Anda di halaman 1dari 7

W.S.

RENDRA DAN KARYA-KARYANYA :

Ekspresi Nurani dalam Kepenyairan

Oleh :
Ashika Prajnya Paramita
07/254559/SA/13958
Program Studi Sastra Inggris
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah MAda
Tahun 2007 / 2008
2

A. Pendahuluan
Nama W.S. Rendra tentunya sudah tidak asing lagi dalam dunia sastra
Indonesia. Lelaki bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto ini adalah anak
dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo yang berprofesi sebagai guru
Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa selain sebagai dramawan tradisional dan
Raden Ayu Catharina Ismadillah yang seorang penari serimpi di keraton
Surakarta. W.S. Rendra memulai pendidikannya dari TK hingga tamat SMA, di
Sekolah Katolik, St. Yosef di Solo, kota kelahirannya.
Setelah tamat SMA, Rendra pergi ke Jakarta untuk melanjutkan studinya
di Akademi Luar Negeri. Namun sayang, akademi itu telah ditutup. Maka Rendra
pergi ke Yogyakarta dan masuk menjadi salah satu mahasiswa di Fakultas Sastra
(sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Gadjah Mada. Setelah mendapatkan
gelar Sarjana Muda, Rendra memutuskan untuk keluar dari bangku kuliah. Rendra
kemudian lebih memfokuskan kegiatannya dalam bidang seni, seperti tulis-
menulis, membaca, bermain drama dan tari. Pada tahun 1954, Rendra
mendapatkan beasiswa dan kembali melanjutkan pendidikannya dalam bidang
drama dan tari di American Academy of Dramatical Art yang dia selesaikan pada
tahun 19671.
W.S. Rendra sudah menunjukkan bakat sastranya yang besar sejak masih
duduk di bangku SMP. Kala itu Rendra muda sudah mulai menulis sajak,
mengarang dan mementaskan drama untuk berbagai kegiatan di sekolahnya2.
Bukan hanya menulis, ternyata Rendra juga piawai dalam dunia panggung. Beliau
beberapa kali mementaskan dramanya dan merupakan seorang pembaca puisi
yang berbakat.
Beliau pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun
1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, karya-karyanya yang lain pun mengalir
menghiasi berbagai majalah pada saat itu. Hal ini berlanjut sampai ke dekade-
1
W.S. Rendra, Perjalanan Bu Aminah, edisi pertama, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1997, hlm
63.
2
Ibid.
3

dekade selanjutnya. Menurut pendapat Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra


Indonesia Modern II (1989), dalam sejarah kesusasteraan Indonesia modern,
Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok, seperti
Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat
bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri3.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di Indonesia, melainkan juga di
mancanegara. Bahkan beberapa karyanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
asing, seperti Selamatan Anak Cucu Sulaiman yang diterjemahkan menjadi The
Ritual of Solomon’s Children dan Disebabkan oleh Angin yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Jepang oleh Tesuro Indoh menjadi berjudul Caused by The Wind4.
Beliau juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri dan telah meraih
banyak sekali penghargaan untuk kegiatan seninya.
Penyair yang dijuluki Si Burung Merak ini dinilai telah memajukan dan
mengembangkan kebudayaan Indonesia. Karena itulah, Universitas Gadjah Mada
memberikan gelar doctor honored causa, doctor dalam ilmu budaya, kepada
budayawan dan penyair W.S. Rendra5.

B. Ekspresi Nurani Rendra


W.S. Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk dunia sastra
dan seni teater. Sajak, puisi, maupun drama-dramanya adalah legenda di kalangan
pecinta seni sastra dan teater di dalam dan luar negeri. Puisi Rendra, lebih dari
sekedar ungkapan perasaan, adalah karya seni sebagai hasil pencermatan atas
fenomena-fenomena kehidupan. Puisi-puisinya merupakan wujud dari sikap
perlawanan dan pembangkangannya kepada segala bentuk kedzaliman dan
ketidakadilan. Rendra berkaya berdasarkan filsafat kesenian yang mengabdi pada
kebebasan, kejujuran dan harmoni. Dalam karya-karyanya pula, Rendra
menunjukkan kepeduliannya yang besar terhadap kemanusiaan.

3
Ibid.
4
W.S. Rendra, op.cit., hlm 69.
5
Informasi ini didapatkan saat menonton Liputan 6 pada pukul 19:01 wib, tanggal 04 Maret 2008
di SCTV.
4

Dalam salah satu buku kumpulan puisi beliau yang berjudul Perjalanan
Bu Aminah (1997), tertulis sebuah sajak berjudul “Nyai Dasima”.

.....
Menggeleng-gelengkan kepala
di bawah lampu jalan
kamu mengadu kepadaku.
Ya, ya, ya, keadaan sudah berubah
tentu saja.
Pabrik-pabrik didirikan di desa.
Orang desa menjual tanahnya.
Pergi ke kota jadi gelandangan.
Ya, ya, ya, keadaan sudah berubah.
Bendungan yang didirikan
ditumbuhi enceng gondok
pengairan malah berkurang.
Dan tenaga listriknya
hanya mampu terbeli
oleh modal asing.6
.....

Melalui sajak ini Rendra menyatakan kepeduliannya terhadap ironi yang terjadi
pada bangsa ini. Sementara pabrik-pabrik dibangun dan dikembangkan di desa,
orang desa malah tergusur secara tidak langsung kemudian mereka pindah ke
kota. Sayangnya mereka malah menjadi gelandangan. Bait ini menunjukkan
kepedulian Rendra terhadap orang-orang kecil bangsa ini yang tertindas dan
menderita akibat ulah orang-orang golongan atas.
Bukan hanya satu, melainkan banyak sekali karya W.S. Rendra yang
mengandung unsur-unsur kemanusiaan yang dimunculkan sebagai tema sentral
namun disampaikan dalam berbagai variasi. Misalnya “Ballada Lelaki yang

6
W.S. Rendra, op.cit., hlm 10-11.
5

Luka”, yang menyampaikan perhatian Rendra kepada kemanusiaan sangat tinggi.


Dalam sajak tersebut, orang-orang tersingkir justru disebut Rendra sebagai orang-
orang tercinta7. Sajak Rendra yang berjudul “Sajak Orang Kepanasan”,
menggambarkan perbedaan yang amat jauh antara golongan miskin dan kaya dan
penolakan yang tegas kepada pemaksaan kekuasaan. Hal ini menunjukkan
perhatian Rendra terhadap kondisi masyarakat kita pada jaman modern di mana
raktar kecil diinjak-injak oleh orang-orang besar bersepatu boot merek
‘kekuasaan’. Bahwa W.S. Rendra berpihak pada orang-orang kecil yang kalah dan
ditinggalkan.
Kepedulian Rendra terhadap emansipasi, kemanusiaan dan wanita
ditunjukkannya dalam sebuah sajak berjudul “Perjalanan Bu Aminah” yang
mengisahkan perjalanan seorang wanita hamil melewati tantangan-tantangan dan
godaan. Sampai pada saat ia akan menggugurkan janinnya, Aminah tersadarkan
oleh tendangan janinnya kemudian ia mengurungkan niatnya melakukan aborsi.
Sajak ini menyimpan pesan tentang keberanian, ketegaran dan kekuatan.
Kesadaran kita digugah di sini. Bahwa bahkan di saat tergelap, nyali tidak boleh
dibiarkan menciut. Sajak ini sangat potensial membangkitkan semangat berani
menghadapi tantangan hidup. Di samping itu, dengan mempertahankan
kandungan, berarti juga mempertahankan kemanusiaan manusia8.

C. Penutup
Itulah Dr.(h.c.) W.S. Rendra, sesosok penyair yang rendah hati. Walaupun
bangga akan gelar barunya, dia menolak disapa dengan embel-embel gelar doctor.
Rendra menolak untuk hanyut dalam euphoria yang sedang melanda. Takut
membebani dalam berkarya, katanya9. Kepenyairan Rendra tidak hanya bersifat
alami yang mengalir begitu saja, tetapi bersikap mempertanyakan kembali
kemapanan. Jawaban atas pertanyaannya sendiri dipertanyakan kembali terus-

7
Bakdi Soemanto, “Rendra : Sumbangannya Kepada Kemanusiaan dan Kebudayaan
Kontemporer”, hlm 3.
8
Ibid, hlm 5.
9
Informasi ini didapatkan saat menghadiri kuliah umum Jurusan Sastra Inggris, FIB, UGM, 5
Maret 2008.
6

menerus10. Karya-karyanya bertolak pada realita kehidupan. Sesuai masanya.


Karena itulah karya Rendra terus berkembang mengikuti perubahan jaman, tanpa
pernah menjadi tua dan basi. Keberaniannya mengungkapkan hasrat nuraninya,
pembangkangannya, kadang menghasilkan untaian-untaian kata yang kasar bagi
sebagian orang. Namun, jauh di dalam lubuk hati kepenyairan itu ada kepedulian
dan cinta yang tinggi kepada kemanusiaan dan martabatnya11.

10
Bakdi Soemanto, op. cit., hlm 7.
11
Ibid, hlm 10.
7

Daftar Pustaka

Rendra, W.S. Orang-orang Rangkasbitung. Cetakan pertama. Yogyakarta : PT


Bentang Intervisi Utama, 1993.

_______. Ballada Orang-orang Tercinta. Cetakan kedua. Jakarta : Pustaka Jaya,


1971.

_______. Perjalanan Bu Aminah. Cetakan pertama. Jakarta : Yayasan Obor


Indonesia, 1997.

Soemanto, Bakdi. “Rendra : Sumbangannya Kepada Kemanusiaan dan


Kebudayaan Kontemporer”, dalam Dialog Budaya Dies Natalis ke-62 Fakultas
Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, 4 Maret 2006.

Abdullah, Irwan. “Kepak Sayap si Burung Merak : Blues untuk Rendra”, dalam
Dialog Budaya Dies Natalis ke-62 Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, 4
Maret 2006.

Yudiaryani. “Membaca Kehadiran Rendra dan Mini Kata”, dalam Dialog Budaya
Dies Natalis ke-62 Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, 4 Maret 2006.

Anda mungkin juga menyukai