Anda di halaman 1dari 14

RESUME

KAJIAN DAN PRAKTIK PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI


PENDIDIKAN DASAR
Tentang
UNSUR PEMBANGUN KARYA SASTRA ANAK PROSA, PUISI DAN DRAMA

Disusun Oleh :

Indah Fajri Hilmi

Nim :

22124024

Dosen Pengampu:

Dr. Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd

Dra. Elfia Sukma,M.Pd,Ph.D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
Adapun perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Moh. Yamin.
Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan
pembaharuan puisi Indonesia, pembaharuannya dapat dilihat dari kumpulan puisi
Tanah Air pada tahun 1922.

Lahirnya angkatan 20 (Balai Pustaka) mempengaruhi beberapa ragam karya


sastra, diantaranya:

(1). P R O S A

(a). R O M A N

Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang
sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan
oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun
1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman
pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi
menceritakan hal-hal yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang
hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada
golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalahadat.

Adapun isi ringkasan roman Azab dan Sengsara sebagai berikut:

Cinta yang tak sampai antara kedua anak muda (Aminuddin dan
Mariamin), karena rintangan orang tua. Mereka saling mencintai sejak di bangku
sekolah, tetapi akhirnya masing-masing harus kawin dengan orang yang bukan
pilihannya sendiri. Pihak pemuda (Aminuddin) terpaksa menerima gadis pilihan
orang tuanya, yang akibatnya tak ada kebahagian dalam hidupnya. Pihak gadis
(Mariamin) terpaksa kawin dengan orang yang tak dicintai, yang berakhir dengan
penceraian dan Mariamin mati muda karena merana.

Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan


buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Pengarang tidak hanya
mempersoalkan masalah yang nyata saja, tapi mengemukakan manusia-manusia
yang hidup. Pada roman Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja,
juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat
yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria
dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu
tercapai. Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat.

Sesudah itu, tambah membanjirlah buku-buku atau berpuluh-puluh


pengarang yang pada umumnya menghasilkan roman yang temanya mengarah-
arah Siti Nurbaya. Golongan sastrawan itulah yang dikenal sebagai Generasi
Balai Pustaka atau Angkatan 20.

Genre prosa hasil Angkatan 20 ini mula-mula sebagian besar berupa


roman. Kemudian, muncul pula cerpen dan drama.

(b). C E R P E N

Sebagian besar cerpen Angkatan 20 muncul sesudah tahun 1930, ketika


motif kawin paksa dan masalah adat sudah tidak demikan hangat lagi, serta dalam
pertentangan antara golongan tua dan golongan muda praktis golongan muda
menang.

Bahan cerita diambil dari kehidupan sehari-hari secara ringan karena


bacaan hiburan. Cerita-cerita pendek itu mencerminkan kehidupan masyarakat
dengan suka dukanya yang bersifat humor dan sering berupa kritik.

Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam


majalah seperti Panji Pustaka dan Pedoman Masyarakat, kemudian banyak yang
dikumpulkan menjadi kitab. Misalnya:

 Teman Duduk karya Muhammad kasim.

 .Kawan bergelut karya Suman H.S.

 Di Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka.

 Taman Penghibur Hati karya Saadah Aim

Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 20 pada ragam karya sastra prosa:


 Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.

 Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.

 Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.

 Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa tidak


terpelihara kebakuannya.

 Adanya analisis jiwa.

 Adanya kontra pertentangan antara kebangsawanan pikiran dengan


kebangsawanan daerah.

 Kontra antarpandangan hidup baru dengan kebangsawanan daerah.

 Cerita bermain pada zamannya.

 Pada umumnya, roman angkatan 20 mengambil bahan cerita dari


Minangkabau, sebab pengarang banyak berasal dari daerah sana.

 Kalimat-kalimatnya panjang-panjang dan masih banyak menggunakan


perbandingan-perbandingan, pepatah, dan ungkapan-ungkapan klise.

 Corak lukisannya adalah romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala


sesuatu yang diperjungkan secara berlebih-lebihan.

(2). D R A M A

Pada masa angkatan 20 mulai terdapat drama, seperti:

Bebasari karya Rustam Efendi. Bebasari merupakan drama bersajak yang


diterbitkan pada tahun 1920. Di samping itu, Bebasari merupakan drama satire
tentang tidak enaknya dijajah Belanda.

Pembalasannya karya Saadah Alim merupakan drama pembelaan


terhadap adat dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan.
Gadis Modern karya Adlim Afandi merupakan drama koreksi terhadap
ekses- ekses pendidikan modern dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan, tetapi
penulis tetap membela kawin atas dasar cinta.

Ken arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin merupakan drama saduran
dari Pararaton.

Menantikan Surat dari Raja karya Moh. Yamin merupakan drama saduran
dari karangan Rabindranath Tagore.

Kalau Dewi Tara Sudah Berkata karya Moh. Yamin.

(3). P U I S I

Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama (syair dan


pantun), tetapi golongan muda sudah tidak menyukai lagi. Golongan muda lebih
menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai
menyindirkan nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah
PBI, majalah Jong Soematra.

Perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin. Beliau
dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan
pembaharuan puisi Indonesia. Pembaharuannya dapat dilihat dalam kumpulan
puisinya Tanah Air pada tahun 1922.

Perhatikan kutipan puisi di bawah ini:

Di atas batasan Bukit Barisan,

Memandang beta ke bawah memandang,

Tampaklah hutan rimba dan ngarai,

Lagi pula sawah, telaga nan permai,

Serta gerangan lihatlah pula,

Langit yang hijau bertukar warna,


Oleh pucuk daun kelapa.

Dibandingkan dengan puisi lama, puisi tersebut sudah merupakan revolusi:

(1). Dari segi isi, puisi itu merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia.

(2). Dari segi bentuk, jumlah barisnya sudah tidak empat, seperti syair dan
pantun, dan persajakkannya (rima) tidak sama.

Pengarang berikutnya pada masa angkatan 20 di bidang puisi adalah


Rustam Effendi.Rustam Effendi dipandang sebagai tokoh peralihan.Rustam
Effendi bersama Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut soneta
sehingga beliau dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia. Kumpulan sajak
yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924 adalah Percikan Permenungan.

Perhatikan contoh kutipan sajaknya:

BUKAN BETA BIJAK BERPERI

Bukan beta bijak berperi,

pandai menggubah madahan syair,

Buka beta budak Negeri,

musti menurut undangan mair,

Sarat-saraf saya mungkiri,

Untai rangkaian seloka lama,

beta buang beta singkiri,

Sebab laguku menurut sukma.

Perubahan yang dibawa oleh Rustam Effendi melalui Percikan Permenungan


(Bukan Beta Bijak Berperi) yaitu:
(1). Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa
syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut
pantun modern.

(2). Lebih banyak menggunakan sajak aliterasi, asonansi, dan sajak dalam
sehingga beliau dipandang sebagai pelopor penggunaan sajak asonansi dan
aliterasi.

Penyair berikutnya adalah Sanusi Pane. Beliau menciptakan 3 buah kumpulan


sajak, yaitu:

(1). Pancaran Cinta (seberkas prosa lirik, 1926)

(2). Puspa Mega (1927)

(3). Madah Kelana (1931)

Sajak yang pertama kali dibuat adalah Tanah Airku (1921), dimuat dalam
majalah sekolah Yong Sumatra.

Dengan demikian, ciri-ciri puisi pada periode angkatan 20, yaitu:

(1). Masih banyak berbentuk syair dan pantun.

(2). Puisi bersifat dikdaktis.

C. Tokoh– tokoh Angkatan Balai Pustaka

Di bawah ini disajikan riwayat hidup para pengarang angkatan Balai


Pustaka secara singkat dan berikut nama-nama pada masa angkatan Balai
Pustaka.

1. Merari Siregar

Dilahirkan 13 Juni 1896 di Siporok, Tanapuli Selatan (Sumatra Utara),


meninggal 23 April 1940 di Kelenget, Madura. Berpendidikan Handels-
correspondent Bond A di Jakarta (1923), pernah bekerja sebagai guru di
Medan, rumah sakit umum Jakarta, dan Opium & Zouttreige Kalianget.
Novelnya Azab dan Sengsara (1920) lazim dianggap sebagai awal
kesusastraan Indonesia.

2. Marah Rusli

Dilahirkan 7 Agustus 1889 di Padang, meninggal 17 Januari 1968 di


Bandung. Berpendidikan Sekolah Dokter hewan di Bogor (1915), dan Dosen
Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten (1948). Namanya terkenal karena
novel atau roman Siti Nurbaya.

3. Abdul Muis

Dilahirkan pada tahun 1889 di Solok, Sumatra Barat, meningggal 17


Juli 1959 di Bandung. Pendidikan terakhir tamat sekolah kedokteran
(STOVIA), di Jakarta. Menjadi klerek didepartemen buderwijs en eredienst
dan jadi wartawan di Bandung selain itu ia juga aktif dalam syarikat islam dan
pernah menjadi anggota dewan rakyat. Namanya terkenal karena novel Salah
Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950), dan Robert Anak
Surapati (1953)

4. Nur Sultan Iskandar

Dilahirkan 3 November 1989 di Sungai Batang (Sumatra Utara),


meningggal 28 November 1975 di Jakarta. Pendidikannya sekolah Melayu 11
(1908), dan sekolah Bantu (1911) ia pernah menjadi guru sekolah Desa di
Sungai Batang (1908), guru Bantu di Muarabelita (Palembang), Dosen
Fakultas Sastra UI (1955-1960), dan Redaktur Balai Pustaka hingga pensiun.
Menghasilkan sejumlah novel diantaranya yaitu Apa Dayaku Karena Aku
Permpuan (1922), Salah Pilih (1928), Karena Mertua (1932), dan lain – lain.

5. Muhamad Kasim

Dilahirkan tahun 1886 di Muara Sipongi, Tanapuli Selatan (Sumatra


Utara), pendidikannya sekolah guru sampai tahun 1935, ia bekerja sebagai
guru sekolah dasar. Kumpulan cerpennya Teman Duduk (1936) lazim disebut
sebagai awal tradisi kumpulan cerpen sastra Indonesia. Bukunya yang berjudul
Si Samin mendapat hadiah Sayembara Buku Anak – anak Balai Pustaka tahun
1924, lalu terbit lagi tahun 1928 dengan judul Pemandangan Dalam Dunia
Kanak – kanak.

6. Suman H. S.

Dilahirkan tahun 1904 di Bengkalis. Berpindah ke sekolah Melayu di


Bengkalis (1912-1918) dan sekolah normal di Medan dan Langsa (1923), dia
pernah menjadi guru Bahasa Indonesia di HISSIAK Sri Indapura (1923-1930).
Kepala Sekolah Bumi Melayu (di Pasir pengkarayaan (1930) pemilik sekolah
dizaman penduduk Jepang, pemilik sekolah merangkap kepala jabatan dinas
Pekanbaru – Kampar. Anggota pemerintahan tingkat satu Riau (1960-1966).
Anggota DPRD propinsi Riau (1966-1968) dan terakhir menjabat ketua umum
Yayasan Lembaga Pendidikan Riau.

Karangannya :

1. Kasih Tak Terlarai (novel, 1929)

2. Percobaan Setia (novel, 1931)

3. Mencari Pencuri Anak Perawan (novel, 1932)

4. Casi Tersesat (novel, 1932)

5. Kawan Bergelut (kumpulan cerpen, 1938)

6. Tebusan Darah (novel, 1939)

7. Adinegoro

Dilahirkan 14 Agustus 1904 di Talawi, Sumatra Barat, meninggal 8


Januari 1967 di Jakarta berpendidikan sekolah kedokteran (STOVIA) di
Jakarta (1918-1925) dan kemudian memperdalam pengetahuan di Belanda dan
Jerman Barat (1926-1930), dia pernah memjadi redaktur Panji Pustaka.
Perwata Deli dan Mimbar Indonesia di samping itu ia juga pernah menjadi
anggota Dewan Rakyat pada masa pendudukan Jepang, anggota Dewan
Perancang Nasional, anggota MPRS, ketua komisaris badan penerbit Dewan
Agung, dan Dewan Komisaris LKBN antara.

Karangannya:

1. Darah Muda (novel, 1927)


2. Asmara Jaya (novel, 1928)
3. Melawat Ke Barat (novel, 1930)

8. Tulis Sutan Sati

Dilahirka tahun 1928 di Bukitinggi, meninggal tahun 1942 di Jakarta


pernah menjadi guru dan kemudian menjadi Redaktur Balai Pustaka (1920-
1940).

Karangannya:

1. Sengsara Membawa Nikmat (novel, 1928)


2. Tak Disangka (novel, 1929)
3. Syair Siti Marhumah Yang Saleh (1930)
4. Memutuskan Pertalian (novel,1932)
5. Tiak Membalas Guna (novel, 1932)

9. Abas Sutan Pamunjak Nan Sati

Di lahirkan 17 Febuari 1899 di Magak, Bukitinggi, meninggal 4


Oktober 1975 di Jakarta pendidikannya Swasta di Magek (1908-1911) sekolah
privat di Bukitinggi (1911-1913), Kweek Schol (1914-1920), kursus bahasa
(1918), dan Inland MO (1929-1945), ia pernah menjadi guru diberbagai kota
(1920-1942), Dosen Sekolah Tinggi di Jakarta (1942-1945), Dosen
Universitas Gajah Mada di Yogyakarta (1946-1949), pegawai departemen
pendidikan pengajaran merangkap Dosen Universitas Indonesia di Jakarta
(1949).

Karangannya:

1. Dagang Melarat (novel, 1926)


2. Pertemuan (novel, 1927)
3. Putri Zahara atau Bunga Tanjung di Pasar Pasir (Afrika) (novel, 1947)
4. Jambangan (Kumpulan Sajak, 1947)

10. Aman Datuk Madjoinjo

Dilahirkan tahun 1896 di Surakam, Solok (Sumatra Utara), meninggal


16 Desember 1969, sejak tahun 1920 hingga pensiun ia bekerja di Balai
Pustaka.

Karangannya:

1. Syair Si Banso Urai (1931)


2. Menebus Dosa (novel, 1932)
3. Rusmala Dewi (novel bersama S.Hardejosumarto,1932)
4. Si Cebol Rindkan Bulan (novel, 1934)
5. Sampaikan Salamku Kepadanya (novel, 1935), dll.

11. Muhammad Yamin

Dilahirkan 23 Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatra Barat, meninggal


17 Oktober 1926 di Jakarta, pendidikannya HIS (1918), AMS (1927), dan
tamat sekolah Hakim Tinggi Jakarta (1932). Ia pernah menjadi Menteri
Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, pendidikan dan kebudayaan RI
(1953-1955), Ketua Badan Pengawasan LKBN antara (1961-1962) ketua
Dewan Perancang Nasional (1962).

Karangannya:

1. Tanah Air (Kumpulan Sajak, 1922)


2. Indonesia Tumpah Darahku (Kumpulan sajak, 1928)
3. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (drama, 1932)
4. Ken Arok dan Ken Dedes (drama, 1934)

12. Rustam Effendi


Dilahirkan 13 Mai 1903 di Padang dan HKS Bandung ( 1924) dia
pernah menjadi guru di Perguruan Tinggi Islam Adabiah 11 Padang tahun
(1928-1947), ia bermukim di Belanda dan 14 tahun diantaranya (1933-1946)
menjadi anggota Kamer Majelis Rendah.

Karangannya:

1. Bebasari (drama, 1926)


2. Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1926)

13. Yogi (Abdul Rivai)

Dilahirkan 1 Juli 1896 di Bonjol, Sumatra Utara, meninggal 4 April


1983 di Jakarta pendidikannya Sekolah Gubernemen kelas dua Lubuk
Sikamping dan Kursus Guru Bantu.

Karangannya:

1. Gubahan (kumpulan sajak, 1930)


2. Puspa Aneka (1931)

Tokoh – tokoh yang pernah memimpin Balai Pustaka tercatat Dr. D.A
Rankes, Dr. G.W.J. Drewes, Dr. K.A. Hidding, sementara sastrawan
Indonesia yang pernah bekerja di sana tercatat adinegoro,S. Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane, Nur Sutan Iskandar, dan H.B. Jasin.

D. Karakteristik Karya Sastra yang Terbit di Luar Balai Pustaka

Karya sastra yang terbit di luar Balai Pustaka dan yang tidak termasuk
kriteria Balai Pustaka biasa kita sebut dengan Bacaan Liar.

Pada abad ke-19, di Surabaya terbit surat kabar Bintang Timoer (mulai
tahun 1862). Awal abad-20 di Bandung terbit surat kabar yaitu Medan Priyayi yang
memuat cerita – cerita bersambung berbentuk roman. Cerita – cerita itu ditulis
dalam bahasa Melayu, tetapi bukan oleh pengarang – pengarang Melayu atau
Sumatra, yang mengisahkan masyarakat pada masa itu. Seperti roman yang
berjudul Hikayat, yang melukiskan kehidupan sehari – hari dan menggunakan
bahasa Melayu. Pemimpin redaksi surat kabar Medan Prijaji sendiri, Raden Mas
(Djokonomo) Tirto Adhisurjo (1875-1916) menulis dua buah cerita roman,
masing-masing berjudul Busono (1910) dan Nyai Permana (1912). Pengarang
keturunan bahasa Melayu- Cina. Misalnya G. Francis yang menulis kisah Nyai
Desima (1896). Kisah ini menceritakan nasib seorang wanita kampung yang
dijadikan nyai orang Inggris kemudian tertawan hatinya oleh pengaruh guna-guna
seorang Bang Samiun.

Adapun karya Marco Kartodikromo yang berjudul Student Hijo, yang terbit
pertama kali tahun 1918 melalui Harian Sinar Hindia, dan muncul sebagai buku
tahun 1919, merupakan salah satu perintis lahirnya sastra perlawanan: sebuah
fenomena dalam sastra Indonesia sebelum perang.

Novel ini berkisah tentang lahirnya para intelektual pribumi dari kalangan
borjuis kecil yang secara berani mengontraskan kehidupan di Nederland, oleh
karena itu novel ini dipinggirkan oleh Balai Pustaka. Tak hanya itu, buku ini
menceritakan kisah cinta yang rumit antara para tokoh – tokohnya seperti Hijo,
Biru, Wungu, Walter dan lain – lain.

Adapun Kesastraan Melayu Tionghoa. Mengutip hasil penelitian Salmon


Edwin mengatakan, Oey Se karya Thio Tjien Boen dan Lo Fen Koei karangan
Gouw Peng Liang adalah dua prosa asli pertama Kesastraan Melayu Tionghoa
yang diterbutkan tahun 1903, dua karya itu lahir 20 tahun lebih awal dibanding
karya – karya sastra terbitan Balai Pustaka antara lain terbitan novel Azab dan
Sengsara (1920) karya Merari Siregar dan Siti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli.

Isi dari Oey Se karya Thio Tjien Boen dan Lo Fen Koei itu sudah bukan
lagi tergolong kisah – kisah hikayat namun sebaliknya lebih mengesankan sabagai
novel denan para tokohnya yang riil an pengarang yang jelas. Gerakan Tionghoa
Modern waktu itu, berniat ingin memperbarui adat – istiadat Tionghoa di Jawa
yang mereka nilai sudah kolot.
DAFTAR PUSTAKA

Sarumpet, Riris K Toha. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

https://muzzam.wordpress.com/2009/06/20/angkatan-balai-pustaka/
http://artikel-pendidikan-sosial-ilmiah.blogspot.com/2017/07/kenyataan-
mengejutkan-periode-sastra-20.html?m=1
http://idfernando32.blogspot.com/2014/10/makalah-tentang-angkatan-balai-
pustaka.html
https://halim436.wordpress.com/tag/sastra-modern-angkatan-20/

Anda mungkin juga menyukai