2. Unsur Ekstrinsik
A. Latar Belakang
Nama lengkap A.A. Navis adalah Ali Akbar Navis, tetapi sepanjang kariernya ia lebih
dikenal dengan namanya yang lebih simpel A.A. Navis. Ia lahir di Padangpanjang,
Sumatera Barat, tanggal 17 November 1924. Ia merupakan anak sulung dari lima belas
bersaudara. Navis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah Indonesisch
Nederiandsch School (INS) di daerah Kayutaman selama sebelas tahun. Kebetulan jarak
antara rumah dan sekolah Navis cukup jauh. Perjalanan panjang yang ditempuhnya setiap
hari itu dimanfaatkannya untuk membaca buku sastra yang dibelinya. Selama sekolah di
INS, selain mendapat pelajaran utama, Navis juga mendapat pelajaran kesenian dan
berbagai keterampilan. Pendidikan Navis, secara formal, hanya sampai di INS.
Selanjutnya, ia belajar secara otodidak. Akan tetapi, kegemarannya membaca buku (bukan
hanya buku sastra, juga berbagai ilmu pengetahuan lain) memungkinkan intelektualnya
berkembang. Bahkan, ia terlihat menonjol dari teman seusianya. Dari berbagai bacaan
yang diperolehnya, Navis kemudian mulai menulis kritik dan esai. Ia berusaha menyoroti
kelemahan cerpen Indonesia dan mencari kekuatan cerpen asing. Ketika menulis cerpennya
sendiri, kelemahan cerpen Indonesia itu dicoba diperbaikinya dengan memadukannya
dengan kekuatan cerpen asing. Navis memulai kariernya sebagai penulis ketika usianya
sekitar tiga puluhan. Sebenamya ia sudah mulai aktif menulis sejak tahun 1950. Akan
tetapi, kepenulisannya baru diakui sekitar tahun 1955 sejak cerpennya banyak muncul di
beberapa majalah, seperti Kisah, Mimbar Indonesia, Budaya, dan Roman. Selain cerpen,
Navis juga menulis naskah sandiwara untuk beberapa stasiun RRI, seperti Stasiun RRI
Bukittinggi, Padang, Palembang, dan Makassar. Selanjutnya, ia juga mulai menulis novel.
Tema yang muncul dalam karya A.A. Navis biasanya bernapaskan kedaerahan dan
keagamaan sekitar masyarakat Minangkabau. Tentang kehadirannya dalam sastra
Indonesia, A. Teeuw berkomentar bahwa Navis sebenarnya bukan seorang pengarang
besar, melainkan seorang pengarang yang menyuarakan suara Sumatera di tengah konsep
Jawa (pengarang Jawa) sehingga ia layak disebut sebagai pengarang “Angkatan Terbaru”.
Komentar lain, Abrar Yusra, mengatakan bahwa cerpen Navis “Robohnya Surau Kami”
yang mendapat hadiah kedua dari majalah Kisah sebenarnya lebih terkenal daripada cerpen
“Kejantanan di Sumbing” karya Subagio Sastrowardoyo. Di luar bidang
kepengarangannya itu, Navis bekerja sebagai pemimpin redaksi
di harian Semangat (harian angkatan bersenjata edisi Padang), Dewan Pengurus Badan
Wakaf INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat (Padang Club). Di
samping itu, Navis juga sering menghadiri berbagai seminar masalah sosial dan budaya
sebagai pemakalah atau peserta. Setelah Navis menikah, istrinya juga ikut membantu
pekerjaannnya sebagai sastrawan. Apabila ia sedang menulis sebuah cerita, istrinya selalu
mendampinginya dan membaca setiap lembar karangannya. Ia memperhatikan reaksi
istrinya ketika membaca dan itu yang dibuatnya sebagai ukuran bahwa tulisannya sesuai
atau tidak dengan keinginannya. Di hari tuanya, Navis menyimpan beberapa gagasan untuk
menulis cerpen dan memulai menggarap novel. Beberapa dari keinginannya itu sudah
selesai, tetapi banyak juga yang terbengkalai. Kendalanya adalah usianya yang bertambah
tua yang menyebabkan daya tahan tubuh dan pikirannya semakin menurun. A.A. Navis
meninggal karena sakit di Rumah Sakit Pelni, Jakarta, tahun 2004.
B. Nilai moral yang terkandung :
Nilai sosial: saling membantu satu sama lain jika seseorang berada dalam masalah,
saling menghormati antar manusia, dan tidak boleh saling menghina satu sama lain.
Nilai moral: hormat dan suka menolong, serta tidak mementingkan diri sendiri dalam
hidup.
Nilai agama: menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat,
serta tidak terlalu lemah atau terlalu kuat dalam iman kita.
Nilai pendidikan: kerja keras, memaafkan, sabar, dan tanggung jawab.
Nilai budaya: menjaga apa yang sudah dijaga dan tidak membiarkan kerobohan dan
kebodohan manusia merusaknya.
3. Alasan cerita sangat berkesan :
Karena cerita ini memberikan banyak nilai-nilai dalam kehidupan. Dimana dalam Cerpen
"Robohnya Surau Kami" karya A.A. Navis ini menceritakan tentang seorang kakek yang
menjaga sebuah surau di sebuah desa. Kakek tersebut merasa tersindir oleh cerita Ajo
Sidi tentang Haji Saleh yang dikirim Tuhan ke neraka akibat keegoisannya saat hidup
hanya untuk Tuhan dan tidak mempedulikan kehidupan sekitarnya. Kakek berpikir bahwa
tak apa hidupnya miskin asal tidak miskin ibadahnya kepada Tuhan. Akibatnya, Kakek
mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Dengan cerita tersebut, memberikan nilai-
nilai berupa nilai sosial, moral, agama, pendidikan dan budaya.Jadi dapat diambil
pelajaran bahwa kita harus berhati-hati dalam menerima cerita atau informasi dari orang
lain, terutama jika cerita tersebut dapat mempengaruhi keyakinan dan iman kita. kita juga
harus menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, serta tidak
terlalu lemah atau terlalu kuat dalam iman kita.