-buruk, salah-benar, suci kotor, dsb-nya. Itulah yang disebut dengan
mengekspresikan diri.
Penjaga kita di dalam mengekspresikan diri ada 2 [dua]. Yaitu penjaga
pertama [1] adalah Yoga Punya atau tuntunan cahaya di dalam diri, sebagai
hasil ketekunan kita melakukan praktek meditasi. Serta penjaga kedua [2]
adalah belas kasih. Terutama karena di alam semesta ini terdapat HUKUM
KARMA. Dalam bahasa yang mudah dimengerti, hal ini berarti bahwa di
dalam melakukan praktek spiritual mengekspresikan diri, jagalah diri kita
agar kita tidak sampai mengucapkan perkataan, atau melakukan perbuatan,
yang menimbulkan rasa sakit dan kesengsaraan bagi orang lain, sehingga
kita akan terhindar dari membuat karma yang fatal dan berbahaya.
Hukum karma tidak mengenal moralitas yang baik, ajaran agama,
kesopanan, tata krama, etiket, hidup yang benar, hidup yang beradab, dan
sejenisnya, yang sifatnya dualistik [salah-benar, buruk-baik, dsb-nya].
Hukum karma tidak mengenal dualitas baik-buruk, salah-benar, suci-kotor,
dst-nya. Semua bentuk dualitas hanya ada dalam pikiran manusia yang
mengalir deras keluar, sebagai hasilnya, dari sedikit lagi akan mencapai
pencerahan kesadaran Atma, mereka berhasil mencapai pencerahan
kesadaran Atma.
Sama sekali tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Mereka
memutuskan untuk diri mereka sendiri. Tidak ada seorangpun yang dapat
mendikte dan menekan keputusan buruk-baik, salah-benar, dsb-nya, untuk
mereka. Dualitas hanya ada dalam pikiran manusia yang terkondisi. Satusatunya pengertian tentang baik dan benar adalah apa yang muncul dari
intuisi terdalam, dari Yoga Punya, cahaya kesadaran di dalam diri.
Mengekspresikan diri adalah sadhana [praktek spiritual] mendalam
yang secara logika paling tidak masuk akal. Sehingga hanya mereka yang
siap untuk menerima resiko dan memasuki yang tidak masuk akal yang
akan mampu mengetahui apa itu keheningan, apa itu kedamaian sejati di
dalam diri, apa itu pencerahan kesadaran Atma. Perlu keberanian yang luar
biasa, dibutuhkan kesiapan untuk resiko. Pencerahan kesadaran Atma
hanya milik mereka yang berani mengambil resiko. Itu bukan milik mereka
yang hanya mau keamanan dan kenyamanan saja.
Perjalanan spiritual mendalam tidak selalu berisi hal-hal yang serius
saja. Tapi merupakan suatu kombinasi, yang juga berisi perbuatan
mengekspresikan diri dan membangkitkan energi sukacita di dalam diri.
Praktek mengekspresikan diri menghantarkan kesadaran kita menuju
ketinggian yang ringan. Praktek meditasi dan belas kasih menghantarkan
kesadaran kita menuju kedalaman yang dalam. Praktek mengekspresikan
diri membuat benih-benih kesadaran di dalam diri kita menjadi mekar.
Praktek meditasi dan belas kasih membuat kesadaran kita menjadi sangat
terang bercahaya. Keduanya bersifat saling melengkapi dan saling
memperkaya kesadaran di dalam diri.
Mengekspresikan diri akan membuka lebar emosi bagian luar [seperti
perasaan malu, sopan-santun], sehingga emosi di bagian dalam [seperti
sedih-senang, sengsara-bahagia] dapat mengalir keluar. Mengekspresikan
Di mana-mana kita akan merasa resah dan gelisah, atau merasa tidak tentu
arah, atau merasakan kehilangan keyakinan diri.
Sehingga kemudian, belajarlah menjadi diri kita sendiri yang unik dan
otentik. Hal itu laksana pohon kaktus yang merasa bahagia tumbuh di
tanah kering dan bunga teratai yang merasa bahagia tumbuh di kolam
basah. Laksana pohon kelapa yang merasa bahagia tumbuh di tepi pantai
dan pohon pinus yang merasa bahagia tumbuh di lereng pegunungan.
Laksana harimau yang bahagia memakan daging dan kambing yang
bahagia memakan rumput. Laksana ikan yang merasa bahagia berenang di
air dan burung yang merasa bahagia terbang di angkasa. Semuanya merasa
bahagia menjadi dirinya sendiri yang unik dan otentik.
Biarkan saja orang lain mengatakan kita begini dan begitu.
Penghakiman dan kata-kata tidak sedap yang diucapkan orang tentang diri
kita, itu adalah racun yang mereka minum untuk pikiran mereka sendiri.
Ingatlah selalu bahwa menjadi bahagia adalah spiritual. Menjadi
bahagia adalah mulia. Hanya orang yang dapat membahagiakan dirinya
sendiri yang kemudian dapat membahagiakan orang lain secara
mengagumkan. Laksana pohon rindang yang dapat menyejukkan banyak
mahluk yang berteduh di bawahnya, demikian juga dengan orang yang di
dalam dirinya berlimpah dengan perasaan sukacita. Sehingga sesibuk
apapun pekerjaan kita, seberat apapun tugas rumah tangga kita, selalu
sediakan waktu untuk membuat diri kita bahagia. Lakukan apa saja yang
membuat kita merasa lepas, damai dan bahagia di dalam diri, yang
membuat kita merasa hidup, bersemangat dan berlimpah energi sukacita.
Ekspresikan diri kita sesuai dengan panggilan alami kita di dalam diri, tanpa
melibatkan dualitas salah-benar, buruk-baik, kotor-suci.
Ini bukanlah praktek spiritual untuk menjadi egois, ini bukanlah
praktek spiritual yang mementingkan diri sendiri, melainkan praktek
spiritual untuk membebaskan diri kita dari pikiran-perasaan yang
TERBELAH. Untuk membuka lebar emosi bagian luar sehingga emosi di
Bab 5
SADHANA 5
Menyatu Dengan Saat Ini Dalam Keutuhan
kemarahan. Kita tidak dapat menjadi diri kita sendiri yang UTUH dan
menyeluruh. Pikiran-perasaan kita akan TERBELAH. Kita tidak akan dapat
merasakan sukacita mendalam dan kedamaian sejati di dalam diri.
Kenyataan kosmik semesta hanya mengenal saat ini, tidak mengenal
masa depan dan masa lalu. Saat ini adalah satu-satunya ruang dan waktu.
Masa lalu sudah tidak ada lagi, masa depan belum ada. Jika pikiran kita
berada pada masa lalu atau masa depan, kita akan kehilangan moment saat
ini. Kita akan menjauh dari kenyataan kosmik semesta. KEUTUHAN adanya
disini, disaat ini, sekarang. Hanya jika kita berada disaat ini, disini, sekarang,
disanalah letaknya KEUTUHAN.
diri. Keduanya adalah gelombang energi yang sama. Laksana nafas masuk
dan nafas keluar, keduanya adalah satu nafas yang sama.
Perjalanan spiritual mendalam tidak anti pada kehidupan dunia diluar,
melainkan memeluk kehidupan dunia diluar maupun dunia di dalam secara
UTUH dan menyeluruh. Hiduplah di dunia material diluar, disaat ini,
sekarang, sebagai suatu kenyataan, dengan mengekspresikan diri, dengan
sukacita, dengan lebur dalam keindahannya. Tapi sekaligus juga pada saat
yang sama melampaui dunia material ini.
Arti dari melampaui dunia material adalah, apapun berkah
kehidupan disaat ini terima dengan sukacita, jangan tidak puas, jangan
serakah, jangan ingin lebih dari berkah kehidupan kita sendiri, jangan
terikat, jangan memiliki keterikatan pada benda, harta, jabatan, pujian,
orang-orang, atau apapun di dunia ini. Terutama karena tidak ada
sesuatupun yang dapat kita miliki selamanya. Leluhur kita di Bali sering
mengucapkan ajaran dharma ini, lekad melalung mati mase melalung, kita
datang ke dunia dengan tangan kosong dan kelak kita mati juga pergi
dengan tangan kosong.
Ini berarti bahwa kita berusahalah melaksanakan swadharma [tugastugas kehidupan], berusahalah memberikan yang terbaik. Bekerja keras
tentu saja disarankan, berusaha keras juga boleh. Berikan yang terbaik pada
setiap tugas-tugas kehidupan disaat ini. Tapi menyangkut hasilnya, belajar
memeluk setiap berkah kehidupan dengan penuh keikhlasan. Belajar untuk
selalu melihat sisi-sisi indah dari berkah kehidupan disaat ini, ungkapkan
rasa syukur dalam diam dan tersenyumlah. Orang yang tersenyum indah
pada apapun berkah kehidupan disaat ini, sekaligus melakukan upaya
terbaik disaat ini, dia sedang melakukan persiapan terbaik menuju masa
depan.
Kalau kita seorang pelajar, belajarlah dengan rajin di sekolah.
Sehingga orang tua senang dan tenang, tidak rugi mengeluarkan biaya dan
kelak di masa depan kita bisa berguna bagi orang lain. Kalau kita seorang
ada. Jadi ini berarti, jika kita dicengkeram kenangan masa lalu atau cemas
akan masa depan, kita sedang hidup dalam halusinasi. Suatu halusinasi
yang membuat pikiran-perasan kita terbelah, satu bagian bergerak menuju
masa lalu, satu bagian bergerak menuju masa depan. Keberadaan kita
menjadi tidak otentik, karena hanya ada satu hal yang otentik dan itu
adalah saat ini. Karena keberadaan kita tidak otentik itulah sebabnya ada
kesedihan mendalam, kecemasan, rasa sakit dan kesengsaraan.
Untuk memudahkan pengertian, inilah sebagian hal yang dimaksud
sebagai menyatu dengan saat ini seperti apa adanya, yaitu :
== 1]. Kesadaran kita tidak dicengkeram oleh kejadian masa lalu.
Menyatu dengan saat ini seperti apa adanya, berarti kesadaran kita
tidak lagi dapat dicengkeram oleh kejadian-kejadian dari masa lalu.
Kejadian dari masa lalu dapat menimbulkan rasa marah, rasa dendam, rasa
penyesalan, rasa bersalah, dsb-nya, yang datang dari kenangan masa lalu.
Tinggalkanlah semua itu, karena hanya akan menjadi penghalang bagi
kesadaran.
Pikiran kita memandang ke masa lalu, mungkin dulu seseorang
pernah menyakiti kita, atau dulu kita pernah melakukan kesalahan,
kemudian kita menyesalinya, atau menangisinya, atau meratapinya. Itu
adalah kebodohan karena tidak ada yang dapat kita lakukan untuk
merubah hal itu. Masa lalu adalah masa lalu dan kita tidak bisa
membatalkannya. Jadi jangan buang waktu kita sedikitpun untuk itu. Disaat
muncul kenangan masa lalu, santai sajalah, bersantailah disaat ini seperti
apa adanya. Tidak perlu untuk merasa marah, merasa dendam, merasa
menyesal, merasa bersalah, dsb-nya. Semua itu tidak pernah dapat
merubah masa lalu, tapi justru akan menciptakan lebih banyak kerumitan
disaat ini dan di masa depan.
Jika kesadaran kita dicengkeram oleh kejadian masa lalu, kita akan
kehilangan setiap keindahan disaat ini. Sehingga fokuslah untuk mengambil
kita dapat, kadang-kadang kita tidak dapat. Sebelum pikiran kita dibuat
lelah dan kacau oleh keinginan, belajarlah untuk menyatu dengan apapun
berkah kehidupan disaat ini.
Ketika kita mengalami kegagalan, menyatulah dengan kegagalan,
terutama dengan cara melihat pelajaran-pelajaran yang diberikan. Ketika
kita mengalami kesuksesan, menyatulah dengan kesuksesan, terutama
dengan cara mengungkapkan rasa syukur secara mendalam.
Menyatu dengan saat ini seperti apa adanya, berarti menjadi alami,
untuk membiarkan semuanya terjadi secara alami sesuai dengan
hukumnya. Tidak menolak, tidak melawan, tidak menghindar dan tidak
memaksa mengalihkannya ke arah lain. Kehidupan tidak pernah
memberikan kita kepastian. Sehebat apapun rencana kita, sekeras apapun
usaha kita, selalu ada unsur ketidakpastian di masa depan. Sehingga
belajarlah bersahabat dengan ketidakpastian, dengan cara menyatu dengan
saat ini seperti apa adanya.
== 3]. Menyaksikan : Istirahat disaat ini seperti apa adanya.
Kita tidak perlu menolak dan melawan perjalanan kehidupan. Apapun
yang terjadi, kita menyaksikan, kita adalah saksi untuk itu. Hal itu berarti
kita berada dalam keadaan merelakan, kita berada dalam keadaan
melepaskan. Serta pikiran kita tidak bergerak ke masa lalu dan ke masa
depan. Kesadaran kita berlabuh pada saat ini. Kesadaran kita berpusat
disaat ini, disini, sekarang, Apapun yang terjadi dalam kehidupan disaat ini,
kita tidak menolak dan tidak melawan. Tapi mengalirlah damai dengan itu,
sepanjang jalan, kemanapun itu mengarah. Kita hanya perlu memahami hal
ini dan menjadi semakin sadar.
Belajarlah untuk konsentrasi menyatu dengan saat ini seperti apa
adanya, sekaligus belajar menerima apa saja yang sedang terjadi disaat ini
seperti apa adanya. Tersenyum menyatu dan mengalir dengan apapun
berkah kehidupan disaat ini. Kita hanya menyaksikannya saja, istirahat
disaat ini seperti apa adanya, istirahat dari dualitas pikiran dan tersenyum
pada apapun berkah kehidupan disaat ini.
Semua kejadian dalam perjalanan kehidupan yang oleh pikiran
dianggap sebagai baik-buruk, benar-salah, sukses-gagal, dsb-nya,
semuanya adalah manifestasi dari Brahman yang sama, semuanya adalah
satu tarian kosmik Shiwa [Shiwa Nataraja] yang sama, sebagai satu
KEUTUHAN.
Semua jenis pikiran-perasaan di dalam diri seperti senang-sengsara,
bahagia-sedih, marah-damai, dsb-nya, semuanya adalah manifestasi dari
Brahman yang sama, semuanya adalah satu tarian kosmik Shiwa yang sama,
sebagai satu KEUTUHAN.
Kehidupan adalah tarian kosmik alam semesta, murni sebuah
permainan energi. Sehingga mulailah untuk hidup dari waktu ke waktu,
disaat ini, disini, sekarang, secara total dan berkelanjutan, dengan sukacita
mendalam dan kedamaian di dalam diri. Menyatu dengan saat ini dalam
KEUTUHAN. Kemudian kita akan dapat melihat bahwa semuanya sempurna
seperti apa adanya. Sebuah langkah sederhana dan mendalam untuk
merubah setiap saat ke dalam rasa syukur, kemuliaan dan kesadaran.
BAGIAN KETIGA :
TUJUAN SPIRITUAL
Bab 1
KEUTUHAN
Menyatu Dengan Tarian Kosmik Alam Semesta
intisari diri yang sejati, yaitu Kesadaran Atma, yang hening, jernih dan
penuh kedamaian.
Ketika semua dualitas pikiran berhenti mencengkeram kesadaran, kita
langsung memasuki puncak keheningan. Menjadi sadar bahwa sejak awal
yang tidak berawal sampai akhir yang tidak ada akhirnya, semuanya
sempurna sebagaimana adanya.
Satu-satunya penyebab kita gagal untuk melihat kesempurnaan
tersebut, semata-mata karena adanya cengkeraman dualitas pikiran [burukbaik, salah-benar, dsb-nya]. Sejak awal yang tidak berawal sampai akhir
yang tidak ada akhirnya, semuanya sempurna sebagaimana adanya. Alam
mengalir dinamis dengan siang dan malamnya. Kehidupan mengalir
dinamis dengan bahagia dan sengsaranya. Pikiran mengalir dinamis dengan
benar dan salahnya. Perasaan mengalir dinamis dengan senang dan
sedihnya. Semuanya mengalir dinamis berputar sempurna dalam siklus
hukumnya, tanpa label dualitas buruk-baik, salah-benar, dsb-nya. Dualitas
pikiran seperti buruk-baik, salah-benar, dsb-nya, hanya ada dalam pikiran
manusia yang terkondisi.
Pencerahan Kesadaran Atma bukanlah sebuah pencapaian, tapi
merupakan sebuah pemahaman sangat mendalam bahwa inilah segalanya,
bahwa segala sesuatu sempurna seperti apa adanya, bahwa tidak ada hasil
yang perlu dicapai, tidak ada tempat yang harus dituju. Sehingga
kehidupan menjadi mengalir sempurna dan tanpa memilih, karena
semuanya sempurna sebagaimana adanya.
Puncak perjalanan spiritual BUKAN MENCAPAI KESEMPURNAAN, juga
BUKAN MENCAPAI KESUCIAN YANG SEMPURNA, tapi KEUTUHAN disaat
ini, disini, sekarang. Menerima diri kita sendiri dan kehidupan kita seperti
apa adanya, dalam KEUTUHAN. Jangankan kebenaran, kesucian,
kebahagiaan dan kehormatan, bahkan kesalahan, kekotoran, kesengsaraan
dan kehinaan semuanya diterima apa adanya, semuanya hanya disaksikan
saja tanpa penilaian dan penghakiman sama sekali, semuanya disambut
Bab 2
Setelah Anda selesai membaca buku ini, anda menjadi orang yang
BERPENGETAHUAN. Tapi bagi Tantra dan Upanishad, hal itu tidak banyak
nilainya. Satu-satunya hal yang bernilai adalah KETEKUNAN Anda untuk
mempraktekkan isi buku ini, sebagai langkah-langkah perjalanan untuk
MENGETAHUI [mengalami sendiri secara langsung].
Yang terjadi antara buku ini dan pembacanya adalah komunikasi,
suatu informasi yang ditransfer dari buku ini ke pembacanya. Hanya
informasi pengetahuan dan bukan perubahan di dalam diri. Pembaca
menjadi berpengetahuan, yaitu memiliki pengetahuan secara intelek, tapi
hal itu tidak banyak nilainya. Informasi tidak banyak nilainya, satu-satunya
hal yang berharga adalah terjadinya perubahan di dalam diri, sebagai
langkah-langkah untuk MENGETAHUI. Dimana hal itu hanya bisa terjadi
melalui KETEKUNAN kita untuk mempraktekkan isi buku ini.
Berpengetahuan, yaitu memiliki pengetahuan secara intelek, tidak
sama dengan kebijaksanaan, tidak sama dengan kejernihan kesadaran,
tidak sama dengan Yoga Punya [tuntunan cahaya kesadaran di dalam diri].
Berpengetahuan memiliki nilai spiritual yang amat sangat jauh berbeda
dengan MENGETAHUI [merasakan pengalaman langsung]. Sekalipun kita
memiliki gelar akademis yang sangat tinggi, atau menjadi pemuka agama
yang sangat dihormati, hal itu tetaplah amat sangat jauh nilainya
dibandingkan dengan mengetahui melalui pengalaman langsung.
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus melakukan
penerbitan buku-buku dharma berkualitas, baik berupa e-book maupun buku
cetak, untuk dibagi-bagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.
Untuk melakukan penyebaran buku-buku dharma berkualitas, Rumah
Dharma - Hindu Indonesia memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan
pentingnya melakukan pembinaan kesadaran masyarakat. Semakin banyak
dharma dana yang terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku dharma yang
dapat diterbitkan dan disebarluaskan.
Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang kebaikan yang
bernilai sangat utama, salah satunya adalah ber-dharma dana untuk penyebaran
ajaran dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia dengan karma baik
berlimpah, tetapi juga adalah sebuah sadhana nirjara, sadhana penghapusan
karma buruk.
Karma baik dari mendonasikan dharma dana bagi penyebarluasan ajaran
dharma adalah :
1. Donatur akan mendapatkan penghapusan berbagai karma buruk.
2. Dalam setiap reinkarnasi kelahirannya donatur akan berjodoh dengan ajaran
dharma yang suci dan terang.
3. Donatur akan mendapatkan perlindungan dharma, tidak mudah terseret
dendam kebencian, pikirannya lebih mudah tenang, serta menjadi lebih bijaksana.
4. Jika dampak penyebarannya mencerahkan masyarakat luas, donatur akan
mendapatkan perlindungan dari para Dewa-Dewi.
Transfer Dharma Dana anda ke rekening :
Bank BNI Kantor Cabang Denpasar
No Rekening : 0340505797
Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan
Astungkara berkat karma baik ini para donatur mendapat kerahayuan.
TENTANG PENULIS
I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January
1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari
kakeknya, Pan Siki, seorang balian usadha dari Br.
Tegallinggah Kota Denpasar.
Pada tahun 2002, memulai perjalanan spiritualnya
dengan belajar meditasi.
Pada tahun 2007 mulai memberikan komitmen
menyeluruh kepada spiritualisme dharma. Di tahun
yang sama belajar dengan Guru dharma-nya yang
pertama, serta memulai melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno,
sebagai bagian dari arahan Gurunya, sekaligus juga
panggilan spiritualnya sendiri.
Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang kedua, mendalami
kekayaan spiritual Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin pertemanan
dengan banyak Guru dan praktisi spiritual, serta tetap meneruskan melakukan
tirthayatra dan penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno.
Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan dharma untuk umum di halaman fb
rumah dharma, serta mulai memberikan tuntunan dan berbagi ajaran kepada
adik-adik dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis buku. Inspirasi
dharma yang didapatnya dari perjalanan ke berbagai pura pathirtan kuno,
dikombinasikan dengan ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi,
membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi panjang dengan banyak
praktisi spiritual, kemudian ditulisnya menjadi berbagai buku.
Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang ketiga, serta tetap
meneruskan melakukan pelayanan dharma untuk umum.