Anda di halaman 1dari 1

HARIAN DISWAY: WAJAH

Foto-foto: Raedu Basha untuk Harian Disway


Hilangkan Eksklusivitas
dalam Sastra
Raedu Basha adalah seorang sastrawan yang lahir
di Sumenep 3 Juni 1988. Kiprahnya di dunia sastra
sejak tahun 2000 mengantarkannya pada berbagai
penghargaan, baik nasional dan internasional.
Kendati demikian, ia memiliki kerendahan hati dan
kesederhanaan dalam hidup.

S
etidaknya sejak 2007, ia telah guna menyifatkan keadiluhungan pada satu untuk beradaptasi dan bersosialisasi
mendapatkan 22 penghargaan. pihak dan mengerdilkan pihak yang lain. dengan baik di masyarakat sekitarnya.
Terakhir, pada September Kecuali jika ingin melahirkan kesombongan Tentu saja, Ia telah hidup lama di tanah
2020, ia mendapatkan penghargaan dan mengalihkan peran Tuhan yang berhak Jawa. Ketika kembali ke Madura akan
Anugerah Sutasoma. Sebuah keadaan menentukan baik dan benar.” Begitulah ada banyak hal yang berbeda. Mulai dari,
yang tak pernah ia sangka. Raedu cuplikan pidato tersebut. bahasa, budaya, dan lain-lain.
menceritakan bahwa sebenarnya ia
tak pernah mengajukan dirinya ke idatonya itu seakan-akan memberi Namun, semangat untuk menyuburkan
panitia Anugerah Sutasoma. Karya kesejukan bagi kita semua di tengah hiruk sastra di kalangan santri tak pernah
dan prestasi dalam dunia sastra-lah pikuk dan terkotak-kotakkanya masyarakat surut. Ia memahami betul arti sastra
yang kemudian menghantarkan Raedu Indonesia yang disebabkan oleh permainan dalam perkembangan peradaban Islam.
menerima penghargaan itu. politik identitas. “Sebenarnya sastra adalah nurani dan
suara bangsa dan media yang dapat
“Bisa dibilang kalau ketertarikan saya “Kita mungkin berjumpa kiai yang berjubah, menghubungkan imanen dan transenden.
terhadap dunia sastra ini merupakan kadang memakai hem, kadang pakai Agama, pendidikan, sosial, ekonomi,
panggilan jiwa,” tutur Raedu. Sejak 2014 kopiah dan ada yang tidak. Ada yang politik, dan budaya butuh suara sastra”
hingga kini, ia telah menulis 5 buku. Salah berpakaian hitam dan ada yang putih. ucap Raedu. (Kevin)
satu di antaranya adalah Sastrawan Santri: Semua itu hanyalah tampilan fisik semata.
Etnografi Sastra Pesantren. Namun, selama suara yang disampaikan
oleh mereka adalah ilmu yang adil, jujur,
Buku yang diterbitkan di pada 2020 berfirman, maka selama itu pula suara itu
itu merupakan lanjutan tesisnya saat layak dijadikan pedoman” ucap Raedu.
menyelesaikan studi di Universitas Gajah
Mada, Jurusan Antropologi Budaya. Raedu yang memiliki latar belakang
Sebab buku itu pula ia terpilih menerima sebagai seorang santri sangat mencintai
penghargaan di dunia sastra paling ulama-ulamanya. Bagi dia, ulama
bergengsi di Jawa Timur tersebut. sangat menginspirasi Raedu dalam
menjalani sebuah kehidupan. Begitu pula
Ia juga diminta untuk membuat pidato dengan kiprahnya dalam kesusastraan.
kebudayaan pada puncak acara Anugerah “Sebagai santri yang memiliki kecintaan
Sutasoma 2020. Pidatonya berjudul Sastra terhadap ulama, dalam sejarah Islam
Pesantren, Semua Suara Berharga. Dalam pasti mengetahui bahwa hampir semua
pidato itu, ia menyampaikan pesan bahwa ulama besar adalah seorang sastrawan,”
sastra pesantren tidaklah hanya bagian dari tambah Raedu.
sastra Islam. Ia tidak terbatas pada sekat-
sekat tertentu. Setelah lulus dari Universitas Gajah Mada,
ia kembali ke kampung halamannya
Baginya, sastra pesantren adalah sastra di Ganding, Sumenep. Kini dalam
dunia internasional yang patut dan layak kesehariannya itu, ia sibuk mengabdi,
diakui keberadaannya. Terlebih ia juga dan mengelola yayasan yang menaungi
memberi pesan bahwa tak perlu ada beberapa sekolah dan pesantren di
eksklusivitas dalam dunia sastra. “Pada Sumenep. Yayasan itu bernama Yayasan
sebuah zaman yang menuntut kita berjiwa Pondok Pesantren Darussalam. PENGHARGAAN Anugerah
luas dan berpikir inklusif ini, tidak ada waktu Sutasoma yang diterima Raedu
(kanan) meneguhkan posisinya
untuk mengamini petuah Plato dengan Proses perpindahan dari Yogyakarta untuk dalam kancah sastra Jawa Timur.
membuat simpul pembeda antara high kembali ke Madura bagi Raedu bukanlah
culture dan low culture. Sungguh tidak ada hal yang mudah. Butuh waktu baginya

Senin, 7 Desember 2020 40

Anda mungkin juga menyukai