Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PENELITIAN

GAYA BAHASA DALAM PUISI “DOA SEORANG SERDADU SEBELUM


BERPERANG” KARYA W.S RENDRA DAN PUISI “MEMBACA TANDA” KARYA
TAUFIK ISMAIL

DI SUSUN OLEH

DAFFA RIDHO NUR FAZRI


XI IPA PA

SEKOLAH MENENGAH ATAS ALBANNA


TAHUN PELAJARAN 2018-2019
DENPASAR BALI
Kata Pegantar
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberkati kami sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima
kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai
sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini.

Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula
dengan karya tulis ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan
sempurna dalam karya tulis ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang
kami miliki.

Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami
akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki
karya tulis kami di masa datang.

diambil dari karya ini. Semoga dengan ada nya karya tulis ini dapat membantu para guru
dan mahasiswa dalam menggunakan gaya bahasa pada puisi
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar belakang Masalah


Puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan ungkapan perasaan seorang
penyair dengan menggunakan bahasa yang bermakna semantis serta mengandung irama, rima, dan
ritma dalam penyusunan larik dan baitnya. Puisi terdiri dari beberapa jenis yaitu puisis lama dan
puisi baru.dalam puisis itu ada yang nama nya gaya bahasa. aya bahasa yaitu cara bagaimana
pengarang cerita mengungkapkan isi pemikirannya lewat bahasa-bahasa yang khas dalam uraian
ceritanya sehingga dapat menimbulkan kesan tertentu. gaya bahasa ada beberapa jenis, yaitu gaya
bahasa perbandingan, metafora, perumpamaan epos, personifikasi, metonimia, sinekdok. Allegor.

Oleh karena latar belakang di atas penulis ingin melakukan penelitian tentang gaya bahasa
dalam puisi karya w.s rendra yang berjudul “doa seorang serdadu sebelum berperang” dan Taufik
islmail yang berjudul “membaca tanda tanda”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dapat
diidentifikasi berikut ini.

1. Gaya bahasa apa saja yang banyak di pakai di dalam puisi “doa seorang serdadu sebelum
berperang” dan “membaca tanda tanda”
2. Apa pengaruh gaya bahasa dalam gaya bahasa?
3. Bagaimana gaya bahasa pengulangan dalam puisi?

1.3 Identifikasi Masalah


Dari rumusan masalah di atas maka dapat di simpikan bahwa masalah yang yang sering
terjadi ialah sebagai berikut ini.

1. Asdasdad
2. Asdada
3. Adadad
4. Dadadada

1.4 Manfaat Penelitian


Hasli penelitian ini di harapkan dapat membawa wawasan dan pengetahuan dalam
menentukan gaya bahasa dalam puisi dengan benar, dan meningkat kan kualitas pembelajaran yang
lain nya.
BAB II
Landasan Teori
2.1 Pengertian Puisi
Puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan ungkapan perasaan
seorang penyair dengan menggunakan bahasa yang bermakna semantis serta mengandung irama,
rima, dan ritma dalam penyusunan larik dan baitnya

2.2 Jenis-jenis Puisi


1. Puisi Naratif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Puisi ini terbagi ke dalam
beberapa macam, yaitu balada dan romansa. Balada adalah puisi yang berisi cerita tentang orang-
orang perkasa ataupun tokoh pujaan. Contohnya Balada Orang-orang Tercinta dan Blues untuk
Bonnie karya WS Rendra. Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik
yang berisi kisah percintaan, yang diselingi perkelahian dan petualangan.

2. Puisi Lirik
Jenis puisi ini terbagi ke dalam beberapa macam, yaitu elegi, ode, dan serenade.

 Elegi adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Misalnya Elegi Jakarta karya Asrul
Sani yang mengungkapkan perasaan duka penyair di Kota Jakarta.

 Serenada ialah sajak percintaan yang dapat dinyanyikan. Kata "serenada" berarti nyanyian
yang tepat dinyanyikan pada waktu senja. Rendra banyak menciptakan serenada dalam
Empat Kumpulan Sajak. Misalnya "Serenada Hitam", "Serenada Biru", "Serenada Merah
Jambu", "Serenada Ungu", "Serenada Kelabu", dan sebagainya. Warna-warna di belakang
serenade itu melambangkan sifat nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih, dan kecewa.

 Ode adalah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal, atau sesuatu keadaan.
Ode banyak ditulis sebagai pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi
contohnya Teratai (karya Sanusi Pane), Diponegoro (karya Chairil Anwar), dan Ode buat
Proklamator (karya Leon Agusta).

3. Puisi Deskriptif
Dalam jenis puisi ini, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan/peristiwa,
benda, atau suasana yang dipandang menarik perhatiannya. Puisi yang termasuk ke dalam jenis puisi
deskriptif, misaInya satire dan puisi yang bersifat kritik sosial.

 Satire adalah puisi yang mengungkapkan perasaan ketidakpuasan penyair terhadap suatu
keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya.
 Puisi kritik sosial adalah puisi yang juga menyatakan ketidakpuasan penyair terhadap
keadaan atau terhadap diri seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan atau
ketidakberesan keadaan atau orang tersebut. Kesan penyair juga dapat kita hayati dalam
puisi-puisi impresionistik yang mengungkapkan kesan (impresi) penyair terhadap suatu hal.

2.2 Gaya Bahasa


a. Personifikasi
gaya bahasa yang membuat suatu benda mati bertingkah seperti manusia. Contoh: - Pucuk-
pucuk teh yang menggeliat

b. Metafora

gaya bahasa yang membuat suatu benda tidak mempunyai sifatnya yang biasa, melainkan
sifat yang lain.
Contoh: -Batang usiaku sudah tinggi

c. Pengulangan

penjajaran beberapa kata, frasa, atau kalimat yang sama.


Contoh: - Tak perlu sedu sedan itu

d. Hiperbola

gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dengan maksud untuk
memperhebat, meningkatkan kesan, dan daya pengaruh.
Contoh: - Pekik merdeka berkumandang di angkasa

e. Litotes

kebalikan dari hiperbola, yaitu mengecilkan atau mengurangi keadaan yang sebenarnya.
Contoh: - Aku bukanlah manusia yang berada

f. Ironi

gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud untuk mengolok
olok.
Contoh: - Bagus benar kelakuanmu, adikmu kau pukuli
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dan Saran
LAMPIRAN
Biografi W.S Rendra. Bernama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra, beliau lahir di
Solo tanggal 7 November 1935. Beliau adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Burung
Merak”. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater
Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai
majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu
Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah
Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di
keraton Surakarta.

Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai
pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di
sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud
bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke
Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan
kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam
pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American
Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas
Harvard atas undangan pemerintah setempat.

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah
mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai
kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia
mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat
berbakat. Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui
majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat
itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat
dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an

“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan


“Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat
penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA.
Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw,
di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam
sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah
satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau
Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian
dan kebebasan sendiri.

Penghargaan WS Rendra

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di


luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing,
di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif
mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam
International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry
Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First
New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth
World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur
(1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah
menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara
Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,
Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari
Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah
Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ;
Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan
Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra

 Jangan Takut Ibu


 Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
 Empat Kumpulan Sajak
 Rick dari Corona
 Potret Pembangunan Dalam Puisi
 Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!
 Nyanyian Angsa
 Pesan Pencopet kepada Pacarnya
 Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
 Perjuangan Suku Naga
 Blues untuk Bonnie
 Pamphleten van een Dichter
 State of Emergency
 Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
 Mencari Bapak
 Rumpun Alang-alang
 Surat Cinta
 Sajak Rajawali
 Sajak Seonggok Jagung

Pada pertengahan tahun 2009, WS Rendra menderita sakit jantung koroner dan harus
menjalani perawatan intensif di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Setelah satu bulan ,
penyakitnya semakin menggerogoti tubuhnya dan akhirnya sang penyair besar Indonesia WS Rendra
menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit itu juga pada 7 Ogos 2009 tepat jam 22.15 WIB di
usianya yang ke 74 tahun.

Jenazah WS Rendra kemudian dikebumikan di kompleks Bengkel Teater, Cipayung-Citayam,


Depok selepas shalat jum’at. Makamnya tak jauh dari makam Mbah Surip yaitu penyanyi reggae
Indonesia yang terkenal dengann lagu fenomenalnya “Tak Gendong” yang telah berpulang seminggu
sebelumnya. Mbah Surip dan WS Rendra memang bersahabat.

Itulah biografi WS Rendra, sang sastrawan Indonesia yang dijuluki Burung Merak. Terlepas dari
kurang lebihnya seorang WS Rendra adalah tetap manusia biasa. Sebagaimana peribahasa Tak Ada
Gading Yang Tak Retak. Semoga kita bisa meneladani hal-hal positifnya dan tidak meniru hal-hal
negatifnya

Puisi ( Doa Seorang Serdadu sebelum berperang )

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara

Waktu itu, Tuhanku,


perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan


kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurk

Biografi Taufik Ismail


Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi pada tanggal 25 Juni 1935. Ayahnya bernama A. Gaffar Ismail
dan ibunya bernama Sitti Nur Muhammad Nur. Taufik Ismail menghabiskan masa SD di Solo,
Semarang dan Yogyakarta. Ia menempuh pendidikan SMP di Bukittinggi dan masa SMA di Pekalongan.
Sejak SMA, ia sudah bercita-cita sebagai sastrawan.

Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan,


Universitas Indonesia Bogor (sekarang IPB) dan tamat kuliah pada tahun 1963. Semasa kuliah, Taufik
Ismail dikenal aktif berorganisasi. Pada tahun 1971-1972 dan 1991-1992 ia sempat mengikuti
International Writing Program, University of Iowa di Amerika Serikat. Ia juga pernah belajar pada
Faculty of Languange and Literature, American University di Kairo, Mesir pada tahun 1993.

Setelah tamat kuliah, Taufik Ismail pernah mengajar sebagai guru di SMA Regina Pacis, SKP
Pamekar dan IPB di kota Bogor. Ia kemudian mulai menulis di beberapa media sebagai wartawan.
Taufiq menjadi salah satu pendiri Yayasan Indonesia yang kemudian juga melahirkan majalah sastra
Horison sejak tahun 1966.

Taufiq juga menjadi salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail
Marzuki (TIM) dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Ia juga sempat bekerja di perusahaan
swasta sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia sampai tahun 1990. Sebagai penyair,
banyak karya-karyanya yang terkenal.

Di tahun 1993 Taufiq bahkan sempat diundang di Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Ia
juga sering membacakan karya puisinya, terutama di beberapa peristiwa bersejarah di Indonesia.
Total ia pernah mewakili Indonesia di 24 festival sastra di dunia, termasuk di benua Asia, Eropa dan
Amerika. Puisinya sudah diterjemahkan di berbagai bahasa termasuk Inggris, China, Prancis, Jerman
dan Rusia.

Ia juga aktif dalam bidang musik. Kerjasamanya dengan Himpunan Musik Bimbo, Chrisye dan
Ian Antonio telah menghasilkan banyak lagu yang ia ciptakan dimana lagu-lagunya dinyanyikan oleh
musisi Indonesia populer di era tersebut. Taufik Ismail pun menerima banyak penghargaan di bidang
sastra dan bahasa. Hingga kini, nama Taufik Ismail dikenal sebagai salah satu sastrawan Indonesia
dengan sederet penghargaan. Ia pun masih aktif menulis puisi dan karya sastra lain sampai sekarang.
Membaca Tanda-Tanda

Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan


dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas


tapi kini kita mulai merasakannya

Kita saksikan udara abu-abu warnanya


Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari

Hutan kehilangan ranting


Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru

Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda


Biskah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca tanda-tanda


Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas


tapi kini kami mulai merindukanya

Anda mungkin juga menyukai