Anda di halaman 1dari 22

Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

MENGGUGAH IDENTITAS KEBANGSAAN MELALUI PUISI


Awaken The National Identity Through Poem

Besse Darmawati

Balai Bahasa Sulawesi Selatan, Kemdikbud


Pos-el: darmawatibesse@yahoo.com

Abstrak: Karya sastra yang baik mampu memberi nilai positif terhadap manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur, makna, dan nilai budaya dalam
puisi yang bernilai positif bagi kehidupan manusia. Penulis menerapkan metode penelitian
deskriptif kualitatif melalui pendekatan objektif dan intuitif. Makna dan nilai budaya
dalam puisi secara intuitif diperoleh dari hasil analisis secara objektif. Data adalah puisi
“Kata Cinta Usia 51,” “Jabatan Yang Hilang,” dan “Kita Adalah Pemilik Sah Republik
Ini.” Secara objektif, puisi tersebut bertemakan keyakinan terhadap kehidupan duniawi,
kekeliruan yang berlebihan, dan kebangkitan hidup. Secara intuitif, makna ketiga puisi
tersebut menyadarkan manusia bahwa hidup hanya sementara sehingga tidak terlepas dari
rasa syukur, jangan putus asa menghadapi cobaan, jangan keliru dengan keindahan dunia,
dan berjuang mencapai kehidupan yang berkualitas. Adapun nilai budaya dari puisi
tersebut adalah kesyukuran, ketabahan, keyakinan, kesabaran, keberanian, keteguhan, dan
bertanggung jawab. Hal demikian mencerminkan karakter dan identitas anak bangsa
sebagai jati diri mereka, sehingga berbeda dengan bangsa lain, dalam rangka menggungah
identitas sebagai bangsa Indonesia yang bermartabat.

Kata Kunci: Identitas bangsa, puisi, unsur, makna, dan nilai budaya.

Abstract: A good literary works are able to give positive values to human being. This
research aims to describe the elements, meaning, and cultural values in the poems that
contain positive values for human life. The researcher applies qualitative method through
objective and intuitive approaches. The meaning and cultural values of the poems are
intuitively gained from the result of the analysis objectively. The data are “Kata Cinta
Usia 51”, “Jabatan Yang Hilang” and “Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini.”
Objectively, these poems have the themes of belief in worldly life, the excessive mistaken,
and the resurrection of life. Intuitively, the meaning of these three poems makes people
aware that life is only temporary, so they cannot escape from gratitude, must not feel
despair in facing hardships, are not mistaken by the beauty of the world, and strive to
achieve a good quality of life. The cultural values of these poems are gratitude, fortitude,
faithful, patience, bravery, firmness, and responsibility. These reflect the characters and
identities of young generations as their identities, so they are different from other nations,
in order to awaken their identity as a dignified Indonesian nation.

Keywords: national identity, poem, element, meaning, cultural values

42
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

1. Pendahuluan identitas kebangsaan yang


Heterogenitas masyarakat sesungguhnya.
Indonesia turut mewarnai Disadari atau tidak, era
heterogennya sastra di tanah air. modern yang ditandai dengan
Hal tersebut bukanlah suatu semakin meluasnya pergaulan
tantangan dalam menggugah antarbangsa dan keterbukaan
identitas kebangsaan Indonesia, informasi yang ditandai dengan
tetapi justru sebagai pemerkaya ilmu pengetahuan dan teknologi
budaya bangsa yang turut berimplikasi terhadap eksistensi
membedakannya dengan bangsa- identitas suatu bangsa. Dalam
bangsa lain. Hal tersebut kondisi demikian, budaya asing
disebabkan oleh di dalam karya sangat mudah mempengaruhi
sastra tersimpan sejuta makna pola pikir anak bangsa yang
dan nilai budaya yang berimbas pada prilaku yang
mencerminkan khazanah budaya menyimpang dari identitas
bangsa secara utuh dan bangsa sendiri. Hal tersebut
menyeluruh menuju Indonesia menunjukkan sebuah
yang bermartabat. kekhawatiran terhadap
Akan tetapi, apresiasi memudarnya identitas
masyarakat terhadap sastra yang kebangsaan yang berujung pada
mampu mengubah pola hidup hilangnya jati diri bangsa
mereka berdasarkan makna dan Indonesia.
nilai budaya yang dikandungnya Salah satu upaya yang
terkadang tidak disadari sebagai ditempuh untuk mengatasi
sebuah identitas bangsa. tantangan tersebut adalah
Akibatnya, berbagai bentuk meningkatkan kepedulian
kebudayaan yang lahir dari masyarakat terhadap karya sastra
silsilah kesusatraan lambat laun dalam bentuk apa pun, kemudian
mengalami penurunan sebagai mengembangkannya dalam
efek arus globalisasi dan konservasi sastra agar tidak
teknologi yang semakin modern. kehilangan jejak historisnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Selain itu, kajian dan penelitian
modernisasi masyarakat sangat sastra secara berkesinambungan
dipengaruhi oleh laju tidak luput dari perhatian
perkembangan ilmu pengetahuan masyarakat sebagai bahan
dan teknologi yang terkadang kebijakan pemerintah dalam
mengabaikan hakikat kebudayaan mengukuhkan identitas
bangsa Indonesia sebagai sebuah

43
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

kebangsaan di era yang serba diperhitungkan sifat dan


modern ini. konteksnya.
Mengingat karya sastra di Pendapat lain menyatakan
tanah air bersifat heterogen, bahwa puisi, dari waktu ke
penulis semakin tergugah untuk waktu, selalu ditulis dan dibaca
menelaah karya sastra, baik yang orang (Pradopo (2005: 3). Sebagai
bersifat lokal maupun nasional, hasil produksi sekaligus
sebagai bagian dari sastra konsumsi masyarakat, puisi
nusantara yang mencerminkan mengalami perubahan dalam
pola pikir dan pola hidup dinamika evolusi selera dan
masyarakat Indonesia. Hal konsep estetik yang selalu
tersebut mendukung terciptanya berubah-ubah. Namun sebelum
sebuah identitas lokal dan mengkaji lebih jauh, puisi terlebih
nasional dalam kerangka dahulu dikaji sebagai sebuah
menggugah identitas kebangsaan struktur yang bermakna dan
Indonesia. Salah satu genre sastra bernilai terhadap masyarakat.
yang mencerminkan khazanah Oleh sebab itu, berbagai upaya
budaya bangsa yang bersifat pemerian karakteristik terhadap
padat kata, tetapi kaya makna puisi selalu mengedepankan
adalah puisi. aspek makna dan nilai yang
Dalam memandang puisi hakiki dan universal.
sebagai hasil kebudayaan, Secara universal, puisi
selayaknya puisi selalu eksis mengandung berbagai nilai
dalam kehidupan masyarakat. positif yang bermanfaat bagi
Selain itu, puisi senantiasa pembinaan karakter anak bangsa,
mengalami perubahan dan khususnya bagi generasi muda,
perkembangan seiring dengan dalam rangka menggugah nilai
berjalannya waktu dan dan rasa kebangsaan sebagai
berkembangnya masyarakat, sebuah identitas. Dengan
terutama bagi mereka yang selalu demikian, kehadiran puisi tidak
aktif mengapresiasi karya sastra kalah pentingnya untuk diketahui
dalam bentuk puisi. Sayuti (2008: dan ditelaah dalam mengungkap
3) menyatakan bahwa puisi identitas kebangsaan yang
sebagai hasil kebudayaan selalu bermanfaat bagi pembinaan
berubah dan berkembang karakter dan kreativitas anak
berdasarkan masyarakat yang bangsa. Apabila dikaji lebih
menghasilkan kebudayaan mendalam dari sudut pandang
tersebut, sehingga puisi harus sastra, puisi memiliki prestise
puitik yang memberi peluang

44
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

lahirnya berbagai bentuk kajian struktur intrinsik dalam puisi


terhadap puisi yang seolah-olah “Kata Cinta di Usia 51”, “Jabatan
menciptakan dunia serba puitis. Yang Hilang”, dan “Kita Adalah
Berkenaan dengan latar Pemilik Sah Republik Ini”,
belakang yang telah dipaparkan, kemudian memaparkan makna
penulis memandang penting dan nilai budaya yang
untuk menelaah dan memahami terkandung dalam ketiga puisi
puisi dari berbagai sudut tersebut.
pandang. Salah satu langkah Berdasarkan tujuan dan
telaah yang penulis lakukan hasil yang diharapkan, penulis
adalah mencari dan menemukan menerapkan metode penelitian
makna dan nilai budaya yang kualitatif melalui pendekatan
terkandung dalam puisi, baik objektif dan intuitif. Metode
lokal maupun nasional, melalui penelitian kualitatif adalah
unsur intrisiknya. Dengan metode penelitian yang
demikian, masalah dalam berlandaskan pada
penelitian ini adalah bagaimana postpositivisme untuk meneliti
mencari dan menemukan makna kondisi objek yang bersifat
dan nilai budaya yang alamiah (Sugiyono, 2009: 9).
terkandung dalam puisi, baik Dalam hal membahas karya sastra
lokal maupun nasional, melalui dalam bentuk puisi, sedapat
unsur intrinsiknya. Adapun mungkin metode tersebut
prioritas telaah diformulasi dalam didukung penuh oleh pendekatan
bentuk pertanyaan sebagai analisis yang bersifat saling
berikut. melengkapi, yakni pendekatan
1. Bagaimanakah struktur objektif dan pendekatan intuitif.
intrinsik dalam puisi “Kata Siswanto (2008: 183)
Cinta di Usia 51”, “Jabatan menyatakan bahwa pendekatan
Yang Hilang”, dan “Kita objektif merupakan pendekatan
Adalah Pemilik Sah Republik kajian sastra yang
Ini”? menitikberatkan kajiannya pada
2. Berdasarkan struktur karya sastra, sehingga karya
intrinsiknya, makna dan nilai sastra menjadi sesuatu yang inti.
budaya apa sajakah yang Selanjutnya, pendekatan objektif
terkandung dalam ketiga disebut pula pendekatan
puisi tersebut? struktural, sehingga karya sastra
Dalam tulisan ini, penulis merupakan sesuatu yang
fokus pada masalah tersebut di terstruktur dan bermakna
atas dengan mendeskripsikan (Pradopo, 2007: 141). Oleh sebab

45
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

itu, seluruh komponen yang ada sangat membantu penulis untuk


dalam karya sastra saling mendapatkan pemahaman
berhubungan antara satu dengan terhadap puisi secara menyeluruh
yang lain. Bila hendak dikaji, sekaligus memperoleh
peneliti harus fokus pada unsur- kandungan makna dan nilai
unsur yang membangun karya budaya yang terkandung dalam
sastra tersebut, termasuk tema, puisi-puisi tersebut.
alur, latar, penokohan, gaya Data berupa puisi-puisi
penulisan, gaya bahasa, serta lokal dan nasional. Puisi lokal
hubungan harmonis yang dimaksud adalah puisi yang
antarkomponen yang tercipta dari penyair daerah,
menjadikannya sebagai sebuah antara lain: (1) “Kata Cinta Usia
karya sastra. Namun, perlu 51” karya Badaruddin Amir,
digaris bawahi bahwa unsur- sebuah puisi dari penyair
unsur tersebut tidak selamanya Sulawesi Selatan Selatan yang
harus dijelaskan satu persatu, terangkum dalam Wasiat Cinta:
tetapi dapat fokus pada unsur Mimbar Penyair Makassar, telah
atau hal yang dinginkan saja. dipublikasi oleh Nala Cipta Litera
Pendekatan ini merupakan pada tahun 2013; dan (2) “Jabatan
pendekatan yang paling tepat dan Yang Hilang” karya Suparman
efektif dalam rangka mengurai Sopu, sebuah puisi dari penyair
unsur intrinsik puisi yang akan Sulawesi Barat yang terangkum
dibahas dalam tulisan ini. Di Mandar Bulan Menenun Layar:
Sementara itu, Hakim Kumpulan Puisi dan Cerpen, telah
(2013: 172) menyatakan pula dipublikasi oleh Frame Publishing
bahwa pendekatan intuitif bekerja sama dengan Sandeq
merupakan pendekatan yang Production, DKM SB, dan
dilaksanakan dengan MAMMESA pada tahun 2010.
mengutamakan kesan-kesan yang Selain puisi lokal, penulis
timbul setelah membaca sebuah mengkaji pula puisi nasional yang
karya sastra. Kepekaan dan berjudul (3) “Kita Adalah Pemilik
kreativitas pembaca sangat Sah Republik Ini” karya Taufiq
diperlukan dalam rangka Ismail yang terangkum dalam
mengungkap makna atau pesan Benteng dan Tirani: Dua Kumpulan
yang ditimbulkan dalam sebuah Puisi Taufiq Ismail, telah
karya sastra, termasuk nilai-nilai dipublikasi oleh Yayasan Ananda
budaya yang terkandung di pada tahun1993.
dalamnya. Menurut hemat Metode dan pendekatan
penulis, pendekatan intuitif ini analisis yang dipaparkan tadi

46
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

merupakan langkah kebijakan Berkiprah dari pendapat


penulis untuk memahami data tersebut di atas, puisi sepanjang
yang telah dipilih. Dalam hal ini, sejarahnya mengalami perubahan
penulis menetapkan data dan dan perkembangan zaman seiring
menganalisis unsur intinsiknya dengan perkembangan
secara objektif untuk menemukan kehidupan manusia di muka
makna dan nilai budaya yang bumi ini. Puisi selalu berubah-
terkandung dalam data tersebut ubah sesuai dengan evolusi selera
secara intuitif. Dengan demikian, dan perubahan konsep estetiknya
akan tercipta rangkaian uraian (Rifaterre dalam Pradopo, 2005:
data yang mengungkap makna 1). Lebih lanjut, Sayuti (2008: 1)
dan nilai budaya karya sastra, menyatakan bahwa hidup
baik puisi lokal maupun nasional, keseharian manusia sejak dulu
untuk menggugah identitas hingga kini sudah dikepung
kebangsaan anak bangsa sebagai dengan puisi. Pada zaman
bangsa Indonesia yang dahulu, puisi menjadi bagian dari
bernartabat. hidup masyarakat tradisional
berupa puisi lisan. Pada masa
2. Kajian Teori kini, puisi dapat diperoleh
Secara historis, Waluyo dimana-mana (radio, majalah,
(2003: 1) mengungkapkan bahwa televisi, iklan, dan lain-lain),
puisi adalah bentuk kesusastraan sehingga sulit dirumuskan sebuah
yang paling tua. Karya-karya batasan yang dapat berlaku untuk
besar dunia yang bersifat semua corak dan periode sejarah
monumental ditulis dalam bentuk puisi.
puisi. Beberapa karya sastra lama, Secara teoretis, puisi
misalnya: Oedipus, Hamlet, merupakan salah satu bentuk
Ramayana, Mahabharata, Bharata karya sastra yang dapat dikaji
Yudha, dan sebagainya ditulis dari berbagai aspek dan sudut
dalam bentuk puisi. Puisi tidak pandang yang melingkupinya.
hanya digunakan untuk Sejalan dengan hal tersebut,
penulisan karya besar, tetapi juga Pradopo (2005: 3) menyatakan
erat kaitannya dengan kehidupan bahwa puisi dapat dikaji struktur
sehari-hari. Dengan demikian, dan unsur-unsurnya mengingat
dunia diperindah dengan puisi adalah struktur yang
kehadiran puisi dan puisi tersusun dari bermacam-macam
merupakan sastra tertulis yang unsur dan sarana-sarana
paling awal ditulis oleh manusia. kepuitisan, puisi dapat dikaji
jenis-jenis atau ragam-ragamnya

47
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

mengingat ada berbagai ragam Puisi sebagai salah satu


puisi, serta puisi dapat dikaji dari genre sastra yang padat kata dan
sudut kesejarahannya mengingat makna sudah tidak asing lagi di
puisi selalu mengalami telinga para pecinta sastra,
perubahan dan perkembangan bahkan banyak di antara mereka
sepanjang zaman. Sementara itu, telah membaur dengan puisi sejak
dalam Kamus Besar Bahasa usia dini. Sebagai produk budaya
Indonesia edisi V (2008, daring) yang sarat dengan pedoman
dinyatakan bahwa puisi adalah hidup manusia, setiap puisi
(1) ragam sastra yang bahasanya secara otomatis memiliki makna
terikat oleh irama, matra, rima, tersendiri. Secara umum dalam
serta penyusunan larik dan bait; Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2) gubahan dalam bahasa yang edisi V, makna adalah arti,
bentuknya dipilih dan ditata maksud pembicara atau penulis,
secara cermat sehingga pengertian yang diberikan kepada
mempertajam kesadaran orang suatu bentuk kebahasaan.
akan pengalaman dan Dalam kaitannya dengan
membangkitkan tanggapan sastra dan karya sastra, Misnadin
khusus lewat penataan bunyi, (2012: 76) mengungkapkan bahwa
irama, dan makna khusus; dan (3) makna tidak terletak dalam
sajak. konteks dan situasi teks, tetapi ia
Berdasarkan pernyataan berada dalam teks itu sendiri,
tersebut, terungkap sebuah yaitu bersemayam dalam jantung
gambaran fenomenal tentang arti teks. Makna tidak dapat diungkap
penting sebuah puisi untuk secara serta-merta dan mudah,
ditelaah karena sesungguhnya tetapi harus ditelusuri secara
puisi menyimpan sejuta makna mendalam. Dengan demikian,
dan nilai. Puisi ditulis dengan makna dapat menguak mutiara
menggunakan bahasa yang padat, budaya, nilai, dan ideologi yang
singkat, dan diberi irama yang tersirat dan terpendam di dalam
padu dan secara keseluruhan karya sastra.
mengandung makna dan nilai Perlunya pemahaman
tertentu. Puisi sarat pula dengan mendalam untuk menguak
kata-kata imajinatif yang dapat makna sebuah karya sastra, tentu
memberi makna melalui proses saja membutuhkan analisis yang
membaca, mendengar, mendalam pula terhadap karya
mengapresiasi, atau tersebut. Akan tetapi, perlu
menganalisisnya. dipahami bahwa karya sastra
yang bermakna mewariskan

48
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

berbagai amanat berupa nilai-nilai kebangsaan merupakan jati diri


positif kepada segenap yang melekat pada suatu bangsa
pembacanya. Salah satu dan menandakannya sebagai
perspektif sastra yang sebuah bangsa. Dengan kata lain,
mengandung identitas identitas kebangsaan merupakan
kebangsaan tidak terlepas dari suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
nilai-nilai budaya yang bangsa yang membedakannya
terkandung dalam karya sastra dengan bangsa-bangsa lain,
dan dalam konteks sastra, nilai- sehingga setiap bangsa di dunia
nilai budaya yang terkandung ini memiliki identitas tersendiri
dalam karya sastra sarat dengan sesuai dengan keunikan, sifat, ciri,
berbagai pedoman hidup, baik dan karakter dari bangsa tersebut.
berupa petunjuk, ajaran, maupun
larangan atau pantangan 3. Pembahasan
(Darmawati, 2013: 134). Selain itu, Pada bagian pembahasan
nilai-nilai budaya dipandang ini, penulis memaparkan aspek
perlu untuk terus dikaji agar tidak intrinsik puisi. Aspek yang
hanya menjadi milik leluhur, dimaksud adalah tema, alur, dan
tetapi menjadi milik bersama amanat puisi, lalu mencari makna
yang diwariskan dari generasi ke yang sesungguhnya. Melalui
generasi (Mustafa, 2016: 213). makna puisi, tercermin nilai-nilai
Nilai-nilai budaya dalam budaya yang terkandung dalam
sastra setidaknya dapat puisi tersebut secara intuitif.
menunjukkan jati dari masyarakat Kesemuanya itu dapat
pendukungnya yang pada menggugah identitas kebangsaan
akhirnya membentuk sebuah sebagai bangsa Indonesia yang
identitas kebangsaan di tanah air bermartabat. Penulis
Indonesia. Secara etimologi, memaparkan tiga puisi karya
identitas kebangsaan terdiri atas anak bangsa, yaitu (1) “Kata Cinta
dua kata yang berbeda, yaitu Usia 51” karya Badaruddin Amir,
“identitas” yang berarti jati diri (2) “Jabatan Yang Hilang” karya
dan “kebangsaan” yang berarti Suparman Sopu, dan (3) “Kita
ciri-ciri yang menandai suatu Adalah Pemilik Sah Republik Ini”
bangsa; perihal bangsa; karya Taufiq Ismail. Setiap puisi
kedudukan (sifat) sebagai orang dianalisis secara komprehensif
mulia; kesadaran diri sebagai sesuai dengan masalah yang telah
warga dari suatu negara (KBBI V). dipaparkan sebelumnya berturut-
Dengan demikian, dapat turut sebagai berikut.
dipahami bahwa identitas

49
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

(1) Kata Cinta Usia 51 karya a. Unsur Intrinsik Puisi


Badaruddin Amir (Wasiat Sebagaimana telah
Cinta: Mimbar Penyair dijelaskan pada bagian terdahulu
Makassar, 2013: 37) bahwa kajian objektif dipandang
dan diperlakukan sebagai sosok
Kata Cinta Usia 51
yang berdiri sendiri, namun
diperbolehkan untuk membatasi
Sepertinya aku tak bisa lagi
menulis kata cinta kajian yang diinginkan. Dalam
Dalam sebuah puisi upaya menemukan makna sebuah
Setelah 51 tahun usia puisi, penulis terlebih dahulu
menggigit tubuhku
menjelaskan unsur-unsur
Mataku rabun dan harus
mengenakan kacamata minus 2 intrinsik puisi melalui alur, tema,
Lututku gemerutuk saat dan amanatnya. Ketiga hal
berdiri menjalankan sholat tersebut dipandang penting
Dan punggungku mulai
sebagai satu kesatuan dalam puisi
bungkuk perlahan
yang dapat memudahkan penulis
Oh penyakit yang mulai untuk menemukan makna puisi
menggerogoti tubuh yang akan mewariskan berbagai
Seperti rayap yang
nilai budaya untuk menggugah
memamah dari dalam
Encok, kolesterol, darah identitas kebanggsaan sebagai
tinggi, dan juga kencing gula bangsa Indonesia yang
Telah menyatu dalam diri bermartabat.
Menggoncang bangunan
Bait 1 mengisahkan
tubuh
seseorang yang berkeluh kesah
Alangkah kekar di usia dengan usianya yang semakin
duapuluh, tinggal kenangan tua. Pada usia 51 tahun, kekuatan
Seperti Arjuna juga
fisik tidak hanya kendor dengan
Sawerigading
Yang melepas hasrat dengan sendirinya, tetapi juga
kekuatan menurunnya fungsi panca indra.
Juga dengan keyakinan Matanya tidak dapat berfungsi
cinta
secara sempurna lagi, selain
Tinggal satu kata cinta kini dengan bantuan kacamata
Yang mesti kutuliskan sebagaimana diutarakan pada
dalam sebuah puisi baris 4 /Mataku rabun dan harus
Kata cinta untuk semesta
mengenakan kacamata minus 2/.
yang indah
Kata cinta untuk yang Kendornya kekuatan fisik secara
mencipta semesta tersurat dinyatakan pula dalam
puisi pada baris 5 dan 6 /Lututku
gemerutuk saat berdiri menjalankan

50
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

sholat/ dan /Dan punggungku porandakan kehidupannya yang


mulai bungkuk perlahan/. Kedua dulu tegar dan kuat menjadi
hal tersebut menjelaskan betapa kehidupan yang lemah.
susahnya diri ini menjalankan Bait 3 merupakan
ibadah, padahal suatu kewajiban kenangan masa lalu (flashback)
dan betapa perihnya diri ini dari kehidupan dulu yang tegar
hidup dengan perubahan fisik dan kuat sebelum penyakit-
yang menurun drastis. penyakit itu datang. Ia
Masih dengan karakter mengenang betapa indahnya
yang sama setelah menyampaikan kehidupan ini selagi masih kuat.
keluh kesahnya, bait 2 Hal tersebut mengawali bait ini
mengisahkan pilu orang tersebut dengan /Alangkah kekar di usia
dalam menjalani kehidupan ini di duapuluh, tinggal kenangan/.
usia senja. Rasa pilu semakin Kekuatan hidup tidak hanya
menjadi-jadi, bukan karena bersumber dari kekuatan fisik
kendornya fisik dan menurunnya yang serba bisa, tetapi dibarengi
fungsi panca indra semata, pula dengan keyakinan cinta.
melainkan karena hadirnya Keyakinan cinta adalah sumber
berbagai penyakit yang kekuatan yang paling utama dan
menggerogiti tubuh yang mampu mengalahkan kekuatan-
semakin lemah. Rintihan pilu kekuatan yang lainnya
diawali dengan /Oh penyakit yang sebagaimana diutarakan pada
mulai menggerogoti tubuh/. Ia baris 3 dan 4 /Yang melepas hasrat
memandang bahwa penyakit dengan kekuatan/ dan /Juga dengan
yang menggerogotinya itu sudah keyakinan cinta/. Namun, semua
menguasai tubuhnya dan tidak itu telah berlalu.
sanggup melawannya lagi Bait 4 sebagai penutup
sebagaimana tercermin pada baris tidak menyurutkan kekuatan
2 dan 4 /Seperti rayap yang cinta yang dimilikinya. Ia terus
memamah dari dalam/ dan /Telah mengumandangkan kata cinta
menyatu dalam diri/. Oleh sebab untuk membangkitkan semangat
itu, penyakit dipandang sebagai hidupnya, meskipun kekuatan
biang kesusahan dalam tubuh fisik sesungguhnya telah tiada. Ia
sekaligus sumber menurunnya tidak pernah luput dari kekuatan
daya fisik. Melalui kata dan keyakinan cinta terhadap
/Menggoncang bangunan tubuh/ di Tuhan yang telah menciptakan
akhir bait menjadikan kehadiran keindahan dalam hidupnya, lalu
penyakit dalam tubuhnya mengambil kembali keindahan-
merupakan sosok yang memorak- keindahan itu secara bertahap.

51
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

Hal tersebut tercermin dalam ini hanya sementara, sehingga


puisi pada awal dan akhir bait ini manusia tidak boleh lepas dari
yang menyatakan bahwa /Tinggal rasa syukur terhadap hal-hal yang
satu kata cinta kini/ dan /Kata dinikmatinya; harus tawakal
cinta untuk yang mencipta semesta/. dengan musibah yang
Paparan alur tersebut menimpanya; dan tidak boleh
menunjukkan bahwa puisi “Kata putus asa dalam menghadapi
Cinta Usia 51” mengarah pada musibah, melainkan harus
suasana yang menyedihkan dibarengi dengan berbagai upaya
karena kekuatan fisik yang lemah, positif.
ditambah lagi dengan kehadiran Berbagai nilai budaya yang
penyakit yang semakin tercermin dari puisi tersebut tidak
memperumit keadaan. Akan luput dari sorotan penulis. Oleh
tetapi, kesedihan itu dapat karena puisi ini bersifat religi,
teratasi dengan adanya kekuatan nilai budaya yang dikandungnya
iman atau keyakinan yang kuat. lebih dominan bersifat religi pula.
Sejalan dengan hal tersebut, puisi Adapun nilai budaya yang
ini bertemakan tentang keyakinan terkandung dalam puisi “Kata
terhadap kehidupan duniawi. Cinta Usia 51” sebagai berikut.
Dengan demikian, puisi ini 1) Kesyukuran
mengamanatkan beberapa hal Kesyukuran pada dasarnya
penting, yaitu (1) pentingnya mengandung arti rasa terima
mensyukuri segala nikmat Tuhan kasih kepada Tuhan.
yang telah dianugerahkan kepada Kesyukuran merupakan salah
hamba-Nya, (2) bersikap tawakal satu sikap utama dalam
kepada Tuhan atas segala menjalin hubungan antara
kejadian di dunia ini, dan (3) manusia selaku ciptaan dengan
tinggi rendahnya keyakinan Tuhan selaku pencipta alam
seseorang tercermin dari kuat semesta. Dengan tingkat
lemahnya menghadapi cobaan kesyukuran yang tinggi,
Tuhan. seseorang terhidar dari sifat
serakah atau lupa diri terhadap
b. Makna dan Nilai Budaya anugerah Tuhan yang telah
Berdasarkan unsur dinikmati, bahkan ia mampu
intrinsik yang terkandung dalam menghadapai segala cobaan
puisi “Kata Cinta Usia 51,” dengan bertawakal kepada-
diperoleh sebuah makna yang Nya. Dengan demikian,
menyadarkan kepada umat kesyukuran merupakan
manusia bahwa hidup di dunia pangkal kedamaian hati

52
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

seseorang dalam menjalani Keyakinan mengandung arti


kehidupan duniawi. Dalam kepercayaan yang sungguh-
puisi, tampak keyakinan si Ia sungguh atau religi yang
yang sangat mensyukuri berwujud konsep dan menjadi
kekuatan fisiknya pada umur kepercayaan penganutnya.
dua puluhan. Setelah kekuatan Keyakinan bersifat melekat
itu berkurang seiring dengan pada diri seseorang, sehingga
kondisi fisik yang menurun di seseorang dengan
usia 51, ia pun masih keyakinannya itu merupakan
mensyukurinya karena masih dua hal yang tidak terpisahkan.
diberi kesempatan hidup untuk Keyakinan seseorang tidak
beribadah dan memuji Tuhan. dapat dihitung secara kasat
2) Ketabahan mata, namun dapat diukur dari
Ketabahan pada prinsipnya tingkah laku dan tutur katanya
mengandung arti tetap dan dalam kehidupan sehari-hari.
kuat hati (dalam menghadapi Dalam puisi, tampak jelas si
bahaya dan sebagainya). Dia sebagai sosok yang
Ketabahan sangat penting bagi memiliki keyakinan yang
kehidupan manusia dalam tinggi terhadap Tuhan sebagai
menjalani hubungan antara Pencipta alam semesta. Secara
manusia dengan Tuhannya umum, keyakinannya yang
secara vertikal. Ketabahan tinggi terwujud pada
dalam menghadapi segala kesyukurannya terhadap
cobaan dari sang Pencipta segala anugerah yang telah
menunjukkan kekuatan dinikmati dan ketabahannya
seseorang yang sesungguhnya. terhadap segala cobaan yang
Dengan demikian, ketabahan dialami. Semua kata cinta yang
merupakan akhir dari kekuatan terukir di usia senjanya semata-
seseorang. Semakin tabah mata muncul dari keyakinan si
seseorang menghadapi cobaan, Dia yang sangat tinggi.
semakin besar pula kekuatan (2) Jabatan Yang Hilang karya
yang ia miliki. Dalam puisi pun Suparman Sopu (Di Mandar
demikian, ketabahan si Dia Bulan Menenun Layar:
menghadapi penyakit-penyakit Kumpulan Puisi dan Cerpen,
yang memorak-porandakan 2010: 29)
tubuhnya tidak menyurutkan Jabatan Yang Hilang
kekuatannya untuk tetap
Saat seperti inilah
beribadah. dalam lengang dengan diri
3) Keyakinan Aku memetik tanpa suara

53
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

Desah nafas satu-satu sebagaimana diungkapkan dalam


penghabisan puisi baris 1, /Saat seperti inilah/.
Saat seperti inilah
Jabatan yang dulu pernah ada
Jabatan mulia itu tak dan melekat pada diri mengiringi
tergenggam lagi kehampaan si Dia, /dalam lengang
Kekhalifaan dengan diri/, lalu tiba-tiba hilang
Kemuliaan
Hilang dalam persinggahan tanpa jejak. /Aku memetik tanpa
sejenak suara/ dan /Desah nafas satu-satu
di jalan setapak penghabisan/ di akhir bait ini
dan menghancurkan masa semakin menegaskan betapa
depan tak berujung
dan meremukkan diri di pentingnya menanamkan
penantian baru kesabaran dalam mengarungi
situasi dan kondisi kehidupan
Saat seperti inilah yang tidak menentu.
Dalam desah nafas akhir
Aku cemburu pada ngeong Bait 2 mengulang kembali
kucing gambaran situasi yang hampa itu
yang mengubur kotorannya dengan menghadirkan jabatan
gonggong anjing tengah yang pernah diemban. /Jabatan
malam
di pintu pagar mulia itu tak tergenggam lagi/
pada pohon buah di mempertegas situasi tersebut.
halaman Jabatan yang pernah melekat
pada angin
pada dirinya itu telah menghiasi
laut
batu kehidupannya dan dipandang
awan sebagai /Kekhalifaan/ dan
pada semuanya /Kemuliaan/ dalam bait ini. Akan
tetapi, hiasan kehidupan itu
Jabatan-jabatan semu
tinggal kenangan. Hiasan itu
duniaku
telah menghanguskan bersifat sementara saja dan
jabatanku kehadirannya sangat singkat.
jabatan semula yang pernah /Hilang dalam persinggahan
KAU sematkan di dadaku
sejenak/ dan /di jalan setapak/
menegaskan betapa singkatnya
a. Unsur Intrinsik Puisi
jabatan itu. Meskipun sangat
Bait 1 mengisahkan
singkat, efek yang ditimbulkan
kesabaran seseorang yang sedang
tidak sesingkat dengan masa
teruji dengan hilangnya sesuatu
jabatan itu. Hilangnya jabatan
yang pernah ada. Bait ini diawali
justru merusak masa depan. /dan
dengan gambaran situasi yang
menghancurkan masa depan tak
hampa tanpa semangat
berujung/ dan /dan meremukkan

54
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

diri di penantian baru/ mengakhiri dadaku/ mengakhiri puisi yang


bait ini dengan penuh rasa hampa seolah-olah menyalahkan Tuhan
yang dipandang dapat merusak dengan hilangnya jabatan
masa-masa yang akan datang. tersebut.
Penantian dalam situasi Berdasarkan penjelasan
yang tidak menentu mendominasi alur tersebut, puisi “Jabatan Yang
bait 3 puisi ini. Bait ini Hilang” berbanding terbalik
merupakan keluh kesah atas dengan puisi “Kata Cinta Usia
kehidupan yang harus dilalui 51.” Puisi ini mengarah pada
tanpa jabatan. /Aku cemburu pada suasana yang menyedihkan
ngeong kucing/ dan /gonggong karena hilangnya sesuatu yang
anjing tengah malam/ semakin pernah ada, namun kesedihan itu
memperburuk keadaan untuk berlanjut hingga berujung pada
hidup tanpa jabatan. Akhirnya, kekeliruan karena menyalahkan
keluh kesah itu menyentuh Tuhan. Oleh sebab itu, tema dari
seluruh kehidupannya karena puisi ini adalah kesadaran
tidak dibentengi dengan dengan terhadap kekeliruan yang
iman yang kuat dan rasa syukur berlebihan. Dengan demikian,
yang tinggi. Keluh kesah yang puisi ini mengamanatkan
menyentuh seluruh aspek beberapa hal penting, yaitu (1)
kehidupan itu diibaratkan dengan pentingnya kesadaran terhadap
/pada angin/, /laut/, /batu/, hal-hal yang keliru, (2)
/awan/, dan /pada semuanya/. pentingnya mensyukuri segala
Bait 4 semakin nikmat Tuhan, dan (3) menyadari
memperuncing keadaan dan sepenuhnya bahwa hidup di
menyurutkan kekuatan untuk dunia hanya sementara, termasuk
bertahan hidup. /Jabatan-jabatan jabatan.
semu duniaku/ dan /telah
menghanguskan jabatanku/ terus b. Makna dan Nilai Budaya
bergema, sehingga jabatan seolah- Berdasarkan unsur
olah menjadi hal utama dalam intrinsik yang terkandung dalam
kehidupan. Bahkan, jabatan puisi “Jabatan Yang Hilang,”
dipandang sebagai satu-satunya diperoleh sebuah makna yang
pembangkit semangat dalam menyadarkan kepada umat
kehidupan. Akhirnya, jabatan itu manusia bahwa kehidupan ini
pun diperhadapkan kepada hanya sementara, termasuk harta
Tuhan, pemilik jabatan yang dan jabatan, sehingga manusia
sesungguhnya. /jabatan semula tidak boleh terlena dengan
yang pernah KAU sematkan di keindahan duniawi yang hanya

55
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

bersifat sementara. Jangan pernah dengan hakikat kesabaran itu


sesekali lupa diri atau keliru sendiri. Akibatnya, kedamaian
dengan keindahan dunia, hidup dan ketenangan jiwa
melainkan harus dibarengi sulit tercapai. Kedamaian dan
dengan iman yang kuat dan rasa ketenangan dalam hidup pada
syukur yang tinggi. dasarnya bersumber dari
Berbagai nilai budaya kesabaran manusia dalam
dapat diperoleh dari puisi menjalani hidup ini. Sungguh
“Jabatan Yang Hilang”. Perlu sangat keliru dalam puisi, si
dipahami bahwa puisi ini sarat Dia bahkan menyalahkan
dengan nilai budaya yang bersifat Tuhan yang menghadirkan
perjuangan, terutama berjuang kesusahan dalam hidupnya
melawan diri sendiri dan hawa yang seharusnya mensyukuri
nafsu, meskipun disampaikan segala keindahan yang telah
secara terbalik. Adapun nilai diberikan walaupun hanya
budaya yang terkandung dalam sejenak.
puisi ini secara detail dijelaskan 2) Ketabahan
sebagai berikut. Ketabahan pada prinsipnya
1) Kesabaran mengandung arti tetap dan
Kesabaran pada hakikatnya kuat hati (dalam menghadapi
mengandung arti tahan bahaya dan sebagainya). Sama
menghadapi cobaan, tidak halnya dengan puisi
lekas marah, tidak lekas patah sebelumnya, ketabahan
hati, dan tidak terburu nafsu. dipandang sebagai sesuatu
Singkatnya, kesabaran yang sangat penting bagi
merupakan ketenangan hati kehidupan manusia dalam
dalam menghadapi masalah. menjalani hubungan antara
Kesabaran menjadi fondasi manusia dengan Tuhan.
manusia dalam menghadapi Ketabahan dalam menghadapi
segala bentuk cobaan hidup. segala cobaan dari sang
Dengan kesabaran, seseorang Pencipta menunjukkan
dapat melewati setiap masalah kekuatan seseorang yang
yang dihadapi dengan baik sesungguhnya. Semakin tabah
dan tenang. Bersifat terbalik seseorang menghadapi cobaan,
dengan kondisi yang terjadi semakin besar pula kekuatan
dalam puisi, masalah hidup yang ia miliki. Dalam puisi ini
yang muncul justru dihadapi digambarkan secara terbalik
dengan emosi. Hal tersebut bahwasanya si Dia
tentu saja bertolak belakang menghadapi cobaan hidup itu

56
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

dengan emosi. Alhasil, tidak Mengacungkan tangan


ada ketenangan dalam untuk oplet dan bus yang
penuh
hidupnya. Segala bentuk Kita adalah berpuluh juta
penderitaan dilalui dengan yang bertahun hidup
berat karena tidak ada sengsara
ketabahan di dalamnya. Dipukul banjir, gunung api,
kutuk dan hama
Ketabahan itu sama sekali Dan bertanya-tanya inikah
tidak ada karena selalu yang namanya merdeka
menentang kehendak Tuhan Kita yang tidak punya
dengan hilangnya jabatan yang kepentingan dengan seribu
slogan
pernah melekat dalam diri. Dan seribu pengeras suara
(3) Kita Adalah Pemilik Sah
Republik Ini karya Taufiq Tidak ada lagi pilihan lain.
Ismail (Tirani dan Benteng: Kita harus
Berjalan terus
Dua Kumpulan Puisi Taufiq
Ismail, 1993: 113) a. Unsur Intrinsik Puisi
Kita Adalah Pemilik
Bait 1 mengisahkan
Sah Republik Ini
semangat sang Demonstran yang
Tidak ada pilihan lain. Kita mengajak seluruh masyarakat
harus untuk terus maju. Langkah untuk
Berjalan terus
maju menjadi kewajiban pada
Karena berhenti atau
mundur saat itu dengan adanya kata
Berarti hancur ‘harus” di awal bait ini.
Penegasan tentang keharusan itu
Apakah akan kita jual
diungkapkan dengan /Tidak ada
keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa pilihan lain. Kita harus/, tanpa
harga memberi peluang untuk
Akan maukah kita duduk menempuh jalan lain. Seruan sang
satu meja
Demonstran yang semakin
Dengan para pembunuh
tahun yang lalu mempertegas keyakinan untuk
Dalam setiap kalimat yang terus maju tersurat dalam puisi
berakhiran pada baris 2 /Berjalan terus/.
“Duli Tuanku?”
Langkah maju merupakan jalan
Tidak ada lagi pilihan lain. terbaik baginya karena berhenti
Kita harus atau mundur sekali pun
Berjalan terus dipandang sebagai sebuah
Kita adalah manusia
bermata sayu, yang di tepi kehancuran sebagaimana
jalan diungkapkan pada baris 3 dan 4

57
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

/Karena berhenti atau mundur/ dan Bait 3 diawali dengan


/Berarti hancur/. Kedua hal repetisi dari bait 1 sebagai tanda
tersebut menjelaskan betapa bahwa langkah maju sama sekali
gigihnya sang Demonstran tidak boleh terhenti sebagai jalan
mengejar kemajuan yang terbaik untuk mencapai
terlampau jauh ke depan dan kebenaran dan keadilan. Sang
betapa risaunya hati sang Demonstran menyampaikan
Demonstran jika harus berdiri di kepedihan hidup masyarakat
tempat, apalagi mundur. pribumi di atas negeri sendiri
Bait 2 menyadarkan kita yang notabene telah mencapai
dengan rintihan sang Demostran kemerdekaannya. Kepedihan
mengenai keyakinan yang kuat, hidup yang dimaksud
namun tidak tersampaikan, diungkapkan dalam puisi bahwa
bahkan pengabdian yang sama /Kita adalah manusia bermata sayu,
sekali tidak ternilai. Rintihan- yang di tepi jalan/, /Mengacungkan
rintihan itu tercermin dari baris 1 tangan untuk oplet dan bus yang
dan 2 dengan /Apakah akan kita penuh/, /Kita adalah berpuluh juta
jual keyakinan kita/ dan /Dalam yang bertahun hidup sengsara/,
pengabdian tanpa harga/. Bagi sang /Dipukul banjir, gunung api, kutuk
Demonstran, rintihan itu dan hama/, /Dan bertanya-tanya
bukanlah penderitaan, melainkan inikah yang namanya merdeka/.
pembangkit semangat untuk Sebaliknya, ia justru mengingkari
mewujudkan cita-cita. Ia manfaat slogan ataupun seruan
memandang bahwa rintihan- para pemimpin yang penuh
rintihan itu harus lenyap di negeri kebohongan. Seruan dan slogan
tercinta yang diungkapkan secara itu hanyalah janji semu yang
terbalik dalam puisi /Akan tidak pernah memperhatikan
maukah kita duduk satu meja/, kehidupan masyarakat di tanah
/Dengan para pembunuh tahun air sebagaimana diungkapkan
yang lalu/, /Dalam setiap kalimat dalam puisi di akhir bait ini. /Kita
yang berakhiran/, dan /“Duli yang tidak punya kepentingan
Tuanku?”/. Oleh sebab itu, dengan seribu slogan/ dan /Dan
rintihan sang Demonstran seribu pengeras suara/ semakin
merupakan pembangkit semangat memperjelas betapa buruknya
untuk membela keadilan dan sang Duli di tanah air.
kebenaran terhadap prilaku sang Bait 4 sebagai penutup
Duli yang bertindak tidak wajar semata-mata penegasan sang
kepada masyarakat pribumi di Demonstran yang senantiasa
tanah air sendiri. mengajak seluruh masyarakat

58
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

untuk terus maju. Penegasan ini puisi “Kita Adalah Pemilik Sah
tidak pernah menyurutkan Republik Ini,” diperoleh sebuah
semangat sang Demonstran makna yang menyadarkan
karena itulah jalan terbaik menuju kepada umat manusia bahwa
kebenaran dan keadilan. Bahkan, dalam kehidupan ini, manusia
langkah maju sang Demonstran harus bangkit, berjuang, dan
menjadi sebuah kewajiban dan penuh semangat untuk mencapai
pantang untuk mengingkarinya. kehidupan yang lebih baik.
Paparan alur tersebut Jangan pernah sesekali putus asa
menunjukkan bahwa puisi “Kita dan berpangku tangan dengan
Adalah Pemilik Sah Republik Ini” keadaan tanpa dibarengi dengan
mengarah pada kebangkitan atas usaha untuk mengubah hidup ke
suasana jenuh yang diciptakan arah positif dan berkualitas.
oleh para penguasa, ditambah Berbagai nilai budaya
lagi dengan kebohongan publik, dapat pula diperoleh dari puisi
sehingga kebenaran dan keadilan “Kita Adalah Pemilik Sah
semakin sulit tercapai. Akan Republik Ini”. Oleh karena puisi
tetapi, kejenuhan itu dapat ini adalah puisi kebangkitan,
teratasi dengan adanya kekuatan tentu saja nilai budaya yang
untuk bangkit dan melepaskan dikandungnya bersifat
diri dari kehidupan yang serba perjuangan dan semangat
terpuruk. Sejalan dengan hal membahana. Adapun nilai
tersebut, puisi ini bertemakan budaya yang terkandung dalam
tentang semangat dan puisi ini secara detail dijelaskan
kebangkitan hidup. Dengan sebagai berikut.
demikian, puisi ini
mengamanatkan beberapa hal 1) Keberanian
penting, yaitu (1) pentingnya Keberanian pada dasarnya
perjuangan menuju kehidupan mengandung arti tidak pernah
yang lebih baik, (2) semangat takut; memiliki hati yang
harus selalu eksis dalam diri mantap dan rasa percaya diri
manusia, dan (3) tidak boleh yang besar dalam menghadapi
putus asa dengan keadaan, bahaya atau kesulitan.
melainkan bangkit dan terus Keberanian merupakan syarat
berusaha. mutlak yang harus dimiliki
oleh seseorang dalam rangka
b. Makna dan Nilai Budaya membela kebenaran dan
Berdasarkan unsur keadilan. Dengan keberanian,
intrinsik yang terkandung dalam seseorang dapat dikategorikan

59
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

sebagai pejuang atau patriot sang Demonstran pula, ia


berkat keberanian yang pantang menyerah atas segala
dimiliki. Dalam hal ini, sang upaya yang dilakukannya
Demonstran dengan penuh dalam rangka membebaskan
keberanian bangkit dan diri dan masyarakat dari
berjuang membela kebenaran belenggu kehidupan yang
dan keadilan mengingat terpuruk. Bahkan, sang
kondisi masyarakat yang Demonstran menentang para
semakin terpuruk. Dengan penguasa yang bermodalkan
keberanian yang tinggi, sang kebohongan publik dengan
Demonstran menentang para terus bangkit dan maju dalam
penguasa yang semakin hari memperjuangkan hak orang
semakin memperburuk situasi banyak untuk memperoleh
dan kondisi kehidupan kehidupan yang layak dan
masyarakat di tanah air. Sang berkualitas.
Demonstran menganggap
dirinya tidak berguna lagi jika 3) Bertanggung jawab
tidak memiliki keberanian Bertanggung jawab
untuk menentang penguasa mengandung arti keadaan
yang semena-mena. wajib menanggung segala
sesuatu dan jika terjadi sesuatu,
2) Keteguhan boleh dituntut, dipersalahkan,
Keteguhan pada prinsipnya diperkarakan, dan sebagainya.
mengandung arti kukuh dan Dengan demikian, tanggung
kuat; berpegang pada adat, jawab seseorang sangat
janji, dan perkataan; memiliki diperlukan mengingat setiap
pendirian yang tetap; dan setia. tingkah laku dan tutur kata
Keteguhan merupakan salah wajib hukumnya
satu sifat manusia yang dipertanggungjawabkan, baik
senantiasa mengedepankan di dunia maupun di akhirat.
kepentingan orang banyak dari Tanggung jawab seseorang
pada kepentingan diri sendiri. berbeda satu dengan yang lain,
Dalam hal ini, sang bergantung pada berat
Demonstran sangat teguh ringannya beban yang
dalam pendiriannya untuk ditanggung oleh orang
membela kebenaran dan tersebut. Berkenaan dengan
keadilan, meskipun itu sulit puisi, sang Demonstran
dan harus melalui berbagai menunjukkan tanggung
rintangan. Berkat keteguhan jawabnya untuk membebaskan

60
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

diri dan masyarakat dari hidup di dunia hanya sementara,


belenggu kehidupan yang termasuk jabatan; (3) puisi “Kita
terpuruk. Tanggung jawab Adalah Pemilik Sah Republik Ini”
sang Demonstran tampak pula bertemakan tentang semangat
pada perjuangan dan dan kebangkitan hidup dengan
kebangkitan yang dilakukan mewariskan berbagai amanat,
untuk menggapai kebenaran berupa: pentingnya perjuangan
dan keadilan. Oleh sebab itu, menuju kehidupan yang lebih
tanggung jawab sang baik, semangat harus selalu eksis
Demonstran semakin dalam diri manusia, dan tidak
memperkukuh keberanian dan boleh putus asa dengan keadaan,
keteguhannya. melainkan bangkit dan terus
berusaha.
4. Penutup Secara intuitif, puisi-puisi
Berdasarkan hasil analisis tersebut memberi kesan terhadap
terhadap ketiga puisi tersebut, penulis mengenai makna dan
penulis menyimpulkan bahwa nilai budaya yang dikandungnya.
secara objektif, (1) puisi “Kata Makna yang dapat dipetik dari
Cinta di Usia 51” bertemakan ketiga puisi tersebut berupa: (1)
tentang keyakinan terhadap menyadarkan umat manusia
kehidupan duniawi dengan bahwa hidup di dunia ini hanya
mewariskan berbagai amanat, sementara, sehingga tidak boleh
berupa: pentingnya mensyukuri lepas dari rasa syukur terhadap
nikmat Tuhan yang telah hal-hal yang dinikmatinya; harus
dianugerahkan kepada hamba- tawakal dengan musibah yang
Nya, bersikap tawakal kepada menimpa; dan tidak boleh putus
Tuhan atas segala kejadian di asa dalam menghadapi musibah
dunia ini, dan tinggi rendahnya itu, melainkan harus dibarengi
keyakinan seseorang tercermin dengan berbagai upaya positif, (2)
dari kuat lemahnya menghadapi menyadarkan kepada umat
cobaan Tuhan; (2) puisi “Jabatan manusia bahwa kehidupan ini
Yang Hilang” bertemakan tentang hanya sementara, termasuk
kesadaran terhadap kekeliruan jabatan, sehingga manusia tidak
yang berlebihan dengan berbagai boleh terlena dengan keindahan
amanat penting, berupa: duniawi yang hanya bersifat
pentingnya kesadaran terhadap sementara, jangan sesekali lupa
hal-hal yang keliru, pentingnya diri atau keliru dengan keindahan
mensyukuri nikmat Tuhan, dan dunia itu, melainkan harus
menyadari sepenuhnya bahwa dibarengi dengan iman yang kuat

61
Menggugah Identitas Kebangsaan Melalui Puisi (Besse Darmawati)

dan rasa syukur yang tinggi, (3) budaya tersebut menjadi jati diri
menyadarkan kepada umat yang melekat pada bangsa
manusia bahwa dalam kehidupan Indonesia yang menandakannya
ini, manusia harus bangkit, sebagai sebuah bangsa sekaligus
berjuang, dan penuh semangat yang membedakannya dengan
untuk mencapai kehidupan yang bangsa-bangsa lain menju bangsa
lebih baik, jangan sesekali putus Indonesia yang bermartabat.
asa dengan keadaan tanpa usaha Kajian terhadap ketiga
untuk mengubahnya ke arah puisi tersebut secara global masih
positif dan berkualitas. Adapun sederhana mengingat
nilai-nilai budaya yang keterbatasan ruang yang tersedia.
terkandung dalam puisi-puisi Oleh sebab itu, masih diperlukan
tersebut secara keseluruhan penelitian lanjutan mengenai
adalah (1) kesyukuran, (2) puisi-puisi tersebut dari berbagai
ketabahan, (3) keyakinan, (4) sudut telaah yang berbeda.
kesabaran, (5) keberanian, (6) Penulis meyakini bahwa di balik
keteguhan, dan (7) bertanggung puisi-puisi tersebut tersimpan
jawab. sejuta makna yang memesona
Makna dan nilai budaya untuk ditelaah dalam rangka
tersebut mencerminkan karakter memelihara dan mengembangkan
anak bangsa sekaligus identitas sastra, serta memperkukuh nilai-
kebangsaan. Dalam rangka nilai kehidupan, baik dalam
menggungah identitas masyarakat, bangsa, maupun
kebangsaan, makna dan nilai tanah air Indonesia

62
Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

Daftar Pustaka

Amir, Badaruddin, dkk. 2013. “Kata Cinta Usia 51.” Wasiat Cinta: Mimbar
Penyair Makassar. Makassar: Nala Cipta Litera.
Darmawati, Besse. 2013. “Aktualisasi Nilai Budaya dalam Sastra Bugis
Klasik.” Telaga Bahasa: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan,
Vol. 1 No. 2, Desember 2013.
Hakim, Zainuddin. 2013. “Aktualisasi Ajaran Moral Sastra Bugis dalam
Perwujudan Insan yang Berkarakter Mulia.” Bunga Rampai: Hasil
Penelitian Bahasa dan Sastra No. 27, Desember 2013. Makassar:
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Misnadin. 2012. “Nilai-Nilai Luhur Budaya dalam Pepatah-Pepatah
Madura.” Atavisme: Jurnal Ilmiah Kajian Sastra, Vol. 15 No. 15,
Juni 2012.
Mustafa. 2016. “Nilai Budaya yang terkandung dalam Silasa I.” Bunga
Rampai: Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra No. 32, Juni 2016.
Makassar: Balai Bahasa Sulawesi Selatan, Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
.......................................... 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sayuti, Suminto A. 2008. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia (Grasindo).
Sopu, Suparman, dkk. 2010. “Jabatan Yang Hilang.” Di Mandar Bulan
Menenun Layar: Kumpulan Puisi dan Cerpen. Yogyakarta: Frame
Publishing bekerja sama dengan Sandeq Production, DKM SB, dan
MAMMESA.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Taufiq Ismail. 1993. “Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini.” Tirani dan
Benteng: Dua Kumpulan Puisi Taufiq Ismail. Jakarta: Yayasan
Ananda.
Tim UKBI. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V. Daring:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Waluyo, Herman J. 2003. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

63

Anda mungkin juga menyukai