2020/2021
Anggkatan Pujangga Baru
Pengarang dan karya sastra yang terkenal dalam angkatan tersebut adalah :
1) Sutan Takdir Ali Syhabana (roman Layar Terkembang (1948), Tebaran
Mega (1963), Dian Tak Kunjung Padam, Kalah dan Manang, Grota
Azzura)
2) Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyian Sunyi (1954), Buah Rindu
(1950), Setanggi Timur (1939))
3) Armin Pane (novel Belenggu (1654), Jiwa Berjiwa, kumpulan sajak
Gamelan Jiwa (1960), drama Jinak-Jinak Merpati (1950))
4) Sanusi Pane (drama Manusia Baru, Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega
(1971), Madah Kelana (1931/1970), Sandhyakala Ning Majapahit
(1971), Kertadjaja (1971))
5) M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes (1951), Indonesia Tumpah
Darahku (1928), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata, Tanah Air)
6) Rustam Efendi (drama Bebasari (1953), Pertjikan Permenungan (1957))
7) Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam (1934)
8) Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck)
Kesimpulan
Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang
dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut,
terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran
kebangsaan. Pujangga Baru pada mulanya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan
sastra yang mulai diterbitkan pada bulan Juli 1933. Nama majalah inilah yang
kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda.
Penyair yang dipandang paling kuat pada masa Pujangga Baru adalah Amir Hamzah
yang oleh H.B. Jassin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Ada penyair yang cukup
kuat pada masa ini, misalnya : Sanusi Pane, J.E. tatengkeng, Sultan Takdir Ali
Syahbana, dan Asmara Hadi.