Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sastra Indonesia merupakan unsur bahasa yang terdapat didalam
bahasa indonesia, berdasarkan garis besarnya sastra berarti bahasa yang
indah atau tertata dengan baik, dan gaya penyajiannya menarik, sehingga
berkesan dihati pembacanya. Namun sering kali, kita tidak mengerti apa
yang dimaksud dengan sastra, kebnayakan orang menyamakan antara satra
dan bahasa. Dari sekian banyak sastra, contohnya seperti puisi, prosa,
novel, roman, cerita pendek dan drama maka untuk lebih jelasnya disini
akan kita bahas mengenai masing-masinng pengertiannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian, jenis, dan bentuk karya sastra indonesia baru?
2. Apa pengertian, jenis, dan bentuk karya sastra indonesia lama ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian, jenis, dan bentuk karya sastra
indonesia baru
2. Untuk mengetahui apa pengertian, jenis, dan bentuk karya sastra
indonesia lama

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sastra
Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa
ansekerta, sastra, yang berarti “teks yang mengandung intruksi” atau
“pedoman”, dari kata dasar sas yang berarti “intruksi”atau “ajaran”. Dalam
bahasa indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesuwastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti keindahan
tertentu. Selain itu dalam arti kesuastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra
tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Suatu hasil karya baru dapat
dikatakan memiliki nilai sastra bila didalamnya terdapat kesepadanan
antara bentuk dan isinya (Padi, 2013).
Pada dasarnya karya sastra sangat bermanfaat bagi kehidupan,
karena karya sastra dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang
kebenaran-kebenaran hidup, walaupun dituliskan dalam bentuk fiksi.
Karya sastra dapat memberi kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini
adalah hiburan intelektual dan spiritual. Karya sastra juga daat di jadiakan
sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapapun bisa menuangkan isi
hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni (rahmawati,
2001).
1. Pengertian, jenis dan Bentuk karya sastra Indonesia baru
a. Pengertian karya sastra baru
Karya sastra baru indonesia sangat berbeda dengan sastra
lama. Karya sastra ini sudah tidak dipegaruhi adat kebiasaan
masyarakat sekitarnya.malahan karya sastra baru indonesia
cenderung dipengruhi oleh sastra dari barat atau eropa (Padi,
2013).
b. Jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru, yaitu:
a. Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik
dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima (Padi, 2013)

2
Menurut isinya, puisi dibedakan atas:

1. Balada adalah puisi berisi kisah/cerita


2. Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau
pahlawan
3. Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang ebrjasa
4. Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
5. Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta
kasih
6. Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
7. Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.

Hakikat puisi ada tiga hal, yaitu:

a.Sifat seni atau fungsi estetika


Sebuah puisi haruslah indah. Unsur-unsur dalam puisi,
misalnya: rima, irama, pilihan kata yang tepat, dan gaya
bahasanya (rahmawati, 2001).
b. Kepadatan
Puisi sangat padat makna atau pesan. Artinya, penulis hanya
mengemukakan inti masalahnya.
c. Ekspresi tidak langsung
Puisi banyak menggunakan kata kiasan. Bahasa kias adalah
ucapan yang tidak langsung.
b. Drama atau film
Merupakan karya yang terdiri atas aspek sastra dan asepk
pementasan. Aspek sastra drama berupa naskah drama, dan aspek
sastra film berupa skenario. Unsur instrinsik keduanya terdiri dari
tema, amanat/pesan, plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik,
dialog, tata artistik (make up, lighting, busana, properti, tata
panggung, aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting

3
(penentuan peran), dan akting (peragaan gerak para pemain)
(sumardjo, 1994).

Berdasarkan penyajian lakon, drama dapat dibedakan menjadi


delapan jenis, yaitu:

 Tragedi: drama yang penuh dengan kesedihan


 Komedi: drama penggeli hati yang penuh dengan kelucuan.
 Tragekomedi: perpaduan antara drama tragedi dan komedi.
 Opera: drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik.
 Melodrama: drama yang dialognya diucapkan dengan diiringi
melodi/musik.
 Farce: drama yang menyerupai dagelan, tetapi tidak sepenuhnya
dagelan.
 Tablo: jenis drama yang mengutamakan gerak, para pemainnya
tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-
gerakan.
 Sendratari: gabungan antara seni drama dan seni tari.
 Berdasarkan sarana pementasannya, pembagian jenis drama dibagi
antara lain:
 Drama Panggung: drama yang dimainkan oleh para aktor
dipanggung.
 Drama Radio: drama radio tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi
hanya bisa didengarkan oleh penikmat.
 Drama Televisi: hampir sama dengan drama panggung, hanya
bedanya drama televisi tak dapat diraba.
 Drama Film: drama film menggunakan layar lebar dan biasanya
dipertunjukkan di bioskop.
 Drama Wayang: drama yang diiringi pegelaran wayang.
 Drama Boneka: para tokoh drama digambarkan dengan boneka
yang dimainkan oleh beberapa orang.

4
 berdasarkan ada atau tidaknya naskah drama. Pembagian jenis
drama berdasarkan ini, antara lain:
 Drama Tradisional: tontonan drama yang tidak menggunakan
naskah.
 Drama Modern: tontonan drama menggunakan naskah.

c. Prosa
Prosa adalah bentuk karya sastra yang berbentuk karangan
bebas yang tidak terikat aturan (lama) yang mengisahkan
tentang suatu sejarah atau peristiwa. Prosa juga bisa diartikan
karya sastra yang berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat
oleh rima, irama, dan kemerduan bunyi seperti puisi. Bahasa
prosa seperti bahasa sehari-hari (purwadadi, 2012).
1. Prosa Lama
Sifat Prosa Lama yaitu :

(a)  Kurang dinamis


(b)  Anonim (tidak ada nama pengarangnya)
(c)  Kebanyakan isinya kurang masuk akal
Terbagi menjadi empat hal, yaitu :
a)       Cerita pelipur lara (misal: dongeng)
b)       Hikayat (misal: hikayat Hang Tuah, Sejarah Kerajaan
Samudera Pasai, Cerita Iskandar Zulkarnain, Cerita Amir
Hamzah)
c)       Kitab-kitab yang berisi sejarah (silsilah)
d)       Cerita-cerita yang berhubungan dengan agama Islam
2. Prosa Baru
Sifat Prosa Baru yaitu :
(a)        Sangat dinamis
(b)        Ada nama pengarangnya
(c)        Isinya masuk akal
Terbagi menjadi tiga yaitu :

5
a)       Roman ( thn. 1917 )
b)       Cerpen ( thn. 1920 )
c)       Novel   ( thn. 1945 )

Menurut Isinya Prosa dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Prosa Fiksi
Prosa Fiksi ialah prosa yang berupa cerita rekaan atau
khayalan pengarangnya. Isi  cerita tidak sepenuhnya berdasarkan
pada fakta. Prosa fiksi disebut juga karangan narasi
sugestif/imajinatif (romansyah, 2014).
Prosa fiksi  berbentuk  :

1. Cerpen
2. Novel
3. Dongeng
4. Roman
5. Esai
6. Resensi/timbangan buku

2. Prosa Non Fiksi


Prosa Non Fiksi ialah karangan yang tidak berdasarkan
rekaan atau khayalan  pengarang tetapi berisi hal-hal yang berupa
informasi faktual (kenyataan) atau berdasarkan pengamatan
pengarang.  Prosa nonfiksi disebut juga karangan semi ilmiah
seperti : artikel, tajuk rencana, opini, biografi, tips, reportase,
jurnalisme baru, iklan, pidato dan feature (sukamto, 2013).

1. Artikel
2. Tajuk Rencana atau editorial
3. Opini 
4. Feature atau ficer
5. Biografi

6
6. Tips
7. Reportase
8. Jurnalisme Baru (New Journalism)
9. Iklan
10. Pidato atau Khotbah

2. Pengertian, jenis dan bentuk karya sastra indonesia lama


a. Pengertian karya sastra lama
Karya sastra lama adalah karya sastra yang lahir dalam
masyarakat lama, yaitu suaatu masyarakat yang masih memegang adat
istiadat yang berlaku didaerahnya. Karya sastra lama biasaya bersifat
moral,pendidikan,nasihat,adat istiadat,serta ajaran ajaran agama (Padi,
2013). Sastra lama indonesia memiliki ciri ciri:
- Terikat oleh kebiasaan dan adat masyarakat .
- Besifat istana setris
- Bentuknya baku
- Biasanya nama pengarangya tidak disertakan
b. Jenis dan bentuk sastra lama indonesia
Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal
dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun terdiri atas empat baris bersajak
akhir a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a , a-a-b-b, atau a-b-b-a). Semua pantun
terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua garis
pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agrararis
masyarakat pendukugnya), dan biasanya tidak punya hubungan dengan
bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan
rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi yang berisi tujuan dari pantun
tersebut (Padi, 2013).
a. Syair
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang
mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari empat baris, berirama a-
a-a-a, keempat baris tersebut mengandungarti atau maksud penyair (pada

7
pantun, dua baris terakhir mengandung maksud). Syair berfungsi untuk
menyampaikan cerita dan pengajaran dan digunakan juga dalam kegiatan-
kegiatan berunsur agama (Padi, 2013).
b. Dongeng,
Dongeng adalah jenis karya sastra lama yang berupa cerita fiksi.
dongeng ini memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah legenda. febel,
mite, sage, dan cerita jenaka (Padi, 2013).
c. Hikayat,
Hikayat adalah sastra lama dalam bentuk prosa yang biasanya
bersumber dari kisah-kisah raja ataupun dewa (Padi, 2013).
d. Tambo / sejarah
e. Puisi Lama
Puisi Lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan (Padi,
2013). Aturan-aturan itu antara lain:
- Jumlah kata dalam satu baris
- Jumlah bariss dalam satu bait
- Persajakan (rima)
- Irama.
Jenis-jenis Puisi Lama, yaitu:
2. Mantra
Mantra adalah puisi tua, keradaannya dalam masyarakat
Melayu pada mulanya bukan sebagai karya satra, melainkan lebih
banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan (Padi, 2013).
Contoh :

Assalamu”alaikum putri satulung besar


Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu

8
3. Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (india)
(Padi, 2013).
Ciri-ciri Gurindam adalah sebagai berikut :
 Sajak akhir berirama a-a, b-b, atau c-c dan
seterusnya.
 Berasal dari Tamil (India)
 Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni
menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat.
Contoh :

Kurang pikir kurang siasat (a)


Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berahati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
B. Pengaruh Kesusastraan Asing dalam Kesusastraan Indonesia

Ketika kita membicarakan pengaruh kesusastraan asing dalam


kesusasteraan Indonesia, kita harus melihat vista sastra Indonesia dari masa
lalu hingga masa kini. Sebagai langkah awal, kita dapat melayangkan
pandangan jauh ke belakang, ke masa Hamzah Fansuri mula bersyair dan
bernazam atau ke zaman Nuruddin Ar-Raniry ketika melahirkan Bustanul
Sallatin (Taman Raja-Raja) dan ketika Raja Ali Haji melahirkan Bustanul
Katibin (Taman Para Penulis). Hasil kesusastraan di zaman itu lebih sering
disebut oleh sarjana sastra Indonesia-Melayu sebagai bagian dari sastra lama
Indonesia dan dilanjutkan dengan sastra baru (modern) Indonesia yang
dimulai sejak munculnya percetakan di Hindia Belanda dan diramaikan oleh
kelompok Pujangga Baru. Meskipun demikian, patut diketahui bahwa sastra

9
baru Indonesia pun sudah dipelopori oleh penulis Tionghoa peranakan yang
mula pertama memperkenalkan cerpen dalam kesusastraan Indonesia modern.

Karya sastra Indonesia (Nusantara) lama itu sudah dimulai sejak abad
ke-16 pada zaman Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniry, dan Syamsuddin Al-
Sumatrani hingga periode para wali di Jawa yang banyak menghasilkan suluk
sebagai pengaruh budaya Islam. Namun, di Jawa jauh sebelum Islam masuk
pun sudah memiliki karya sastra kakawin yang mendapat pengaruh dari India.
Kesusastraan asing yang paling berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia
lama adalah kesusastraan Arab dan Parsi (Persia). Jejaknya itu dapat kita baca
pada naskah lama yang ditulis dalam aksara Arab Melayu dan tersebar luas
hingga ke seluruh wilayah Nusantara.  Karya sastra dari Arab dan Parsi itu
banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu serta meninggalkan bentuk
hikayat, syair, gazal, rubai, gurindam,  masnawi, dan barzanzi dalam khazanah
sastra Indonesia lama.

Sesudah berlalunya tradisi pernaskahan di Indonesia, pengarang


Indonesia modern, yang dimulai oleh penulis  Cina Peranakan, masih menulis
syair dan pantun  dalam karya cetak. Pada tahun 1912, misalnya, sudah mulai
ditemukan cerita pendek yang awal dalam buku cerita Warna Sari yang terbit
di Surabaya. Cerita pendek yang dimuat itu berjudul “Si Marinem” karya
H.F.R. Kommer dan ditulis dalam ragam bahasa Melayu rendah (Sastri,
2012).

Pada masa Angkatan Pujangga Baru perkenalan para penulis dan


pembaca karya sastra dengan karya sastra Eropa, khususnya Belanda, semakin
mudah diperoleh, baik melalui buku pelajaran di sekolah maupun melalui
karya saduran. Jika sebelumnya karya sastra asing,  seperti Arab dan Parsi,
diperoleh melalui hubungan perdagangan, karya sastra Eropa diperoleh
melalui dunia pendidikan pada masa Hindia- Belanda.

10
Pada zaman Jepang, pengaruh kesusastraan asing, seperti Jepang, tidak
terlalu banyak berarti dalam kesusastraan Indonesia. Hal itu disebabkan
singkatnya masa pendudukan Jepang dan tidak adanya upaya penerjemahan
karya sastra Jepang ke dalam bahasa Indonesia pada saat itu. Penerjemahan
karya sastra Jepang ke dalam bahasa Indonesia dimulai pada tahun 1972
ketika Anas Ma’ruf menerjemahkan novel Yukiguni karya Yasunari Kawabata
ke dalam versi Indonesia dengan judul Negeri Salju (Pustaka Jaya, 1972).

Sesudah kemerdekaan, sekitar tahun 1960-an, pengaruh kesusastraan


asing dalam karya sastra Indonesia lebih disebabkan pengaruh ideologi,
seperti komunisme dari Uni Soviet. Hal itu dapat kita temukan pada karya
para penulis Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang banyak
menerjemahkan karya sastra Rusia yang beraliran kiri.  

1. Jejak Kesusastraan Parsi dan India dalam Kesusastraan Indonesia


Lama

Boleh dikatakan bahwa karya Hamzah Fansuri yang sangat


terkenal, yakni Hikayat Burung Pingai, ditengarai oleh beberapa ahli
mendapat pengaruh  dari karya sastra  Parsi yang berjudul Manttiq at-Tayr 
(Percakapan Burung-Burung). Karya Hamzah Fansuri yang lain,
sebagaimana yang dicatat oleh Al-Attas (1970), memperlihatkan pengaruh
puisi sufi dari Parsi. Di antara karya Hamzah yang terpenting itu adalah
Syarab al-Asyiqin (Anggur Orang-Orang Pengasih), Asrar al-Arifin
(Rahasia Orang-Orang Arif), dan Al-Muntahi (Sang Ahli Ma’rifat).  Karya
yang terakhir itu merupakan kutipan dari lusinan penyair Parsi yang
ternama,  seperti Attar, Rumi, Iraqi, Shabistari, Shah Ni’matullah, dan
Maghribi.

Persinggungan negeri di bawah angin (istilah yang ditemukan di naskah


Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu untuk menyebut wilayah Asia
Tenggara dari Sumatra Utara sampai dengan Maluku) dengan pedagang

11
Arab dan Parsi pada masa lampau yang berdagang hingga ke Pansur
memungkinkan juga dibawanya karya sastra Arab dan Parsi ke wilayah
Nusantara sehingga kita dapat pula melihat jejak kesusastraan Parsi itu pada
puluhan karya sastra Indonesia lama lainnya. Braginsky (2009: 59--102)
mencatat di antara karya Parsi yang sangat dikenal di Indonesia, antara lain,
Hikayat-i Muhammad-i Hanafiyah, Qis-sai Amir Hamzah,  Hikayat
Indraputra, Hikayat Isma Yatim, dan Hikayat Nur Muhammad.
Sebelumnya, Djamaris (1983) menjelaskan pula bahwa Hikayat Nur
Muhammad ditengarai terpengaruh salah satu bab kitab  Rauzat al-Ahbab
(Taman Sorga Para Pengasih) karya Attaullah ibn Fazlullah dari Parsi.
Selain itu, kita juga mengenal cerita berbingkai, seperti Hikayat Kalilah dan
Dimnah (Kalila wa Dimna) dan Hikayat Bayan Budiman (Tuti-namah) yang
semuanya berasal dari Parsi.

Pengaruh  kesusastraan India terhadap karya sastra Indonesia dapat kita


temukan pada karya sastra Hikayat Seri Rama, Ramayana, Mahabarata,
Hikayat Panji, Hikayat Cekel Weneng Pati, Barathayudha, dan Kakawin
Arjunawiwaha. Bahkan, dalam tradisi pewayangan Jawa, kisah
Mahabharata dan Ramayana sudah diadaptasi menjadi karya sastra Jawa
dan merupakan kisah pewayangan yang sudah dianggap sebagai kebudayaan
adiluhung dan  menjadi bagian dari sistem nilai orang Jawa.

2. Jejak Kesusastraan Eropa dalam Kesusastraan Indonesia Baru

Ketika percetakan mulai masuk ke Hindia Belanda, kesusastraan


asing semakin mudah diakses oleh kaum terpelajar bumiputra. Kehadiran
buku sastra dunia ditemukan dengan mudah dan menjadi bahan bacaan yang
disampaikan di sekolah Belanda pada masa lalu. Sebelum periode Balai
Pustaka, kita telah mengenal sebuah karya yang fenomenal dari Multatuli
yang berjudul Max Havelaar (1860). Sastrowardojo (1989: 138)
menyebutkan bahwa karya Multatuli itu pernah diakui mendapatkan ilham
dan pengaruh setelah membaca Pondok Paman Tom (Uncles’s Tom Cabin,

12
1852) karya Harriet Beecher Stowe. Penerjemahan cerita pendek Eropa
dalam surat kabar awal di Hindia Belanda, baik yang dilakukan oleh penulis
Indo-Eropa maupun Cina Peranakan dan Pribumi, turut berkontribusi dalam
masuknya pengaruh bacaan Eropa dalam kesusastraan Melayu-Indonesia
pada masa itu. Salah satunya adalah masuknya genre cerpen, seperti yang
telah disinggung di atas. 

Pengaruh gerakan kesusastraan di Belanda sekitar tahun 1880, yang


dikenal dengan  de Tachtigers atau Angkatan 1880, pada pengarang
Pujangga Baru merupakan salah satu faktor yang memudahkan masuknya
pengaruh karya sastra Eropa dalam kesusastraan Indonesia modern (Teeuw,
1980). Salah seorang penyair Pujangga Baru Indonesia yang sangat
terpengaruh dan memuja penyair Angkatan 1880 itu adalah J.E Tatengkeng.
Ia menulis sajak religiusnya dengan mengacu gaya kepenulisan Frederik van
Eeden dan Willem Kloos dari Belanda, seperti sajaknya yang berjudul
“KataMu Tuhan”. Bahkan, sebagai wujud kekagumannya kepada penyair
Angkatan 1880 tersebut, Tatengkeng pernah menulis satu sajak yang khusus
ditujukan kepada Willem Kloos (Sunarti, 2012). Jika Tatengkeng memuja
penyair Belanda, Sanusi Pane adalah salah seorang pengarang angkatan
Pujangga Baru yang mengagumi karya sastra pujangga India, Rabidranath
Tagore. Ia pernah menulis adaptasi cerita Gitanjali ke dalam bahasa
Indonesia. Merari Siregar juga melakukan hal yang sama, yakni pernah
menyadur karya sastra Belanda ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
Tjerita Si Djamin dan Si Djohan (1918). Karya itu disadur dari roman Jan
Smees karya Justus van Maurik (Teeuw,1994: 142--172). Teeuw pernah
menjelaskan dengan panjang lebar mengenai kedua roman itu dan
bagaimana cerita itu dapat disadur oleh Merari Siregar menjadi versi
Indonesia dengan latar cerita dan nama para tokohnya disesuaikan dengan
kondisi di Hindia-Belanda pada masa itu. Menurut Teeuw, pengaruh komisi
bacaan rakyat (Balai Pustaka) juga ikut menjadi andil bagi penyaduran
cerita it

13
Satu pengaruh negatif dari proses sadur-menyadur karya asing ke
dalam bahasa Indonesia ini adalah munculnya polemik terhadap karya sastra
hasil saduran itu dengan tudingan sebagai karya plagiat. Kasus itu muncul
pada novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1938) karya Hamka.
Sebagai pengarang yang banyak membaca karya sastra dalam bahasa Arab,
Hamka sangat mengagumi karya seorang penulis Mesir yang bernama
Mustafa Lutfi al-Manfaluthi yang hidup dari tahun 1876-1942. Penulis dari
Mesir itu pernah menerbitkan sebuah novel saduran dari Prancis yang
berjudul Sous Les Tilleuls karya Jean-Baptiste Alphonse Karr yang
diberinya judul dalam bahasa Arab  Madjulin. Ketika novel Tenggelamnya
Kapal van der Wijck mengalami cetakan yang ketujuh, seorang penulis
bernama Abdullah S.P. menulis tudingan bahwa karya Hamka menjiplak
karya saduran Al-Manfaluthi. Karya saduran Al-Manfaluthi kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan judul Magdalena. Berapa
bagian dari karya itu setelah dibandingkan dengan karya Hamka ternyata
memang memiliki persamaan. Akan tetapi, menurut Teeuw (1980: 105),
persamaan itu dapat timbul karena penerjemahan ke dalam bahasa Melayu
dan jelas karya Hamka memiliki isi yang sama sekali berbeda dengan karya
saduran Al-Manfaluthi tersebut. Bahkan, ada kesan novel Tenggelamnya
Kapal van der Wijck merupakan semi autobiografi dari penulisnya yang
berbeda sama sekali dengan akhir dari novel Madjulin yang disadur oleh
Manfaluthi.

Masalah tuduhan plagiarisme juga pernah dihadapi oleh Chairil,


yakni dituduh sebagai plagiat ketika melakukan penyaduran karya asing ke
bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan minat Chairil yang sangat tinggi
terhadap karya penyair Eropa, seperti J. Slauerhoff (Belanda), Hendrik
Marsman (Belanda), dan Rainer Maria Rilke (Jerman), sehingga amat
memengaruhi sajaknya. Sajak J. Slauerhoff yang berjudul “Woning Looze”
memengaruhi puisi Chairil Anwar yang berjudul “Rumahku”, kemudian
“Karawang-Bekasi” dituduh plagiarisme dari The Young Dead Soldier karya

14
Archibald Madeisch. Tudingan itu tidak dapat dibuktikan. Akan tetapi,
karena tuntutan ekonomi, tindakan plagiarisme memang pernah dilakukan
oleh Chairil pada beberapa tulisan yang lain, bukan pada sajak Karawang-
Bekasi yang autentik milik Chairil. Pengucapan puitik Chairil dianggap
memiliki nilai baru dalam struktur dan pilihan katanya yang sama sekali
berbeda dan bahkan dianggap lebih baik dari sajak penyair Eropa,
khususnya Belanda, yang disadurnya.

Pengaruh asing dalam sajak Chairil dapat juga kita temukan pada isi
sajaknya,  misalnya pada kata ahasveros dan sisipus, yang menggambarkan
pengetahuannya mengenai kebudayaan Eropa. Beberapa diksi dalam
sajaknya juga tidak terlepas dari pengaruh kata Belanda, seperti baris
sajaknya yang berbunyi: Hilang sonder pusaka, sonder kerabat. Semangat
individualisme yang masih asing pada masa Chairil juga menjadi ciri
pembeda sajaknya dengan pendahulunya, seperti Amir Hamzah, yang masih
kuat terikat pantun  dan syair. Kedua sastrawan itu mewariskan syair dan
pantun sebagai bagian puisi lama yang banyak dipakai pada awal kehadiran
sastra Indonesia baru. Gaya itu kemudian ditinggalkan sama sekali oleh
Chairil Anwar dalam sajaknya sehingga ia dianggap sebagai tokoh
pendobrak zaman lama tersebut.

Keahlian Chairil melakukan penyaduran sajak-sajak asing ke dalam


bahasa Indonesia juga diakui oleh kritikus sebagai karya saduran yang baik
seperti yang dilakukannya pada sajak Huesca karya Rupert John Cornford
dari Inggris dan pada tahun 1967 sajak yang sama diterjemahkan oleh
Taslim Ali dengan judul Sajak.

Sesudah Chairil Anwar tiada, pengaruh kesusastraan asing pada


karya sastra Indonesia semakin dipertajam melalui beberapa karya penyair
Indonesia modern yang notabene mendapat pendidikan Barat. Sapardi
(1983:5) menyebutkan beberapa nama pengarang Indonesia yang karyanya
memperlihatkan pengaruh asing (sastra Barat), seperti Pramoedya Ananta

15
Toer, Basuki Gunawan, Iwan Simatupang, Sitor Situmorang, Ajip Rosidi,
W.S. Rendra, Mochtar Lubis, dan P. Sengodjo. Namun, penulis lebih
cenderung memberikan pilihan lain yang tidak disinggung oleh Sapardi
dalam tulisannya itu, di antaranya Subagio Sastrowardoyo, Goenawan
Mohamad, Darmanto Jatman, W.S. Rendra, dan Sapardi Djoko Damono.

Pengaruh asing pada karya Subagio Sastrowardoyo terlihat, antara


lain, dalam esai dan sajaknya. Karyanya itu memperlihatkan kuatnya nilai
keagamaan dan kerohanian yang menjadi argumen dasar dalam tulisannya.

Pada Goenawan Mohamad, sajaknya memperlihatkan pergulatan


untuk menjadi penyair yang hendak lepas dari nilai tradisi. Pengaruh asing
pada karyanya terlihat lebih pada tataran ide, bukan pada bentuk. Isi
sajaknya menggambarkan hubungan personal yang sangat luas dengan
tokoh dan penyair dunia sehingga kita menemukan penggalan kisah yang
menggambarkan pertemuan Goenawan dengan tokoh dunia dan tempat
asing yang disinggahinya. Namun, berbeda dengan Chairil yang menulis
puisi sebagai upaya pemberontakan terhadap bentuk dan struktur puisi
Indonesia lama, Goenawan dengan sadar memanfaatkan rima pantun dalam
sajaknya untuk memperlihatkan “pertemuan” tradisi dan budaya luar yang
dikenalnya.

Semakin modern cara berpikir seseorang, seperti Goenawan,


ternyata semakin sadar akan jati diri dan identitasnya sebagai penyair yang
tidak mungkin melepaskan diri dari akar budayanya. Dari tangan Goenawan
dilahirkan tafsiran baru atas nilai tradisi dalam wujud sajak modern, seperti
“Gatoloco”, “Pariksit”, dan “Persetubuhan Kunthi”.  Kita juga akan
menemukan semangat dunia dan kosmopolitan dalam sajaknya yang
memperlihatkan kecenderungannya pada persoalan sosial dan politik di
Indonesia. Hal itu dapat kita lihat pada sajaknya yang berjudul
“Internationale” dan sajak “Permintaan Seorang yang Tersekap di Nanking,
Selama Lima Tahun” (untuk Agam Wispi). Sajak itu disampaikan dengan

16
semangat puitika Barat yang tidak mudah dipahami oleh pembacanya di
Indonesia.

Pernah  pada satu masa, penyair  W.S. Rendra, sangat menyukai


menulis sajak dalam bentuk balada. Sebagai contoh, tulisan itu dapat kita
temukan pada sajaknya yang berjudul “Bersatulah Para Pelacur Ibukota”,
“Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”, Balada Anak Mencari Bapa”, dan
“Balada Suku Naga”. Bentuk balada atau ballade dalam sajak Rendra
tersebut memperlihatkan pengaruh kesusastraan asing, khususnya pengaruh
dari karya balada penyair Federico Garcia Lorca yang banyak diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1950-an.

Pada Darmanto Jatman, pengaruh kesusastraan asing, terutama


Inggris, terlihat dalam kumpulan sajaknya Bangsat. Darmanto telah
mencapai gaya pribadi sendiri, tetapi ia tidak terlepas dari pengaruh sajak
Inggris yang umumnya bercorak arif (sophisticated), cendikia (intellectual),
dan jenaka (witty). Dengan mengambil gaya pengucapan yang demikian,
Darmanto telah meninggalkan suasana romantik saja yang menjadi ciri
umum persajakan Indonesia (Sastrowardoyo, 1989:206).

Dalam sajak Sapardi, pengaruh kesusastraan asing itu dapat dilihat


bukan hanya pada struktur luar (bentuk), melainkan juga pada isi sajaknya.
Pengaruh kesusastraan asing terekam dalam sajak awalnya yang
memperlihatkan struktur haiku, ‘sajak pendek’ Jepang. Sweeney  dalam
percakapan langsung dengan penulis pernah mengomentari bahwa Sapardi
sesungguhnya menulis puisi barat, tetapi menggunakan bahasa Indonesia.
Sastrowardoyo (1989: 191) melihat sajak Sapardi, terutama dalam antologi
Mata Pisau, secara keseluruhan boleh dikatakan bertolak dari pertanyaan
tentang makna dan tujuan akhir dari hidup. Pertanyaannya itu bersentuhan
dengan masalah dasar yang pernah dirumuskan oleh Paul Gauguin sewaktu
melukis di Haiti. Di sebuah kanvas yang besar—yang disangkanya akan
merupakan lukisannya yang terakhir sebelum pelukis Prancis itu berniat

17
menghabisi nyawanya sendiri—dibubuhkan judul berupa pertanyaan “Dari
mana kita datang? Siapakah kita? Ke mana kita pergi?” Kesadaran akan
masalah hidup yang inti itu biasanya timbul dalam kemelut, suatu situasi
krisis yang bisa dialami suatu kelompok masyarakat atau manusia orang-
seorang. Pertanyaan yang menyangkut pangkal hidup yang pernah
menghantui jiwa Gauguin itu telah melahirkan sajak Sapardi dalam Mata
Pisa

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Pengertian karya sastra
Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa
ansekerta, sastra, yang berarti “teks yang mengandung intruksi” atau
“pedoman”, dari kata dasar sas yang berarti “intruksi”atau “ajaran”.
1. Pengertian, jenis dan bentuk karya sastra Indonesia baru
a.pengertian karya sastra baru
Karya sastra baru indonesia sangat berbeda dengan sastra lama.
Karya sastra ini sudah tidak dipegaruhi adat kebiasaan
masyarakat.
b. Jenis dan bentuk karya sastra baru
 Puisi baru
 Drama atau film
 Prosa
2. Pengertian, jenis dan bentuk karya sastra indonesia lama
a. Pengertian karya sastra lama
Karya sastra lama adalah karya sastra yang lahir dalam
masyarakat lama, yaitu suaatu masyarakat yang masih
memegang adat istiadat yang berlaku didaerahnya.
b. Jenis dan bentuk karya sastra lama
 Pantun
 Gurindam
 Syair
 Hikayat
 Dongeng

19
 Tambo
 Puisi lama
B. Kritik & Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami meminta kritik dan saran dari pembaca, supaya kami bisa
membuat makalah yang lebih baik selanjutnya.

20
Daftar pustaka

Alfian, Rokhmansyah. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra Perkenalan Awal


Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Fitri Rahmawati. 2001. Sastra Indonesia. Jakarta: PT Laskar Askara.

Retno Purwadidi, S.s., M.A dan Qoni’ah, S.s. 2012. Buku Pintar Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: PT Familia.

Sumardjo,dkk, K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Sukamto,dkk. 2013: hlm 31. Modul bahasa indonesia.. Bandung: PT Firma


Utama.

Badudu,js. 1981: hlm 71s. Sari kesustraan indonesia.bandung:pustaka prima..

Padi,editorial. 2013: hlm 1-47. Kumpulan Super Lengkap Sastra Indonesi :CV
Ilmu Padi Infra Putaka Makmur..

 https://barispuisi.blogspot.com/2016/01/perbedaan-puisi-drama-dan-prosa-
https://ilmuseni.com/seni-sastra/jenis-jenis-seni-sastralengkap.htmlhttps://
www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=pengertiam%2C+jenis
%2C+dan+bentuk+karya+sastra+indonesia+baru

http://cerdasbahasaindonesia.blogspot.com/2015/10/karya-sastra-lama-dan-
baru.html

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/pengaruh-
kesusasteraan-asing-dalam-kesusastraan-indonesia

21

Anda mungkin juga menyukai