TRI PRAMANA
MENYATUKAN AJARAN SUCI DHARMA DENGAN KESADARAN
Ditulis oleh
: I Nyoman Kurniawan
20 November 2015
Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Jawa disebut manunggaling kawulo lan Gusti. Laksana setetes air yang
tersadar bahwa dirinya bukanlah setetes air, melainkan samudera yang
maha luas.
Ini adalah puncak pencapaian samadhi yang sangat sulit dijelaskan.
Tidak ada kebahagiaan dan tidak ada kesengsaraan, tidak ada kesucian dan
tidak ada kegelapan, ini disebut advaitta citta atau melampaui seluruh
dualitas pikiran, segala keterkondisian pikiran sudah lenyap sempurna.
Pada tingkat kesempurnaan yang maha-sempurna, semua kata-kata,
bahasa dan logika manusia tidak lagi dapat menjangkaunya. Itu sebabnya
para Satguru yang sudah sampai di sini semuanya menggunakan simbolsimbol, bahasa simbolik yang puitis atau penjelasan sesingkat mungkin.
Menyatukan ajaran suci dharma dengan kesadaran, itulah perintisan
jalan untuk penghentian cengkeraman enam kegelapan pikiran dan ego
yang sebenarnya. Ketika kelak kesadaran kita tidak lagi dicengkeram oleh
enam kegelapan pikiran dan ego, secara alamiah itu akan mengangkat naik
tingkat dimensi kesadaran kita. Akan memberikan kita kedamaian sejati di
dalam diri [manah shanti], membangkitkan kesadaran Atma [Atma Jnana],
serta sekaligus mengakhiri semua kesengsaraan kita dalam siklus samsara
[mencapai Moksha].
kehalusan jiwa, serta mengarahkan diri kita kepada pandangan, arah dan
jalan kehidupan yang benar, yang membuat kita lebih sejuk dan damai di
dalam menjalani kehidupan duniawi dan spiritual.
Apapun sistem metode atau tehnik sadhana yoga yang kita pilih dan
laksanakan, tujuannya sama satu, yaitu terus menuntun dan mengarahkan
diri kita untuk mencapai kesadaran Atma. Jika tidak demikian, maka itu
bukanlah suatu sistem metode atau tehnik sadhana yoga yang berada di
dalam arus ajaran dharma.
Ciri-cirinya bahwa suatu sistem metode atau tehnik sadhana yoga itu
berada dalam arus ajaran dharma, adalah sistem tersebut menuntun dan
mengarahkan diri kita untuk mencapai kesadaran Atma. Dengan
penandanya yaitu terus menuntun dan mengarahkan kita menuju
tercapainya 3 [tiga] kondisi kesadaran ini, yaitu :
1. Upeksha - keseimbangan pikiran yang sempurna.
2. Citta suddhi - terbebasnya pikiran dan perasaan dari cengkeraman enam
kegelapan pikiran.
3. Dayadhvam - mekarnya hati yang penuh belas kasih dan kebaikan.
Apapun sistem metode atau tehnik sadhana yoga yang kita pilih,
yang terpenting untuk diperhatikan adalah bahwa sistem tersebut
menuntun dan mengarahkan kita untuk mencapai kesadaran Atma. Dengan
kata lain, menuntun dan mengarahkan kita menuju tercapainya 3 [tiga]
kondisi kesadaran ini, yaitu : upeksha, citta suddhi dan dayadhvam. Karena
ketiga kondisi kesadaran yang telah muncul dan semuanya terangkum
sempurna merupakan pertanda kesadaran Atma yang telah kembali
sempurna.
Intisari dari 3 [tiga] kondisi kesadaran tersebut adalah KEHENINGAN
[upeksha dan citta suddhi] dan BELAS KASIH. Laksana sepasang sayap
yang dapat membuat kesadaran kita menjadi terbang tinggi. Jika praktek
keheningan mendalam, maka dari keheningan secara alami akan
menghidupkan belas kasih di dalam diri. Jika praktek belas kasih mendalam,
maka secara alami akan melemahkan cengkeraman ego [ahamkara] dan
melemahkan cengkeraman pikiran-perasaan pada kesadaran, yang akan
menjernihkan kesadaran. Laksana sepasang sayap, keheningan dan belas
kasih, keduanya saling membutuhkan satu sama lain untuk dapat membuat
kesadaran menjadi terbang tinggi.
Ingatlah satu hal ini, bahwa apapun sistem metode atau tehnik
sadhana yoga yang kita pilih dan laksanakan, tujuannya harus mengarahkan
diri kita untuk mencapai kesadaran Atma, dengan dua pertandanya yang
paling utama yaitu keheningan dan belas kasih. Jika tidak demikian, maka
itu bukanlah suatu sistem metode atau tehnik sadhana yoga yang berada di
dalam arus ajaran dharma.
1. KEHENINGAN.
Ciri pertama kesadaran Atma ditandai dengan kesadaran yang sudah
melampaui segala dualitas pikiran-perasaan. Sehingga apapun yang terjadi
dalam kehidupan selalu dapat kita sambut dengan senyum damai,
kejernihan dan keseimbangan pikiran yang sempurna.
Secara paling mendasar, ada 2 [dua] praktek keheningan yang perlu
kita kembangkan secara mendalam, yaitu :
1. Meditasi Kesadaran [Meditasi Non-Dualitas].
Inilah tehnik untuk melakukan praktek meditasi kesadaran.
Duduklah bersila dengan santai dan tenang. Punggung dalam posisi
tegak lurus tapi santai. Telapak tangan diletakkan di pangkuan membentuk
dhyana mudra, atau letakkan di ujung lutut membentuk jnana mudra. Tapi
bahu dalam keadaan santai [tidak tegang].
pikiran-perasaan yang lewat mengalir, langit tetap biru, abadi luas tidak
terbatas.
Meditasi bukanlah suatu sadhana [upaya spiritual] untuk
melenyapkan pikiran negatif dan kotor. Meditasi tidak dapat membuat
pikiran kita positif dan bersih untuk selama-lamanya. Karena baik pikiran
positif dan bersih, maupun pikiran negatif dan kotor, merupakan bagian
tidak terpisahkan dari pengaruh unsur-unsur panca mahabhuta pembentuk
badan fisik kita. Selama kita masih berbadan manusia, baik pikiran positif
dan bersih, maupun pikiran negatif dan kotor, akan selalu muncul sebagai
aliran-aliran di dalam diri.
Meditasi adalah sadhana untuk meredakan cengkeraman dualitas
pikiran dari kesadaran. Dalam meditasi kita memandang pikiran-pikiran
yang muncul laksana awan-awan yang lewat mengalir di langit biru. Kadang
yang lewat awan putih [pikiran positif dan bersih], kadang yang lewat awan
hitam [pikiran negatif dan kotor]. Tugas meditasi adalah menjadi saksi yang
tersenyum penuh belas kasih terhadap awan-awan yang lewat mengalir di
langit biru, tanpa menilainya sebagai salah-benar, baik-buruk, suci-kotor.
Karena pikiran hanyalah pikiran, bukan kenyataan diri kita yang sejati. Jika
kita tekun mempraktekkan meditasi ini suatu hari kesadaran kita akan
terbebaskan dari cengkeraman dualitas pikiran. Kita akan menjadi langit
biru yang abadi luas tidak terbatas [kesadaran Atma]. Sehingga tersenyum
damai tidak terpengaruh apapun pikiran-pikiran yang muncul, karena
kesadaran sudah seluas ruang.
Meditasi juga bukan suatu sadhana untuk melenyapkan perasaan
negatif, seperti marah, sedih, galau, gelisah, takut, dsb-nya. Meditasi tidak
dapat membuat perasaan kita damai dan bahagia untuk selama-lamanya,
karena hal itu tidak mungkin. Baik perasaan positif maupun perasaan
negatif merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengaruh unsur-unsur
panca mahabhuta pembentuk badan fisik kita. Selama kita masih berbadan
manusia, baik perasaan positif maupun perasaan negatif akan selalu
muncul sebagai aliran-aliran di dalam diri.
sedikit saja ada masalah, gangguan, kesulitan atau godaaan datang dalam
kehidupannya maka dia akan terseret arus pikiran dan emosi, atau bahkan
sampai melakukan perbuatan dan perkataan yang berdampak dhukacitta
[merugikan, menyengsarakan atau menyakiti mahluk lain]. Sedangkan
sadhaka yang tekun praktek meditasinya hanya tersenyum dan tersenyum
saja tidak terpengaruh.
Meditasi bukanlah sadhana [upaya spiritual] harian atau bulanan,
melainkan sadhana yang harus tekun dilakukan selama bertahun-tahun.
Untuk dapat menyatukan meditasi dengan kesadaran memerlukan
ketekunan dan kesabaran praktek meditasi dalam jangka waktu panjang
selama bertahun-tahun. Karena dalam siklus samsara, selama milyaran
tahun kesadaran kita sudah dicengkeram kuat oleh enam kegelapan pikiran
dan ego. Sehingga praktek meditasi ibarat menetesi batu dengan air yang
jika dilaksanakan harian atau bulanan hanya sedikit saja hasilnya. Tapi jika
terus dilaksanakan selama bertahun-tahun maka batu pasti akan berlubang.
Artinya kita sangat perlu menjadwalkan meditasi sebagai kegiatan
wajib dalam kehidupan sehari-hari, dengan berlandaskan pada niat yang
kuat, ketekunan dan konsistensi.
Ibarat melakukan sebuah perjalanan yang panjang, kadang-kadang
kita akan salah jalan, kadang-kadang akan membingungkan, tapi
pengalaman salah jalan dan bingung ini kelak akan sangat berguna.
Laksanakan terus praktek meditasi.
Para sadhaka yang tekun praktek meditasinya selama bertahuntahun, suatu hari cengkeraman dualitas pikiran-perasaan di dalam dirinya
akan mengalami keruntuhan. Pada saat bersamaan, enam kegelapan
pikiran dan ego juga akan kehilangan cengkeramannya pada kesadaran.
Sebagai hasilnya, kesadarannya menjadi seluas ruang yang tidak terbatas.
Selama kita masih berbadan manusia, enam kegelapan pikiran dan
ego masih akan tetap selalu muncul sebagai aliran-aliran di dalam diri. Tapi
jika sadhaka tekun praktek meditasinya, enam kegelapan pikiran dan ego
tidak lagi dapat mencengkeram kesadaran sang sadhaka. Sehingga sang
sadhaka bisa tersenyum damai penuh belas kasih kepada setiap aliran
pikiran-perasaan dan ego yang muncul di dalam dirinya. Serta bisa
tersenyum damai kepada setiap karma-karma buruk yang sedang datang
dalam kehidupannya. Inilah manah shanti [kedamaian di dalam diri].
Bagaimana pengaruh langsung praktek meditasi terhadap
kebahagiaan, kedamaian dan keheningan, sudah dibuktikan sendiri oleh
milyaran sadhaka selama beribu-ribu tahun. Bagi para sadhaka yang sudah
tekun melaksanakan praktek meditasi, sehingga meditasinya sudah
mendalam, akan dapat memahami, mengetahui dan mengalami sendiri
secara langsung bahwa kesedihan, kesengsaraan, ketakutan, kebingungan,
kegelisahan, kesombongan, kebodohan [avidya], dsb-nya, hanyalah akibat
dari pikiran yang masih dicengkeram oleh enam kegelapan pikiran dan ego.
2. Kecerdasan Spiritual Di Dalam Menghadapi Masalah Kehidupan.
Dalam kehidupan manusia tidak pernah ada kehidupan yang selalu
aman, nyaman dan bebas dari masalah. Jika kesulitan, kesialan atau
masalah sudah saatnya datang dalam kehidupan akibat akumulasi karma
buruk kita di masa lalu, hal itu akan datang dengan tidak bisa dibendung.
Jika disaat-saat seperti itu pikiran kita dicengkeram oleh enam kegelapan
pikiran seperti perasaan iri hati, sentimen, marah, benci, dendam, tidak
puas, rasa sedih yang terlalu dalam, dsb-nya, itu hanya merupakan sebuah
masukan kalau kondisi pikiran kita masih gelap dan sempit, serta kesadaran
kita masih berada dalam tingkat dimensi kesadaran yang rendah.
Sebagai manusia, enam kegelapan pikiran merupakan bagian tidak
terpisahkan dari diri kita sendiri, yang tidak mungkin dapat kita lenyapkan
sempurna semasih kita berbadan manusia. Karena enam kegelapan pikiran
merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengaruh unsur-unsur panca
mahabhuta pembentuk badan fisik kita.
bahwa di dunia ini tidak hanya ada orang baik saja, tapi banyak juga orang
seperti itu. Dalam ajaran dharma kita tidak menghakimi mereka sebagai
penjahat, kita hanya menyadari bahwa mereka dalam avidya [sedang
bingung dan sengsara]. Mereka bingung dan tidak paham bahwa kelakuan
seperti itu hanya akan mendatangkan lebih banyak masalah bagi mereka.
Mereka sengsara karena tidak sanggup menahan diri sendiri dari energi
marah. Dengan demikian kita tidak akan menilai mereka secara negatif atau
membenci mereka, melainkan memandang mereka dengan pandangan
belas kasih. Kita dapat bersabar terhadap mereka, kita tidak sengsara secara
emosional dengan kelakuan mereka dan untuk selanjutnya kita dapat lebih
berhati-hati menjaga diri agar kita tidak lagi mengalami masalah dengan
mereka.
Lebih dari itu, hendaknya kita mengetahui bahwa pentingnya kita
belajar menahan diri, adalah karena sesungguhnya apapun perbuatan dan
perkataan kita, tidak saja akan menghasilkan karma, tapi sekaligus juga
secara pasti akan memantul balik ke dalam kecenderungan pikiran kita
sendiri. Melakukan perbuatan dan perkataan yang berdampak merugikan,
menyengsarakan atau menyakiti mahluk lain, akan menghasilkan karma
buruk, akan memantul balik mengotori pikiran kita, serta sekaligus menodai
ketenangan dan kejernihan di dalam pikiran kita sendiri.
Kesabaran, memaafkan, keikhlasan, ketenangan dan keseimbangan
pikiran adalah sebuah sadhana [praktek spiritual] yang sangat mendalam.
Awalnya, ahamkara [ego, ke-aku-an, sifat mementingkan diri sendiri]
melawan dengan berbagai alasannya. Dan tidak ada pilihan lain, belajar
agar kesadaran lebih besar dari ahamkara. Ahamkara adalah rumah sangat
kecil yang membuat kesadaran Atma terkungkung seperti ulat dalam
kepompong. Sementara kesabaran, memaafkan, keikhlasan dan
ketenangan membuat kesadaran terbebas dari kepompong kecil bernama
ahamkara, kemudian terbang menjadi kupu-kupu indah [kesadaran] yang
bercahaya.
Jika kita mau tekun terus-menerus belajar meredakan cengkeraman
2. BELAS KASIH.
Ciri kedua kesadaran Atma ditandai dengan mekar sempurna-nya
dayadvham, yaitu hati penuh belas kasih dan kebaikan tanpa syarat yang
tidak terbatas kepada semua mahluk.
Ada 4 [empat] jenis belas kasih dan kebaikan yang perlu kita
kembangkan secara mendalam, yaitu :
1. Belas Kasih Dan Kebaikan Untuk Diri Sendiri.
Yang dimaksud dengan belas kasih dan kebaikan untuk diri sendiri,
adalah menerima diri kita sendiri seperti apa adanya, menerima garis nasib
kehidupan kita seperti apa adanya, serta tidak larut dalam rasa bersalah
dari kesalahan kita di masa lalu.
Salah satu langkah sangat penting di jalan spiritual mendalam adalah
berhenti menghakimi diri sendiri dan kehidupan kita, serta berhenti menilai
buruk diri sendiri dan kehidupan kita. Belajarlah menerima diri kita sendiri
seperti apa adanya, serta menerima garis nasib [garis karma] kehidupan kita
seperti apa adanya. Belajarlah selalu berpandangan positif dan penuh rasa
syukur kepada diri sendiri dan kehidupan kita. Inilah belas kasih dan
kebaikan untuk diri sendiri. Inilah benih-benih kejernihan sebagai akar
kedamaian dan kesadaran.
Ciri utama pikiran yang bingung dan gelisah, selalu menyangka
bahwa kebahagiaan mendalam bisa ditemukan dengan mendapatkan apa
yang ingin didapatkan. Akibatnya kita bernasib seperti kucing yang
mengejar ekornya, terus-menerus berkejaran dengan keinginan, yang tidak
pernah ada akhirnya.
Gerbang kedamaian baru terbuka jika kita berani mengatakan cukup,
serta berterimakasih dengan keadaan diri sendiri dan kehidupan kita.
Karena tanpa pandangan positif dan penuh rasa syukur kepada diri sendiri
dan kehidupan kita seperti apa adanya, tidak ada satupun jalan spiritual
yang bisa membimbing kita menuju kedamaian mendalam.
Semua perjalanan spiritual mendalam dimulai dari menerima diri
sendiri dan kehidupan kita seperti apa adanya. Berpandangan positif dan
penuh rasa syukur kepada diri sendiri dan kehidupan kita. Inilah belas kasih
dan kebaikan untuk diri sendiri. Karena itu akan membuat kita berhenti
berkonflik dengan diri sendiri, serta pada saat yang sama kita juga
mengirimkan energi pemurnian ke dalam diri.
Selain itu, langkah belas kasih dan kebaikan untuk diri sendiri yang
berikutnya, adalah tidak tidak larut dalam rasa bersalah dari kesalahan kita
di masa lalu. Karena pada dasarnya sebagai manusia kita tidak sempurna.
Melakukan kesalahan adalah hal yang tidak terhindarkan. Terimalah dengan
penuh kerelaan. Yang terpenting adalah jika kita melakukan kesalahan,
segera sadari kesalahan kita, kemudian berusahalah memperbaiki diri.
AGAMA
PRAMANA
ANUMANA
PRAMANA
PRATYAKSA
PRAMANA
Belajar keluar.
Belajar ke dalam
diri.
Mengalami sendiri
secara langsung
kenyataan kosmik.
Mempelajari buku
suci, ajaran dharma
dan mendengar
dharma wacana
dari Guru.
Menyatu dan
mengalir sempurna
di sungai
kehidupan.
Kecerdasan
intelektual.
Kejernihan pikiran,
kepekaan perasaan,
kecerdasan
spiritual dan
ketajaman intuisi.
Keterhubungan
kosmik.
KEPINTARAN
LOGIKA
KEBIJAKSANAAN
MENDALAM
KESADARAN ATMA
awal saja. Sama sekali bukan memahami secara mendalam, mencapai dan
mengalami tujuan itu sendiri.
Analoginya seperti orang yang bertahun-tahun pekerjaannya hanya
melihat, mempelajari, menganalisa dan mengutak-atik peta penunjuk jalan
Kota Denpasar. Tentu saja kedalaman pemahamannya akan jauh berbeda
dengan orang yang bertahun-tahun tinggal menetap di Kota Denpasar dan
tekun berkeliling untuk memahami seluk-beluk wilayahnya.
Mempelajari peta penunjuk jalan dari Sastra Guru [kitab-kitab suci,
ajaran-ajaran suci dharma] dan dari Satguru [ajaran suci dharma seorang
Satguru], tentu saja baik dan berguna, terutama di tahap baru belajar. Akan
tetapi jika kita mentok disana, kita mempelajari ajaran suci dharma hanya
sebatas kecerdasan intelektual saja, kita hanya akan memahami
serangkaian kenyataan semesta secara dangkal dan sangat terbatas.
Kecerdasan intelektual adalah titik terjauh dari pusat kedamaian sejati
dan kebijaksanaan terdalam, yaitu kesadaran Atma [Atma Jnana]. Jika
pengetahuan dharma mentok sebatas pada kecerdasan intelektual saja, kita
masih tetap mudah tersinggung, mudah bersaing, mudah berdebat, mudah
menghakimi, mudah memvonis buruk orang lain, mudah menjelekjelekkan, mudah menyalahkan, mudah serakah, mudah tidak puas, mudah
melakukan kejahatan, dsb-nya.
Tidak ada perubahan berarti dalam tingkat dimensi kesadaran kita.
Tidak ada perubahan berarti dalam tingkat kebijaksanaan kita. Tidak ada
perubahan berarti dalam tingkat kecerdasan kosmik kita. Karena
pengetahuan dharma baru sebatas kecerdasan intelektual saja, yang
sifatnya dangkal serta memiliki banyak sekali kelemahan dan kekurangan.
Ajaran suci dharma belum bisa menyatu dengan kesadaran kita. Kesadaran
kita masih tetap dicengkeram kuat oleh enam kegelapan pikiran dan ego.
Sastra Guru [kitab-kitab suci, ajaran-ajaran suci dharma] dan Satguru
[ajaran suci dharma seorang Satguru] membawa kita mulai bergerak
Karena ajaran dharma yang asli tidak ada di tempat suci, tidak ada
dalam buku-buku suci dan tidak ada di dalam dunia materi, tapi adanya
pada kesadaran di dalam diri. Ada kebutuhan untuk membangkitkan ajaran
dharma di dalam diri dengan cara mencapai kesadaran sempurna. Inilah
sesungguhnya yang disebut menjaga keberlangsungan dan melestarikan
ajaran dharma.
Anumana pramana adalah tingkatan tahap menengah, yaitu tahap
praktek dan proses pemahaman mendalam. Tahap dimana para sadhaka
mempelajari panduan, metode dan tehnik spiritual dharma tidak melalui
kecerdasan intelektual, tapi melalui ketekunan melaksanakan praktek,
melalui penembusan langsung secara sangat mendalam ke dalam pikiran
dan perasaan kita sendiri.
Di tingkat awal [baru belajar] pahami dengan cara mempelajari teori,
di tingkat menengah pahami dengan cara tekun melaksanakan praktek,
kemudian [di tingkat tertinggi] lihat dan pahami sebagai pengalaman
sendiri secara langsung, itulah
langkah-langkah
tri pramana
yang dilakukan oleh setiap sadhaka yang ingin mengenal diri dan
memahami kenyataan semesta secara luas dan mendalam.
Para sadhaka yang ingin memahami dan mengetahui ajaran suci
dharma secara mendalam, menyatukan ajaran suci dharma dengan
kesadaran, mencapai kedamaian sejati di dalam diri [manah shanti], serta
mencapai sumber terdalam dari pengetahuan dan kebijaksanaan tertinggi
yaitu kesadaran Atma [Atma Jnana], tidak ada pilihan lain selain dia harus
tekun melaksanakan praktek dalam jangka waktu panjang.
kita juga memiliki masalah-masalah. Ada banyak sekali ragam dan jenis
masalah-masalah yang kita hadapi dalam perjalanan kehidupan.
Kita mengalami kesulitan di sekolah, kita mengalami masalah dalam
pekerjaan, kita mengalami kesulitan menghadapi orang tua dan keluarga,
kita mengalami kesulitan menemukan pasangan hidup yang tepat, kita
mengalami kesulitan dalam membina hubungan harmonis dengan
pasangan hidup [suami atau istri], kita mengalami kesulitan mengatasi
kenakalan anak-anak, kita mengalami masalah keuangan, kita merasa tidak
aman dengan hidup kita, kita mengalami perasaan gelisah dan terasing,
kita mengalami kesulitan dengan pikiran dan perasaan kita sendiri. Jika kita
masih berusia muda, kita mengalami kesulitan dalam menentukan
bagaimana menata hidup, bagaimana mempersiapkan masa depan, dsbnya. Jika kita sudah berusia tua, kita mengalami masalah menghadapi
penyakit, menghadapi badan fisik yang mengalami kerapuhan, dsb-nya.
Salah satu tujuan ketekunan melaksanakan praktek, adalah untuk
membantu kita agar kita dapat menghadapi masalah-masalah kehidupan
secara lebih baik, lebih positif, lebih tabah, lebih damai, lebih tahan
menderita, serta lebih penuh belas kasih dan kebaikan. Sehingga tidak saja
di dalam diri kita damai, tapi kita juga dapat menjadi sumber kedamaian
dan pertolongan terbaik bagi semua mahluk.
Jika secara garis karma masalah dan kesulitan dalam perjalanan
kehidupan sudah saatnya harus datang, maka itu akan datang dengan tidak
bisa dibendung. Bedanya adalah jika orang awam dicengkeram oleh rasa
sedih, rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau, dsb-nya, para sadhaka yang
sudah tekun melaksanakan praktek, kesadarannya tidak lagi dapat
dicengkeram oleh rasa sedih, rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau, dsbnya, tersebut.
Sesungguhnya kedamaian sejati selalu hadir di dalam diri, setiap saat,
setiap detik, pada sepanjang perjalanan kehidupan kita. Tapi cengkeraman
kuat enam kegelapan pikiran dan ego pada kesadaran, membuat kita tidak
dapat menyadarinya.
Biasanya di tahun-tahun awal ketika kita mulai tekun melaksanakan
praktek, mungkin saja akan terasa sangat tidak enak, serta tidak
menyenangkan, karena kegelapan pikiran dan ego kita akan seringkali
dihantam habis oleh rasa sakit. Akan tetapi walaupun di permukaan seperti
penuh dengan beban berat, tapi di kedalaman yang terdalam, ketekunan
melaksanakan praktek membuat kita membangkitkan kekuatan kesadaran
Atma yang mahasuci di dalam diri. Perlahan-lahan enam kegelapan pikiran
dan ego di dalam diri dikikis habis oleh ketekunan melaksanakan praktek.
Cengkeraman kegelapan pikiran seperti kemarahan, iri hati,
kegelisahan, kesombongan, keserakahan, iri hati, dsb-nya, akan semakin
longgar dari kesadaran kita. Ketekunan melaksanakan praktek sadhana
akan mendamaikan pikiran dan menjernihkan kesadaran. Memberikan kita
kesabaran, ketabahan dan ketenangan di dalam menghadapi kesengsaraan,
masalah dan kesulitan dalam perjalanan kehidupan.
Artinya rasa sedih, rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau, dsb-nya,
tersebut masih tetap muncul sebagai bagian utuh dari diri kita. Tapi para
sadhaka yang sudah tekun melaksanakan praktek, kesadarannya tidak lagi
dapat dicengkeram oleh rasa sedih, rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau,
dsb-nya. Karena kesadaran sudah seluas ruang tidak terhingga, rasa sedih,
rasa marah, rasa tidak puas, rasa galau, dsb-nya, tersebut itu tidak lagi
menimbulkan kesengsaraan. Perasaan itu datang, muncul beberapa saat
dan kemudian berlalu. Sehingga sang sadhaka hanya tersenyum damai,
sekaligus dapat bersikap penuh belas kasih secara sempurna kepada rasa
sakit, penyakit dan orang yang menyakiti.
Kita dapat menyadari secara mendalam bahwa segala kejadiankejadian dalam hidup sesungguhnya tidak membawa kebahagiaankesengsaraan, kebaikan-keburukan, kebenaran-kesalahan, kesuciankegelapan, dsb-nya. Semuanya hanya merupakan hasil dari cengkeraman
dualitas pikiran, kegelapan pikiran dan ego kita sendiri. Di dalam diri yang
terdalam tersedia kedamaian sejati yang berkelimpahan.
Inilah manah shanti [kedamaian sejati di dalam diri]. Kita dapat
tersenyum damai kepada rasa sakit, penyakit dan orang yang menyakiti.
Kita dapat tersenyum damai pada setiap kemungkinan dalam perjalanan
hidup, pada setiap keadaan. Sehingga apapun yang terjadi akan menjadi
karma-karma kehidupan yang mengalir saja. Di dalam diri kita kejernihan
dan kedamaian selalu hadir.
keterhubungan kosmik.
Ketekunan dan ketulusan kita untuk terus tekun melaksanakan
praktek kemudian akan meredakan cengkeraman enam kegelapan pikiran
[sad ripu] dan ego [ahamkara] dalam kesadaran kita. Sehingga kita dapat
mengatasi rasa sakit, marah, sedih, kecewa, dsb-nya, di dalam diri, dengan
ketenangan, kedamaian dan kebebasan. Ketika enam kegelapan pikiran dan
ego mereda, dari garbha-nya kemudian melahirkan keterhubungan kosmik
yang mendalam.
Pertanda seorang sadhaka sudah mulai mencapai tingkat kesadaran
keterhubungan kosmik ditandai dengan adanya pertanda dalam dan
pertanda luar. Adanya pertanda dalam dan pertanda luar di dalam diri kita
inilah merupakan ciri-ciri mulai adanya keterhubungan kosmik.
1. Pertanda Dalam.
Pertanda dalam adalah kita tidak tertarik menyakiti orang lain, tidak
tertarik menjelek-jelekkan orang lain, tidak tertarik membenci orang lain,
tidak tertarik menghakimi orang lain, tidak tertarik mencela dan mengkritik
orang lain, tidak tertarik bersaing dengan orang lain, tidak tertarik menjahili
orang lain, tidak tertarik memanfaatkan orang lain, tidak tertarik merugikan
orang lain, tidak tertarik korupsi, tidak tertarik selingkuh, tidak tertarik
melakukan kejahatan, dsb-nya.
Selain itu kita dapat berdamai sempurna dengan garis karma kita
sendiri. Kaya kita damai, miskin kita juga damai. Ganteng atau cantik kita
damai, jelek kita juga damai. Sehat kita damai, sakit kita juga damai. Dipuji
kita damai, dicaci-maki kita juga damai. Dsb-nya.
2. Pertanda Luar.
Pertanda luar adalah kita selalu tergerak untuk menolong dan
membantu orang lain dan mahluk lain, penuh belas kasih dan kebaikan
dapat memahami kitab-kitab suci dan dharma wacana dari seorang Guru
secara jauh lebih luas dan mendalam [tidak dangkal dan sempit], tapi kita
juga mulai dapat belajar kepada Jagad Guru [alam semesta sebagai Guru]
dan Anthra Guru [Guru di dalam diri].
Di tahap ini kita mulai dapat membaca alam semesta [bhuwana
agung], melihat kebenaran kosmik di balik alam semesta, untuk kemudian
menjalani kehidupan selaras dengan hukum dan prinsip-prinsip alam
semesta.
Di tahap ini kita juga mulai dapat membaca diri sendiri [bhuwana alit],
melihat kebenaran kosmik di dalam diri kita sendiri, untuk kemudian
mengenal kenyataan diri sejati secara lebih mendalam.
Inilah tahap pencapaian spiritual yang disebut oleh leluhur kita di Bali
sebagai "agama tanpa sastra" [agama tanpa buku suci] atau "lontar tanpa
tulis" [buku suci yang tidak berisi tulisan]. Karena ajaran suci dharma yang
dipelajari tidak lagi berupa buku-buku yang berisi tulisan, melainkan sudah
dapat melihat dan membaca ajaran suci dharma tidak tertulis yang terdapat
berlimpah di alam semesta dan di dalam diri kita sendiri.
Sebagai hasilnya setiap gerak tindakan kita dapat menyatu selaras
dengan putaran alam dan kita dapat mengalami keterhubungan kosmik
dengan semua mahluk. Serta sekaligus membuat kita dapat memahami isi
kitab-kitab suci dan ajaran suci dharma secara jauh lebih mendalam [tidak
sempit dan dangkal].
Melalui ketekunan melaksanakan praktek, di dalam diri kita mulai
berkembang kecerdasan spiritual, kebijaksanaan, kejernihan dan kesadaran
yang lebih mendalam. Sehingga segala pemahaman ajaran suci dharma
yang telah kita peroleh dapat menjadi lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Segala kekuatan suci yang telah terbangun oleh ketekunan kita
melaksanakan praktek dapat bertumbuh lebih kuat dan lebih kuat lagi.
Yang perlahan-lahan tapi pasti akan terus melonggarkan cengkeraman sad
ripu dan ahamkara dari kesadaran kita, sehingga kita dapat menjadi sumber
kedamaian dan pertolongan terbaik bagi diri sendiri dan semua mahluk.
Tentu saja ini akan menjadi perjalanan spiritual yang panjang. Dalam
prosesnya akan ada siklus naik-turun, kadang-kadang kita melakukan
kesalahan, kadang-kadang kita terjerembab dalam kebingungan. Hal itu
sangat wajar dan manusiawi. Yang terpenting adalah kita tetap memiliki
niat yang kuat, ketekunan dan konsistensi, sehingga secara pasti kita sudah
mengarahkan diri ke arah yang benar dan sangat terang.
Teruskan, teruskan dan teruskanlah dengan tekun melaksanakan
praktek. Kelak dari garbha-nya suatu saat akan menghasilkan pencapaian
kesadaran Atma [Atma Jnana].
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus melakukan
penerbitan buku-buku dharma berkualitas, baik berupa e-book maupun buku
cetak, untuk dibagi-bagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.
Untuk melakukan penyebaran buku-buku dharma berkualitas, Rumah
Dharma - Hindu Indonesia memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan
pentingnya melakukan pembinaan kesadaran masyarakat. Semakin banyak
dharma dana yang terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku dharma yang
dapat diterbitkan dan disebarluaskan.
Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang kebaikan yang
bernilai sangat utama, salah satunya adalah ber-dharma dana untuk penyebaran
ajaran dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia dengan karma baik
berlimpah, tetapi juga adalah sebuah sadhana nirjara, sadhana penghapusan
karma buruk.
Karma baik dari mendonasikan dharma dana bagi penyebarluasan ajaran
dharma adalah :
1. Donatur akan mendapatkan penghapusan berbagai karma buruk.
2. Dalam setiap reinkarnasi kelahirannya donatur akan berjodoh dengan ajaran
dharma yang suci dan terang.
3. Donatur akan mendapatkan perlindungan dharma, tidak mudah terseret
dendam kebencian, pikirannya lebih mudah tenang, serta menjadi lebih bijaksana.
4. Jika dampak penyebarannya mencerahkan masyarakat luas, donatur akan
mendapatkan perlindungan dari para Dewa-Dewi.
Transfer Dharma Dana anda ke rekening :
Bank BNI Kantor Cabang Denpasar
No Rekening : 0340505797
Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan
Astungkara berkat karma baik ini para donatur mendapat kerahayuan.
TENTANG PENULIS
I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January
1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari
kakeknya, Pan Siki, seorang balian usadha dari Br.
Tegallinggah Kota Denpasar.
Pada tahun 2002, memulai perjalanan spiritualnya
dengan belajar meditasi.
Pada tahun 2007 mulai memberikan komitmen
menyeluruh kepada spiritualisme dharma. Di tahun
yang sama belajar dengan Guru dharma-nya yang
pertama, serta memulai melakukan tirthayatra dan
penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno,
sebagai bagian dari arahan Gurunya, sekaligus juga
panggilan spiritualnya sendiri.
Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang kedua, mendalami
kekayaan spiritual Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin pertemanan
dengan banyak Guru dan praktisi spiritual, serta tetap meneruskan melakukan
tirthayatra dan penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno.
Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan dharma untuk umum di halaman fb
rumah dharma, serta mulai memberikan tuntunan dan berbagi ajaran kepada
adik-adik dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis buku. Inspirasi
dharma yang didapatnya dari perjalanan ke berbagai pura pathirtan kuno,
dikombinasikan dengan ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi,
membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi panjang dengan banyak
praktisi spiritual, kemudian ditulisnya menjadi berbagai buku.
Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang ketiga, serta tetap
meneruskan melakukan pelayanan dharma untuk umum.