Anda di halaman 1dari 18

Nama : Sa’ad Bin Abi Waqqash (29)

Kelas : XI-IBB A
Mapel : Bahasa dan Sastra Indonesia
BAB V
Mengapresiasi Perkembangan Genre Sastra Indonesia
yang terlintas saat mendengar sastra indoneisa hanya pengarangnya saja ya

A. Pengertian Genre Sastra


Genre Istilah Perancis (Genus,Generi) = Jenis, tipe, bentuk, ragam
dalam KBBI Genre Sastra bisa diartikan juga tipe,kelompok Sastra berdasarkan bentuk, ragam Sastra.
berarti Genre sastra adalah jenis karya sastra,tipe,kelompok Sastra berdasarkan bentuk, ragam Sastra.

B. Bentuk Karya Sastra :

 Puisi (Lirik) berbentuk lirik dan bait dengan menggunakan bahasa yang singkat dan padat
 Prosa (Epik) berbentuk epik atau paragraf dengan bahasayang lebih longgar dan terurai (bisa fiksi
atau nonfiksi), ada bahasa lisan tapi tidak mendominasi
 Naskah Drama (Dramatik) berbentuk dialog atau percakapan dengan bahasa yang didominasi
oleh bahasa lisan
(1). Jenis Puisi :

 Puisi lama : Pantun ( Karmina adalah pantun yang kilat 2 baris), Syair (baru dan pengaruh arab),
Gurindam (Baru), Mantra (Mantra adalah larik-larik yang mengandung kekuatan gaib), Bidal
(berisi pesan-pesan dengan 2 baris), Seloka, Talibun
 Puisi baru : Sanjak bebas (tidak terbatas dengan jumlah baris dan jumlah bait, tidak terikat rima
tetapi boleh-boleh saja di terapkan dalam sanjak bebas), Distikhon (2 baris), Ters (3 baris),Kwart
( 4 baris ), Kwint (5 baris), Sektet (6 Baris), Septima ( 7 baris ), Oktav (8 baris), Soneta (14 Baris)
mulainya Puisi baru tahun 1918, dibulatkan 1920 ditandainya dengan terbitnya karya sastra dengan
penerbit balai pustaka, jaman ini disebut jaman baru, jaman balai pustaka (karena penerbitnya)

(2). Jenis Prosa (Cerita) :

 Prosa lama : Dongeng ( Legenda,Fabel,Mite ( satu cerita/Mitos ( beberapa baris), sage


(berhubungan dengan sejarah), Wicacarita ( dongeng dengan ketokohan, Kerajaan)
 Prosa baru : Cerpen ( menceritakan/ melukiskan kejadian yang menarik dari tokohnya dan tidak
sampai mengubah nasibnya), Novel ( cerita panjang yang berisi tentang tokohnya yanng
mengalami konflik berat atau permasalahan berat sampai mengubah nasibnya),Roman (cerita
panjang yang menceritakan kehidupan tokoh dari lahir/kecil sampai meninggal), Roman Picisan (
Nocel ringan)

(3). untuk Naskah Drama tidak ada Drama lama atau baru karena masuk ke Karya Sastra baru dan juga di
Indonesia Sastra baru masuk 1920

C. Periodisasi Sastra Indonesia ( Pembagian Tahapan Angkatan Zaman Sastra )


1. pendomannya berdasarkan
2. Bahasa yang digunakan
3. Tema-tema (umum yang pada suatu Periode) termuat
4. Bentuk Sastra yang muncul
5. Pengarangnya terutama lahir dan meninggalnya serta menyangkut karakter ( Romantis, Idealis,
Realistis)
6. keadaan Masyarakatnya mempengaruhi isi karangannya sehingga menghasilkan corak-corak
sesuatu
meskipun pendomannya sama,para ahli tidak setuju dengan pembagian periodisasi sastra, sehingga
terjadinya permasalahan dikarenakan
1. Tidak adanya kesamaan istilah yang dgunakan
2. Tidak adanya kesamaan pengertian
3. Tidak adanya kesamaan nama angkatan
4. Tidak adanya kesamaan sistem (Batas Waktu)

yang paling terkenal adalah Angkatan 1920 Balai Pustaka, Angkatan 1933-an Pujangga baru, Angkatan
1945, 1950, 1966, angkatan 1970, 1990, 2000-an, Sastra Kontenporer

1. Sastra Angkatan Balai Pustaka (1920-an), menandai zaman baru karya sastra Indonesia ---> diciptakan
1918 - 1929
Jenis Karya Sastra : Roman (Paling lama), Puisi, Drama, Contoh :
1. Roman (Paling menonjol dan menjadi ciri khas Angkatan 1920/Balai Pustaka
2. Siti Nurbaya (Roman pertama) ---> Marah Rusli
3. Azab dan Sengsara, Sengsara membawa Nikmat ---> Mirari Siregar
4. Salah Asuhan ---> Abdul Muis (Pahlawan Nasional dalam 3 serangkai)
5. Salah Pilih, Si Jamin dan si Johan ---> Nur Sutan Iskandar
Puisi
1. Bukan Beta Bijak Berperi, Percikan Permenungan Soneta Duabelas ---> Rustam Effendi
2. Puspa Mega, Madah Kelana, Pancaran Cinta (Prosa Lirik) ---> Sanusi Pani (Pengarang Puisi dan
Drama
3. Tanah Air---> Muh. Yamin
Drama ---> Perintisnya yaitu Sanusi Pani
1.Sandya Kalaning Majapahit (Sandya adalah Senja atau akhir, Kalaning adalah Waktu, Majapahit adalah
nama kerajaan) ---> Sanusi Pani

CIri-ciri Karya Sastra Angkatan 1920-an/Balai Pustaka


1. Gaya Bahasa masih banyak menggunakan Istilah Klise, Pepatah, dan Peribahasa
Bukankah telah kukatakan dalam pepatah: Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih? Bukankah
setahun telah engkau ketahui untungku, karena engkau telah mendapat mimpi tentang nasibku itu?
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli, Balai Pustaka. Jakarta, 1988
Dalam kutipan di atas tampak bahwa novel Sitti Nurbaya menggunakan gaya bahasa yang mengandung
pepatah.

2. Alur maju
3. Penggambaran Wataknya secara langsung
Jika dipandang dari jauh, tentulah akan disangka; anak muda ini seorang anak Belanda, yang hendak
pulang dari sekolah. Tetapi jika dilihat dari dekat, nyatalah ia bukan bangsa Eropa; karena kulitnya
kuning sebagai kulit langsat, rambut dan matanya hitam sebagai dawat. Di bawah dahinya yang lebar
dan tinggi, nyata kelihatan alis matanya yang tebal dan hitam pula. Hidungnya mancung dan mulutnya
halus. Badannya sedang, tak gemuk dan tak kurus, tetapi tegap. Pada wajah mukanya yang jernih dan
tenang, berbayang, bahwa ia seorang yang lurus, tetapi keras hati; tak mudah dibantah, barang sesuatu
maksudnya. Menilik pakaian dan rumah sekolahnya, nyata ia anak seorang yang mampu dan tertib
sopannya menyatakan ia anak seorang yang berbangsa tinggi.
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli, Balai Pustaka. Jakarta. 1988
Dalam kutipan di atas bentuk fisik Samsul Bahri digambarkan secara langsung.

4. Banyak sisipan peristiwa singkat yang tidak langsung hubungannya dengan tema (mirip dengan alur
berbingkai)
Ke rimba berburu kera,
dapatlah anak kambing jantan.
Sudah nasib apakah daya,
demikian sudah permintaan badan.
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai. Marah Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988

5. Bersifat Didaktis ---> Memberikan Nasihat dan Pesan Moral secara Eksplisit
Ketahuilah olehmu, Samsul, walaupun di dalam dunia ini dapat kita memperoleh kesenangan, kekayaan,
dan kemuliaan, akan tetapi dunia ini adalah mengandung pula segala kesusahan, kesengsaraan,
kemiskinan, dan kehinaan yang bermacam macam rupa bangunnya tersembunyi pada segala tempat,
mengintip kurbannya setiap waktu, siap menerkam, barang yang dekat kepadanya.
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli. Balai Pustaka. Jakarta, 1988
Isi kutipan di atas memberi nasihat kepada Samsul Bahri dan pembaca untuk berhati hati dalam hidup.

6. Bercorak Romantis Sentimentil


7. Tema-tema yang banyak : Pertentangan Adat (antara kaum Muda dengan kaum Tua), Perjodohan,
Kawin Paksa
Aku masuk jadi bala tentara ini bukan karena apa, hanya karena hendak . . . di situ terhenti Letnan Mas
bercakap cakap sebagai tak dapat ia mengeluarkan perkataannya . .. ” mencari kematian. ”
”Apa katamu?” tanya Van Sta dengan takjub. ”Mencari kematian, kataku,” jawab Mas dengan sedih.
Tetapi sekarang belumlah kuperoleh maksudku ini. Rupanya benar kata pepatah Melayu: sebelum ajal,
berpantang mati.
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai. Marah Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Letnan Mas atau Samsul Bahri berusaha bunuh diri untuk lari
dari masalah yang dihadapinya.

8. Latar Kehidupannya daerah asal pengarang.


9. Belum banyak mempermasalahkan cita-cita kebangsaan dan masih bersifat kedaerahan
Uang belasting? Uang apa pula itu?” tanya Datuk Malelo dengan senyum merengut. “Ada ada saja
kompeni itu, untuk mencari uang. Dan siapakah yang akan susah karena aturan itu?”
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai. Marah Rusli. Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa masalah yang terjadi masih bersifat kedaerahan saja. Masalah
tersebut tentang uang belasting yang terjadi di Padang.

2. Periode Pujangga Baru: 1930-1945


Pada periode Pujangga Baru, karya sastra yang dihasilkan sebagian besar puisi. Selain itu, karya sastra
berjenis cerita pendek (cerpen) dan drama sudah mulai ditulis. Berikut ini ciri-ciri karya sastra periode
Pujangga Baru.

A. Puisi
1. Puisi berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi.
2. Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata indah dan gaya bahasa perbandingan.
3. Banyak melukiskan perasaan, alam yang indah, dan keindahan lainnya.
4. Masih memegang persajakan (rima).
B.Prosa
1. Alurnya lurus.
2. Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung.
3. Deskripsi fisik sudah sedikit.
”Aduh, indah benar.“ Dan seraya melompat lompat kecil ditariknya tangan kakaknya, ”Lihat Ti, yang
kecil itu, alangkah bagus mulutnya! Apa ditelannya itu? Nah, nah, dia bersembunyi di celah karang.”
Sekalian perkataan itu melancar dari mulutnya, sebagai air memancar dari celah gunung. Tuti mendekat
dan melihat menurut arah telunjuk Maria, ia pun berkata, ‘Ya, bagus.” Tetapi suaranya amat berlainan
dari adiknya, tertahan berat.
Dikutip dari: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Dari kutipan tersebut dapat diketahui watak Maria yang mudah memuji dan watak Tuti yang tidak mudah
kagum atau memuji. Watak Maria dan Tuti dapat dilihat dari percakapan antara Maria dan Tuti.

4. Tidak banyak sisipan cerita sehingga alurnya menjadi lebih erat.


5. Pusat pengisahannya menggunakan metode orang ketiga.
6. Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan, pepatah, dan peribahasa
7. Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat kota, misalnya masalah emansipasi,
pemilihan pekerjaan, dan masalah individu manusia.
Dalam sepi yang sesepi-sepinya itulah kedengaran suara Tuti membelah. ”Saudara saudaraku kaum
perempuan, rapat yang terhormat! Berbicara tentang sikap perempuan baru sebahagian besar ialah
berbicara tentang cita cita bagaimanakah harusnya kedudukan perempuan dalam masyarakat yang akan
datang. Janganlah sekali kali disangka, bahwa berunding tentang cita cita yang demikian semata mata
berarti berunding tentang angan-angan dan pelamunan yang tiada mempunyai guna yang praktis sedikit
jua pun.
….
Dikutip dari: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa salah satu masalah yang ditampilkan adalah masalah
emansipasi wanita.

8. Bersifat didaktis.

Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru


 Sutan Takdir Alisjahbana  Roestam Effendi
o Dian Tak Kunjung Padam (1932) o Bebasari: toneel dalam 3
o Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935) pertundjukan
o Pertjikan Permenungan
o Layar Terkembang (1936)
o Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)
 Sariamin Ismail
o Kalau Tak Untung (1933)
 Hamka
o Pengaruh Keadaan (1937)
o Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
o Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939)
 Anak Agung Pandji Tisna
o Ni Rawit Ceti Penjual
o Tuan Direktur (1950)
Orang (1935)
o Di dalam Lembah Kehidoepan (1940)
o Sukreni Gadis Bali (1936)
 Armijn Pane
o I Swasta Setahun di
o Belenggu (1940)
Bedahulu (1938)
o Jiwa Berjiwa
 J.E.Tatengkeng
o Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960) o Rindoe Dendam (1934)
o Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)  Fatimah Hasan Delais
o Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953) o Kehilangan Mestika (1935)
o Habis Gelap Terbitlah Terang - Terjemahan Surat R.A.  Said Daeng Muntu
Kartini (1945) o Pembalasan
 Sanusi Pane o Karena Kerendahan
o Pancaran Cinta (1926) Boedi (1941)
o Puspa Mega (1927)  Karim Halim
o Madah Kelana (1931)
o Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
o Kertajaya (1932)
 Tengku Amir Hamzah o Palawija (1944)
o Nyanyi Sunyi (1937)
o Begawat Gita (1933)
o Setanggi Timur (1939)

3. Periode Angkatan 45: 1940-1955


Pada periode ini, berkembang jenis-jenis sastra lainnya, seperti puisi, cerpen, novel, dan drama. Berikut
ciri-ciri karya sastra Angkatan 45.
A. Puisi
1. Puisi bebas, tidak terikat pembagian bait, jumlah baris, dan persajakan (rima).
2. Pilihan kata atau diksi mempergunakan kosakata bahasa sehari-hari.
3. Menggunakan kata, frasa, dan kalimat-kalimat ambigu sehingga menyebabkan arti ganda dan
banyak tafsir.
4. Mengemukakan masalah kemanusiaan yang bersifat umum, seperti tentang kesengsaraan hidup,
hak-hak asasi manusia, masala kemasyarakatan, dan kepincangan dalam masyarakat
B. Prosa
1. Banyak alur sorot balik, meskipun ada juga alur lurus
2. Sisipan-sisipan cerita dihindari sehingga alurnya padat.
3. Penokohan yang ditonjolkan bukan dengan analisis fisik, melainkananalisis kejiwaan yang
digambarkan dengan cara dramatik
4. Mengemukakan masalah kemasyarakatan, seperti kesengsaraan kehidupan, kemiskinan,
kepincangan-kepincangan dalam masyarakat, perbedaan kaya dan miskin, dan eksploitasi manusia
oleh manusia.
5. Mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal, kesengsaraan karena perang, pelanggaran
hak asasi manusia d ketakutan
Isa berdiri terengah-engah karena sudah tidak biasa berlari lagi. Gadis gadis Palang Merah itu hendak
kembali mengambil orang Tionghoa yang luka, tetapi orang orang menahan. ”Jangan,” kata mereka,
”ubel-ubel itu tidak peduli Palang Merah. “
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung. Mochtar Lubis, Pustaka Jaya. Jakarta. 1990
Dari kutipan tersebut dapat dilihat tidak adanya perikemanusiaan dalam perang. Bahkan, untuk menolong
orang yang terluka saja tentara tentara tetap menembaki anggota Palang Merah.

6. Latar cerita pada umumnya peperangan, terutama perang kemerdekaan melawan Belanda,
meskipun ada juga latar perang menentang Jepang,
Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa memecah kesunyian pagi, Guru Isa sedang berjalan kaki
menuju sekolahnya di Tanah Abang. Selintas masuk ke dalam pikirannya rasa was-was tentang
keselamatan istri dan anaknya.
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis. Pustaka Jaya. Jakarta, 1990
Latar kutipan novel Jalan Tak Ada Ujung menunjukkan latar suasana mencekam karena masih dalam
suasana peperangan.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

 Chairil Anwar
o Kerikil Tajam (1949)
o Deru Campur Debu (1949)
 Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
o Tiga Menguak Takdir (1950)
 Bakri Siregar
o Tanda Bahagia (1944)
o Tugu Putih. Drama (1950)
o Jejak Langkah (1953)
 Idrus
o Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
o Aki (1949)
o Perempuan dan Kebangsaan
 Achdiat K. Mihardja
o Atheis (1949)
 Muhammad Balfas
o Lingkaran-lingkaran Retak (1952)
o Tamu Malam. Drama (1957)
 Trisno Sumardjo
o Katahati dan Perbuatan (1952)
 Utuy Tatang Sontani
o Suling (drama) (1948)
o Tambera (1949)
o Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
 Suman Hs.
o Kasih Ta' Terlarai (1961)
o Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
o Pertjobaan Setia (1940)

4. Periode Angkatan 50: 1950-1970


Sebenarnya, ciri-ciri karya sastra Angkatan 50 hampir sama dengan Angkatan 45. Berikut ini ciri-ciri
karya sastra Angkatan 50.
A. Puisi
1. gaya epik (bercerita) mulai berkembang dengan munculnya puisi cerita dan balada dengan gaya
yang lebih sederhana.
2. Gaya ulangan mulai berkembang.
3. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang
4. penuh penderitaan Mengungkapkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan
pengangguran.
B. Prosa
1. Tidak terdapat sisipan cerita sehingga alurnya padat.
2. Cerita perang mulai berkurang.
3. Menggambarkan kehidupan masyarakat sehari-hari.
4. Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap. banyak mengemukakan pertentangan-
pertentangan politik.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950–1960-an
 Pramoedya Ananta Toer  Marius Ramis Dayoh
o Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) o Putra Budiman (1951)
o Bukan Pasar Malam (1951) o Pahlawan Minahasa (1957)
o Di Tepi Kali Bekasi (1951)  Ajip Rosidi
o Keluarga Gerilya (1951) o Tahun-tahun Kematian (1955)
o Mereka yang Dilumpuhkan (1951) o Ditengah Keluarga (1956)
o Perburuan (1950) o Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
o Cerita dari Blora (1952) o Cari Muatan (1959)
o Gadis Pantai (1962-65) o Pertemuan Kembali (1961)
o Tetralogi Buru  Ali Akbar Navis
 Nh. Dini o Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
o Dua Dunia (1950) o Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
o Hati jang Damai (1960) o Hujan Panas (1964)
 Sitor Situmorang o Kemarau (1967)
o Dalam Sadjak (1950)  Toto Sudarto Bachtiar
o Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954) o Etsa sajak-sajak (1956)
o Pertempuran dan Saldju di Paris (1956) o Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
o Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)  Ramadhan K.H
o Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955) o Priangan si Jelita (1956)
 Mochtar Lubis  W.S. Rendra
o Tak Ada Esok (1950) o Balada Orang-orang Tercinta (1957)
o Jalan Tak Ada Ujung (1952) o Empat Kumpulan Sajak (1961)
o Tanah Gersang (1964) o Ia Sudah Bertualang (1963)
o Si Djamal (1964)

5. Periode/Angkatan 66’-70’
Dalam periode ini mulai berkembang sastra pop dan novel pop.

Ciri-ciri Karya Sastra Periode/Angkatan 60’-70’


A. Puisi

 Mempergunakan sarana kepuitisan yang khusus berupa frasa.


 Mempergunakan teknik pengungkapan ide secara sederhana. dengan kalimat kalimat biasa atau
sederhana.
 Mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung mistik.
 Menuntut hak-hak asasi manusia misalnya: kebebasan, hidup merdeka, bebas dari penindasan,
menuntut kehidupan yang layak, dan bebas dari pencemaran kehidupan modern.
 Mengemukakan kritik sosial atas kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah, dan kritik atas
penyelewengan.
Contoh:
Solitude
yang paling mawar
yang paling duri
yang paling sayap
yang paling bumi
yang paling pisau
yang paling risau
yang paling nancap
yang paling dekap
samping yang paling kau!
Sutardji Calzoum Bachri
Pada puisi ”Solitude” kata yang ‘paling’ diulang-ulang. Puisi ”Solitude” menggunakan kata kata dan
kalimat-kalimat yang sederhana. Puisi “Solitude” menunjukkan kesepian hati penyair. Penyair merasa
bahwa Tuhanlah segala galanya dan ditunjukkan dengan kalimat: samping yang paling Kau!
Kata Kau! pada puisi “Solitude” mengacu kepada Tuhan.

B. Prosa
 Alur berbelit-belit.
 Pusat pengisahan bermetode orang ketiga.
Contoh:

“Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan. Pada dirinya sendiri. “
Dikutip dari: Ziarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta, 1976
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa novel Ziarah menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penulis
menyebut tokoh utama dengan sebutan “dia”.
 Mengeksploitasi kehidupan manusia sebagai individu, bukan sebagai makhluk komunal.
Contoh:
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan. Pada dirinya sendiri.”
Dikutip dari: Ziarah. lwan Simatupang, Djambatan, Jakarta, 1976
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa penulis hanya mengeksploitasi manusia sebagai makhluk
individu yang hanya menghargai keberadaan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kalimat pada
dirinya sendiri.

 Mengemukakan kehidupan yang tidak jelas.


 Mengedepankan warna lokal (subkultur). latar belakang kebudayaan lokal.
 Mengemukakan tuntutan atas hak hak asasi manusia untuk bebas dari kesewenang-wenangan, baik
yang dilakukan oleh anggota masyarakat lain atau oleh pihak pihak yang berkuasa.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
 Taufik Ismail  Djamil Suherman
o Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia o Perjalanan ke Akhirat (1962)
o Tirani dan Benteng o Manifestasi (1963)
o Buku Tamu Musim Perjuangan  Titis Basino
o Sajak Ladang Jagung o Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
o Kenalkan o Lesbian (1976)
o Saya Hewan o Bukan Rumahku (1976)
o Puisi-puisi Langit o Pelabuhan Hati (1978)
 Sutardji Calzoum Bachri o Pelabuhan Hati (1978)
o O  Leon Agusta
o Amuk o Monumen Safari (1966)
o Kapak o Catatan Putih (1975)
 Abdul Hadi WM o Di Bawah Bayangan Sang
o Meditasi (1976) Kekasih (1978)
o Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai o Hukla (1979)
Sanur (1975)  Iwan Simatupang
o Tergantung Pada Angin (1977) o Ziarah (1968)
 Sapardi Djoko Damono o Kering (1972)
o Dukamu Abadi (1969) o Merahnya Merah (1968)
o Mata Pisau (1974) o Keong (1975)
 Goenawan Mohamad o RT Nol/RW Nol
o Parikesit (1969) o Tegak Lurus Dengan Langit
o Interlude (1971)  M.A Salmoen
o Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin o Masa Bergolak (1968)
Kundang (1972)  Parakitri Tahi Simbolon
o Seks, Sastra, dan Kita (1980) o Ibu (1969)
 Umar Kayam  Chairul Harun
o Seribu Kunang-kunang di Manhattan o Warisan (1979)
o Sri Sumarah dan Bawuk  Kuntowijoyo
o Lebaran di Karet o Khotbah di Atas Bukit (1976)
o Pada Suatu Saat di Bandar Sangging  M. Balfas
o Kelir Tanpa Batas o Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
o Para Priyayi  Mahbub Djunaidi
o Jalan Menikung o Dari Hari ke Hari (1975)
 Danarto  Wildan Yatim
o Godlob o Pergolakan (1974)
o Adam Makrifat
o Berhala
 Nasjah Djamin
 Harijadi S. Hartowardojo
o Hilanglah si Anak Hilang (1963)
o Perjanjian dengan Maut (1976)
o Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
 Ismail Marahimin
 Putu Wijaya
o Dan Perang Pun Usai (1979)
o Bila Malam Bertambah Malam (1971)
 Wisran Hadi
o Telegram (1973)
o Empat Orang Melayu
o Stasiun (1977)
o Jalan Lurus
o Pabrik
o Gres
o Bom

6. Periode Angkatan 70
Pada periode ini, mulai berkembang sastra pop. Berikut ini ciri-ciri karya sastra periode Angkatan 1970.

A. Puisi
1. Mempergunakan sarana kepuitisan yang khusus berupa frasa.
2. Mempergunakan teknik pengungkapan ide secara sederhana, dengan kalimat-kalimat biasa atau
sederhana.
3. Mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung mistik.
4. Menuntut hak-hak asasi manusia, seperti kebebasan, hidup merdeka, bebas dari penindasan, dan
tuntutan akan kehidupan yang layak.
5. Mengemukakan kritik sosial atas kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah dan kritik atas
penyelewengan.
B. Prosa
1. Alur berbelit-belit.
2. Pusat pengisahan dengan metode orang ketiga. Mengeksploitasi kehidupan manusia sebagai
individu, bukan
3. sebagai makhluk komunal. Mengedepankan warna lokal (subkultur) dengan latar belakang
kebudayaan lokal.
4. Mengemukakan tuntutan atas hak-hak asasi manusia untuk bebas dari kesewenang-wenangan,
baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat lain atau oleh pihak-pihak yang berkuasa.
1.Putu Wijaya
o Orang-orang Mandiri (drama);
o Lautan Bernyanyi (drama);
o Telegram (novel);
o Aduh (drama);
o Pabrik (novel);
o Stasiun (novel);
o Hah (novel);
o Keok (novel);
o Anu (drama);
o MS (novel);
o Sobat (novel);
o Tak Cukup Sedih (novel);
o Dadaku adalah perisaiku (kumupulan sajak);
o Ratu (novel);
o Edan (novel);
o Bom (kumpulan cerpen).

2.Iwan Simatupang
o Merahnya Merah (roman);
o Kering (roman);
o Ziarah (roman);
o Kooong (roman);

3.Danarto
o Godolb (kumpulan cerpen);
o Obrok owok-owok, Ebrek ewek-ewek (drama);
o Adam ma’rifat (kumpulan cerpen);
o Berhala;
o Orang Jawa Naik Haji (1984);
o Bel Geduwel Beh (1976).

4.Budi Darma
o Solilokui (kumpulan essai);
o Olenka (novel);
o Orang-orang Bloomington (kumpulan cerpen);

5.Sutardji Calzoum Bachri


o O (kumpulan sajak);
o Amuk ( kumpulan sajak);
o Kapak (kumpulan sajak).

6.Arifin C. Noer
o Kapai-kapai (drama);
o Kasir Kita (drama satu babak);
o Orkes Madun (drama);
o Selamat Pagi, Jajang (kumpulan sajak);
o Sumur tanpa dasar (drama);
o Tengul (drama).
7.Darmanto Jatman
o Sajak-sajak Putih (kumpulan sajak);
o Dalam Kejaran Waktu (novel);
o Bangsat (kumpulan sajak);
o Sang Darmanto (kumpulan sajak);
o Ki Balaka Suta (kumpulan sajak).

8.Linus Suryadi
o Langit Kelabu (kumpulan sajak);
o Pengakuan Pariyem (novel);
o Syair-syair dari Jogja (kumpulan sajak);
o Perang Troya (cerita anak);
o Dari Desa ke Kota (kumpulan essai);
o Perutut Manggung (kumpulan sajak);
o Gerhana Bulan (kumpulan sajak).

9. Taufik Ismail
o Puisi-puisi Sepi (kumpulan sajak);
o Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (kumpulan sajak);
o Sajak Ladang Jagung (kumpulan sajak).

10.Arsendo Atmowiloto
o Lawan Jadi Kawan (cerita anak);
o Bayang-bayang Baur (novel);
o Teu Cireus (novel);
o Surat dengan Sampul Putih (kumpulan cerpen);
o Saat Kau Berbaring di dadaku (novel);
o 2 x cinta.

11.Y.B Mangunwijaya
o Teknologi dan Dampak Kebudayaannya (essai);
o Sastra dan Religiusitas (kumpulan essai);
o Roro Mendut (roman);
o Puntung Roro Mendut (roman);
o Ragawirdya (novel);
o Fisi Bangunan (buku teks);
o Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa (novel).

12.Abdul Hadi WM
o Laut Belum Pasang (kumpulan sajak);
o Cermin (kumpulan sajak);
o Potret Seorang Pengunjung Pantai Sanur (kumpulan sajak);
o Meditasi (kumpulan sajak);
o Tergantung pada Angin (kumpulan sajak);
o Manusia dalam Sastra Indonesia Muttakhir (kumpulan essai);
o Zaman Edan dan Sastra Frustasi (kumpulan essai).

13.Emha Ainun Najib


o Frustasi (kumpulan sajak);
o Sajak-sajak Sepanjang Jalan (kumpulan sajak);
o Mabang;
o Tangis;
o Lingkaran Dinding;
o Kepala Kampung;
o Seorang Gelandangan;
o Mimpi Setiap Orang;
o Mimpi Istriku;
o 99 untuk Tuhanku (sajak);
o Di Belakangku.

14.Korrie Layun Rampan


o Matahari pinsan di ubun-ubun (kumpulan sajak);
o Cermin Sang Waktu (kumpulan sajak bersama Gunoto Saparie);
o Saan (kumpulan sajak);
o Malam Putih (kumpulan sajak);
o Upacara (novel);
o Kekasih (kumpulan cerpen);
o Suara Kesunyian (kumpulan sajak).

15.Umar Kayam
o Seribu Kunang-kunang di Matahari (kumpulan cerpen);
o Sri Sumarah dan Bawuk (kumpulan cerpen);
o Totok dan Toni (cerita anak-anak);
o Seni, Tradisi, Masyarakat (kumpulan essai);
o Para Priyayi (novel);
o Lebaran di Karet, di Karet - (kumpulan cerita pendek);
o Pada Suatu Saat di Bandar Sangging;
o Kelir Tanpa Batas;
o Jalan Menikung.

16.Remy Sylado
o Gali Lobang Gila Lobang (roman);
o Kita Hidup Hanya Sekali (roman);
o Belajar Menghargai Hak asasi Kawan (sajak).

17.WS. Rendra
o SLA (drama terjemahan);
o Informan ( drama terjemahan);
o Blues untuk Bonnie (kumpulan sajak);
o Sajak-sajak Sepatu Tua (kumpulan sajak);
o Oidipus Sang Budha (drama terjemahan);
o Antigone (drama);
o Potret Pembangunan dalam Puisi (kumpulan sajak).

7. Periode Angkatan 2000


Pada angkatan ini, banyak bermunculan karya sastra yang lebih modern dengan tema puisi dan prosa
yang beragam. Sudut pandang orang pertama ("aku") mulai mendominasi karya sastra prosa. Tema-tema
yang diusung lebih variatif.

 Ahmad Fuadi  Habiburrahman El Shirazy


o Negeri 5 Menara (2009) o Ayat-Ayat Cinta (2004)
o Ranah 3 Warna (2011) o Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
o Rantau 1 Muara (2013) o Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
 Andrea Hirata  Herlinatiens
o Laskar Pelangi (2005) o Garis Tepi Seorang Lesbian (2003)
o Sang Pemimpi (2006) o Jilbab Britney Spears (2004)
o Edensor (2007)  Lily Yulianti Farid
o Maryamah Karpov (2008) o Maiasaura (2008)
o Padang Bulan (2010) o Makkunrai (2008)
 Dewi Lestari o Ruang Keluarga (2010)
o seri Supernova (2001–2016)  Okky Madasari
o Aroma Karsa (2018) o Entrok (2010)
 Dinar Rahayu o Maryam (2012)
o Ode to Leopold Von o Pasung Jiwa (2013)
Sacher-Masoch (2002)  Raudal Tanjung Banua
 Djenar Maesa Ayu o Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
o Mereka Bilang, Saya o Parang Tak Berulu (2005)
Monyet! (2002)  Sekar Ayu Asmara
o Jangan Main-Main (dengan o Biola Tak Berdawai (2003)
Kelaminmu) (2004) o Pintu Terlarang (2004)
 Fira Basuki
o trilogi Jendela-jendela (2001),
Pintu (2002), Atap (2003)
o 140 Karakter: Kumpulan Tweets (2012)
Angkatan Kontemporer
Puisi Indonesia Kontemporer adalah puisi Indonesia yang lahir di dalam waktu tertentu yang
berbentuk dan bergaya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi lama pada umumnya. Istilah puisi Indonesia
kontemporer mulai dipopulerkan pada 1970-an. Gerakan puisi kontemporer yang melanda dunia memberi
corak terhadap kehidupan puisi Indonesia. Ciri-ciri Puisi Kontemporer meurut Sumardi di dalam
makalahnya berjudul Mengintip Puisi Indonesia Kontemporer yang dikutip oleh Purba 2010:37,
menegaskan ciri-ciri Puisi Kontemporer sebagai berikut:
1. Puisi yang sama sekali menolak kata sebagai media ekspresinya
2. Puisi yang bertumpu pada simbol-simbol nonkata, dan menampilkan kata seminimal mungkin
sebagai intinya.
3. Puisi yang bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing atau bahasa daerah.
4. Puisi yang memakai kata-kata supra, kata-kata konvensional yang dijungkirbalikkan dan belum
dikenal masyarakat umum
5. Puisi yang menganggap tipografi secara cermat sebagai bagian dari daya atau alat ekspresinya.
6. Puisi yang berpijak pada bahasa inkonvensional, tetapi diberi tenaga baru dengan cara
menciptakan idiom-idiom baru.
Beberapa Bentuk dari Jenis Puisi Kontemporer
1. Puisi yang terdiri dari garis dan gambar berupa kubus segi empat.
2. Puisi yang menggunakan simbol-simbol dengan menampilkan atau kalimat seruan yang sedikit.
3. Puisi yang bebas memasukkan unsur-unsur bahasa asing dan bahhasa daerah.
4. Puisi yang memakai kata-kata supra, kata-kata konvensional yang dijungkirbalikkan dan belum
dikenal masyarakat umum
5. Puisi yang menggarap tipografi secara cermat sebagai bagian daya atau alat ekspresi.
6. Puisi yang berpijak pada bahasa konvensional, tetapi diberi tenaga baru dengan cara menciptakan
idiom-idiom baru.
7. Puisi mbeling atau puisi lagu. Puisi ini mengungkapkan hidup sosial kota-kota besar yang sering
menampilkan sikap penulis yang skeptis, pesimis, anarkis, dan individualis.
8. Puisi yang sangat memperhatikan unsur bunyi
9. Puisi konkret atau puisi gambar dengan sepatah kata atau kalimat menyertainya. Puisi seperti ini
bisanya disebut puisi rupa atau puisi seni rupa.
A. Cerita Pendek Indonesia Kontemporer
Cerita pendek Indonesia bermula dari cerita anekdot, lalu cerita perang dan lukisan masyarakat.
Cerita-cerita pendek kontemporer muncul tidak selalu mengikuti pola cerita-cerita pendek yang telah ada,
tetapi dengan perkembangan jenis atau genre sastra yang lain. Para cerpenis juga melakukan inovasi
kedalam dak selalu mengikuti pola cerita-cerita pendek yang telah ada, tetapi dengan perkembangan jenis
atau genre sastra yang lain. Para cerpenis juga melakukan inovasi kedalam dunia kreativitas.
Cerita pendek kontemporer dapat dikatakan sebagai protes terhadap kepincangan-kepincangan
masyarakat. Hal lain yang melatarbelakangi munculnya cerita pendek kontemporer adalah pergeseran
nilai kehidupan secara menyeluruh yang di tandai dengan semangat moderen. Sedangkan semangat
kontemporer lebih dijiwai oleh persoalan kehidupan manusia.
Konsep cerita pendek sebenarnya berasal dari konsep sastra barat. Istilah cerita pendek adalah
sinonim dari kata short story dan istilah cerita pendek Indonesia kontemporer dipadankan dengan
contemporery short story. Di indonesia istilah cerita pendek Indonesia dipadankan dengan istilah cerita
pendek mutakhir, cerita pendek inkonvensional, cerita pendek masa kini. Cerita pendek Indonesia
kontemporer adalah cerita pendek yang berisikan kehidupan manusia Indonesia yang terasing dari
dunianya karena gencetan suasana metropolis, yang pemberontak, yang beradap di tengah-tengah
pergulatan nilai-nilai saling bertentangan yang membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi-potensi
yang unik.
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan, ada beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh cerita
pendek Indonesia kontemporer yaitu:
1. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri antilogika
2. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri mengabaikan plot.
3. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri absurd.
4. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri anti tokoh.
5. Cerita pendek Indonesia kontemporer berciri terasing atau serba kompleks.
B. Novel Indonesia Kontemporer
Pengertian Novel Kontemporer secara sederhana adalah novel yang hidup pada masa sekarang.
Novel kontemporer diistilahkan juga novel inkonvensional atau novel mutakhir. Novel kontemporer
dianggap sebagai novel inkonvensional karena dianggap menyimpang dari semua sistem penulisan fiksi
yang ada selama ini. Novel kontemporer muncul dilatarbelakangi adanya pergeseran nilai secara
menyeluruh dan persoalan kehidupan.
Novel Indonesia kontemporer memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Antitokoh
2. Antialur
3. Bersuasana misteri atau gaib
4. Cenderung mengungkapan transendental, sufistik
5. Cenderung kembali ke tradisi lama atau warna lokal.

Simpulan
1. Sastra Kontemporer adalah sastra masa kini, sastra sezaman, sastra dewasa ini. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sastra kontemporer adalah sastra yang hidup pada masa kini atau
sastra.
2. Sastra kontemporer terlahir karena dilatarbelakangi oleh adanya suatu pergeseran nilai
kehidupan secara menyeluruh, hal ini ditandai oleh semangat moderen. Di samping itu semangat
kontemporer juga lebih dijiwai oleh persoalan kehidupan.
3. Jenis-jenis sastra kontemporer yaitu:
1) Puisi Indonesia Kontemporer, yaitu puisi Indonesia yang lahir di dalam waktu tertentu yang berbentuk
dan bergaya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi lama pada umumnya.
2) Cerita pendek Indonesia kontemporer adalah cerita pendek yang berisikan kehidupan manusia Indonesia
yang terasing dari dunianya karena gencetan suasana metropolis, yang pemberontak, yang beradap di
tengah-tengah pergulatan nilai-nilai saling bertentangan yang membuktikan bahwa manusia mempunyai
potensi-potensi yang unik.
3) Novel Kontemporer, secara sederhana adalah novel yang hidup pada masa sekarang. Novel
kontemporer diistilahkan juga novel inkonvensional atau novel mutakhir.

 Ahmad Fuadi
 Negeri 5 Menara (2009)
 Ranah 3 Warna (2011)
 Andrea Hirata
 Laskar Pelangi (2005)
 Sang Pemimpi (2006) Edensor (2007)
 Maryamah Karpov (2008)
 Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010
 Ayu Utami
 Larung (2001)
 Dewi Lestari
 Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
 Supernova 2: Akar (2002)
 Supernova 3: Petir (2004)
 Habiburrahman El Shirazy
 Ayat-Ayat Cinta (2004)
 Diatas Sajadah Cinta (2004)
 Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
 Herlinatiens
 Broken Heart, Psikopop Teen Guide (2005)
 Koella, Bersamamu dan Terluka (2006)
 Sebuah Cinta yang Menangis (2006)
 Raudal Tanjung Banua
 Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
 Ziarah bagi yang Hidup (2004)
 Parang Tak Berulu (2005)
 Seno Gumira Ajidarma
 Atas Nama Malam
 Sepotong Senja untuk Pacarku

Anda mungkin juga menyukai