Oleh :
W.S. Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
Yogya, 5 Maret 1976
Potret Pembangunan dalam Puisi
Analisis
Baris ini juga merupakan privat symbol yang menjelaskan bahwa sinar
matahari telah menyinari wanita miskin yang menjadi seorang petani yang
dijelaskan dalam baris selanjutnya. Kata jidatku ini sudah mewakili
seluruh tubuh dari seorang wanita petani tadi. Baris dalam bait ini
menggunakan majas pars pro toto (pengungkapan sebagian objek untuk
menunjukkan keseluruhan objek).
Satu juta lelaki gundul
Privat simbol artinya banyak para lelaki. Kata gundul dipilih karena untuk
melengkapi makna dari seorang lelaki yang pada umumnya berambut pendek
mendekati gundul tersebut.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia
Dari bait ini yang merupakan privat simbol menjelaskan bahwa mata yang
menyala yaitu sebuah gambaran matahari yang berada di atas tengah ketika
siang hari. Tubuh yang menjadi bara yaitu para petani dan para lelaki di
hutan tadi yang kepanasan dengan terik matahari di siang hari. Dan mereka
membakar dunia juga masih menjelaskan bahwa matahari begitu teriknya
sehingga seolah-olah dapat membakar dunia. Majas yang digunakan, yaitu
majas metafora dalam baris yang pertama dan kedua, serta menggunakan majas
personofikasi dalam baris mereka mebakar dunia.
Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna
Privat simbol yang menjelaskan bahwa matahari hamper tenggelam seperti
dalam pemakaian kata cakra jingga dan dilanjut dengan adanya kata yang
dilepas tangan juga menjelaskan bahwa matahari kembali ke peraduannya.
Yang mengembalikan yaitu Sang Krishna yaitu bias juga diartikan sebagai zat
yang maha mengatur segalanya (Tuhan).
3.
Rima
Rima dalam puisi di atas kebanyakan menggunakan bunyi yang indah (evofony).
4.
Citraan
Citraan yang ada dalam puisi ini yaitu citraan pelihatan.
5.
Tipografi
Mengunakan bentuk perwajahan yang mirip dengan trapesium dari masingmasing baitnya.
Anda tentu masih ingat WS Rendra atau Sang Burung Merak. Berikut ini
penulis akan mengulas mengenai Biografi WS Rendra.
Setelah menang dalam berbagai ajang seni dan drama serta puisi, WS Rendra semakin
semangat menghasilkan karya-karya baru. Karya-karyanya tak hanya terkenal di dalam negeri,
namun juga di manca negara dengan diterjemahkannya karya-karya beliau dalam bahasa asing
seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Jepang dan bahasa India.
Untuk lebih memfasilitasi dirinya dalam berkarya serta menularkan kejeniusannya dalam bidang
seni drama dan puisi, maka pada tahun 1967 WS Rendra mendirikan Bengkel Teater di
Yogyakarta dan Bengkel Teater Rendra di Depok.