Anda di halaman 1dari 21

NASKAH BABAD NITIK SULTAN AGUNG :

SEBUAH PRODUK KEBUDAYAAAN JAWA

NASKAH BABAD NITIK SULTAN AGUNG :


A JAVANESE CULTURAL WORK

Kamidjan

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Surabaya. Jalan Lidah Wetan, Surabaya

Tanggal naskah masuk: 27 September 2012


Tanggal revisi terakhir: 20 November 2012

Abstract

As a Social and cultural document, manuscript of babad Nitik Sultan Sagung is one of Javanese
literature works consisting of some cultural values which are related to local wisdom. Such cultural
values refers to what Jamaris quotes as human interaction to God, human interaction to nature, and
human interaction to society. Each value is in relation to another. As a social creature, human depend
upon other persons.

Keyword: a javanese cultural work

Abstrak

Sebagai dokumen sosiobudaya, Babad Nitik Sultan Agung merupakan salah satu karya sastra Jawa
yang mengandung nilai-nilai budaya yang berkaitan dengan kearifan lokal. Nilai-nilai budaya tersebut
mengacu pada pendapat Jamaris, meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam, dengan
masyarakat, dengan sesama dan dengan dirinya. Nilai-nilai tersebut tidak bisa dilepaskan antara satu
dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

Kata Kunci: produk kebudayaan Jawa

1. Pendahuluan dan mampu membentuk norma dalam


Sastra merupakan bagian dari masyarakat pada zamannya dan masa
kebudayaan dalam arti luas. Sastra mendatang (Robson, 1978:7)1. Sastra
bukan hanya milik masyarakat, yang mampu membantu manusia dalam
diturunkan dari generasi ke generasi. menghadapi masalah yang timbul
Sastra mencurahkan ide seorang dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu
pengarang, yang mewakili masyarakat, bergantung dari tujuan pengarang
dapat berperan aktif dalam jangka dalam menciptakan karya sastra.
waktu yang cukup panjang. Sastra Mereka bukan menyediakan bahan
memiliki fungsi dalam alam pikiran pelajaran, mencari uang atau kepuasan

49
50| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
pribadi. Sastra klasik menyediakan Modernisasi tidak bisa dihindari. Akan
bahan yang perlu dikaji guna tetapi bagi bangsa Indonesia yang
kepentingan masyarakat di masa kini dianggap maju adalah kebudayaan
dan masa yang akan datang. Sebagai yang kebarat-baratan, dan sebaliknya
bagian dari kebudayaan, karya sastra kebudayaan Indonesia dianggap kuna
berhubungan erat dengan filsafat dan dan terbelakang (Robson, 1994:8)3.
berbagai bentuk kesenian. Oleh sebab Bila bangsa lain seperti Cina, India,
itu, karya sastra dapat dianalisis dengan Arab, dan Jepang melestarikan huruf
barmacam-macam pendekatan untuk dan menghargai sastra klasiknya, maka
mengungkapkan jerih payah para bangsa Indonesia justru dianggap
pengarang yang dituangkan dalam rendah diri budaya. Kita dianggap
karyanya. ragu dan lemah untuk melestarikan,
Sastra merupakan bagian dari mempelajari, dan menegaskan nilai
kebudayaan, yang lebih menekankan karya sastra. Sikap tersebut
pada unsur keindahan. Sastra memberi menyulitkan untuk menunjukkan
manfaat melalui isi, seperti pesan, dan bahwa karya klasik dapat digunakan
nasihat yang diperoleh melalui aspek zaman kini dan mendatang dalam
etika (Ratna, 2002:415)2. Selanjutnya, usaha membentuk kebudayaan
dikatakan bahwa sastra dengan nasional, yang terdiri atas puncak-
medium bahasa metaforis konotatifnya puncak kebudayaan daerah yang dapat
berfungsi untuk menampilkan kembali dipakai sebagai identitas Indonesia
berbagai peristiwa kehidupan manusia atau kebanggaan prestasi masa lalu.
agar dapat mengidentifikasikan Oleh sebab itu, nilai-nilai budaya Jawa
dirinya dalam rangka menciptakan yang terpendam dalam karya sastra
medium yang tersedia. perlu digali.
Karya sastra diciptakan sebagai Menggali dan mengungkapkan
wahana untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya yang terkandung
pikiran, gagasan perasaan dan perasaan dalam sastra klasik sebaiknya
masyarakat. Dengan membaca karya dilandaskan pada zaman karya sastra
sastra klasik, masyarakat bisa itu digubah dengan jalan menafsirkan
berkomunikasi dengan masyarakat pada setiap nilai. Nilai-nilai itu
abad lalu. Masyarakat berbicara diaktualisasikan dengan situasi
melalui apa yang ditulis, tetapi kita sekarang dengan pemahaman dan
juga tidak harus menirunya sebab pendalaman sehingga dapat disarikan
masyarakat bersifat dinamis. Yang nilai-nilai yang relevan, dan adanya
masih bisa, dimanfaatkan sedang yang keterkaitan antara nilai budaya lama
usang dan merugikan, sebaiknya dengan budaya sekarang. Nilai-nilai itu
ditinggalkan. Masyarakat juga harus mengandung fungsi tertentu bagi
maju agar tidak ketinggalan zaman. pemenuhan kebutuhan hidup
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |51

masyarakat pada zamannya (Purnomo, Museum dan Perpustakaan Kraton


2007:13)4. Yogyakarta, dan Museum Sonobudoyo
Naskah Babad Nitik Sultan Yogyakarta. Semua naskah sama isinya
Agung merupakan hasil cipta sastra yang berbeda manggala dan
Jawa klasik yang sarat dengan nilai kolofonnya. Behrend (1990: 32)
budaya. Pengungkapan nilai-nilai menyatakan bahwa naskah ini ditulis
budaya dalam naskah sebagian besar oleh Pengeran Harya Candranagara II
bersifat simbolis. Oleh sebab itu, kajian di Yogyakarta.
ini bersifat interpretatif, tepatnya Tulisan ini berusaha
menggunakan pendekatan hermeneutik. mengungkapkan unsur budaya Jawa
Babad Nitik Sultan Agung berisi yang tertuang dalam Naskah Babad
kisah sejarah bercampur dongeng Nitik Sultan Agung. Nilai-nilai budaya
tentang kerajaan Mataram di bawah itu diharapkan dapat dipakai sebagai
pemerintahan Panembahan Seda media pendidikan moral bagi generasi
Krapyak dan Sultan Agung. Kisah ini muda, sesuai yang dikemukakan oleh
5
diawali dengan keterangan tentang Robson (1978). Karena sastra klasik
keluarga Panembahan kemudian memiliki nilai yang tinggi walau nilai
ajarannya kepada Adipati Anom; itu kadang kurang jelas. Unsur nilai
perkawinan dengan Retno Suwidi budaya merupakan hasil interpretasi
(Kanjeng Ratu Kidul) dan penobatan penulis berdasarkan pemikiran dan
sebagai raja Laut Kidul. Sultan Agung pemahamannya.
kemudian menaklukkan dengan damai Definisi yang dikemukakan
negara Palembang, Minangkabau, Koentajaraningrat itu terdiri atas dua
Aceh, Selan, dan Banjar. Kemudian macam, pertama definisi yang
mengadakan perjalanan ke Mekah; cakupannya lebih sempit. Kebudayaan
pada waktu yang sama Panembahan diartikan sebagai kesenian. Kedua,
Krapyak wafat, sementara diganti definisi kebudayaan cakupannya lebih
Pengeran Martapura, akhirnya diganti luas karena tidak hanya mencakup
Sultan Agung. Kemudian perjalanan ke kesenian, tetapi juga aspek yang lain,
Banten, lalu membangun kota Karta. seperti pikiran, karya manusia, dan
Perjalanan ke Ngerum, Mekah, Persi, hasil kerja manusia yang berupa benda-
Makasar, Siyem. Pembangunan makam benda, termasuk di dalamnya karya
Imogoro. Persaingan kebolehan Sultan sastra, seperti naskah.
Agung dengan Kyai Penghulu Amat Karya sastra dipandang sebagai
Kategan berakhir dengan keadaan di dokumen sosiobudaya yang mencatat
negara Karta (Behrend, 1990). kenyataan sosiobudaya suatu
Naskah ini terdapat di beberapa masyarakat pada masa tertentu.
perpustakaan dan Museum, seperti: Pendekatan ini hanya tertarik kepada
Perpustakaan Leiden (Belanda), unsur-unsur sosiobudaya dilihat
52| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
sebagai unsur-unsur yang lepas sastra tradisional semakin berkurang
(Yunus, 1986:3)6. Setiap unsur dalam (Ikram, 1997:157)7. Dengan demikian
karya sastra dianggap mewakili secara peluang yang dimiliki oleh masyarakat
langsung unsur nilai-nilai budaya. tentang informasi yang tertuang di
Nilai budaya dalam karya sastra dalamnya semakin sempit. Setelah
merupakan pengungkapan tata nilai mereka merasa kehilangan mulai
yang tumbuh dan berkembang dalam memikirkan bagaimana
masyarakat berfungsi untuk mencari memperolehnya kembali. Tetapi
keseimbangan dalam tatanan keinginan mereka terbentur oleh
kehidupan. asumsi apakah nilai-nilai tersebut
Tata nilai terdapat dalam berbagai masih bisa difungsikan. Walaupun
aspek budaya. Salah satu aspek budaya nilai-nilai budaya sejak zaman dulu
yang sampai sekarang masih hingga kini tidak pernah terputus,
dilestarikan oleh masyarakat adalah melainkan berkesinambungan.
tradisi. Salah satu tradisi itu adalah Koentjaraningrat, (1982:193)8,
pemujaan terhadap arwah nenek mendokumentasikan nilai-nilai budaya
moyang. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa yang mengacu kepada pendapat
sikap mikul dhuwur mendhem jero Kluckhohn yang sejalan dengan
tetap dijunjung tinggi oleh masyarakat. pandangan hidup orang Jawa. Nilai-
Mereka menganggap bahwa setiap nilai budaya tersebut dibedakan
manusia berusaha memenuhi aturan- menjadi (1) hakikat hidup manusia, (2)
aturan dan tata nilai untuk menjaga karya manusia dan etos kerja, (3)
keseimbangan dunia. Tata aturan hubungan manusia dengan alam, (4)
maupun tata nilai biasanya hubungan manusia secara horisontal
direalisasikan dalam bentuk tradisi dan (5) maupun vertikal. Nilai-nilai
yang disepakati oleh anggotanya. Nilai- budaya adalah lapisan paling abstrak
nilai itu secara tidak sengaja akan dan luas. Tingkat ini merupakan ide-ide
terbentuk dalam masyarakat dan yang mengonsepsikan hal-hal yang
dijadikan anutan dari generasi ke paling bernilai dalam kehidupan
generasi, sangat berarti dan bernilai. masyarakat.
Nilai-nilai itu akhirnya menjadi konsep Nilai-nilai budaya berfungsi
yang hidup di alam pikiran sebagai tata aturan dalam tingkah laku
masyarakat. manusia, yang lebih konkrit, seperti
Dalam usaha melestarikan nilai- norma, hukum, dsb. yang berpedoman
nilai budaya bangsa, sastra tradisional kepada sistem nilai budaya. Sistem
memiliki peran dan fungsi yang perlu tersebut dibedakan menjadi 5 kategori
dipertimbangkan karena masyarakat berdasarkan (1) hubungan manusia
yang mempunyai perhatian pada dengan Tuhan (2) hubungan manusia
kesusasteraan dan wawasan tentang dengan alam, (3) hubungan manusia
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |53

dengan masyarakat (4) hubungan memuat berbagai catatan peristiwa dan


manusia dengan sesama dan (5) nilai budaya masyarakat.
manusia dengan diri sendiri (Djamaris, Babad merupakan genre sastra
1996: 4)9. Konsep tersebut digunakan sejarah, di Jawa, Sunda, Madura Bali
untuk mengkaji nilai-nilai budaya dan Lombok (Darusuprapta,1975)11.
dalam naskah Babad Nitik Sultan Selain mencatat berbagai peristiwa
Agung. penting babad berisi cerita-cerita mite
mengenai penciptaan dunia dengan
2. Naskah dan Budaya Jawa unsur-unsur Hindu dan Budha yang
Kebudayaan adalah ide-ide dan dominan tentang kerajaan di Jawa,
pemikiran manusia, karya, dan hasil yang sifat setengah historis. Di
karya manusia yang berdasarkan dalamnya terdapat unsur-unsur Islam
pikiran dan akal budinya. Manusia seperti para wali, nabi, malaikat. Di
melakukan suatu proses setelah samping itu juga ditampilkan tokoh-
melakukan pemikiran atau proses tokoh Hindu-Budha, seperti para dewa,
belajar. Konteks kebudayaan itu dalam dan tokoh-tokoh Pandawa.
pengertian yang luas. Artinya, tidak (Koentjaraningrat, 1984:330—331)12.
hanya kebudayaan Jawa, tetapi Buku babad sangat dihargai oleh pusat-
kebudayaan untuk seluruh bangsa. pusat kebudayaan, kerajaan Mataram
Kebudayaan Jawa memiliki ciri khususnya Kasultanan Yogyakarta dan
tersendiri, demikian juga kebudayaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
suku bangsa yang lain, seperti Babad merupakan salah satu karya
kebudayaan Bali, kebudayaan Lombok, sastra yang sangat diagungkan.
Sumbawa, dan sebagainya.
Ide-ide, pandangan hidup dan 3. Naskah Babad Nitik Sultan Agung
pemikiran manusia banyak terdapat Babad Nitik Sultan Agung
dalam sastra Jawa khususnya sastra merupakan salah satu karya sastra
Jawa klasik. Sebagai dokumen sosio produk istana kraton Yogyakarta.
budaya sastra memuat berbagai aspek Naskah ini diproduksi oleh Pujangga
kehidupan manusia. Termasuk di Kasultanan Ngayojakarta Hadiningrat,
dalamnya nilai-nilai budaya dan sekitar abad ke-19. Sultan Agung
berbagai catatan peristiwa pada merupakan salah satu tokoh yang
10
zamannya. Pigeaud (1967:2) menurunkan para raja di Yogyakarta
membagi karya sastra Jawa menurut isi dan Surakarta.
menjadi 4 kalompok meliputi (1) Salah satu Naskah Babad Nitik
agama dan kesusilaan), sejarah dan Sultan Agung koleksi Museum
mitologi, susastra dan bunga rampai. Sonobudoyo Yogyakarta, bernomor
Kelompok kedua, sejarah dan mitologi, SB. No. 30 akan dikaji difokuskan pada
nilai-nilai budaya. Dalam kolophon
54| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
dijelaskan bahwa naskah tersebut, Kidaul di Laut Selatan. Setelah menjadi
penyalinan dimulai pada tanggal 24 Sultan di Mataram mulai menaklukkan
Jumadilawal, tahun Jimakir 1802 (Dwi Surabaya, Palembang, Banten,
ngambara ngesti tunggal) bertepatan Cirebon, Makasar, Riau, dan Bali.
dengan tanggal 9 Juli 1873. Selesai Beliau juga berkelana ke Rum.
ditulis 23 Jumadilakir tahun Ehe 1806 Sekembali dari Rum membangun
atau 16 Juli 1876. Nakah disalin oleh makam Imogiri. Semula beliau akan
Dyan Riyo Danuatmaja atas perintah membangun makam di Mekah, namun
Jeng Rahadyan Mertanagara. dilarang oleh penguasa negara Mekah,
Bentuk naskah ini berbentuk dengan bantuan para ulama ia
tembang macapat. Pupuh yang terdapat membangun makam Imogiri, yaitu
dalam manuskrip Babad Nitik Sultan terletak di sebelah selatan kerajaan
Agung sebagai berikut: Berdasarkan Mataram. Sultan Agung juga senang
paparan pada tabel tersebut dapat terhadap kesenian dan kebudayaan.
disimpulkan bahwa naskah tersebut Dalam naskah dikisahkan, beliau sering
terdiri atas 36 pupuh tembang macapat, menonton wayang golek Sunda. Di
yaitu (1) Dhandhanggula (lima pupuh), samping itu, mendapat tugas
(2) Asmaradana (tujuh pupuh), (3) mengembangkan agama Islam di Jawa.
Mijil (empat pupuh), (4) Kinanthi (dua
pupuh), (5) Durma (dua pupuh), (6) 3.2 Nilai Budaya dalam Babad
Gambuh (satu pupuh), (7) Sinom (tujuh Nitik Sultan Agung
pupuh), (8) Pangkur (empat pupuh), (9) Unsur budaya yang dikaji dalam
Megatruh (dua pupuh), (10) Girisa naskah Babad Nitik Sultan Agung
(satu pupuh), dan (11) Maskumambang adalah budaya yang berkaitan dengan
(satu pupuh). nilai-nilai yang bersifat spiritual karena
unsur nilai budaya ini yang dominan
3.1 Isi Ringkas Naskah pada naskah tersebut. Untuk
Naskah Babad Nitik Sultan menganalisis nilai-nilai budaya yang
Agung versi di atas ini menceritakan tertuang dalam Naskah Babad Nitik
sejarah bercampur mitos, diawali Sultan Agung digunakan teori yang
Sultan Agung semasa menjadi Adipati dikemukakan oleh Djamaris, meliputi
Anom kerajaan Mataram meninggalkan hubungan manusia dengan Tuha,
istana, merantau ke seluruh pelosok dengan alam, masyarakat, sesama dan
Mataram. Beliau mengembara ke dirinya. Kajiannya sebagai berikut:
negara di luar Mataram, seperti
Malaka, Singapura, Siam (Thailand), (1) Hubungan Manusia dengan
Kamboja, Arab dan Ngerum. Di Tuhan
samping itu, beliau juga menjelajah ke Kepercayaan manusia terhadap
alam gaib, terutama keraton Nyai Rara keberadaan Tuhan tertanam sejak
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |55

mereka diciptakan. Hal itu tampak Mereka percaya bahwa Ia ada dan
bahwa sejak zaman prasejarah Maha Esa Maha segalanya. Umat
masyarakat Jawa telah mengenal manusia mencari keberadaan-Nya dan
adanya Tuhan. Mereka mencari berusaha dekat dengan-Nya.
keberadaan-Nya lewat animisme dan Sejak zaman prasejarah
dinamisme. Masuknya agama Hindu masyarakat Jawa mencari lewat
dan Budha menambah kepercayaan animisme dan dinamisme. Kedatangan
mereka karena tidak bertentangan umat Hindu dan Budha dari India dan
dengan pandangannya. Demikian juga Islam dari Arab ke Indonesia
dengan masuknya pengaruh Islam. mempertebal keimanannya. Bahkan
Hingga kini berbagai macam dalam kehidupan sehari-hari terjadi
kepercayaan dan pandangan sinkritisme antara kepercayaan Jawa
keagamaan masyarakat bersifat asli, Hindu dan Islam berbaur menjadi
dinamis, berkembang sejalan dengan satu walau sebagian besar masyarakat
perkembangan zaman. Bahkan di Jawa memeluk agama Islam, tetapi
antara kepercayaan itu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat
sinkritisme. Sinkritisme itu tampak pembauran kepercayaan itu tetap
dalam kehidupan sehari-hari yang berjalan, yang direalisasikan dalam
hingga kini masih dilaksanakan. Salah bentuk berbagai macam tradisi yang
satu di antaranya adalah pemujaan hingga kini masih tetap dilestarikan.
terhadap arwah nenek moyang dan Pembauran atau sikritisme kepercayaan
adanya makhluk halus di sekitar itu juga tempak dalam berbagai karya
kehidupan mereka. Manusia berusaha sastra terutama sastra klasik.
menyelaraskan diri dengan alam Naskah Babad Nitik Sultan
sekitarnya untuk menjaga Agung, sebuah karya sastra Jawa
keseimbangan dunia. klasik, produk istana banyak
Dalam Babad Nitik Sultan Agung, menampilkan situasi keagamaan di
hubungan manusia dengan Tuhan kerajaan Mataram, saat tumbuh
mengarah kepada ajaran Islam. Oleh kembangnya kerajaan di masa itu.
sebab itu, analisis nilai budaya dalam Istana sebagai pusat pengembangan
hubungan manusia dengan Tuhan, kebudayaan sangat berperan dalam
diarahkan pada kepercayaan penyebarluasan agama Islam. Di
masyarakat yang berkaitan dengan dalamnya tampil tokoh Sunan Kalijaga,
agama Islam, di antaranya: salah satu tokoh wali sanga, tokoh
penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
(a) Percaya Adanya Tuhan Kahadiran tokoh tersebut memperkuat
Percaya adanya Tuhan bagi umat pandangan bahwa istana sangat
manusia tumbuh di lubuk hati, tak berperan dalam penyebarluasan agama
kuasa diingkari dan bersifat manusiawi. Islam.
56| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
Pengaruh Islam dalam Naskah merupakan syarat untuk memeluk
Babad Nitik Sultan Agung, dijelaskan agama Islam, (P. IV.3—6)13.
bahwa rakyat Mataram telah menerima Sang raja masih menjalankan tapa
lailatul qodar, demi kesempurnaan brata di gunung Girilaya, berserah diri
negara, disarankan untuk memeluk kepada-Nya. Permohonan itu diterima,
Islam. Bahwa agama Islam dianggap Tuhan mengabulkan ditandai oleh
agama suci yang dipercayakan oleh tanda-tanda alam, laut bagaikan
Tuhan. Mereka memuliakan Nabi mendidih, gunung Merapi gemuruh,
Muhamad Saw, sebagai utusan-Nya, puncaknya bergoncang, keluar kilat,
Alquran sebagai tuntunan dan Kalimat menunjukkan kekuasaan-Nya dan
Sahadat wajib diucapkan dan kekuatan sang raja. Berikut kutipannya.

Aneng gunung Girilaya apitekur, sujud sru neges suksma di, kacipta norgan
pandulu, bumi langit wus kapusthi, kojar samodra lir umob.
Sru merbawa hardi Merapi, ju mlegur, kang pucak geter kumitir, cumlorot
lidah gumawur, mastuti kang brangteng Widi, mring sang sudibya kinaot (P.
IV. 8—9)14.

Kutipan di atas menunjukkan berjumlah 5, yaitu mengucapkan


terjadi sinkritisme antara kepercayaan kalimah syahadat, menjalankan salat,
Jawa dengan ajaran Islam. Sebab di membayar zakat, berpuasa pada bulan
dalam agama Islam tidak terdapat Ramadan, dan menunaikan ibadah haji.
ajaran bertapa di suatu tempat untuk Dalam Naskah Babad Nitik
mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sultan Agung, menjalankan perintah
Dalam pandangan Islam hal itu agama, tampak pada kewajiban salat
dianggap musrik karena Jumat dan puasa. Salat Jumat
menyekutukan Tuhan. Akan tetapi merupakan salah satu kewajiban
dalam budaya Jawa mencapai tujuan seorang muslimin. Suatu saat Sultan
yang mulia sebaiknya disertai dengan menyarankan agar namanya diukirkan
usaha batin, dan tawakal. di dalam kubah masjid. Ki penghulu
menolak. Khawatir musrik. Sebab
(b) Menjalankan perintah-Nya memasukkan nama sang raja dalam
Dalam memeluk agama, umat masjid merupakan tindakan yang luar
manusia dihadapkan pada kewajiban biasa (nganeh-anehi). Sultan bersabda
dan berbagai larangan-Nya. Kewajiban lemah lembut. Ki pengulu disuruh
umat dalam menjalankan perintah menanyakannya ke Mekah. Akhirnya
agama sesuai dengan tuntunan masing- Kyai Akhmad Kategan menyetujui. Ki
masing agama. Dalam agama islam Pengulu diajak Shalat Jumat di Mekah.
kewajiban umat yang harus dilakukan Tak berapa lama keduanya tiba di
diatur dalam rukun Islam, yang
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |57

mekah. Peristiwa itu membuatnya heran dan kagum. Berikut kutipannya.


Sang Nata narimeng kalbu, pracaya aturing patih, sang nata arum ngandika,
kakangmas tas sun rasani, asmengsun mengko lebokna, ing khubah sajroning
masjid, (P. 31. 3)15.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Kutipan di atas menunjukkan bahwa


penulisan nama seseorang dalam selain menjalankan ibadah salat dan
sebuah masjid bagi umat Islam, puasa umat Islam juga diwajibkan naik
terutama para ulama dianggap suatu haji bagi yang mampu. Karena uangnya
kemusrikan. Akan tetapi bagi Sultan tercecer, mereka menyeberangi laut
hal itu diperbolehkan. Mungkin karena naik daun bambu dan daun beringin.
tidak ada aturan yang pasti. Walau ki Atas kemurahan-Nya Tuhan
pengulu menyetujuai, tetapi ia tetap mengabulkan. Mereka tiba di Mekah,
meragukannya. Ia khawatir sang raja menemui Iman Supingi, sembahyang
marah kepadanya. Bait-bait berikutnya Jumat, dan mendapat air zamzam
menjelaskan bahwa ki pengulu diusir. berkhasiat dapat mengobati berbagai
Tetapi segera disuruh masuk kembali penyakit (P. 31. 23-27)17.
diajak berkelana naik haji tanpa Dalam naskah Babad Nitik Sultan
kendaraan. Mereka membawa bekal Agung, terdapat dua macam sunah,
secukupnya. Setibanya di tengah hutan sunah muakad dan sunah ngain. Sunah
kantong berisi dinar itu sobek, muakad adalah hukum Islam yang
uangnya tercecer, habis, (P. 31.16— boleh dilakukan bahwa suatu perbuatan
19)16. bisa dilaksanakan bersama-sama,
sedangkan sunah ngain, setiap umat
harus menjalankannya. Berikut
kutipannya.

Angyetekken nenggih ing pangawasanira, samanten amarengi, wektu siyam


sawal, pangulu wus uninga, yen Sang Nata datan apti, sunat muakat, mung
sunat ngaen yekti.

Kang kinarsan dening Kanjeng Sri Narendra, awit pamanggih (153) aji, yen
sunat muakat, pangulu bae cekap, yen sunat ngain yekti, samya kwajiban,
sadaya anglampahi (P. 30.9—10)18.

Berpuasa merupakan salah satu sunah muakad, salah satu di antaranya


kewajiban umat Islam. Hal itu puasa pada bulan Syawal. Sunah
dijelaskan dalam dalam rukun Islam, muakad adalah hukum Islam yang
yang ketiga, menjalankan puasa mengatur perbuatan manusia, bila suatu
Ramadan. Selain menjalankan pekerjaan dilakukan akan mendapat
kewajiban, dalam naskah juga terdapat pahala, sementara bila ditinggalkan
58| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
tidak berdosa. Namun demikian sunah 6 pagi. Menjelang pukul 7. 00, Dampar
muakad dianggap sebagai sunah tempat duduk sang raja naik, terbang
setengah wajib. Misalnya berpuasa makin lama makin tinggi mendekati
pada bulan Syawal atau nyawal. matahari. Melihat keanehan itu
Pengulu tahu bahwa sang raja tidak permaisuri dan para dayang heran dan
menjalankan. Sang raja disarankan bingung. Sang pengulu dan para ketib
bahwa beliau saharusnya berpuasa tertegun, bergeming, tidak bisa berbuat
sebab dianut oleh rakyat. Sebagai banyak. Sultan mengatakan selamat
panutan seharusnya ia memberikan tinggal dan akan berkumpul bersama
teladan yang baik, menjalankan umat yang berpuasa seperti dia, (P. 30.
perintah dan menjauhi larangan agama. 27—29)20
Teguran itu dijawab dengan kata-kata Kutipan di atas menunjukkan
keras bahwa tidak semua umat bahwa selain puasa yang dianjurkan
menjalankan puasa sunah. (P. 30:18— oleh agama Islam, orang Jawa juga
21)19. memiliki cara tersendiri dalam
Kutipan di atas menunjukkan menjalankan puasa. Sebab dalam
bahwa terdapat perbedaan pendapat budaya Jawa, terdapat berbagai macam
tentang ajaran agama antara raja puasa, untuk mendekatkan diri kepada
dengan ulama. Keduanya memiliki Yang Maha Esa. Selain itu puasa juga
pendapat berbeda. Ki penghulu merupakan saarna untuk mencapai
menyarankan bahwa sebagai seorang suatu tujuan yang mulia. Sebab mereka
raja, panutan rakyat seharusnya percaya untuk mencapai suatu tujuan
menjalankan puasa Nyawal. Tetapi manusia harus berusaha, berdoa dan
Jeng Sultan tidak mau. Kalau demikian tawakal.
ki penghulu khawatir umat manusia
akan menganggap remeh dan tidak (2) Hubungan Manusia dengan
patuh terhadap ajaran Islam. Beliau Alam
berjanji bahwa keesokan harinya ia Dalam kehidupan bermasyarakat,
akan menjalankan puasa Sunat manusia berinteraksi dengan sesama
muakad. Ki pengulu diminta untuk dan alam lingkungannya. Oleh sebab
menjadi saksi bahwa Sultan memiliki itu, masyarakat selalu mencari
ngelmu wirasat. keseimbangan dengan jalan ramah
Keesokan harinya sang pengulu lingkungan dan berusaha bersahabat
dan para ketib ( petugas keagamaan), dengan lingkungan. Manusia
datang lebih pagi. Sultan masih tidur. memandang bahwa alam sebagai suatu
Setelah bangun, sultan duduk di hal yang dapat dilawan dan harus
dhampar. Pengulu dan ketib disuruh ditaklukkan. Manusia harus selalu
maju. Mereka harus menjadi saksi mencari keselarasan dengan alam.
21
bahwa sang raja berpuasa. Sejak pukul Koentjaraningrat (1982:439)
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |59

mengatakan manusia banyak danyang, makhluk halus yang


dihadapkan berbagai kekuatan alam, menguasai atau menghuni suatu tempat.
mereka berusaha menyesuaikan diri, Umumnya mereka berinteraksi walau
walaupun demikian tidak merasa takluk interaksi sepihak karena umat manusia
kepada alam karena memang tidak tidak bisa berkomunikasi langsung.
mempunyai kekuatan untuk menentang Salah satu makhluk halus yang
alam. Oleh sebab itu, mereka memilih dimitoskan adalah Nyai Rara Kidul
menyelaraskan diri. atau Kanjeng Ratu Kidul. Dalam Babad
Berkaitan dengan penyelarasan Nitik dia Retna Suwidi, putri raja
diri dengan alam, masyarakat Jawa Pajajaran, yang menguasai ”Segara
menghubungkan dengan animisme dan Kidul”. Dalam analisis hubungan
dinamisme. Dikaitkan dengan manusia dengan alam, mitos disajikan
keberadaan makhluk halus penjaga dalam konteks pelestarian alam dan
alam semesta yang harus dihormati pemanfaatan alam.
sehingga terjadi hubungan timbal balik
saling menghormati, sebagai ciptaan (a) Pelestarian Alam
Allah Swt. Karena keberadaannya tidak Naskah Babad Nitik Sultan
diketahui oleh umat manusia, maka Agung, sebagai hasil cipta sastra Jawa,
manusia menyelaraskan diri. juga memuat kearifan lokal, terutama
Dalam usaha menyelaraskan diri yang berkaitan dengan penyelarasan
dengan alam, masyarakat Jawa diri dan pelesterian alam. Dalam teks
merealisasikan dengan selamatan. tersebut penyelarasan diri dengan alam,
22
Koentjaraningrat (1987: 341), berkaitan dengan kepercayaan
menjelaskan bahwa masyarakat Jawa masyarakat tentang adanya makhluk
melaksanakan berbagai selamatan yang halus penjaga suatu tempat, sing
dikelompokkan menjadi (1) selamatan mbaureksa, tampak pada bagian yang
yang berkaitan dengan siklus hidup menceritakan hubungan antara Sultan
manusia, (2) bersih desa, (3) selamatan agung dengan Nyai Rara Kidul. Dalam
yang berkaitan dengan hari besar Suluk Plencung, Nyai Rara Kidul
agama, (4) menolak bala atau ngruwat, adalah ratu yang menguasai makhluk
dan (5) kaul atau nadhar. Pendapat itu halus di sepanjang segara kidul, pantai
juga didukung oleh 23Geertz (1983). selatan Pulau Jawa. Dalam naskah itu
Masyarakat percaya akan keberadaan dijelaskan bahwa Sultan Agung
makhluk halus menghuni alam lain. menikah dengannya. Hal itu terjadi atas
Masyarakat mengenal berbagai saran Sunan Kalijaga bahwa mereka
makhluk halus, seperti memedi, thuyul, memang harus bersatu. Keduanya
lelembut. dsb 24Geertz (1983: 19). Di ditemui oleh Sunan Kalijaga. Berikut
samping itu, mereka juga mengenal kutipannya.
60| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
Raja dewi tiharda trusthaning kalbu, gya manjing caket sang yogi, jeng Sunan
Maksih neng pintu, kocap kang ngumbara prapti, jeng Sunan nyapa gupoh.
Lah bageya ki Bagus anom Matarum, paran darunaning prapti, teka deliran
muwus, durung mangsa kita mriki, baliya sang Bagus anom.
Kang sinung ling nembah matur amidhupuh, patikbra ajrih sang yogi, wonten
cobaning hyang agung, ngandika rum Sunan Kali, pyarsakna jebeng
jarwengong.
Wus ginaib paningkahmu lan ni ratu, kalinya kang bumi langit, baskara candra
puniku, waline ingsun nekseni, aja kita walang atos.
Sang sudibya balinya maksih pitekur, sang prabu dewi udani, bali yitmane
sang bagus, dhawuh maring kang para wangi, kinen nempuh mring sang anom,
(P. 4. 22—26)25.

Kutipan di atas menjelaskan bahwa demikian umat manusia banyak yang


pernikahan antara Nyai Rara Kidul kurang menyadari pentingnya
dengan Sultan Agung terlaksana atas pelestarian alam, termasuk menjaga
saran Sunan Kalijaga. Nyai Rara Kidul hubungan antara manusia dengan
meragukan niat tersebut. Ketika Sultan makhluk penghuni alam lain.
Agung sedang bertapa di Girilaya, Di alam semesta, terdapat
dijumpai oleh Sunan Kalijaga yang makhluk lain yang perlu dipiara
mengatakan bahwa pernikahan itu kelestariannya, yaitu flora dan fauna.
memang takdir. Disaksikan oleh bulan, Kedua makhluk itu bisa dimanfaatkan
bintang, matahari, bumi dan langit, oleh manusia, oleh sebab itu harus
Sunan Kalijaga bertindak sebagai wali. dilestarikan. Dalam naskah tampak
Kedudukan Nyai Rara Kidul, bahwa ketika Sultan Agung akan
dalam pandangan masyarakat Jawa, membangun makam, ada kendala,
adalah ratu penguasa makhluk halus di dengan hari naas. Ketika sedang
sepanjang pantai selatan, makhluk yang membabad hutan terdapat berbagai
menghuni alam lain. Manusia harus macam binatang yang sedang
menyelaraskan diri dengan alam. beristirahat. Para punggawa yang
Dalam hal ini menjaga kelestarian sedang bekerja melaporkannya kepada
alam, untuk mamayu hayuning sang raja. Akan tetapi sang raja salah
bawana, demi kesejahteraan dunia. paham bahwa yang dilaporkan adalah
Era global mengubah pandangan ular, tetapi dikira akar, maka setelah
masyarakat. Alam yang semula dijaga dibabad semua ular merubah menjadi
kelestariannya sekarang dirusak. akar. Sabda pandita ratu, apa yang
Perusakan alam mengakibatkan diucapkan oleh seorang raja bagaikan
berbagai bencana karena alam merasa ucapan sang pendeta, maka apapun
diremehkan. Alam pun marah, banyak ucapan itu terjadi. Hal itu dipercaya
makan korban jiwa. Sebab bencana oleh masyarakat Jawa bahwa ’oyod’
tidak memilih korban. Namun selain berarti akar juga merupakan
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |61

bentuk krama dari ular, (P. 28. 24- masyarakat Indonesia. Pulau Jawa
25)26. yang subur, dikenal dengan semboyan
Kutipan di atas menunjukkan gemah ripah loh jinawi, subur kang
bahwa untuk membangun sebuah sarwa timndur, murah kang tinumbas,
penghunian atau prasarana umum, sebagai lumbung padi. Kesuburan
membutuhkan lahan. Hutan di dekat pulau Jawa juga dituangkan dalam
Girilaya, dibabad untuk pemakaman. beberapa karya sastra. Salah satu karya
Berbagai binatang menyingkir karena yang menunjukkan betapa pentingnya
terpengaruh oleh sabda sang raja. padi dalam kehidupan masyarakat Jawa
Dengan demikian pelestarian alam adalah Naskah Babad Nitik Sultan
kurang diperhatikan. Namun demikian Agung.
hal itu bisa disikapi dengan penanaman Dalam Naskah Babad Nitik
kembali agar tidak terjadi bencana Sultan Agung, dijelaskan bahwa
banjir atau tanah longsor, karena tidak membawa bibit padi dari negara
ada akar penahan air. Campa, disarankan agar ditanam agar
menjadi mata pencaharian. Hal itu
(b) Pemanfaatan Alam menjadi sebab orang Jawa makan nasi.
Tuhan menyediakan alam untuk Mereka merasa tenteram setelah makan
kepentingan umat manusia. Makan dan nasi dan mereka giat dalam bertani
pakaian merupakan kebutuhan hidup. terutama menaman padi. Berikut
Salah satu pemanfaatan alam untuk kutipannya.
memenuhi kebutuhan umat manusia di
negara agraris adalah penyiapan lahan
pertanian. Padi sebagai makanan pokok

Dene kang wit wiji pari, Jeng Sultan Agung kang manra, welingira Sunan L
(171) pen, yeku wiji sangking cempa, kinen sami nanema, karsanira Jeng
Sultan Agung, dadiya pangupajiwa.
Katelah ngantya semangkin, wong Jawa karemira, amangan sega karmane,
limut maring kasutapan, ayem abukti sega, sengkut genira nenandur, widagda
nir pratama, (P.35.15—17)27.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa dipuja oleh masyarakat. Namun


masyarakat Jawa makanan pokok demikian dalam naskah tersebut
masyarakat Jawa atau rakyat Mataram dijelaskan bahwa padi yang menjadi
adalah nasi. Bertani menjadi pekerjaan makanan pokok masyrakat itu berasal
utama masyarakat, bahkan Dewi Sri dari negara asing, yaitu dadi campa.
dimitoskan sebagai dewi kesuburan, Oleh-oleh Sultan Agung ketika
dewi padi atau dewi among tani yang berkelana, rakyat kagum melihat padi.
Mereka menonton. Berikutkutipannya.
62| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
Dupi prapta wiji pari, utusan dalem Cempa, sreg gumuruh keh wong nonton,
sangking indahe kang warna, pinacong penggawanya, rembyak-rembyak teka
bagus, dadya misuwur kang mulat.
Wus katur mring Sribupati, Kanjeng Sultan rum ngandika, Sepetmadu apa kae,
kang dadi getering jaba, wonten si ki parekan, cumlathok (172) mring
lurahipun, Ki Lurah utusan nata.
Sangking Cepa sampun prapti, wiji pari kang binekta, kamantyan endah
warnane, manira wingi neningal, wonten ing kepatihan, nganyela wonten ing
ngayun, ore-oreyan apelak (P.30.19—21)28.

Kutipan tersebut menunjukkan Nitik Sultan Agung, direalisasikan


bahwa bibit padi itu berasal dari dengan penanaman padi, sebagai bahan
Campa. Kedatangan bibit itu membuat makanan pokok masyarakat, juga
decak kagum masyarakat. Begitu penanaman kelapa agar menjadi bahan
indah, berkilau, dan mengurai. Padi itu baku minyak goreng. Kedua hal
menjadi tanaman kalangenan tersebut hingga kini masih tampak
(kegemaran) dan hiburan sang raja. bahwa makanan pokok masyarakat
Beliau menyuruh para punggawa agar Mataram adalah beras dan di Jawa
segera menyemaikan padi itu, dan kalapa dijadikan bahan baku minyak
membuat lahan dengan jalan goreng.
membabad hutan, serta menyediakan
lumbung. Sang raja akan menanam (3) Hubungan antara Manusia
padi itu, dan permaisuri akan menanam dengan Masyarakat
pari wangen, yang baunya harum. Sebagai anggota masyarakat,
Tempat menanam padi itu dibatasi manusia berkomunikasi di antara para
dengan penanaman kelapa gading, anggotanya. Mereka terikat dan tunduk
sebanyak seribu batang ditanamnya, pada tata aturan dan adat kebiasaan di
dipersiapkan untuk membuat minyak, dalamnya. Mereka menginginkan
untuk memasak dan merupakan kedamaian, ketenteraman, dan
penghasilan tambahan. Karena selain keharmonisan. Peran individu dalam
menghasilkan minyak kelapa ujungnya masyarakat kurang begitu tampak.
digunakan untuk bumbu dan memasak Mereka lebih menunjukkan
berbagai macam makanan, (P. 30)29. kebersamaan dan bergotong royong.
Kutipan di atas menunjukkan Dalam menghadapai berbagai masalah
bahwa selain menanam padi, rakyat dipecahkan bersama, berpedoman pada
Mataram juga disarankan menanam konsep saiyeg saekakapti. Konsep
kelapa di pekarangan rumah dengan tersebut menimbulkan rasa melu
harapan bisa menghasilkan minyak, handarbeni (rasa memiliki). Dengan
sebagai penghasilan tambahan. Selain demikian mereka tidak merasa
itu dari kutipan di atas tampak bahwa canggung dalam menghadapi masalah
pemanfaatan alam dalam naskah Babad secara bersama-sama.
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |63

Umat manusia selain membina (a) Musyawarah untuk Mufakat


hubungan antara manusia dengan Manusia diciptakan Tuhan
Tuhan, mereka juga berinteraksi secara sebagai makhluk pribadi sekaligus
horisontal, dalam arti membina makhluk sosial. Manusia bisa memiliki
hubungan antarmanusia. Karena saling arti dalam kaitannya dengan manusia
bergantung, manusia membina kerja lain dalam masyarakat. Seseorang tidak
sama dalam masyarakat yang berdasar dapat berbuat sesuatu, tanpa bantuan
pada konsep kerja sama. Di masyarakat dan kerja sama dengan orang lain.
tertuang nilai-nilai yang dianggap Kekuatan manusia sebetulnya terletak
baik dalam kehidupan bersama. Nilai- pada kemampuan bekerja sama. Dalam
nilai yang dianggap baik itu kehidupan bermasyarakat dituntut
dipertahankan dan dilestarikan bagaimana manusia memberikan arti
dimanfaatkan sebagai panutan. dan memandang hubungan antara
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat. Sebagai
manusia dengan masyarakat adalah anggota masyarakat ia memerlukan
nilai-nilai yang berhubungan dengan orang lain.
kepentingan anggota. Anggota Untuk mencapai suatu tujuan
masyarakat sebagai individu berusaha yang baik manusia tidak bisa
mematuhi aturan demi kepentingan mencapainya tanpa bantuan orang lain.
bersama. Setiap anggota beranggapan Musyawarah untuk mufakat
kepentingan bersama lebih penting tampaknya bisa memberikan solusi
daripada kepentingan pribadi. Mereka terbaik. Pendapat orang lain bisa
berusaha meminimalisasikan dipakai sebagai bahan pertimbangan
persaingan dan pertentangan. Nilai dalam mengambil keputusan. Dalam
budaya yang cukup dominan dalam naskah Babad Nitik Sultan Agung,
hubungan antara manusia dengan pengarang juga menuangkan
masyarakat adalah gotong royong, pandangan tentang kerja sama dan
musyawarah, patuh pada adat dan musyawarah dalam karyanya. Salah
keadilan (Jamaris, 1993:6)30. satu wujud musyawarah itu tampak
Dalam Babad Nitik Sultan Agung, pada saat pernikahan Sultan Agung
nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Retna Suwidi (nama lain Nyai
dengan masyarakat dibatasi pada Rara Kidul). Sunan Kalijaga
musyawarah dan kerukunan mengadakan pendekatan kepada
antarwarga. keduanya untuk musyawarah. Saat itu
Sultan Agung sedang bertapa di
Girilaya. Berikut kutipannya.
64| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
Duk semanten Sunan Kali jageng pintu, gya umarek raja dewi, nembah matur
asidhupuh, dahat begjamba kapanggih, sang maha muni nebda alon.
Ana karya ni rara ing laksitamu, umatur sang prabu dewi, niskareng sadaya
katur, niyup Kanjeng Sunan Kali, lan nabda ywa wangkot,
Nataningdyah malat ati aturipun, mugi ta panuwun mami, lamun jakaning
Matarum, kapi dreng tuwan belani, manggut ati warata hor.
Raja dewi tiharda trusthaning kalbu, gya manjing caket sang yogi, jeng Sunan
maksih neng pintu, kocap kang ngumbara prapti, jeng Sunan nyapa gupoh. (P.
4.19—22)31.

Kutipan di atas menunjukkan bertapa. Karena tafakur beliau tidak


bahwa Sunan Kalijaga berada di pintu bisa dilihat dengan mata telangang,
surga, Nyai Rara Kidul menemuinya tetapi dengan mata hati. Walaupun
minta saran tentang pernikahannya sebenarnya beliau berada di lokasi itu,
dengan Sultan sebab Sultan masih diibaratkan tertutup selembar daun,
meragukannya. Dalam hal ini Sunan tetapi tak nampak.
Kalijaga menjadi telangkai.
(4) Hubungan Manusia dengan
(b) Kerukunan Sesama
Crah agawe bubrah rukun agawe Manusia adalah makhluk sosial.
santosa. Sebuah ungkapan yang Mereka hidup berkelompok dan saling
mengarah kepada kerukunan antarumat membutuhkan. Manusia berkomunikasi
manusia. Hal ini juga berkaitan dengan dalam pergaulan. Dalam pergaulan
persatuan dan kesatuan bangsa. Bila sering timbul berbagai masalah, seperti
masyarakat membina kerukunan perbedaan pendapat, salah paham, dll.
antarumat, ketenteraman dan yang sering menimbulkan konflik.
kedamaian akan terwujud. Dalam Untuk menghindari terjadinya konflik
Naskah Babad Nitik Sultan Agung, tiap-tiap individu dituntut saling
kerukunan masyarakat tampak pada menjaga perasaan orang lain demi
saat Sultan mendapat wangsit dari ketenteraman dan keharmonisan dalam
Sunan Kalijaga, untuk mengumpulkan kehidupan bermasyarakat. Dengan
binatang buruan. Pangeran Purbaya, kata lain hubungan antara manusia
dipercaya untuk menugawi punggawa dengan sesama lebih mengutamakan
yang akan dipekerjakan (P. 2.22-24)32. keselarasan dan keseimbangan, walau
Warga masyarakat sangat loyal kepada dalam masyarakat terjadi konflik yang
sang raja. Apa pun yang diperintahkan sulit dihindari. Hal ini merupakan
dikerjakan. Termasuk berburu di hutan realisasi nilai budaya dalam hubungan
Gungng Kidul, mencari berbagai antara manusia dengan sesama dalam
macam binatang buruan, sambil masyarakat.
mencari putra raja yang saat itu sedang
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |65

(a) Hubungan kekeluargaan Lung Ayu, berasal dari Panaraga


Pada awal cerita dijelaskan (P.1.7—11)34.
silsilah kerajaan Mataram, diawali dari Selain pernikahan antarkeluarga
Pangeran Mangkubumi, memiliki dua di kerajaan Mataram juga terdapat
orang putra. Salah seorang diasuh oleh pernikahanh antara Sultan Agung
sang raja diangkat menjadi adipati di dengan Nyai Rara Kidul, yang
Sukawati. Sedangkan adiknya Raden diprakarsai oleh Sunan Kalijaga
Mas Pethak diangkat menjadi adipati (P.4.24—25)35. Bahwa dalam
di Madiyun. Pangeran Singasari msyarakat Jawa terdapat pernikahan
menjadi adipati di Panaraga, (P.17— antara manusia dengan makhluk halus,
11)33. Di keraton Mataram terdapat yaitu antara Sultan agung dengan Nyai
sisilah raja-raja yang semua mendapat Rara Kidul, yang hingga kini masih
jabatan, di berbagai kraton di bawah dipercaya oleh masyarakat Jawa.
naungan Mataram, seperi di Madiyun, Kepercayaan terkait dengan dongeng-
Sukawati (Sragen), Panaraga, dll. dongeng yang terdapat dalam naskah-
Pembagian kekerjaan dan jabatan naskah yang ditulis para pujangga
dalam istana Mataram, menunjukkan keraton.
bahwa di antara keturunan raja-raja
tersebut memiliki hak untuk menjadi (5) Hubungan Manusia dengan
raja. Oleh karena hanya ada kerajaan Dirinya
mataram, maka pemerintahan di Selain sebagai makhluk sosial,
berbagai daerah diperintah oleh para manusia juga sebagai pribadi yang
adipati di bawah naungan kerajaan membutuhkan ketenangan hidup
Mataram. secara lahiriah maupun batiniah.
Keinginan hidup tersebut antara lain,
(b) Pernikahan keberhasilan dalam mencapai cita-cita,
Pernikahan merupakan lembaga kebahagiaan, ketenteraman,
terkecil unuk membangun rumah kedamaian yang ditentukan oleh
tangga. Di Indonesia pernikahan kepribadian dan kearifannya dalam
dilaksanakan di bawah Departemen menjaga keseimbangan dunia, dan
Agama. Dalam naskah Babad Nitik keselarasan hubungan antarsesama
Sultan Agung terdapat penjelasan manusia. Hal ini bisa terwujud bila
tentang pernikahan. Misalnya, putra masing-masing pribadi menyadari
bungsu Pangeran Mandaraka, menikah perannya dalam masyarakat, sebagai
dengan Adipati Batang, Penembahan pribadi dan sebagai anggota
senapati memiliki 2 orang permaisuri, masyarakat. Sebagai pribadi manusia
putri dari kraton Pajang, putra memiliki berbagai peran dan watak.
Pangeran Benawa, yang kedua Ratu Watak tersebut yang menentukan
66| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
hubungan antara manusia dengan kubah Masjid Mekah. Pada awalnya
dirinya. menolak dengan alasan takut sang raja
Dalam Naskah Babad Nitik musrik dan terasa aneh. Ia merasa tidak
Sultan Agung, hubungan manusia enak. Ki pengulu tidak percaya. Akan
dengan dirinya terdapat pada bagian tetapi setelah diajak shalat Jumat di
yang menceritakan kesedihan ki Mekah akhirnya ia menyetujui.
pengulu setelah ia menolak Jeng Sultan Berikut kutipannya.
untuk mencantumkan namanya di

Sang Nata narimeng kalbu, pracaya aturing patih, sang nata arum ngandika,
kakangmas ta sun rasani, asmengsun mengko lebokna, ing khutbah sajroning
masjid.
Pengulu mambengi kalbu, sumelang rukune salin, wewah ing pundit gonira,
kawula anuwun ajrih, sapengkeripun jeng duta, kang kasebut jroning tulis.
Boten kalong wuwuh, panduka kinen mewahi, nglebetaken asma narendra,
kalebet nganeh-anehi, saklangkung jrih kawula, dereng sakeca ingati.
Sang Nata ngandika arum, sira tan pracaya mami, takona dhewe mring Mekah,
nanging yen kepara yekti, aywa sira takon dosa, Pengulu anyandikani. (P.
XXXI. 3—6)36.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ia juga khawatir diusir dari tempat


Ki Pengulu merasa sedih, merasa tingalnya.
bersalah, terharu, menyesal karena Selain itu pengaruh tapa sang
pasti akan dimarahi. Bait berikutnya raja diterima oleh Hyang Kuasa,
menceritakan kekhawatiran ki pengulu. mendapatkan anugerah agar
Ia gundah. Penyesalan dan kesedihan menyebarkan agama Islam di wilayah
sering melanda hati seseorang, bila ia kerajaannya. Hal itu menyebabkan
berbeda pendapat dengan orang lain. Ia Nyai Rara Kidul bersedih karena
pun khawatir akan mendapatkan marah terjadi huru-hara, laut bagaikan
dari sang raja. Apa lagi saat itu sang diguncang, Ia berkata dalam hati.
raja berada di rumah ki pengulu yang Berikut kutipannya
sangat miskin. Ia sudah tidak memiliki. .

Sangking dahat mesu sang narpa suhunu, dadya nekakken gora gring, janawi
kadya kinebur, yata sang aprabu dewi, manguneng tyasmung wirangrong.
Angandika nataningdyah jroning kalbu, paran daruane iki, de isining
prajaning-sun, padha kataman wiyadi, nging raja dewi wus anon.
Yen kang karya ruharsane gung, sang narpa siwi Matawis, samangke kang wus
pikantuk, kamulyan kinen amerdi, agama suci gunging wong (P. 4. 12—14)37.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa mendekatkan diri dengan Tuhan,


sebagai raja, Sultan Agung berusaha dengan jalan bertapa. Dengan bertapa
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |67

permohonannya diterima, ia umat manusia, maka manusia yang


mendapatkan anugerah, dipercaya harus menyelaraskan diri dengannya.
untuk menyebarkan agama Islam. Di Nilai budaya dalam hubungan
pihak lain, kekuatan tapa sang raja manusia dengan masyarakat adalah
mempengaruhi alam lain, yaitu di nilai-nilai yang berhubungan dengan
kerajaan. Di pantai selatan, terjadi kepentingan anggota. Sebagai
huru-hara. Laut bagaikan dikebur. Hal individu, mereka berusaha mematuhi
ini merupakan pertanda bahwa tapanya aturan demi kepentingan bersama.
sang raja diterima oleh Tuhan Yang Kepentingan bersama lebih penting
Maha Kuasa. Dalam masyarakat Jawa daripada kepentingan pribadi. Mereka
kepercayaan seperti ini masih ada. berusaha meminimalisasikan
persaingan dan pertentangan. Nilai
4. Simpulan budaya yang cukup dominan, gotong
Berdasarkan hasil pembahasan di royong, musyawarah, patuh pada adat,
atas, berikut disajikan beberapa butir dan keadilan. Dalam Babad Nitik
simpulan, antara lain: Sultan Agung, nilai budaya tersebut
Naskah Babad Nitik Sultan Agung dibatasi pada musyawarah dan
merupakan produk budaya Jawa yang kerukunan antarwarga.
ditulis oleh Pujangga Kasultanan Manusia adalah makhluk sosial.
Ngayojakarta Hadingrat pada abad ke- Mereka hidup berkelompok dan saling
19. Naskah tersebut menjadi koleksi membutuhkan. Manusia berkomunikasi
Museum Sonobudoya Yogyakarta, dalam pergaulan. Dalam pergaulan
dengan kode rnomor SB. No. 30. sering timbul berbagai masalah, seperti
Dalam Babad Nitik Sultan Agung, perbedaan pendapat, salah paham, dll.
nilai budaya hubungan manusia dengan yang sering menimbulkan konflik.
Tuhan mengarah kepada ajaran Islam. Untuk menghindari konflik tiap-tiap
Oleh sebab itu, analisis nilai budaya individu dituntut saling menjaga
dalam hubungan manusia dengan Tuhan perasaan orang lain demi ketenteraman
diarahkan pada kepercayaan masyarakat dan keharmonisan dalam kehidupan
yang berkaitan dengan agama Islam. bermasyarakat. Dengan kata lain
Berkaitan dengan penyelarasan hubungan antarsesama lebih
diri dengan alam, masyarakat Jawa mengutamakan keselarasan dan
menghubungkan dengan animisme dan keseimbangan. Dalam naskah Babad
dinamisme. Dikaitkan dengan Nitik Sultan Agung, nilai budaya ini
keberadaan makhluk halus penjaga tampak pada hubungan kekeluargaan,
alamsemesta, sehingga terjadi hubungan saling membantu dan pernikahan.
timbal balik saling menghormati, Dalam Naskah Babad Nitik
sebagai ciptaan Allah Swt. Oleh karena Sultan Agung, hubungan manusia
keberadaannya tidak diketahui oleh dengan dirinya terdapat pada bagian
68| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
yang menceritakan kesedihan ki Ia merasa tidak enak. Ki pengulu tidak
pengulu setelah ia menolak Jeng Sultan percaya. Tetapi setelah diajak salat
untuk mencantumkan namanya di Jumat di Mekah akhirnya ia mau
kubah Masjid Mekah. Dengan alasan mematuhi.
takut sang raja musrik dan terasa aneh.

DAFTAR PUSTAKA

1
Robson, R.O. 1978. Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional Indonesia. Bahasa dan
Sastra, Tahun IV Nomor 6 Tahun 1978.
2
Ratna, Nyoman Kutha, 2002. Paradogma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
3
Robson. S.O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
4
Purnomo, Bambang. 2007. Filologi dan Studi Sastra Lama. Surabaya: Bintang
Surabaya.
5
Robson, R.O. 1978. Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional Indonesia. Bahasa dan
Sastra, Tahun IV Nomor 6 Tahun 1978.
6
Yunus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Malaysia
7
Ikram, Akhadiyati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta : Pustaka Jaya.
8
Koentaraningrat. 1982. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
9
Djamaris, Edward. 1981. “Mengenal Sastra Melayu Klasik, Warisan Sastra
Yang Sering Terlupakan” Analisis Kebudayaan I. Jakarta: Depdikbud.
10
Pigeaud. 1967.Literature of Java, Katalogus–Reisone of Javaansche Manuscrift
and Suplement. The Hague Martinus Nijhoff.
11
Zoetmulder, PJ. 1983. Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta:
Djambatan.
12
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
13
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
14
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
… Produk Kebudayaan Jawa (Kamidjan) |69

15
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
16
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
17
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
18
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
19
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
20
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
21
Koentaraningrat. 1982. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
22
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.
23
Geertz (1983)
24
Geertz (1983)
25
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
26
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
27
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
28
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
29
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
30
Jamaris (1993)
31
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
32
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
33
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
34
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
35
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
36
Naskah Babad Nitik Sultan Agung
37
Naskah Babad Nitik Sultan Agung

Anda mungkin juga menyukai