Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan bagian dari kehidupan dan suatu kebudayaan yang

tumbuh dan berkembang dari tengah-tengah ungkapan yang disaksikan, apa

yang telah direnungkan, dirasakan seorang pengarang mengenai sisi

kehidupan yang paling menarik minat secara langsung, dekat dan kuat.

Kebudayaan akan terus tumbuh dan berkembang seiring tumbuh dan

berkembangnya pula kehidupan manusia.

Kebudayaan hanya dimiliki manusia dan tumbuh bersama

perkembangan masyarakat. Oleh karena kehidupan manusia yang terus

berkembang maka kebudayaan pun akan terus berkembang sampai kehidupan

ini terhenti. Sastra merupakan bagian kecil dari perjalanan kebudayaan.

Dalam proses penciptaan karya sastra seorang sastrawan memerlukan

penghayatan yang mendalam untuk mereflesikan kehidupan ke dalam sebuah

karya sastra sehingga karya tersebut dapat bermanfaat dan menghibur “dulce

et utile”.

Sastra pada prinsipnya adalah karya imajinasi sebagai refleksi dari

realitas kehidupan manusia dalam lingkungan tertentu dan merupakan bentuk

pengungkapan bahasa yang bersifat artistik. Mengangkat kisah yang ada di

masyarakat, diolah oleh sastrawan, dan dinikmati kembali dalam kehidupan

masyarakat.

1
2

Karya sastra terdiri dari sastra tulis dan sastra lisan. Yang termasuk ke

dalam sastra tulis antara lain prosa, naskah drama, dan puisi. Yang termasuk

sastra lisan yaitu karya sastra yang diucapkan atau dilisankan seperti

deklamasi puisi, pementasan drama, dll.

Dalam usaha memahami puisi, banyak puisi yang mampu dipahami

dengan mudah makna dari puisi. Maka dalam menganalisisnya harus

menggunakan metode/cara yang tepat. Agar apa yang ingin disampaikan

dapat dicerna oleh pembaca atau penikmat karya sastra tersebut. Salah

satunya menggunakan pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif ini

menempatkan karya sastra sebagai curahan, ucapan, proyeksi pikiran dan

perasaan dari pengarang. Pengarang menjadi pokok yang melahirkan

persepsi, pikiran dan perasaan yang dikombinasikan sehingga melahirkan

karya sastra.

Seiring bekembangnya zaman, karya sasta Indonesia memperlihatkan

perkembangan yang tak terbatas. Banyak karya sastra yang muncul dengarn

warna dan gayanya masing-masing. Tema dapat diartikan sebagai ide yang

mendasari suatu karya sehingga berperan sebagai dasar pengarang dalam

memaparkan karya yang diciptakannya. Di antara karya-karya yang muncul,

meskipun tidak dalam jumlah besar, kuliner muncul menjadi tema yang

menarik dalam membangun struktur cerita.

Menurut Swartz:

Firstly, by a focus on how gastronomy reflects the interaction


of food, the environment and society at multiple levels, often in
unexpected ways, but with economic development as the output.
Secondly, by looking at some existing examples of success that
3

confirm how collaboration at multiple levels results in a significant


return on investment not just of economic capital, but also of social,
cultural and symbolic capital (Swartz 1997, p. 80)

Pertama, dengan fokus pada bagaimana gastronomi

mencerminkan interaksi makanan, lingkungan, dan masyarakat di

berbagai tingkatan, seringkali dengan cara yang tidak terduga, tetapi

dengan perkembangan ekonomi sebagai hasilnya. Kedua, dengan

melihat beberapa contoh keberhasilan yang ada yang mengkonfirmasi

bagaimana kolaborasi di berbagai tingkat menghasilkan pengembalian

investasi yang signifikan tidak hanya modal ekonomi, tetapi juga

modal sosial, budaya dan simbolik (Swartz 1997, h. 80)

Gastro kritik menjadi terobosan paradigma yang sesuai untuk

mengkaji dan mengapresiasi munculnya sejumlah sastra kuliner tersebut.

Konsep gastro kritik merupakan kajian sastra berwawasan kuliner bisa

menjadi bahan kreatif penulisan untuk memperkaya identitas sastra Indonesia

sekaligus sebagai wahana mengenalkan dan melestarikan kuliner Nusantara.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat diketahui bahawa gastro kritik yang

merupakan kajian sastra berwawasn kuliner bisa dijadikan wahana

pengenalan dan pelestarian kuliner Nusantara.

Melalui antologi puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya Mugya

Syahreza santoso memberitahukan bahwa tidak hanya kesusastraan yang

dapat menjadi suatu identitas budaya daerah, tapi melalui makanan pun bisa.

Setiap makanan mempunyai nama dan filosofi di dalamnya, suatu makanan

dapat dijadikan identitas daerah karena memiliki sejarah bagaimana makanan


4

tersebut ada, bagaimana cara pengolahan makanan tersebut, lansekap

geografis daerah yang membuat suatu makanan menjadi ciri khas daerah.

Karena latar belakang pengarang sangat mempengaruhi hasil karyanya, maka

judul-judul yang diambil oleh pengarang lebih banyak nama-nama makanan

dan menonjolkan identitas budaya dari daerahnya.

Terdapat beberapa judul dalam Antologi Puisi Hikayat Pemanen

Kentang ini. Judul beserta isi yang dibuat oleh pengarang dikemas dengan

sangat unik menggunakan konsep yang objektif. Puisi yang dibuat tidak

sekadar membahas perihal makanan melainkan membahas dari segi relasi

budaya dengan mengaitkan kultur maupun historis daerah setempat guna

eksplorasi terhadap keberagaman Indonesia dari potret makanan. Ada

beberapa judul yang terdapat dalam antologi tersebut yaitu Singkong,

Rebung, Azalea, Ketapang, Beras Wutah, Pemetik Kersen, Rujak Ulek

Kecombrang. Dari beberapa judul tersebut menyuguhkan nama-nama

makanan dan menonjolkan identitas budaya dari si pengarang yang berasal

dari Suku Sunda.

Maka dari itu, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

“Identitas Budaya Pengarang dalam Antologi Puisi Hikayat Pemanen

Kentang Karya Mugya Syahreza Santoso Dengan Pendekatan Gastrokritik

Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Satra Indonesia di

SMA”.
5

B. Fokus Permasalahan

Berdesarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, maka

dirumuskan masalah menjadi fokus permasalahan yaitu “Identitas Budaya

Pengarang dalam Antologi Puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya Mugya

Syahreza Santoso Dengan Pendekatan Gastrokritik Serta Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Satra Indonesia di SMA”

Dalam fokus permasalahan tersebut, peneliti membuat subfokus rumusan

masalah yang akan menjadi kajian utama sebagai berikut:

1. Latar belakang pengarang buku Antologi Puisi Hikayat Pemanen

Kentang Karya Mugya Syahreza Santoso

2. Budaya yang terepresentasikan pada nama-nama makanan yg diambil

menjadi puisi dalam Antologi Puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya

Mugya Syahreza Santoso

C. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana identitas budaya pengarang yang terdapat pada Antologi

Puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya Mugya Syahreza Santoso?

b. Bagaimana implikasi dari Identitas Budaya Pengarang dalam Antologi

Puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya Mugya Syahreza Santoso

Dengan Pendekatan Gastrokritik terhadap pembelajaran sastra di SMA?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:


6

1. Memperoleh gambaran mengenai identitas budaya pengarang yang terdapat

pada Antologi Puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya Mugya Syahreza

Santoso

2. Untuk mengetahui implikasikan hasil penelitian identitas budaya

pengarang pada Antologi Puisi Hikayat Pemanen Kentang Karya Mugya

Syahreza Santoso terhadap pembelajaran sastra di SMA.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa

a. Memahami makna yang terkandung dalam puisi

b. Mengetahui makna puisi dengan pendekatan gastrokritik

c. Memahami kedudukan puisi dalam relevansi kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Guru

a. Mengetahui lebih dalam makna yang terkandung dalam puisi terutama

dengan pendekatan gastrokritik dan penerapannya dalam pengajaran

sastra di sekolah.

3. Bagi Penulis

a. Bentuk apresiasi terhadap karya sastra terutama puisi

b. Mengetahui makna dalam puisi dengan pendekatan gastrokritik

c. Mengetahui implikasi makna semiotik pada puisi terhadap

pembelajaran sastra di SMA.

4. Bagi Sastrawan
7

a. Suatu bentuk apresiasi terhadap sebuah karya sastra yang mendorong

sastrawan terus berkarya.

Anda mungkin juga menyukai