Anda di halaman 1dari 11

APRESIASI DAN DISKUSI PROSA FIKSI PERIODE ’20 DAN ‘30

Dosen Pengampu:

Siswanto, S.Pd, M.A

Disusun Oleh Kelompok 12:

Dini Silvia 170210402098

Karina Amanda Pramadia Putri 170210402099

Wulan Hayuningrum 170210402109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018
Kata Pengantar

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Apresiasi dan
Diskusi Prosa Fiksi Periode ’20 dan ‘30” dengan lancar.
Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas kelompok. Penulis berusaha
menyusun makalah ini dengan semaksimal mungkin. Walau begitu, penulis menyadari bahwa
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharap kritik
dan saran yang membangun dari pembaca. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menambah wawasan untuk pembaca.

Jember, 23 November 2018

Penulis
Daftar Isi
Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Karya sastra yang lahir periode 1921-1930 sering disebut sebagai karya sastra angkatan
20 an atau angkatan Balai Pustaka. Disebut angkatan 20 an karena novel yang pertama kali terbit
adalah pada 1920, yakni novel Azab dan Sengsara karya Mereta Siregar. Karya yang lahir pada
periode itu disebut juga angkatan Balai Pustaka. Karya yang lahir sekitar 30 an pada umumnya
berbeda dengan karya sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai
memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak lagi mempersoalkan tradisi sebagai
tema sentralnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah

1.3 Tujuan
Bab 2
Pembahasan

2.1 Mengenal Periode ’20 dan analisis prosa fiksinya


Angkatan 20 disebut juga angkatan Balai Pustaka. Balai Pustaka merupakan nama badan
yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Badan tersebut sebagai penjelmaan
dari Commissie voor De Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat.Commissie voor De
Volkslectuur dibentuk pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-
bahan bacaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu. Disebut Angkatan Dua Puluhan karena novel
yang pertama kali terbit adalah novel Azab dan Sengsara yang diterbitkan pada tahun 1921 oleh
Merari siregar. Disebut pula sebagai Angkatan Balai Pustaka karena karya-karya tersebut banyak
diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.
Prosa periode ini memiliki ciri-ciri yang diuraikan meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur
estetik yang meliputi: alur, penokohan, teknik latar, pusat pengisahan, gaya bercerita dan gaya
bahasa. Aspek yang kedua adalah ekstraestetik meliputi: pemikiran, filsafat, pandangan hidup,
serta gambaran kehidupan, . Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan
perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan drama. Peristiwa- peristiwa sosial,
kehidupan adat-istiadat, kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya
banyak yang direkam dalam buku-buku sastra yang terbit pada masa itu.
Jenis satra yang berkembang pada angkatan balai pustaka adalah roman, ada juga cerita pendek
tapi sangat sedikit jumlahnya.

 Ciri-ciri struktur ekstetik prosa angkatan balai pustaka :


 Gaya bahasanya menggunakan perumpamaan klise, pepatah-pepatah dan peribahasa
 Teknik penokohan dan perwatakannya banyak menggunakan analisis langsung
 Bersifat didaktis (mendidik)
 Alur yang digunakan dominan alur lurus
 Latar cerita pada umumnya latar daerah, pedesaan dan kehidupan daerah

.
 Ciri-ciri ekstraestetik:

 Bermasalah adat, terutama masalah adat kawin paksa dan permaduan


 Pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda: kaum tua mempertahankan
tradisi yang lama sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan menurut paham kehidupan
modern;

 Cita-cita kebangsaan belum dipermasalahkan, masalah masih bersifat kedaerahan.

Contoh analisis Novel Salah Asuhan

Salah Asuhan merupakan novel hasil karya Abdoel Moeis yang pertama kali diterbitkan pada
tahun 1928 dan termasuk ke dalam novel angkatan Balai Pustaka atau novel angkatan 20-an.
dalam novel Salah Asuhan mengisahkan kisah cinta antaradua bangsa dan budaya yang
mengalami permasalahan di dalam menyatukan cinta mereka.

Ciri ekstetik :

 Gaya Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam novel Salah Asuhan adalah bahasa Melayu.Selain itu, dalam
novel ini juga terdapat kata-kata dalam bahasa Belanda, bahasa Padang,dan bahasa
Betawi.Dalam novel ini juga terdapat banyak peribahasa dan pantun tentang nasihat seperti yang
sering dituturkan oleh Ibu Hanafi.

a) Peribahasa

“saat ini, air mukamu jerni, keningmu licin, bolehkah ibu menuturkan niatku itu, supaya tidak
menjadi duri dalam daging” (halaman 25, paragraf 3)

b) Majas metafora,

“Tapi kesenanganku sudah terganggu karena menaruh intan yang belum digosok itu”.
 Teknik penokohan

1) Hanafi, wataknya keras kepala, kasar

a) keras kapala

“Memang….kasihan! Ah ibuku…aku pengecut tapi hidupku kosong…habis cita-cita baik…


enyah!.” Halaman 259, paragraf 8)

b) kasar

“ Hai Buyung! Antarkan anak itu dahulu kebelakang!” kata Hanafi dengan suara bengis dari
jauh.” (halaman 80, paragraf 2)

2) Corrie, wataknya baik, mudah bergaul

a) baik

“O, sigaret tante boleh habiskan satu dos. Sudah tentu enak, ayoh coba!” (halaman 164, paragraf
8)

b) Mudah bergaul

“Oh, ruangan di jantung tuan Hanafi amat luas,” kata Corrie sambil tertawa, “buat dua tuga
orang perempuan saja masih berlapang-lapang.” (halaman 7, paragraf 2)

3) Rapiah, wataknya sabar, baik

a) sabar

“Rapiah tunduk, tidak menyahut, airmatanya saja berhamburan. Syafei, dalam dukungan ibunya
yang tadinya menangis keras, lalu mengganti tangisnya dengan beriba-iba. Seakan-akan tahulah
anak kecil itu, bahwa ibunya yang tdak berdaya, sedang menempuh azab dunia dan menanggung
aib di muka-muka orang.” (halaman 83, paragraf 4)

b) baik

“Apakah ayahmu orang baik? Uah sungguh-sungguh orang baik. Kata ibuku tidak adalah orang
yang sebaik ayahku itu.” (halaman 238, paragraf 5)

4) Ibu Hanafi, wataknya sabar dan baik


a) sabar

“Astagfirullah, Hanafi! Turutilah ibumu mengucap menyebut nama Allah bagimu dan tidak akan
bertutur lagi dengan sejauh itu tersesatnya” (halaman 85, paragraf 4)

b) baik

“Sekarang sudah setengah tujuh, sudah jauh terlampau waktu berbuka, Piah! Sebaik-baiknya
hendaklah engkau pergi makan dahulu.” (halaman 119, paragraf 4)

5) Tuan Du Busse, wataknya tegas

“Tapi Corrie mesti bersekolah yang sepatut-patutnya” (halaman 10, paragraf 5)

 Amanat

Adapun amanat yang terkandung dalam novel Salah Asuhan adalah :

1) Janganlah melupakan adat istiadat negeri sendiri, jikalau ada adat istiadat dari bangsa lain,
boleh saja kita menerima tapi harus pandai memilih, yaitu pilihlah adat yang layak dan baik kita
terima di negeri kita.

2) Jangan memaksakan suatu pernikahan yang tidak pernah diinginkan oleh pengantin tersebut,
karena akhirnya akan saling menyiksa keduanya.

 Alur

Alur yang digunakan dalam novel Salah Asuhan adalah alur maju karna pengarang menceritakan
kisahnya kemasa selanjutnya.

 Latar/ setting
 Minangkabau

“Sesungguhnya ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal di kampung saja, tapi sebabkasihan
kepada anak, ditinggalkannyalah rumah gedang di Koto Anau, dan tinggallah ia bersma-sama dengan
Hanafi di Solok.” (halaman 23, paragraf 3)

Ciri ekstraestetik :

Ciri struktur ekstra estetik meliputi bahan-bahan karya sastra. Seperti masalah, pemikiran,
filsafat, pandangan hidup, serta gambaran kehidupan.

Periode Balai Pustaka : 1920-1940 yaitu mengenai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat sehari-hari, karakteristik yang membedakan sastra angkatan Balai Pustaka
dengan sastra angkatan lainnya adalah karya-karyannya kebanyakan bertemakan kawin paksa,
memuat pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda, unsur nasionalitas yang
terkandung dalam karya sastra belum jelas, peristiwa yang diceritakan hanya merupakan realitas
kehidupan, analisis psikologi dalam karya sastra masih kurang.

Contoh analisis ciri ekstraestetik pada novel Salah Asuhan .

Pada novel salah asuhan karya Abdul moeis, novel yang pertama kali terbit tahun 1928
ini merupakan novel angkatan balai pustaka yang mengangkat cerita tentang tokoh utama yang
bernama Hanfi, dirinya memiliki perangai dan obsesi untuk sama dengan bangsa Eropa. Cerita
dalam novel ini dimulai dengan konflik kisah cinta beda bangsa antara Hanafi dan Corrie.
Mereka adalah teman sepermainan sejak kecil. Hanafi adalah bumiputra yang lahir di Solok,
dibesarkan oleh seorang ibu dan bisa menempuh pendidikan hingga sekolah tinggi di Betawi dan
berpangkat komis. Kesehariannya bercampur dengan orang-orang Eropa, dirinya merasa dirinya
bukan bumiputra lagi.

2.1 Mengenal Periode ’30 dan analisis prosa fiksinya


Periode Pujangga Baru : 1930-1945 pada periode angkatan ini telah bangkit atau tumbuh
nasionalisme sebagai roh sastra Indonesia dan cita-cita bangsa pun banyak mewarnai karya sastra
pujangga baru, serta ciri-ciri periode ini bersifat dinamis, individualistis, dan Hasil karya
bercorak kebangsaan.

(LANJUTKAN RIN !!! KU SUDAH OLENG)


SIMPULAN

Dari apa yang telah penulis jelaskan diatas, dapat diambil kesimpulan bahawa ciri-ciri
estetik dan ekstra estetik dalam puisi dan prosa pada periode 1920-1984 dalam Sastra Indonesia
itu memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri, di antara nya: Pada periode balai Pustaka, ciri puisi
dan prosa pada masa ini yaitu terdapat ciri-ciri tradisi sastra romantik Barat dan pada umumnya
disisipkan dalam roman-roman untuk member nasihat kepada pembaca, bersifat tradisional, dari
ciri ekstra estetiknya karakteristik yang membedakan sastra angkatan balai pustaka dengan sastra
angkatan lainnya adalah karya-karyannya kebanyakan bertemakan kawin paksa. periode
pujangga baru, pada periode ini tidak hanya puisi, cerita pendek pun mulai banyak ditulis, begitu
juga drama, drama yang pada umumnya beraliran romantic karena pengaruh Gerakan 80 di
Belanda, dari ciri ekstra estetiknya angkatan ini telah bangkit atau tumbuh nasionalisme sebagai
roh sastra Indonesia dan cita-cita bangsa pun banyak mewarnai karya sastra pujangga baru, Hasil
karya bercorak kebangsaan.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai