Anda di halaman 1dari 3

NAMA : MUKHAMAD NIZAM HANIF

KELOMPOK : KELOMPOK LENTIL


MENTOR : SHERLISYA DESYANA

Sapardi Djoko Damono Sang Bapak Kasih Sayang

Generasi muda Indonesia saat ini mungkin tidak banyak yang mengenal
nama Sapardi Djoko Damono. Sebagian besar dari mereka lebih mengenal sosok
Raffi Ahmad, Baimwong, ataupun influencer lainnya. Hal ini dikarenakan
kurangnya perhatian mereka terhadap perkembangan sastra di negeri ini. Mereka
yang mengenal Pak Sapardi mungkin hanya sebatas tau dari salah satu lagu milik
Jason Ranti. Hanya sedikit yang mengenal sosok Sapardi melalui pendalaman
ilmu sastra. Padahal, Pak Sapardi adalah salah satu sosok sastrawan kondang yang
dimiliki negeri ini. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda hendaknya kita tak
melupakan sosok legenda seperti beliau.
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga terkemuka
berkebangsaan Indonesia. Beliau lahir di Suarakarta pada 20 Maret 1940. Beliau
merupakan putra pertama dari pasangan Sadyoko dan Saparian. Beliau menikah
dengan Wardiningsih dan dikaruniai dua orang anak, Rasti Suyandani dan Rizki
Henriko. Sayangnya, Pak Sapardi telah meninggal pada 19 Juli 2020 lalu di
Tangerang pada usia 80 tahun. Meskipun beliau telah tiada, namun bagi penikmat
sastra karya beliau adalah abadi tak akan pernah terganti. Sapardi kecil harus
hidup di tengah-tengah hiruk pikuk peperangan menuju kemerdekaan.
Masa mudanya ia jalani di Surakarta. Ia menempuh pendidikan dasar di
SD Kesatryan Keraton Surakarta. Kemudian pada jenjang menengah ia bersekolah
di SMP Negeri 2 Surakarta dan SMA Negeri 2 Surakarta, ia lulus pada tahun
1958. Pada usia remaja, Sapardi muda sudah mulai menuliskan beberapa karya
puisinya dan dikirimkannya ke beberapa majalah. Kegemarannya dalam menulis
kian berkembang saat ia berkuliah bidang Bahasa Inggris, Jurusan Sastra Barat,
Fakultas Sastra yang sekarang adalah Fakultas Ilmu Budaya, pada Universitas
Gadjah Mada. Pak Sapardi juga sempat menempuh pendidikan di University of
Hawaii. Beliau mengambil program doktor di Fakultas Sastra UI dan lulus pada
tahun 1989.
Selepas lulus kuliah (1964), Sapardi sempat menjadi pengajar pada
Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Malang di Madiun sampai 1968. Pada
1973, setelah sempat bekerja di Semarang, ia pindah ke Jakarta untuk menjadi
direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah
sastra Horison. Sejak 1974, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas
Ilmu Budaya) Universitas Indonesia. Sapardi ditunjuk sebagai Dekan Fakultas
Sastra UI periode 1995-1999 setelah sebelumnya diangkat sebagai guru besar.
Pada masa tersebut, beliau juga menjadi direktur majalah Horison, Basis, Kalam,
Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, dan country
editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur. Selepas purnatugas sebagai dosen di
UI pada tahun 2005, Pak Sapardi masih mengajar di Sekolah Pascasarjana Institut
Kesenian Jakarta sambil tetap menulis fiksi maupun nonfiksi.
Sapardi Djoko Damono sebagai sastrawan terkemuka tentunya telah
menerima banyak penghargaan. Di antaranya adalah Cultural Award (Australia,
1978), Anugerah Puisi Putra (Malaysia, 1983), SEA Write Award (Thailand,
1986), Anugerah Seni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), Kalyana
Kretya dari Menristek RI (1996), Achmad Bakrie Award (Indonesia, 2003), dan
ASEAN Book Award (2018). Karya puisi beliau yang terkenal adalah Aku Ingin
dan Hujan Bulan Juni. Beberapa puisi beliau juga di populerkan oleh W. S.
Rendra.
Pak Sapardi adalah salah satu sosok yang dapat dijadikan sebagai teladan
dalam menuntut ilmu. Beliau menguasai banyak disiplin ilmu, khususnya ilmu
bahasa dan sastra. Semangat Pak Sapardi dalam berpendidikan dapat dijadikan
motivasi dan inspirasi bagi banyak kalangan. Beliau tekun dalam menuntut ilmu.
Sejak jenjang pendidikan dasar hingga menjadi doktor dan menjadi dosen serta
guru besar di Universitas Indonesia. Perjuangan beliau pun tidak sia-sia. Hal ini
dikarenakan dengan disiplin ilmu sastra yang beliau tekuni, Pak Sapardi mendapat
berbagai penghargaan bergengsi. Bahkan, tak sedikit penghargaan yang ia miliki
merupakan penghargaan tingkat internasional. Begitu pula dalam hal karir, dengan
ketekunannya Pak Sapardi pun memiliki karir yang mentereng. Tidak salah jika
beliau disebut sebagai sastrawan legenda milik Indonesia.
Sosok seperti Sapardi Djoko Damono yang seharusnya diidolakan bahkan
dijadikan teladan bagi kaum muda saat ini. Ketekunan beliau dalam menempuh
pendidikan, memiliki karir yang sukses, serta mendapat berbagai penghargaan
internasional patutnya menjadi inspirasi generasi saat ini. Ilmu yang dimiliki Pak
Sapardi juga bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun ia juga berkontribusi
banyak dalam dunia sastra Indonesia. Sikap seperti ini lah yang harusnya tertanam
pada diri pemuda-pemudi bangsa.
Pak Sapardi identik dengan puisinya yang sederhana namun penuh makna
kehidupan. Beliau adalah sosok yang penuh kasih sayang. Oleh sebab itu, seorang
Jason Ranti pun memanggilnya sebagai Bapak Kasih Sayang. Semoga cinta dan
kasih Pak Sapardi akan tetap abadi seperti Hujan di Bulan Juni. Melalui tulisan
ini, saya mengajak kaum muda untuk lebih peduli pada perkembangan karya
sastra Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai