Anda di halaman 1dari 11

Puisi Karya W.S.

Rendra

1. SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA


Oleh : W.S. Rendra

Aku tulis sajak ini


untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.

Kita tidaklah sendiri


dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh


Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.

Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu


meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.

Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.


Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.

Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna


Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.

Aku tulis sajak ini


untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.

WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972

…BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.


2. Pamflet Cinta
Oleh : W.S.Rendra

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.


Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.

Suatu malam aku mandi di lautan.


Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.

Apa yang bisa dilakukan oleh penyair


Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.

Air lautan berkilat-kilat.


Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.

Kamu menjadi makna.


Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?

Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.


Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.

Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.


Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.

Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,


Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.

Lalu muncullah kamu,


Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!

Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.


Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.

Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?


Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,


Memandang wajahmu dari segenap jurusan. 
3. Surat Cinta
Oleh : W.S.Rendra

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

bagai bunyi tambur mainan

anak-anak peri dunia yang gaib.

Dan angin mendesah

mengeluh dan mendesah

Wahai, Dik Narti,

aku cinta kepadamu!

                                 

Kutulis surat ini

kala langit menangis

dan dua ekor belibis

bercintaan dalam kolam

bagai dua anak nakal

jenaka dan manis

mengibaskan ekor

serta menggetarkan bulu-bulunya.

Wahai, Dik Narti,

kupinang kau menjadi istriku!

Kaki-kaki hujan yang runcing

menyentuhkan ujungnya di bumi.

Kaki-kaki cinta yang tegas

bagai logam berat gemerlapan

menempuh ke muka
dan tak’kan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat

telah turun

di kala hujan gerimis.

Di muka kaca jendela

mereka berkaca dan mencuci rambutnya

untuk ke pesta.

Wahai, Dik Narti,

dengan pakaian pengantin yang anggun

bung-bunga serta keris keramat

aku ingin membimbingmu ke altar

untuk dikawinkan.

Aku melamarmu.

Kau tahu dari dulu:

tiada lebih buruk

dan tiada lebih baik

daripada yang lain

penyair dari kehidupan sehari-hari,

orang yang bermula dari kata

kata yang bermula dari

kehidupan, pikir dan rasa.


Semangat kehidupan yang kuat

bagai berjuta-juta jarum alit

menusuki kulit langit:

kantong rejeki dan restu wingit.

Lalu tumpahlah gerimis.

Angin dan cinta

mendesah dalam gerimis.

Semangat cintaku yang kuat

bagai seribu tangan gaib

menyebarkan seribu jarring

menyergap hatimu

yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung

tawananku.

Putri duyung dengan suara merdu lembut

bagai angin laut,

mendesahlah bagiku!

Angin mendesah

selalu mendesah

dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung

tergolek lemas

mengejap-ngejapkan matanya yang indah

dalam jaringku.

Wahai, Putri Duyung,

aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

karena langit

gadis manja dan manis

menangis minta mainan.

Dua anak lelaki nakal bersenda gurau dalam selokan

dan langit iri melihatnya.

Wahai, Dik Narti,

kuingin dikau

menjadi ibu anak-anakku!

(Empat Kumpulan Sajak, 1969). 


Kritik

W.S. Rendra dilahirkan di Solo pada tanggal 7 November 1935. Nama lahir WS Rendra
adalah Willibrordus Surendra Broto Rendra, ayahnya bernama R. Cyprianus Sugeng
Brotoatmodjo dan ibunya bernama Raden Ayu Catharina Ismadillah. W.S Rendra bersekolah
di TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.SD s.d. SMA Katolik, SMA Pangudi Luhur Santo
Yosef, Solo (tamat pada tahun 1955). Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan
Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dan mendapat beasiswa American
Academy of Dramatical Art (1964 - 1967). Untuk lebih memfasilitasi dirinya dalam berkarya
maka pada tahun 1967 WS Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan Bengkel
Teater Rendra di Depok. Prestasi dan penghargaan yang berhasil diraih W.S.Rendra
diantaranya, hadiah pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954), Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956),
Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970), Hadiah Akademi Jakarta (1975),
Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976, Penghargaan
Adam Malik (1989), The S.E.A. Write Award (1996), Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Selain itu, WS Rendra juga sering melakukan pementasan drama dan puisi serta aktif
mengikuti berbagai festival seni dan sastra di luar negeri seperti : The Rotterdam
International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival,
New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival
Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal
(1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Beberapa
karya Sajak/Puisi W.S. Rendra : Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan
sajak), Potret Pembangunan Dalam Puisi, Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Sajak
Seonggok Jagung,dan lain-lain. Pada pertengahan tahun 2009, WS Rendra menderita sakit
jantung koroner dan akhirnya sang penyair besar Indonesia WS Rendra menghembuskan
nafas terakhir di rumah sakit RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara pada  6
Agustus 2009 pada umur 73 tahun. Jenazah WS Rendra kemudian dikebumikan di kompleks
Bengkel Teater, Cipayung-Citayam, Depok selepas shalat jum’at,makamnya tak jauh dari
makam Mbah Surip.

Dalam puisi Sajak Seorang Tua Untuk Istrinya menceritakan penyair ( W.S.Rendra)


berusaha untuk menghibur istrinya yang sudah renta agar mengenang kembali masa
remajanya yang gemilang dan merenungkan masa depannya yang hampir rampung, dengan
kerentaan yang menimpa mereka ia berharap agar istrinya mampu untuk menyikapinya
dengan bijaksana. Diksi yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang menyimpang dari
kata baku, seperti kata rampung (bait 1),reyot,tolehlah (bait 4), dan encok (bait 8). Puisi ini
cenderung menggunakan kata-kata yang bermakna sederhana, lugas, denotatif tetapi padat
dan tepat seperti pada kalimat. Puisi ini lebih banyak menggunakan kata bermakna denotatif
seperti “Aku tulis sajak ini, untuk menghibur hatimu, Sementara kau kenangkan encokmu”
daripada kata yang bermakna konotatif seperti “bekerja membalik tanah”. Puisi ini kaya akan
kombinasi kata, kalimat atau ungkapan yang filosofis. Semua itu menjadi lebih impresif
karena disajikan lewat gaya bahasa yang orsinil, puitis, dan ekspresif. Seperti pada bait kedua
terdapat ungkapan /Suka duka kita bukanlah istimewa/ kerna setiap orang
mengalaminya/. Pernyataan ini begitu sederhana namun sebenarnya memiliki makna yang
mendalam

Dalam puisi pamflet cinta  kebanyakan diksi yang digunakan adalah bahasa sehari-
hari yang menyimpang dari kata baku, seperti kata nyamperin,kalang-kabutan (pada bait 1) ,
bunga-bungaan (bait 2), dan nongol (bait 9). Puisi ini cenderung menggunakan kata-kata
yang bermakna polos, lugas, denotatif tetapi padat dan tepat seperti pada kalimat
“Kampus telah diserbu mobil berlapis baja, Kata-kata telah dilawan dengan senjata”.
Meskipun demikian Rendra tidak mengesampingkan kata-kata yang bermakna konotatif,
hanya saja dalam puisi ini yang paling dominan adalah penggunaan kata-kata yana bermakna
denotatif. Contoh pemakaian kata-kata yang bermakna konotatif “Aku menyaksikan zaman
berjalan kalang kabutan”. Daya Sugesti atau pengimajian dari kata-kata dalam puisi
“pamplet cinta” tersebut mampu menghasilkan puisi yang memiliki keindahan mempesona
dengan keromantisannya.

Diksi yang digunakan sangat cermat, mulai dari urutan kata serta daya sugesti atau
pengimajian dari kata-kata tersebut, sehingga menghasilkan puisi yang memiliki keindahan
mempesona dengan keromantisannya. Seperti terlihat pada bait pertama puisi tersebut
“/Kutulis surat ini / kala hujan gerimis /bagai bunyi tambur mainan /anak-anak peri dunia
yang gaib / Dan angin mendesah /mengeluh dan mendesah / Wahai, Dik Narti,/aku cinta
kepadamu!. Bait tersebut menggambarkan pemilihan diksi yang umumnya bersifat konotatif
pada puisi ini. Puisi ini diawali dengan larik-larik yang kental dengan permainan bunyi, hal
ini dapat terlihat dalam bait pertama. Bait tersebut juga menunjukkan bahwa puisi ini
memiliki gaya bahasa yang kuat, permainan bunyi yang rapi, dan metafora yang mempesona
(menggambarkan keindahan “Narti” sebagai putri duyung dengan segala pesona yang ada)
dengan penggambaran imaji visual yang membangun keutuhan puisi.

Anda mungkin juga menyukai