Anda di halaman 1dari 65

wwwe

wwwe

TEMA, ALUR, LATAR, SUDUT PANDANG/POINT OF VIEW

DAN BAHASA NOVEL

(Ismalinar dan Ananda)

Bahasa Novel serius : bahasa sesuai kaidah

Bahasa novel popular : tidak sesuai kaidah

Ejaan, tanda bbaca harus sesuai puebi untuk novel.

ISBN
ISINYA:

LAMPIRAN
: HALAMAN JUDUL

Membuat surat dan lampirannya

Cetak buku : 2 perpusnas, 1prodi,1 aku,

3
wwwe

4
wwwe

1. Karya Sastra

Sastra merupakan sebuah karya seni yang diciptakan oleh manusia. Sastra

mengutamakan unsur keindahan bahasa di dalamnya, sehingga hasil dari sastra

adalah sebuah karya sastra berupa tulisan. Karya sastra secara umum dapat

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu puisi, drama, dan prosa.

4
wwwe

a. Puisi

Sebagai sebuah genre, puisi berbeda dari novel, drama, atau

cerita pendek. Perbedaannya terletak pada letak komposisi dengan

konvensi yang ketat, sehingga puisi tidak memberi ruang gerak yang

longgar kepada penyair dalam berkreasi. Menurut Kosasih (2008),

“Puisi adalah karya sastra yang disajikan dengan bahasa singkat,

padat, dan indah. Puisi pada umumnya berupa monolog. Dalam puisi

hanya ada seorang yang berperan sebagai juru bicara” (h. 4). Jadi,

prinsip dasar puisi yaitu bentuknya yang pendek dan jumlah katanya

sedikit namun bentuk isinya padat, yang berarti membicarakan

banyak hal dengan menggunakan sedikit kata.

Sebagai karya sastra yang padat dan terkonsentrasi, isi yang

terkandung di dalam puisi merupakan cerminan dari diri penyair,

baik berupa pengalaman, pengetahuan, maupun perasaannya yang

dituangkan melalui kata. Padi (2013) mengungkapkan bahwa puisi

adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi

merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan

penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi. Puisi

merupakan cabang kesusastraan yang paling sulit untuk dihayati

secara langsung sebagai totalitas. Jadi, setiap kata dalam puisi

mengandung banyak makna di dalamnya. Selain itu puisi merupakan

cabang seni yang sulit dihayati secara langsung karena puisi bersifat

multimakna, yaitu menyatakan suatu hal dengan arti yang lain atau

disebut dengan ekspresi tidak langsung.


wwwe

Puisi diciptakan untuk mengekpresikan pemikiran yang

membangkitkan perasaan, hal itulah yang membuat puisi memiliki

makna yang berkesan pada setiap katanya. Pradopo (2012)

mengatakan bahwa puisi mengekspresikan pemikiran yang

membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera

dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan interpretasi

pengalaman manusia yang digubah dalam wujud yang paling

berkesan. Jadi, setiap kata dalam puisi memiliki makna yang

berkesan untuk diekspresikan, memiliki susunan yang berirama pada

setiap katanya, dan mampu membangkitkan perasaan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa puisi merupakan bagian dari karya sastra yang

memiliki bentuk padat, singkat, dan indah. Setiap kata dalam puisi

mengandung makna yang berkesan. Di dalamnya berisi ungkapan

penyair yang bersifat multi makna, sehingga dalam memahami setiap

kata dalam puisi harus dilakukan dengan penuh penghayatan.

b. Drama

Drama merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua

dimensi, yaitu dimensi sastra dan seni pertunjukan. Menurut Priyatni

(2010) “Drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui

percakapan dan action tokoh-tokohnya. Percakapan atau dialog itu

sendiri bisa diartikan sebagai action” (h.182). Jadi, drama bisa

dikatakan
wwwe

sebagai bentuk seni yang dilakukan menggunakan dialog dan

tokoh-tokoh di dalamnya, atau disebut juga seni

pertunjukkan.

Drama mengandung dialog percakapan yang diperankan oleh

aktor yang terdapat di dalam naskah drama. Padi (2013)

mengemukakan bahwa drama adalah satu bentuk karya sastra yang

memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Drama bisa

diwujudkan dengan berbagai media, seperti di atas panggung, film,

dan televisi. Jadi, drama merupakan salah satu bentuk karya sastra

yang diperankan oleh aktor. Drama bisa diwujudkan di berbagai

media, seperti di atas panggung, film, dan televisi. Drama yang

dipentaskan disebut dengan teater.

Sejalan dengan pendapat Padi, menurut Kosasih (2008),

“Drama adalah karya sastra yang pada umumnya berupa dialog.

Dalam drama terdapat berbagai pelaku yang berbicara” (h. 5). Jadi,

di dalam drama mengandung dialog percakapan untuk diperankan

oleh pelaku atau aktor yang tertuang dalam naskah drama. Naskah

drama tidak disusun khusus untuk dibaca sebagaimana dengan novel

atau cerita pendek, akan tetapi naskah drama dipertimbangkan untuk

diterjemahkan ke dalam penglihatan, gerak, dan laku.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa drama memiliki dua pengertian, yaitu drama

sebagai sebuah karya sastra dan seni. Pengertian drama sebagai

karya sastra lebih ditekankan pada naskah


wwwe

yang ditulis dalam bentuk dialog, yang dapat dimengerti dan

dipahami dengan membaca, sedangkan sebagai sebuah

seni pertunjukan, drama lebih terfokus pada pementasan di atas

panggung, atau yang lebih dikenal dengan teater.

c. Prosa

Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

yang lebih luas. Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis

dalam bentuk prosa. Prosa dalam pengertian ini tidak hanya terbatas

pada tulisan yang digolongkan sebagai karya sastra, melainkan juga

berbagai karya nonfiksi termasuk penulisan berita dalam surat kabar.

Namun, dalam kaitannya dengan karya sastra, istilah dan pengertian

prosa dibatasi pada prosa sebagai salah satu genre sastra.

Menurut Kosasih (2008) “Prosa adalah karya sastra yang

penyampaiannya berupa naratif atau cerita. Prosa disebut juga

sebagai karya cangkokan karena di dalamnya tersaji monolog atau

dialog. Dalam prosa terdapat seorang juru bicara (tukang cerita)

yang mewakilkan pula pembicaraannya kepada pelaku-pelaku dalam

cerita yang dibawakannya” (h. 4). Berdasarkan kutipan tersebut,

dapat diketahui bahwa prosa merupakan cerita yang berbentuk

naratif, artinya isi cerita yang terdapat dalam prosa merupakan hasil

dari imajinasi pengarang yang bersifat fiksi.


wwwe

Sejalan dengan pendapat Kosasih, Pradopo (2012)

berpendapat bahwa prosa pada umumnya bersifat bercerita (naratif).

Dalam bercerita orang menguraikan sesuatu, sehingga prosa bersifat

menguraikan (menjelaskan). Hal ini sesuai dengan sifatnya yang

bercerita, yaitu sebagai pemberi informasi. Jadi, prosa dapat berarti

sebuah karya sastra yang bersifat bercerita atau menguraikan

sesuatu.

Prosa yang termasuk ke dalam cerita fiksi merupakan sebuah

karya yang tidak menyaran pada kebenaran faktual. Nurgiyantoro

(2014) mengemukakan bahwa prosa termasuk ke dalam bentuk fiksi,

teks naratif, atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini

berarti cerita rekaan (cerkan) atau cerita khayalan. Hal itu

disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak

menyaran pada kebenaran faktual atau sesuatu yang benar-benar

terjadi. Berdasarkan penjelasan tersebut, prosa termasuk ke dalam

cerita fiksi yang tidak menyaran pada kebenaran faktual, artinya isi

dalam cerita tersebut berupa khayalan dan imajinasi yang diciptakan

oleh pengarang.

Prosa terbagi atas beberapa jenis, yaitu cerpen dan novel.

Pada Era Angkatan Balai Pustaka novel lebih dikenal sebagai roman.

Namun, pada masa sekarang istilah roman tidak digunakan lagi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa prosa merupakan bagian dari karya sastra yang bersifat naratif

atau menceritakan sesuatu. Prosa dalam karya sastra termasuk ke


wwwe

dalam cerita fiksi yang isinya tidak menyaran pada kebenaran faktual

dan merupakan hasil imajinasi pengarang.

Jenis prosa terdiri atas cerpen dan novel.


wwwe

2. Hakikat Novel

Penjelasan tentang novel dalam penelitian ini mencakup ke dalam tiga

aspek, yaitu pengertian novel, karakteristik novel, dan struktur novel.

a. Pengertian Novel

Karya sastra memiliki beberapa jenis, yaitu prosa, puisi dan

drama. Salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa adalah

novel.Kosasih (2008) mengemukakan pendapatnya bahwa:

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti


„sebuah barang baru yang kecil‟. Dalam perkembangannya,
novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa.
Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh
problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.
Kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami
oleh tokoh hingga tahap penyelesaiannya” (h.54).

Pengertian novel di atas menjelaskan bahwa novel merupakan

sebuah karya sastra yang mengandung unsur cerita di dalamnya. Novel

merupakan karya imajinatif, artinya apa yang diceritakan di dalam

novel berdasarkan hasil imajinasi pengarang. Melalui sebuah novel,

pengarang mencoba menceritakan sisi utuh problematika kehidupan

seseorang atau beberapa tokoh. Pengarang mencoba mengisahkan alur

cerita tokoh tersebut secara bertahap, yaitu dimulai dari kemunculan

persoalan, puncak permasalahan, sampai pada akhirnya ke tahap

penyelesaian masalah.
wwwe

Novel yang termasuk ke dalam jenis prosa tergolong ke dalam

karya sastra baru. Menurut Priyatni (2010), “Kata novel berasal dari

bahasa Latin novellus. Kata novellus dibentuk dari kata novus yang

berarti baru atau new dalam bahasa inggris. Dikatakan baru karena

bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari

bentuk karya sastra lainnya, yaitu puisi dan drama” (h. 124).

Sejalan dengan pendapat Priyatni, menurut Waluyo (2017),

“Secara etimologis, kata novel berasal dari novellus yang berarti baru.

Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi

yang paling baru” (h. 4-5). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat

diketahui bahwa novel tergolong karya sastra baru karena hadir setelah

adanya puisi dan drama. Oleh sebab itu, novel termasuk ke dalam jenis

prosa yang tidak terikat oleh irama, ritme, ataupun peragaan dialog

seperti karya sastra sebelumnya, yaitu puisi dan drama.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa novel merupakan salah satu jenis karya sastra

berbentuk prosa yang tergolong baru, yaitu hadir setelah adanya puisi

dan drama. Di dalam novel disuguhkan berbagai problematika sosial

kehidupan masyarakat lewat tokoh-tokoh yang diciptakan pengarang

dengan serangkaian alur dan peristiwa yang tersusun.


wwwe

b. Karakteristik Novel

Novel yang termasuk ke dalam jenis karya sastra memiliki

karakteristik yang berbeda dari jenis karya sastra lainnya. Pengertian

karakteristik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu,

“Karakteristik adalah ciri-ciri khusus, atau mempunyai sifat khas

dengan perwatakan tertentu”. Jadi, dapat dikatakan bahwa novel

memiliki ciri-ciri khusus yang membuatnya berbeda dari karya sastra

lain. Stanton (2012) merumuskan karakteristik novel sebagai berikut.

1) Novel memiliki bentuk yang panjang;

2) Novel terletak pada kemampuannya untuk menciptakan satu

semesta yang lengkap sekaligus rumit;

3) Novel menyediakan ruang yang cukup besar bahkan bila digunakan

untuk menampung berbagai pengalaman dan prinsip.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat diketahui bahwa novel

memiliki bentuk yang panjang karena menyuguhkan banyak cerita di

dalamnya. Novel juga mampu menciptakan sebuah cerita yang lengkap,

mulai dari bagian awal cerita, puncak permasalahan, hingga

penyelesaian masalah. Meskipun lengkap, novel juga bersifat rumit

karena mengharuskan pembaca untuk memahami alur cerita dari awal

sampai akhir. Selain itu, novel menyediakan ruang yang cukup besar

dalam menampung kehidupan tokoh-tokoh yang diciptakan. Hal

tersebut berbeda dengan cerpen yang hanya memiliki ruang terbatas

dalam menceritakan kehidupan tokohnya.


wwwe

Ahli lain yang berpendapat mengenai karakteristik novel adalah

Nurgiyantoro (2014). Ia merumuskan karakteristik novel sebagai

berikut.

1) Panjang Cerita. Novel memiliki sebuah cerita yang panjang,

katakanlah berjumlah ratusan halaman;

2) Novel dibangun oleh unsur-unsur pembangun atau unsur-unsur

cerita yang sama. Novel dibangun dari unsur intrinsik dan

ekstrinsik. Novel memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar,

sudut pandang, dan lain-lain;

3) Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang daripada cerpen.

Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas,

menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail,

dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang

kompleks;

4) Novel memiliki kemampuan menyampaikan permasalahan yang

kompleks secara penuh, mengkreasikan sebuah dunia yang “jadi”.

Hal itu berarti membaca sebuah novel menjadi lebih mudah

sekaligus lebih sulit daripada membaca cerpen. Ia lebih mudah

karena tidak menuntut kita memahami masalah yang kompleks

dalam bentuk dan waktu yang sedikit. Sebaliknya, ia lebih sulit

karena berupa penulisan dalam skala besar yang berisi unit

organisasi yang lebih besar daripada cerpen.


wwwe

Berdasarkan rumusan di atas, dapat diketahui bahwa novel

memiliki panjang cerita yang berjumlah ratusan halaman. Di dalam

novel juga terdapat unsur-unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan

esktrinsik. Selain itu, cerita yang terdapat di dalam novel jauh lebih

panjang dibandingkan cerpen karena novel menyuguhkan alur cerita

yang jauh lebih lengkap. Alur cerita novel juga jauh lebih kompleks

dibandingkan cerpen. Jika cerpen hanya memiliki satu alur cerita saja,

maka novel memiliki alur cerita yang beragam, sehingga membaca

novel jauh lebih mudah sekaligus lebih sulit dibandingkan cerpen.

Ahli lain yang berpendapat mengenai karakteristik novel adalah

kosasih (2008), ia merumuskan perbedaan novel dengan bentuk karya

sastra lainnya sebagai berikut.

1) Alur lebih rumit dan lebih panjang. Ditandai oleh perubahan nasib

pada diri sang tokoh;

2) Tokohnya lebih banyak dalam berbagai karakter;

3) Latar meliputi wilayah geografi yang luas dan dalam waktu yang

lebih lama;

4) Tema lebih kompleks, ditandai oleh adanya tema-tema bawahan.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat diketahui bahwa novel

memiliki alur cerita yang rumit dan panjang, hal tersebut karena alur

cerita yang disajikan novel dibuat beragam. Novel memiliki tokoh

yang banyak dengan berbagai karakter, yaitu adanya tokoh utama dan

tokoh pendukung lainnya. Dari segi latar, novel dibuat dengan latar
wwwe

yang beragam, baik itu latar tempat, waktu, maupun sosial budaya.

Dan dari segi tema, dibuat lebih kompleks, artinya tidak hanya memuat

satu tema saja, melainkan beberapa tema bawahan.

Selain pendapat dari Stanton, Nurgiyantoro, dan Kosasih, ahli

lainnya yaitu Priyatni (2010) merumuskan karakteristik novel sebagai

berikut.

1) Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang agak panjang dan

meninjau kehidupan sehari-hari;

2) Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur yang cukup panjang

mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan manusia

yang bersifat imajinatif;

3) Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang.

Panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata. Mengenai jumlah kata

dalam novel adalah relatif.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa novel

merupakan salah satu jenis prosa yang memiliki alur cerita yang

panjang, yaitu dengan menyajikan berbagai perbagai permasalahan

yang kompleks dan beragam.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa novel memiliki berbagai macam karakteristik,

yaitu: (1) Novel memiliki alur cerita yang panjang dan lengkap, di

dalamnya terdapat bagian awal cerita, puncak permasalahan, dan

penyelesaian masalah; (2) Novel memiliki unsur-unsur pembangun,


wwwe

yaitu unsur intrinsik dan esktrinsik; (3) Novel memiliki tokoh yang

banyak dengan berbagai karakter, yaitu adanya tokoh utama dan tokoh

pendukung lainnya; (4) Dari segi latar, novel dibuat dengan latar yang

beragam, baik itu latar tempat, waktu, maupun sosial budaya; (5) Tema

dibuat lebih kompleks, artinya tidak hanya memuat satu tema saja,

melainkan beberapa tema bawahan.

c. Struktur Novel

Novel memiliki sebuah struktur yang diorganisasikan oleh

unsur-unsur fungsional yang dapat membangun totalitas karya. Unsur-

unsur pembangun novel memiliki beberapa aspek, diantaranya tema,

alur, latar, serta tokoh dan penokohan.

1) Tema

Struktur novel yang berisi tentang gagasan atau ide pokok

sebuah cerita adalah tema. Menurut Aminuddin (2015), “Istilah tema

menurut Sharbach berasal dari bahasa Latin yang berarti „tempat

meletakkan suatu perangkat‟. Disebut demikian karena tema adalah

ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai

pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya” (h. 91). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat

dikatakan bahwa tema adalah ide yang mendasari suatu cerita.

Dengan melihat tema, seorang pembaca dapat mengetahui secara

langsung ide atau konsep cerita yang dipaparkan oleh pengarang.


wwwe

Tema yang merupakan bagian dari unsur intrinsik memiliki

kedudukan yang penting pada sebuah novel. Hal tersebut

dikemukakan oleh Priyatni (2010) bahwa tema dalam prosa fiksi

memiliki kedudukan yang sangat penting karena semua elemen

dalam prosa fiksi akan menunjang tema. Jadi, dapat dikatakan bahwa

tema menjadi bagian dari unsur pembangun yang penting bagi novel

karena tema merupakan gagasan atau ide dari sebuah cerita.

Isi tema yang terkandung dalam sebuah novel menyangkut

beberapa persoalan, tergantung dari alur cerita karya sastra itu

sendiri. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Kosasih (2008)

bahwa tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema

cerita menyangkut berbagai jenis persoalan, seperti persoalan

kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan kecemburuan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa tema adalah

sebuah gagasan atau ide yang menjalin struktur isi cerita. Dikatakan

pula, bahwa tema menyangkut segala bentuk persoalan. Dengan

melihat tema kita dapat mengetahui persoalan yang terdapat di dalam

sebuah cerita. Misalnya cerita yang bertema kasih sayang, tentunya

dengan melihat itu kita dapat mengetahui bahwa cerita tersebut

melingkupi segala aspek cerita yang berhubungan dengan kasih

sayang.

Sejalan dengan pendapat Kosasih yang menjelasakan bahwa

tema cerita menyangkut segala jenis persoalan, Stanton (2012) juga


wwwe

mengemukakan pendapatnya bahwa tema merupakan aspek cerita

tentang pengalaman manusia. Ada banyak cerita yang

menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami

manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan,

pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, atau bahkan usia tua.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa isi tema

mengandung sebuah makna dari pengalaman seseorang, dalam hal

ini adalah pengarang. Hal tersebut dikarenakan seorang pengarang

yang mengambil ide atau konsep cerita sebuah karya sastra dari

pengalamannya sendiri.

Selain pendapat para ahli di atas, Padi (2013) juga

mengemukakan pendapatnya tentang tema, “Tema ialah persoalan

yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor

ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema

minor ialah tema yang tidak menonjol (h. 5). Jadi, tema memiliki

dua macam bagian, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema

mayor adalah tema yang sangat menonjol, atau bisa disebut juga

tema yang paling utama. Sedangkan tema minor terdapat pada

bagian cerita atau disebut sebagai tema sebagian. Dengan demikian

banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya

makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita novel.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan

bahwa tema merupakan bagian dari unsur pembangun yang penting


wwwe

yang mendasari gagasan atau ide pokok sebuah cerita. Makna yang

terkandung di dalam tema menyangkut segala jenis persoalan

kehidupan dan bersifat implisit atau tersembunyi. Tema terdiri atas

tema mayor dan minor, yaitu tema utama dan yang terdapat pada

bagian cerita.

2) Tokoh dan Penokohan

Struktur novel yang berhubungan dengan watak, perilaku,

maupun karakter tokoh dalam cerita adalah penokohan.

Nurgiyantoro (2014) mengungkapkan bahwa istilah tokoh

menunjuk pada pelaku cerita. Watak menunjuk pada sifat dan

sikap para tokoh atau menunjuk pada kualitas pribadi seorang

tokoh. Dan penokohan dan karakterisasi menunjuk pada

penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam

sebuah cerita. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui

bahwa yang dimaksud dengan tokoh adalah pelaku dalam cerita,

watak menunjuk pada sikap atau perilaku si tokoh, dan

penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh dengan

watak tertentu dalam sebuah cerita.

Pendapat ahli lainnya, Priyatni (2010) menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan tokoh adalah para pelaku atau subjek lirik

dalam karya fiksi. Sedangkan watak adalah sifat dasar, akhlak,

dan budi pekerti yang dimiliki oleh tokoh. Setiap tokoh dalam

karya fiksi memiliki sifat, sikap, dan tingkah laku atau watak-
wwwe

watak tertentu. Yang memperkenalkan watak-watak tersebut

adalah pengarang dengan tujuan untuk memperjelas tema yang

ingin disampaikan. Jadi, seorang pengarang menceritakan

tokohnya dengan perwatakan atau perilaku yang berbeda-beda.

Seorang pengarang menggambarkan karakter atau perilaku

tokoh di dalam cerita lewat penokohan. Menurut Rokhmansyah

(2014), “Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai

tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat

berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat

istiadatnya, dan sebagainya” (h. 34). Jadi, pelukisan mengenai

tokoh di dalam cerita, baik yang berhubungan dengan karakter,

perilaku, sikap, dan yang berhubungan dengan perubahan

perilaku dijelaskan lewat penokohan.

Sejalan dengan pendapat Rokhmansyah, menurut Kosasih

(2008), “Penokohan atau watak merupakan salah satu unsur

intrinsik karya sastra, di samping tema, alur, latar, sudut pandang,

dan amanat. Penokohan adalah cara pengarang dalam

menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh

dalam cerita” (h. 61). Jadi, penokohan adalah cara seorang

pengarang untuk menggambarkan perilaku atau watak tokoh yang

diciptakannya kepada pembaca.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah cerita fiksi dapat

dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut


wwwe

pandang mana penamaan itu dilakukan. Nurgiyantoro (2014)

menjelaskan tentang jenis penamaan tokoh dalam cerita sebagai

berikut.

a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Pembedaan tokoh ke dalam kategori ini didasarkan pada

peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara

keseluruhan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan

penceritaannya ke dalam novel yang bersangkutan. Ia

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

Tokoh utama juga sangat menentukan perkembangan plot

cerita secara keseluruhan. Sedangkan tokoh tambahan adalah

tokoh yang mendukung tokoh utama di dalam sebuah cerita.

Artinya, tokoh tambahan kemunculannya tidak sebanyak

tokoh utama, melainkan hanya sebagai pendukung tokoh

utama saja.

b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Pembedaan tokoh ke dalam kategori ini didasarkan pada

fungsi penampilan tokoh. Tokoh protagonis menampilkan

sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca.

Segala apa yang dirasa, dipikir, dan dilakukan oleh tokoh itu

sekaligus mewakili pembaca. Identifikasi diri terhadap tokoh

yang demikian merupakan empati yang diberikan oleh


wwwe

pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang

menjadi penyebab terjadinya konflik. Sehingga, tokoh

protagonis biasanya memiliki karakter yang baik, sedangkan

tokoh antagonis memiliki karakter yang jahat.

c) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Pembedaan tokoh sederhana dan bulat dilakukan

berdasarkan perwatakannya. Tokoh sederhana, adalah tokoh

yang hanya memiliki satu kualitas pribadi atau satu sifat

watak tertentu saja. Sifat, sikap, dan tingkah laku seorang

tokoh sederhana bersifat datar, monoton, dan hanya

mencerminkan satu watak tertentu. Sedangkan tokoh bulat

adalah tokoh yang diungkap berbagai kemungkinan sisi

kehidupannya, kepribadian, dan jati dirinya. Ia dapat saja

memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun

dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-

macam, bahkan mungkin tampak bertentangan dan sulit

diduga.

d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan

tokoh-tokoh cerita dalam sebuah cerita fiksi, tokoh dapat

dibedakan ke dalam tokoh statis dan berkembang. Tokoh

statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak

mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan. Tokoh


wwwe

statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap dan tidak

berkembang sejak awal sampai akhir cerita. Sedangkan tokoh

berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan

dan perkembangan perwatakan sejalan dengan peristiwa yang

dikisahkan. Dengan demikian akan mengalami perkembangan

atau perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita, sesuai

dengan tuntutan logika cerita secara keseluruhan.

e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita

terhadap sekelompok manusia dari kehidupan nyata, tokoh

cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh tipikal dan tokoh

netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit

ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak

ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya, atau

sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Sedangkan

tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita

itu sendiri. Ia dihadirkan semata-mata demi cerita sehingga

kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau

menggambarkan sesuatu yang di luar dirinya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa tokoh merupakan orang atau tokoh yang

ditampilkan dalam sebuah cerita, sedangkan penokohan adalah

penggambaran watak atau perilaku sebuah tokoh yang diciptakan oleh


wwwe

pengarang. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah cerita fiksi dalam

berdasarkan sudut pandang dibedakan menjadi lima macam, yaitu

berdasarkan kategorinya yang terdiri atas tokoh utama dan tambahan,

berdasarkan peran tokoh yang terdiri atas tokoh protagonis dan

antagonis, berdasarkan perwatakannya yang terdiri atas tokoh

sederhana dan bulat, berdasarkan kriteria perkembangan watak yang

terdiri atas tokoh statis dan tokoh berkembang, dan berdasarkan

kemungkinan pencerminan tokoh cerita yang terdiri atas tokoh tipikal

dan netral.

3) Alur

Struktur novel yang memuat tentang jalan sebuah cerita

adalah alur. Menurut Kosasih (2008), “Alur merupakan pola

pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab-akibat.

Jalan cerita suatu novel kadang-kadang sederhana. Novel akan

memiliki jalan cerita yang lebih panjang. Itu karena tema cerita yang

dikisahkannya lebih kompleks dengan persoalan para tokohnya yang

juga lebih rumit”(h. 58). Jadi, dapat dikatakan bahwa alur memiliki

pola pengembangan cerita di dalamnya, yaitu adanya sebab-akibat.

Maksud dari sebab-akibat yaitu adanya hubungan keterkaitan atau

ketergantungan dari dua realitas, konsep, gagasan, dan

permasalahan. Artinya, suatu kegiatan tidak dapat mengalami suatu

akibat tanpa disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak

dapat menunjukkan suatu sebab bila belum mengalami akibat.


wwwe

Sejalan dengan pendapat Kosasih yang mengemukakan alur

memiliki hubungan sebab-akibat, menurut Priyatni (2010), “Alur

adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat.

Keterampilan pengarang dalam menggarap peristiwa menjadi jalinan

cerita yang menarik ikut menentukan kualitas cerita yang

ditampilkan pengarang” (h. 112). Berdasarkan kutipan tersebut,

dapat diketahui bahwa alur memiliki hubungan sebab-akibat. Selain

itu, keterampilan pengarang dalam membuat alur cerita yang

menarik menentukan kualitas cerita yang ditampilkan pengarang.

Sebuah alur memiliki berbagai macam rangkaian peristiwa,

hal ini pun sesuai dengan apa yang diungkapkan Aminuddin (2015)

bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-

tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan

oleh para pelaku dalam suatu cerita. Berdasarkan pendapat tersebut,

dapat diketahui bahwa di dalam alur terdapat tahapan-tahapan

peristiwa yang terjalin secara terstruktur.

Alur atau jalan cerita juga bisa disebut plot. Menurut Padi

(2013), “Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang

memiliki hubungan sebab akibat, sehingga menjadi satu kesatuan

yang padu, bulat, dan utuh” (h. 7). Jadi, dapat kita ketahui bahwa

alur merupakan rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-

akibat.
wwwe

Pendapat ahli lainnya juga mengemukakan tentang

pengertian alur. Seperti yang dijelaskan oleh Nurgiyantoro (2014)

bahwa alur merupakan cerminan atau penjelasan tingkah laku para

tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi

berbagai masalah kehidupan. Selain itu, alur mengandung unsur

konflik, saling berkaitan, dan menarik untuk diceritakan sehingga

bersifat dramatik. Jadi, dapat dikatakan bahwa alur menceritakan

tentang berbagai permasalahan kehidupan melalui tokoh-tokoh yang

diciptakan oleh pengarang. Sama halnya dengan pendapat para ahli

sebelumnya, bahwa permasalahan-permasalahan tersebut saling

berkaitan dari awal cerita sampai akhir dan bersifat dramatik.

Sebuah alur haruslah memiliki keutuhan dan kepaduan

sehingga akan menyuguhkan cerita yang utuh dan padu pula.

Nurgiyantoro (2014) menjelaskan tentang penahapan alur yang

diurutkan atau dikembangkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara

kronologis yang terdiri atas tahap awal, tengah, dan akhir. Adapun

penjelasannya sebagai berikut.

a) Tahap Awal

Tahap awal atau tahap perkenalan pada umumnya berisi

informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan

dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya, misalnya berupa

pengenalan latar dan tokoh-tokoh cerita. Pada tahap awal, di

samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh


wwwe

cerita, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai

dimunculkan.

b) Tahap Tengah

Tahap tengah atau tahap pertikaian menampilkan

pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan sebelumnya,

menjadi semakin meningkat dan menegangkan. Pada tahap inilah

inti cerita disajikan, tokoh-tokoh memainkan peran, konflik

berkembang semakin meruncing, menegangkan, dan mencapai

klimaks.

c) Tahap Akhir

Tahap akhir sebuah cerita menampilkan adegan tertentu

sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini berisi bagaimana

kesesudahan cerita atau akhir sebuah cerita.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa alur merupakan pola pengembangan cerita yang

terbentuk karena adanya hubungan sebab-akibat, yaitu adanya

keterkaitan antara satu cerita dengan cerita yang lainnya. Di dalam

alur terdapat tahapan-tahapan peristiwa yang terjalin secara

terstruktur, yaitu tahap awal atau tahap perkenalan, tahap tengah atau

tahap munculnya konflik, dan tahap akhir sebuah cerita.

4) Latar

Struktur novel yang berhubungan dengan suatu tempat,

waktu, dan sosial budaya adalah latar. Menurut Kosasih (2008),


wwwe

“Latar termasuk unsur intrinsik karya sastra. Latar meliputi latar

tempat dan latar waktu. Tempat dan waktu yang dirujuk dalam cerita

bisa merupakan sesuatu yang faktual dan imajiner” (h. 60). Jadi, latar

berhubungan dengan tempat dan waktu. Tempat dan waktu yang ada

pada sebuah cerita bisa bersifat faktual, yaitu sesuai dengan

kenyataan dan ada dalam kehidupan yang sebenarnya. Selain itu juga

dapat bersifat imajiner, yaitu berdasarkan hasil imajinasi atau

karangan pengarang.

Selain pendapat Kosasih, menurut Aminuddin (2015),“Latar

atau Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa

tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan

fungsi psikologis. (h. 67). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat

diketahui bahwa latar terdiri atas latar tempat, waktu, dan peristiwa.

Latar tempat berupa lokasi atau bangunan fisik yang menjadi tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita. Latar waktu yaitu waktu

atau masa tertentu ketika peristiwa dalam cerita itu terjadi. Dan latar

peristiwa yaitu situasi yang terjadi ketika si tokoh atau pelaku

mengalami kejadian atau peristiwa dalam sebuah cerita.

Pendapat lainnya yang menjelaskan tentang latar yaitu

Rokhmansyah (2014), “Latar atau landas tumpu (setting) cerita

dalam fiksi bukan sekadar background. Artinya bukan hanya

menunjukkan tempat kejadian dan kejadiannya” (h. 38). Jadi, dapat

diketahui bahwa sebuah latar bukan hanya berhubungan dengan


wwwe

tempat pada sebuah cerita, akan tetapi berhubungan juga dengan

peristiwa yang terjadi.

Latar yang memiliki fungsi sebagai tempat pendukung jalannya

sebuah cerita memiliki tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan

sosial-budaya. Nurgiyantoro (2014) merumuskan tiga unsur pokok

latar, yaitu sebagai berikut.

a) Latar tempat

Latar tempat berhubungan dengan lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat

yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu,

inisial tertentu, atau lokasi tertentu. Latar tempat dengan nama

jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum

tempat-tempat tertentu, misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota

kecamatan, dan sebagainya.

b) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

Latar waktu biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu

yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan

acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang

bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan atau kesejalanan


wwwe

waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca

seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi.

c) Latar sosial budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang

berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di

suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Berdasarkan

fungsinya dalam unsur cerita, latar sosial budaya terdiri atas dua

macam, yaitu dilihat dari tata cara kehidupan sosial masyarakat

dan status sosial tokoh. Tata cara kehidupan sosial masyarakat

mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,

pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, spiritual, dan lain-

lain. Sedangkan status sosial tokoh yaitu membedakan kehidupan

antar tokoh dengan menggolongkan status sosialnya, misalnya

rendah, menengah, dan atas. Status sosial tokoh juga dapat dilihat

dari perbedaan tingkah laku, pandangan, cara, berpikir dan

bersikap, gaya hidup, serta permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat diketahui bahwa latar

memiliki tiga unsur, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial budaya.

Latar tempat berhubungan dengan nama tempat atau lokasi

kejadian sebuah cerita. Latar waktu berhubungan dengan waktu

terjadinya sebuah peristiwa. Dan latar sosial budaya berhubungan

dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat dan status sosial

tokoh yang terdapat pada sebuah cerita.


wwwe

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa latar merupakan unsur intrinsik karya sastra yang memiliki

tiga unsur, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial budaya. Latar tempat

berhubungan dengan nama tempat atau lokasi yang terdapat di dalam

sebuah cerita. Latar waktu berhubungan waktu terjadinya peristiwa

di dalam sebuah cerita. Dan latar sosial budaya berhubungan dengan

perilaku, tradisi, kebiasaan, atau adat-istiadat yang tergambarkan

dalam kehidupan sosial masyarakat di dalam sebuah cerita serta dari

status sosial tokoh, baik golongan atas, menengah, maupun bawah.

d. Sudut Pandang/ Point of View

Sudut pandang, point of view merupakan salah satu unsur fiksi yang oleh

Stanton digolongkan sebagai sarana cerita literary device. Sudut pandang

haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut

pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi afektif

pembaca terhadap sebuah cerita fiksipun dalam banyak hal akan

dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang. Sudut pandang pada hakikatnya

merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang

untuk mengemukakan gagasan dan cerita. Booth mengemukakan bahwa

sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk

menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, sehingga dapat

sampai dan berhubungan dengan pembaca. Dengan teknik yang

dipilihnya diharapkan pembaca dapat menerima dan menghayati gagasa-

gagasan dan karenanya teknik boleh dikatakan efektif.

Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan

122
wwwe

dalam dua macam:

1. persona pertama, first-person, gaya “aku”

Sudut pandang persona pertama “Aku” berdasarkan peran dan

kedudukan dalam cerita dibagi menjadi dua golongan yaitu

”Aku” Mahatau dan “Aku” tokoh tambahan;

2. sudut pandang persona kedua: “Kau”;

3. persona ketiga, third-person, gaya “dia”.

Sudut pandang “dia” dapat dibedakan dalam dua golongan

berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang dengan

bahan ceritanya yaitu:

a. “Dia” mahatau dan “Dia” terbatas,“Dia” sebagai pengamat

4. sudut pandang campuran.

Bahasa Novel

Novel termasuk karya fiksi. Gaya bahasa novel memiliki kekhususan atau

berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah. Bahasa yang

digunakan dalam karya ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah. Sementara,

bahasa dalam novel beragam gaya bahasa. Maksudnya, tergantung

kebutuhan penceritaan dalam novel. Biasanya saja dalam sebuah novel,

pengarang menggunakan ragam bahasa Indonesia yang baik atau sesuai

situasi dan kondisi. Kalau situasi resmi dalam sebuah dialog digunakan

bahasa Indonesia sesuai kaidah. Jika dalam situasi tidak resmi, ragam

bahasa yang digunakan bisa saja gaya bahasa takresmi, dialek daerah,

dialek bahasa asing, dan lain-lain. Intinya, bahasa tokoh sesuai dengan

peran dan penokohannya. Selain itu bahasa yang digunakan pengarang

123
wwwe

atau tokoh dalam bercerita juga berbeda-beda. Bisa saja mereka bercerita

dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi dapat

pula mereka menggunakan bahasa takresmi, bahasa alai, bahasa gaul, dan

lain-lain. Ragam bahasa sastra yang unik seperti penggunakan bahasa

kiasan seperti majas perbandingan, majas pertentangan, majas sindiran,

dan majas penegasan terbuka kemungkinan digunakan oleh pengarang

sebagai bahasa novelnya. Pengarang juga bebas kapan ia menggunakan

diksi yang bermakna denotative (makna bahasa yang sebenarnya) atau

diksi yang bermakna konotatif (kata yang memiliki makna tidak

sebenarnya).

Ejaan bahasa Indonesia dalam novel wajib digunakan pengarang

novelnya, terlepas novel yang dikarangnya menggunakan bahasa sesuai

kaidah atau bahasa takresmi, bahasa gaul, bahasa alai, bahasa daerah, dan

lain-lain. Terutama pada penulisan huruf kapital dan huruf kecil.

Penggunaan tanda baca titik (.), tanda koma (,), tanda tanya (?) dan

sejenisnya perlu diterapkan dalam novel. Kapan menggunakan kata baku

atau nonbaku? Pengarang novel wajib menguasainya dan mampu

menerapkan dalam novelnya, demikian juga aturan lainnya yang

tercantum dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

124
wwwe

125
wwwe

1) Contoh Unsur Intrinsik dalam Novel

- dalam Novel Bidadari Bermata Bening Karya Habiburrahman El Shirazy

Novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy

memiliki tokoh utama seorang perempuan lulusan pesantren Kanzul Ulum,

Magelang yang bernama Ayna. Alasan menjadikan Ayna sebagai tokoh utama

adalah karena pada novel tersebut, jalan ceritanya melibatkan tokoh Ayna, yaitu

dari awal cerita menceritakan kehidupannya di pesantren, menceritakan kisah

cintanya dengan Gus Afif, menolak lamaran Gus Afif karena teringat kata-kata

Bu Nyai bahwa Gus Afif harus melanjutkan kuliahnya di Mesir, dijebak oleh

pakde dan budenya untuk menikah dengan Yoyok, memberikan syarat kepada

Yoyok hingga bisa bercerai dengannya, menceritakan kisahnya yang luntang-

lantung di jalanan sampai bisa menjadi seorang pengusaha, hingga akhirnya ia

bisa bertemu dan menikah dengan Gus Afif. Adapun penokohannya adalah

sebagai berikut.
wwwe

a) Cerdas

Cerdas adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah atau

menciptakan sesuatu. Ayna merupakan tokoh yang cerdas dalam akademik.

Hal tersebut terbukti dalam kutipan:

“Kamu tidak hanya lulus, tapi nilai UN-mu terbaik di pesantren ini.” (h. 12
p.7)

Kutipan di atas menceritakan bahwa Ayna mendapatkan nilai UN terbaik

di pesantrennya.

b) Religius

Religius adalah sikap dan perilaku yang baik atau patuh dalam

menjalankan ajaran agama yang dipeluknya. Ayna merupakan tokoh yang

religius. Ia selalu membiasakan diri untuk membaca selawat, Hal tersebut

terbukti pada kutipan:

Ayna mengendarai motornya sambil memperbanyak membaca selawat. (h.


6 p. 7)

Pada kutipan di atas, Ayna selalu membiasakan selawat ketika sedang

mengendarai motor karena selawat adalah doa keselamatan dan kesejahteraan.

Selain itu, ia juga selalu membiasakan salat sunah Tahajud dan Witir. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:

Ayna merasa kalau ia langsung tidur, maka ia tidak akan bangun tahajjud.
Maka ia putuskan untuk salat Tahajud sebelum tidur meski cuma dua
rakaat, disambung shalat Witir tiga rakaat dua kali salam.” (h. 103 p. 6)

c) Rendah hati

Rendah hati adalah sifat pribadi yang bijak pada seseorang, dapat

memosisikan sama antara dirinya dengan orang lain, merasa tidak lebih pintar

dan mulia, serta dapat menghargai orang lain dengan tulus. Ayna merupakan
wwwe

tokoh yang rendah hati. Meskipun mendapatkan pujian, ia tidak sombong dan

justru memiliki sifat yang rendah hati. Hal tersebut terdapat pada kutipan:

“Saya tidak pernah berpikir jadi terbaik, saya bisa jadi sahabat kalian
sudah keberuntungan luar biasa. Tidak banyak gadis di desa saya yang
bisa sekolah dan belajar di pesantren seperti kita. Yang paling penting
adalah ilmu yang manfaat dan barokah,” jawab Ayna. (h. 61 p 4)

Pada kutipan tersebut, Ayna mendapatkan pujian dari teman-temannya

karena mendapatkan nilai UN tertinggi di pesantren. Namun dengan rendah

hati ia berkata bahwa tidak pernah berpikir menjadi yang terbaik, karena masih

banyak gadis desa di kampungnya yang tidak bisa sekolah dan belajar di

pesantren seperti dirinya saat itu.

d) Tegas

Tegas adalah sikap seseorang yang tidak ragu-ragu dan bimbang dalam

mengambil keputusan. Ayna merupakan tokoh yang memiliki sifat tegas. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:

“Dia boleh menghina diriku semau dia. Selama ini aku diam saja
dikata- katain apa saja sama dia. Tapi dia tidak boleh menghina
almarhumah ibuku sedikit pun. Kali ini aku harus buat perhitungan
dengannya!” geram Ayna. (h. 15 p. 8)

Kutipan di atas menceritakan bahwa Neneng telah mengina almarhumah

ibu Ayna sebagai seorang TKW yang hamil di luar nikah dan melahirkan anak

haram yang tidak lain adalah Ayna. Ayna dengan tegas tidak menerima

tuduhan tersebut karena termasuk fitnah dan akan membuat perhitungan pada

Neneng.

e) Siap menanggung risiko

Siap menanggung risiko adalah sikap seseorang yang siap menanggung

bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi pada dirinya. Ayna merupakan

tokoh yang siap menanggung risiko. Ketika ia disidang oleh Bu Nyai Nur
wwwe

Fauziah karena terlibat pertengkarannya dengan Neneng, Ayna dengan jujur

berkata bahwa ia tidak bersalah sama sekali ketika menyatakan bahwa Neneng

telah mendapatkan bocoran soal UN. Justru Neneng lah yang telah menuduh

ibunya tanpa bukti. Ia juga siap menanggung risiko jika dianggap bersalah. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:

“Umi, mohon maafkan saya kalau saya dianggap bersalah. Saya siap
menanggung hukuman apapun yang diberikan kepada saya. Namun jujur,
saya merasa tidak bersalah sama sekali. Saya tidak melakukan apa-apa
kecuali membela kehormatan ibu saya, Umi. (h. 25 p. 1)

f) Jujur

Jujur adalah sikap seseorang yang lurus hati, tidak berbohong, dan berkata

apa adanya. Ayna merupakan tokoh yang memiliki sifat jujur. Hal tersebut

terbukti pada kutipan:

“Dan demi Allah, saya bersumpah, apa yang saya sampaikan benar, saya
memang pernah ditawari bocoran soal dan kunci jawaban UN oleh Mas
Roni. Apakah itu soal UN betulan atau tidak, saya tidak tahu persis, sebab
saya menolaknya. Lha, Mas Roni bilang bahwa sudah banyak yang beli,
termasuk Neneng. Jadi tinggal diusut saja, petunjuknya kan jelas.” (h. 38
p. 3)

Pada kutipan di atas, Ayna berkata jujur bahwa Neneng telah membeli

bocoran soal UN kepada Mas Roni karena memang Ayna juga pernah ditawari

bocoran soal UN tersebut, akan tetapi ia menolaknya.

g) Menepati janji

Menepati janji adalah sikap seseorang yang menyatakan bersedia dan

sanggup untuk berbuat sesuatu serta menepati apa yang telah dikatakan atau

yang telah disetujui. Ayna merupakan tokoh yang menepati janji. Hal tersebut

terbukti pada kutipan:

“Gus Naufal, aku janji mau kasih hadiah sama dia.” (h. 53 p. 8)
wwwe

Kutipan di atas menceritakan bahwa Ayna disuruh Bu Nyai untuk

mengajari Naufal, cucu Bu Nyai. Naufal tidak mau belajar jika Bu Nyai yang

menemani. Akhirnya Ayna mau mengajari Naufal dan menjanjikan jika Naufal

benar dalam mengisi soal, Ayna akan membelikan mainan lego kepadanya.

h) Pantang menyerah

Pantang menyerah adalah sikap seseorang yang selalu berusaha dalam

melakukan sesuatu sampai bisa tercapai. Ayna merupakan tokoh yang

memiliki sifat pantang menyerah. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Di pesantren ini, dia memikul pekerjaan yang lebih berat dari teman-
teman seusianya. Dia khadimah. Dialah dan khadimah-khadimah yang
lainnya yang setiap hari bangun lebih pagi dari yang lain untuk
menyiapkan sarapan pagi para santri. Demi Allah, setiap pekerjaan yang
dibebankan kepadanya diselesaikan dengan tuntas. Dia tidak akan
menyerah sampai amanahnya dituntaskan. (h. 69-70 p. 5)

Pada kutipan di atas, Bu Nyai memberikan sambutan di hadapan para

santri dan santriwati di acara Haflah Akhirussanah. Pada sambutan tersebut,

Bu Nyai juga memberikan informasi tentang santri dan santriwati yang

berprestasi, salah satunya adalah Ayna. Bu Nyai menuturkan bahwa Ayna

merupakan santriwati berprestasi yang memiliki nilai UN tertinggi dan

seorang khadimah yang pantang menyerah, karena setiap pekerjaan yang

dibebankan kepadanya selalu diselesaikan dengan tuntas.

i) Berbaik sangka

Berbaik sangka adalah sikap seseorang yang selalu berpandangan baik

terhadap apa yang ada dipikiran. Ayna merupakan tokoh yang berbaik sangka.

Ketika ibunya telah meninggal dunia, ia harus tinggal bersama pakde dan

budenya. Namun ia merasakan pakde dan budenya seperti orang lain, tak ada

kasih sayang yang dirasakannya sejak kecil. Ayna terus berusaha berbaik
wwwe

sangka dan menganggap mereka keluarganya. Hal tersebut terbukti pada

kutipan:

Pakde Darsun dan istrinya Bude Mijah terasa seperti orang lain. Tak ada
kasih sayang yang ia rasakan sejak kecil dari mereka. Tak ada
penghargaan dari mereka kepadanya. Ia merasakan mereka justru lebih
banyak reseknya kepada ibunya dan dirinya. Perasaan tidak nyaman itu
terus ia lawan selama ini. Ia terus berusaha berbaik sangka kepada
mereka. Ia terus berusaha menganggap mereka adalah keluarganya, orang-
orang paling dekat yang ia miliki saat ini. (h. 77 p. 1)

j) Terlibat aktif dalam berbagai kegiatan

Terlibat aktif dalam berbagai kegiatan adalah sikap seseorang yang selalu

ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Ayna merupakan tokoh yang

terlibat aktif dalam berbagai kegiatan khususnya pengajian. Hal tersebut

terbukti pada kutipan:

Ayna memimpin selawatan dalam pengajian rutin pekanan ibu-ibu di


kampungnya. ( h. 111 p. 1)

Selain terlibat aktif dalam pengajian di kampungnya, Ayna juga terlibat

aktif dalam pengajian di tempat lain seperti pada kutipan:

Selain berkembang dalam dunia bisnis, Ayna tetap berusaha tidak


melupakan amal-amal ukhrawi. Ia terlibat aktif di dua pengajian, yaitu
pengajian para pegawai dan karyawan Tsania Spa dan Skin Care dan
pengajian majelis taklim ibu-ibu di perumahan sebelah yang diasuh
Ustadzah Fatimah. (265 p. 4)

k) Menyesali perbuatannya

Menyesali perbuatannya adalah sikap seseorang yang merasa kecewa atau

menyesal terhadap sesuatu yang diperbuatnya. Ayna merupakan tokoh yang

suka menyesali perbuatannya meskipun hal itu tidak sengaja dilakukan. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:

Ayna menangis. Itulah untuk pertama kalinya sejak ia masuk pesantren, ia


kehilangan waktu salat Magrib telah lewat. Ia merasa sangat berdosa. Ia
merasa sangat menderita. Ia mereguk satu kenikmatan dunia, tapi
kehilangan satu nikmat ibadah. Cepat-cepat ia salat mengqada Magrib lalu
salat isya. (h. 130 p. 6)
wwwe

Pada kutipan di atas, Ayna lupa melaksanakan salat Magrib ketika berada

di Lombok karena tertidur di dalam kamar hotel. Ia sangat menyesal lalu

dengan cepat mengqada salat Magrib kemudian dilanjutkan dengan salat Isya.

l) Mempunyai firasat kuat

Mempunyai firasat kuat adalah sikap seseorang yang mampu merasakan

atau mengetahui akan terjadi sesuatu sesudah melihat gelagat. Ayna

merupakan tokoh yang mempunyai firasat kuat. Hal tersebut terbukti pada

kutipan:

Ayna bukan gadis yang bodoh. Bahwa ia gadis yang lurus, baik, dan jujur.
Iya. Tetapi ia bodoh, tidak. Ayna merasa ada sesuatu yang tidak beres
selama ia ada di Lombok. (h. 131 p. 5)

Pada kutipan tersebut, Ayna merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak

beres selama berada di Lombok karena ia berbeda hotel dengan Atikah dan

Arifah, yang tidak lain adalah sepupunya. Ayna justru harus sehotel dengan

Yoyok, sehingga mau tidak mau ia lebih sering bertemu dengan Yoyok

dibandingkan sepupunya.

m) Rela berkorban

Rela berkorban adalah orang yang mau mengorbankan dirinya sendiri

demi membahagiakan atau memenuhi kebutuhan orang lain. Ayna merupakan

tokoh yang memiliki sifat rela berkorban. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Waktu tujuh hari yang diultimatum oleh pakdenya telah lewat. Berarti ia
dengan terpaksa memilih apa yang dirancang oleh pakde dan budenya.
Tepatnya bukan begitu, ia memilih mengorbankan dirinya demi
mempertahankan tali kekeluargaan. (h. 141 p. 4)

Pada kutipan di atas, Ayna harus rela mengorbankan dirinya untuk

menikah dengan Yoyok karena jika Ayna menolak pernikahannya, pakde dan

budenya mengancam akan memutuskan tali kekeluargaan dengannya.

140
wwwe

n) Perasa

Perasa adalah sikap seseorang yang mudah merasa atau peka terhadap

perasaan. Ayna merupakan tokoh yang memiliki sifat perasa. Kodratnya

sebagai wanita membuat dia mudah terharu dan menangis. Ia merasa begitu

terharu ketika Gus Afif, orang yang diam-diam ia cintai berterus terang untuk

menikahinya. Hal tersebut terdapat pada kutipan:

Ayna menutup mukanya dengan kedua tangannya dan menangis tersedu-


sedu. Selama ini belum ada lelaki yang menanyakan seperti itu
kepadanya. Dan kini, pemuda yang diam-diam ia cintai, begitu berterus
terang dan minta ia mengucapkan kalimat yang sebenarnya telah ada
dalam hatinya. (h. 153 p.3)

o) Bersikap adil

Bersikap adil adalah sikap seseorang yang tidak berat sebelah atau tidak

memihak dalam mengambil sebuah keputusan. Ayna merupakan tokoh yang

memiliki sikap adil. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Ia masih terus mendengar dan mengumpulkan informasi. Ia mencoba


adil menilai semua informasi yang ia dapat. Akhirnya ia menarik
kesimpulan jika dipresentasi tujuh puluh persen orang-orang melihat
Yoyok dan Kusmono, ayahnya, bukan orang baik-baik. Berbekal itu
semua ia memberanikan diri bicara pada pakdenya untuk membatalkan
pertunangan dengan Yoyok. (168 p. 2)

Pada kutipan di atas, Ayna terus mengumpulkan informasi tentang

pribadi Yoyok dan ayahnya, Kusmono. Ia mencoba adil menilai informasi

yang telah didapat, dan menarik kesimpulan bahwa Yoyok dan ayahnya bukan

orang baik-baik.

p) Berpendirian tetap

Berpendirian tetap adalah sikap seseorang yang tetap berpegang kepada

apa yang telah diniatkan. Ayna merupakan tokoh yang berpendirian tetap. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:


wwwe

“Baca Alquran hingga lancar, tunjukkan Mas Yoyok hafal Juz Amma dan
Yasin! Tanpa diminta aku akan tidur seranjang dengan Mas Yoyok. Jika
syarat itu tidak kau penuhi, maka mohon maaf, sampai hari kiamat datang
aku tidak akan mau kau sentuh!” ( h. 188 p. 3)

Pada kutipan di atas, Ayna memberikan syarat kepada Yoyok bahwa

meskipun mereka sudah menikah, Ayna tidak akan mau disentuh oleh Yoyok

sebelum ia memenuhi syarat yang diberikan Ayna, yaitu hafal Juz Amma dan

Yasin.

q) Seorang pembelajar yang cepat dan pembaca keadaan yang cermat

Seorang pembelajar yang cepat adalah sikap seseorang yang memiliki

kecepatan dan ketangkasan dalam mempelajari sesuatu. Sedangkan pembaca

keadaan yang cermat adalah sikap seseorang yang dapat membaca sebuah

keadaan atau situasi dengan teliti. Ayna merupakan seorang pembelajar yang

cepat dan pembaca keadaan yang cermat. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Ayna seorang pembelajar yang cepat dan seorang pembaca keadaan


yang cermat. Sebulan hidup bersama Yoyok ia sudah tahu beberapa
bisnis yang dilakoni suaminya. Menurutnya semuanya tidak benar.
Kecuali satu, jualan beras di pasar. (h. 188-189 p. 6)

Pada kutipan di atas, Ayna sudah mengetahui bahwa bisnis yang

dijalankan oleh Yoyok tidak ada yang benar kecuali jualan beras di pasar,

sehingga Ayna tidak mau diberikan uang hasil bisnis Yoyok selain uang dari

jualan beras di pasar.

r) Pemberi nasihat

Pemberi nasihat adalah orang yang selalu memberikan pelajaran baik,

peringatan, atau teguran kepada orang lain. Ayna merupakan tokoh yang selalu

memberikan nasihat kepada orang lain. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

“Mas Yoyok lupa, moyangnya umat manusia yaitu Nabi Adam dan Ibu
Hawa, dulu mereka berada di surga dimuliakan oleh Allah. Begitu mereka
makan barang haram, sekali lagi begitu makan barang haram, mereka
wwwe

langsung diusir oleh Allah dari surga! Mulia dan hina seseorang bermula
dari barang yang dimakan manusia.” (h. 189 p. 5)

Pada kutipan di atas, Ayna memberikan nasihat kepada Yoyok bahwa

orang yang memakan hasil barang haram akan sangat hina di hadapan Allah.

Ayna memberikan nasihat seperti itu karena bisnis yang Yoyok jalani

termasuk ke dalam bisnis haram, yaitu hasil korupsi.

s) Berani

Berani adalah sikap seseorang yang mempunyai hati yang mantap dan

rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya atau kesulitan. Ayna

merupakan tokoh pemberani. Meskipun ia seorang wanita, ia tidak merasa

gentar dan takut. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Ketika Ayna melihat kesempatan yang tepat, ia lancarkan tendangan keras


menggunakan lututnya tepat mengenai selangkangan Yoyok yang
membuatnya menjerit kesakitan dan melepaskan pegangannya. Begitu
terbebas, Ayna langsung menyerang dengan tendangan Mae Geri keras ke
dada Yoyok. (h. 194-195 p. 7)

Pada kutipan tersebut, dengan sikap berani Ayna menendang keras lulut

Yoyok sehingga ia bisa terbebas dari jeratan Yoyok yang ingin mencoba

menyentuh dirinya secara paksa.

t) Pandai mengontrol kemarahan

Pandai mengontrol kemarahan adalah sikap seseorang yang pandai

mengendalikan dirinya saat diperlakukan tidak sepantasnya oleh orang lain.

Ayna merupakan tokoh yang pandai mengontrol kemarahan. Hal tersebut

terbukti pada kutipan:

Tubuh Ayna bergetar hebat tapi dia berusaha keras menguasai dirinya.
Ingin rasanya menonjok dan menendang mertuanya itu. Ia merasa benar-
benar dihina. Mertua mana yang tega menjual anak menantunya kepada
lelaki tua bandot yang busuk. Dan, kepada Yoyok, ia tidak bisa
memaafkan, bagaimana ia bisa mengizinkan hal ini. (h. 213 p. 6)
wwwe

Pada kutipan di atas, Ayna berusaha mengontrol emosi dan kemarahannya

ketika dibujuk oleh mertuanya untuk menikah dengan pengacara yang akan

menolong Yoyok, karena Yoyok sedang terlibat kasus korupsi. Untuk dapat

membebaskan Yoyok dari kasus itu, Ayna harus rela menikah dengan

pengacara tersebut dan pura-pura bercerai dengan Yoyok.

u) Pintar merancang taktik

Pintar merancang taktik adalah seseorang yang pintar dalam membuat

rencana atau tindakan untuk mencapai tujuan. Ayna merupakan tokoh yang

pintar merancang taktik. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Ia melihat, inilah saatnya ia merancang taktik keluar dari jeratan para


durjana. Inilah saatnya ia menunggangi ketidakmampuan lawan. Yoyok
dan Kusmono ia anggap sebagai lawannya. Saat ini mereka sedang lemah,
sedang tidak mampu. Ini saatnya ia menunggangi mereka. Lalu nanti di
saat yang tepat ia akan menempuh jalan yang tidak di sangka-sangka. (h.
215 p. 5)

Kutipan di atas menceritakan bahwa Ayna memiliki kesempatan untuk

bisa keluar dari jebakan Yoyok dan Kusmono. Ketika Ayna pura-pura pasrah

mau menerima dinikahkan dengan sang pengacara, ia mendengar bahwa

Yoyok tetap akan dipenjara. Ternyata, pengacara tersebut tidak menepati janji.

Ketika Ayna sudah mendapatkan surat cerai resmi dari Yoyok, Ayna akhirnya

bisa kabur dari jeratan Yoyok sekaligus dari jeratan pengacara tersebut.

v) Baik hati

Baik hati yaitu sikap seseorang yang berbudi baik. Ayna merupakan tokoh

yang memiliki sifat baik hati. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Sudah setengah tahun, Ayna membina anak-anak itu. Dengan kemampuan


yang ia punya, ia ajar mereka dengan pelajaran sekolah. Ia usahakan
mereka untuk tetap mendapatkan pendidikan yang layak dengan cara
homeschooling, atau sekolah di rumah. (h. 232 p. 4)
wwwe

Pada kutipan di atas, Ayna mulai menata hidup barunya di Bogor, ia

membuka sebuah tempat penampungan anak jalanan yang bernama Bait Ibni

Sabil. Di situlah, Ayna membina anak-anak jalanan dan mengusahakan mereka

untuk tetap mendapatkan pendidikan yang layak dengan cara homeschooling.

w) Bersungguh-sungguh

Bersungguh-sungguh adalah sikap seseorang yang tekun dan dengan

segenap hati dalam melakukan sesuatu. Ayna merupakan tokoh yang memiliki

sifat bersungguh-sungguh. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

Ayna bekerja dengan penuh kesungguhan. Semua tugas ia kerjakan penuh


perhatian. Tugas utamanya adalah menjaga kebersihan, kerapihan, dan
segala keperluan Bu Rosidah. (h. 259 p. 1)

Kutipan di atas menceritakan bahwa Ayna menjadi asisten seorang

pengusaha travel yang bernama Bu Rosidah. Ayna bekerja dengan penuh

kesungguhan.

x) Setia

Setia adalah sikap seseorang yang memiliki ketetapan dan keteguhan hati.

Ayna merupakan tokoh yang memiliki sifat setia. Ketika ia bekerja sebagai

asisten Bu Rosidah, dengan penuh kesetiaan ia tidak akan meninggalkan

kantor sebelum jam kerja habis dan Bu Rosidah meninggalkan kantor. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:

Ada satu kejadian yang membuat bu Rosidah semakin percaya padanya.


Sudah menjadi etika, bahwa dirinya tidak akan meninggalkan kantor
sebelum jam kerja habis dan Bu Rosidah telah meninggalkan kantor. Jika
jam kerja habis tapi Bu Rosidah masih di kantor, ia dengan setia tetap
berada di kantor. Hal itu ternyata diperhatikan oleh Bu Rosidah. Yang
ternyata hanya dia asisten yang sesetia itu. (h. 261 p. 1)

Selain setia dalam pekerjaan, Ayna juga sangat setia dalam hal percintaan.

Ia sangat setia menunggu kedatangan Gus Afif dalam keadaan apapun. terbukti

pada kutipan:
wwwe

“Saya akan setia menunggu kedatangannya. Kalau ternyata dia entah di


mana, sudah menikah, ya tidak apa-apa. Saya akan menempuh jalan
Rabi‟ah Adawiyah. Saya sudah punya banyak anak di Bait Ibni Sabil.
Saya akan hidup bersama mereka.” (h. 294 p. 4)

y) Tidak pernah membantah

Tidak pernah membantah adalah sikap seseorang yang tidak pernah

melawan atau menentang perkataan orang lain. Ayna merupakan tokoh yang

tidak pernah membantah setiap saran yang diberikan oleh Bu Rosidah. Hal

tersebut terbukti pada kutipan:

Dan Ayna tidak pernah sekalipun membantah saran Bu Rosidah. Baginya


perempuan itu adalah “Bu Nyai” nya dalam bidang bisnis dan ekonomi.
(h. 265 p. 3)

z) Pemberi masukan dan solusi

Pemberi masukan dan solusi adalah sikap seseorang yang memberikan

jalan keluar atau penyelesaian terhadap permasalahan orang lain. Ayna

merupakan tokoh yang suka memberikan masukan dan solusi, terutama kepada

Bu Rosidah. Hal tersebut terbukti pada kutipan:

“Ibu perlu sedikit berkorban untuk menyelamatkan aset lebih besar.


Sebenarnya kan Mbak Marlina ingin punya usaha travel sendiri, ibu kan
pernah cerita begitu, tapi ibu masukan dia ke perusahaan itu. Lha, dia itu
jenis yang tidak mau diatur orang lain, tapi juga jenis yang tidak berani
ambil risiko. Lha, ini saat yang tepat membuatkan dia tempat usaha.” (h.
279 p. 3).

b. Latar Tempat, Waktu, dan Sosial Budaya

1) Latar Tempat, Waktu, dan Sosial Budaya pada Novel Tuhan Lindungi

Mahkotaku Karya Arif YS

a) Latar Tempat

Novel Tuhan Lindungi Mahkotaku karya Arif YS mengambil tiga lokasi

latar tempat utama, yaitu Pesantren Al-Hikmah di Indramayu, rumah Ulfa di

Desa Bogis Indramayu, dan Perumahan Cinere Indah di Jakarta yang dijadikan
wwwe

sebagai ruang penampungan Ulfa ketika akan menjadi calon tenaga kerja luar

negeri.

Adapun latar tempat yang digunakan ketika mengambil lokasi di Pesantren

Al-Hikmah yaitu ruang kamar, kamar mandi, gedung pembelajaran, ruang kelas,

dan musala. Latar tempat yang digunakan ketika mengambil lokasi di rumah

Ulfa yaitu kamar mandi, dapur, ruang tamu, teras depan, dan kamar Ulfa. Dan

Latar tempat yang digunakan ketika mengambil lokasi di Perumahan Cinere

Indah yaitu ruang penampungan, ruang keluarga, dan kantor Yongki.

Selain lokasi utama, terdapat juga lokasi tambahan yang digunakan para

tokoh dalam novel ini, di antaranya Water Boom, Pantai Eretan Indramayu,

Bank BRI Anjatan, Alfamart, pasar, Kantor Ngudi Karya, Rest Area Cikampek,

Bandara Kualalumpur, Polsek Kroya, kamar hotel, aula, Patrol, dan rumah Farid.

Selain itu, novel ini juga melibatkan nama jalan, yaitu jalan Anjatan Bogis.

b) Latar Waktu

Novel Tuhan Lindungi Mahkotaku karya Arif YS banyak menunjukkan

latar waktu yang jelas. Sebagian besar didominasi oleh petunjuk waktu pagi,

siang, sore, dan malam hari yang dilakukan oleh para tokohnya. Misalnya pada

kutipan:

Malam ini, Ulfa mengenakan kerudung putih, rok bawah hitam, dan baju
atasan batik berwarna merah kekuning-kuningan. (h. 2 p. 1)

Kutipan di atas secara jelas menunjukkan latar waktu malam hari. Latar

waktu pada novel ini juga juga ditunjukkan dengan angka jam. Misalnya pada

kutipan:

Pukul 06. 30, musik padang pasir mengalun indah di seluruh penjuru
pesantren. Bunyi ketipung, suling, dan harpa membuat nuansa pesantren
wwwe

semakin terasa. Para santri sudah bersiap berangkat ke gedung


pembelajaran. (h. 16 p. 2)

Pada kutipan di atas, dapat diketahui bahwa angka jam yang menunjukkan

pukul 06. 30 adalah waktu pagi hari. Selain itu, latar waktu yang digunakan

dalam novel ini juga ditunjukkan secara tersirat, misalnya pada kutipan:

Matahari berangsur, menggelincir ke sisi lain khatulistiwa. namun


teriknya masih menyengat, radiasinya masih tersisa. Azan Zuhur sudah
berlalu. (h. 36-37 p. 7)

Kutipan di atas menjelaskan secara tersirat waktu azan Zuhur yang telah

berlalu dan keadaan cuaca yang terik, yang menunjukkan waktu siang hari.

c) Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya yang ditemukan pada Novel Tuhan Lindungi

Mahkotaku karya Arif YS terdiri atas dua macam, yaitu berhubungan dengan

status sosial tokoh dan tradisi. Pada status sosial tokoh, menunjukkan bahwa

tokoh utama memiliki status sosial tokoh yang tinggi. Hal tersebut terbukti pada

kutipan:

Selain itu, wajahnya juga cantik. Bahasa Arabnya jago, membaca


Alqurannya lancar dan hafal Juz Amma. Ayahnya H. Shodiqin, seorang
lelaki terpandang di kampungnya, Bogis, Anjaran, Indramayu. Tak ayal
banyak pria yang ingin menjadi pacarnya. (h. 2 p. 1)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ulfa merupakan anak dari seorang

lelaki terpandang di kampungnya, yaitu di Bogis, Anjatan Indramayu. Adapun

latar sosial budaya yang berhubungan dengan tradisi ditemukan adanya dua

macam tradisi, yaitu tradisi pesantren dan tradisi masyarakat Indramayu. Pada

novel ini, ditemukan beberapa macam tradisi pesantren yang terdapat di

pesantren Al-Hikmah Indramayu, di antaranya sebagai berikut.


wwwe

(1) 10 hari setelah ujian, para santri libur selama dua minggu. Hal ini terdapat

pada kutipan:

Sudah menjadi tradisi di Pesantren Al Hikmah bahwa sepuluh hari setelah


ujian, para santri pesantren libur selama dua minggu. Inilah masa yang
ditunggu oleh Ulfa dan teman-teman, juga para santri lainnya. (h. 21 p. 11)

(2) Saat pengambilan rapot, santri dan walinya dikumpulkan di gedung

pertemuan untuk mendapatkan arahan dan wejangan dari pak kyai. Hal ini

terdapat pada kutipan:

Tujuan kedatangan orang tua para santri tersebut adalah untuk mengambil
rapor. Sebelum penerimaan rapor, santri-santri dan walinya dikumpulkan
terlebih dahulu di gedung pertemuan untuk mendapatkan arahan dan
wejangan dari Pak Kyai. Pertemuan seperti ini sudah menjadi tradisi dari
semester ke semester. (h. 22 p. 4)

(3) Tradisi salat subuh berjamaah. Hal ini terdapat pada kutipan:

Suara azan berkumandang. Lirik lagunya indah didengar, memancing para


kaum muslimin segera datang. Para santri bergegas tak mau ketinggalan.
Mereka paham salat berjamaah lebih utama dari pada salat munfarid,
sendirian. Sesuai dengan ajaran agama, salat jamaah pahalanya 27 derajat
sedangkan salat sendiran pahalanya hanya satu. Tak heran para santri dan
penghuni pesantren berebut ingin mendapatkan pahala yang lebih banyak,
sehingga mereka tak pelu disuruh-suruh. (h. 45 p. 4-5)

(4) Berzikir, bersalam-salaman, dan berselawat selesai salat. Hal ini terdapat

pada kutipan:

Zikir telah rampung. Jamaah saling bersalam-salaman sambil selawat nabi.


Shalallah ‘ala Muhammad. Shallallah ‘alaihi wa sallam. Shallallah ‘ala
Muhammad ya robbi shalli wa sallim. (h. 46 p. 4)

(5) Mengantre saat mandi. Hal ini terdapat pada kutipan:

Tahu Maimunah berlari, Ulfa dan Kadariyah spontan mempercepat langkah.


Mereka juga tak ingin ketinggalan mandi. Tak mau ketinggalan, Ulfa dan
Kadariyah segera menaruh mukena dan bergegas ke kamar mandi. Di depan
kamar, beberapa santri sudah berderet mengantre. Paling tidak ada dua
sampai empat orang di depan setiap pintu kamar mandi. (h. 47 p. 2 dan 6)

(6) Salat Duha berjamaah sebelum pengumuman hasil ujian kelulusan. Hal ini

terdapat pada kutipan:


wwwe

Hari ini kan pengumuman hasil ujian. Pak Kyai mengajak kita untuk
melakukan salat sunah Duha. Kita diajak untuk berdoa sekaligus bersyukur
atas berakhirnya ujian akhir. (h. 55 p. 2)

(7) Adanya acara pelepasan kelulusan pesantren. hal ini terdapat pada kutipan:

Acara yang dirangkum pada hari pelepasan ini lumayan banyak.


Rangkaiannya mulai dari pembukaan, pembacaan kalam Ilahi dan sari
tilawah, sekapur sirih dari ketua panitia, kemudian dilanjutkan dengan
sambutan-sambutan. Usai sambutan-sambutan, acara diteruskan dengan
penyerahan ijazah secara simbolis. Dua acara berikutnya adalah penampilan
seni oleh santriwan-santriwati Madrasah Aliyah Al-Hikmah dan acara
disempurnakan dengan penutup. (h. 68 p. 4-5)

(8) Tradisi salat sunah Duha. Hal ini terdapat pada kutipan:

Suatu pagi sekitar pukul 09.00. Ulfa baru saja menjalankan salat sunah
Dhuha. Sebagai jebolan pesantren, ia tak melupakan ajaran yang ditanamkan
dan dibiasakan oleh Pak Kyai dan para ustaznya. (h. 74 p. 3)

(9) Membatasi santriwati dalam gaya berdandan. Hal ini terdapat pada kutipan:

Ulfa tampak beda, tak seperti biasanya yang hanya berbedak tipis. Hari itu
dandanannya membuat dua temannya pangling. Waktu di pesantren memang
cara dan gaya berdandan santri dibatasi. Mereka tidak diperbolehkan
mengenakan lipstik dan gincu. (h. 80 p. 1)

Sementara tradisi masyarakat Indramayu yang terdapat di dalam novel ini

yaitu bahwa di Indramayu, usia 21 dan 22 tahun adalah usia yang lumrah untuk

menikah. Hal ini terdapat pada kutipan:

Pemuda-pemudi di masyarakat Indramayu, usia 21, 22 tahun itu adalah


usia lumrah untuk menikah. Karena itu bukanlah hal aneh kalau gadis
lulusan SMA atau yang sederajat langsung menikah. Bahkan banyak
pula lulus SMP juga langsung nikah. (h. 138 p. 3)

2) Latar Tempat, Waktu, dan Sosial Budaya pada Novel Bidadari Bermata

Bening Karya Arif Habiburrahman El Shirazy

a) Latar Tempat

Novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy

mengambil lima lokasi latar tempat utama, yaitu Pesantren Kanzul Ulum di

150
wwwe

Magelang, rumah Ayna di Desa Kaliwenang, Lombok, Perumahan Bogor

Sentausa, dan Yordania.

Adapun latar tempat yang digunakan ketika mengambil lokasi di Pesantren

Kanzul Ulum yaitu halaman pesantren, tempat makan, dapur, taman, masjid,

lapangan, dan Asrama Rabi‟ah Al-Adawiyah. Latar tempat yang digunakan

ketika mengambil lokasi di rumah Ayna yaitu ruang kamar dan halaman rumah.

Latar tempat yang digunakan ketika mengambil lokasi di Lombok yaitu kamar

hotel. Latar tempat yang digunakan ketika mengambil lokasi di Bogor yaitu

Kampung Muara Bogor, Perumahan Bogor Sentausa, Kantor Roti Barokah, dan

Kantor Tsania Spa dan Skin Care. Dan latar tempat yang digunakan ketika

mengambil lokasi di Yordania yaitu Kawasan Jubaiha, Kota Amman, dan

University of Jordan, Amman.

Selain lokasi utama, terdapat juga lokasi tambahan yang digunakan para

tokoh dalam novel ini, di antaranya Pasar Pahing Secang, ruang tamu Kyai

Sobron, halaman belakang rumah, Terminal Secang, Terminal Terboyo, ruang

tamu Mbah Kamali, kamar Afif, serambi masjid, rumah Kusmono,

Ambarketawang, Paviliun Wijaya Kusuma, taman, bandara Adi Sucipto

Yogyakarta, dan Hotel UGM. Selain itu, novel ini juga melibatkan nama jalan,

yaitu jalan Imogiri dan jalan Kaliurang.

b) Latar Waktu

Novel Bidadari Bermata Bening karya Habiburrahman El Shirazy banyak

menunjukkan latar waktu yang jelas. Sebagian besar didominasi oleh petunjuk

waktu pagi, siang, sore, dan malam hari yang dilakukan oleh para tokohnya.

Misalnya pada kutipan:

Sore itu Ayna disidang oleh Bu Nyai Fauziah, Kyai Sobron, Ustazah Reni
yang bertanggung jawab di Asrama Rabi‟ah Al Adawiyah tempat Ayna
wwwe

bernaung, dan Ustazah Wiwik yang menjadi wali kelas Ayna dan Neneng.
(h. 24 p. 4)

Pada kutipan di atas, secara jelas menunjukkan latar waktu sore hari. Latar

waktu pada novel ini juga ditunjukkan dengan angka jam. Misalnya pada

kutipan:

Ayna melihat jam dinding di kamarnya. Sudah jam enam kurang


seperempat, ia harus mandi dan siap-siap. Sebab setengah tujuh ia harus
mengantar Bu Rosidah ke tengah kota Jakarta. (h. 266 p. 2)
Pada kutipan di atas, diketahui bahwa angka jam yang menunjukan pukul

05.45 adalah waktu pagi hari. Selain itu, latar waktu yang digunakan pada novel

ini menunjukkan waktu secara tersirat, misalnya pada kutipan:

Gerimis turun ketika para santri usai wiridan salat Isya” (h. 33 p. 10)

Kutipan tersebut menjelaskan secara tersirat waktu salat Isya yang

menunjukkan waktu malam hari. Selain pertanda salat, latar waktu pada novel

ini juga ditunjukkan secara tersirat dengan keadaan cuaca dan kegiatan yang

sedang berlangsung, misalnya pada kutipan:

Matahari bersinar cerah, dan ribuan orang tersenyum indah. Yoyok


tampak gagah, dan Ayna benar-benar seumpama ratu bidadari Ainul
Mardiyah seandainya wajahnya dihias senyum dan tidak pucat. Prosesi
akad nikah berlangsung khidmat.(h. 186 p. 2)
Kutipan di atas menjelaskan keadaan matahari yang bersinar cerah dan

adanya kegiatan prosesi akad nikah, yang menunjukkan waktu pagi hari.

c) Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya yang ditemukan pada Novel Bidadari Bermata

Bening karya Habiburrahman El Shirazy terdiri atas dua macam, yaitu

berhubungan dengan status sosial tokoh dan tradisi.


wwwe

Pada status sosial tokoh, menunjukkan bahwa tokoh utama memiliki

status sosial tokoh yang berubah-ubah. Orang tua dari tokoh utama memiliki

status sosial yang tinggi. Ibu Ayna menikah dengan ayahnya yang merupakan

seorang dosen di University of Jordan, Amman. Saat itu, ayahnya sudah bergelar

S2 dan sedang merampungkan S3 sebelum meninggal. Hal tersebut terdapat

pada kutipan:

“Ayahku Tuan Abdullah Jalal, adalah dosen di University of Jordan,


Amman. Ia telah meninggal di Stockholm, Swedia, saat merampungkan
S3. Saat ibuku hamil tiga bulan mengandung diriku. Ibuku menikah di
sana!” (h. 19 p. 4)

Setelah kedua orang tuanya meninggal, Ayna tinggal bersama pakde dan

budenya, kemudian ia sekolah di Pesantren Kanzul Ulum. Selain sebagai

santriwati, ia juga bekerja sebagai khadimah atau pelayan di pesantren sehingga

dapat dikatakan pada saat itu ia memiliki status sosial yang rendah. Hal tersebut

terdapat pada kutipan:

Tak terasa air mata Mbak Ningrum, Mbak Romlah dan Mbak Titin
meleleh haru. Baru kali ini ada seorang khadimah bisa meraih nilai
tertinggi di pesantren. Ayna seolah-olah mewakili mereka. Ayna bangkit
dari sujud syukurnya dan langsung memeluk Mbak Ningrum. (h. 13 p. 2)
Kutipan di atas menceritakan Ayna yang menjadi seorang khadimah atau

pelayan namun bisa meraih nilai UN tertinggi di pesantren. Jadi selain sebagai

santri, ia juga bekerja sebagai khadimah di pesantren tersebut.

Ketika lulus dari pesantren, status sosialnya berubah menjadi status

sosial tinggi. Ia kuliah D1 Manajemen Administrasi dan diangkat menjadi

asisten pribadi seorang pemilik travel terkenal yang bernama Bu Rosidah. Hal

tersebut terdapat pada kutipan:

Dua bulan bekerja, Ayna merasa gajinya lebih dari cukup untuk hidup di
perantauan. Ia berpikir harus menambah ilmu pengetahuan. Melihat
ketangkasan Bu Rosidah mengelola bisnis dan menjadi penyebab orang
lain dapat makan, ia tertarik untuk belajar yang serupa. Awal bulan
wwwe

ketiga, ia putuskan untuk kuliah D1 Manajemen Administrasi di Sekolah


Tinggi Ilmu Administrasi Yogiatma Bogor. Tiga bulan setelah kuliah, ia
diangkat menjadi asisten pribadi Bu Rosidah.” (h. 259 p. 2, h. 260 p. 1)

Kutipan di atas menceritakan kehidupan Ayna setelah lulus dari

pesantren. Ketika itu ia bertemu dengan Bu Rosidah dan bekerja di

perusahaannya. Setelah mendapatkan gaji yang lebih dari cukup, Ayna

memutuskan untuk berkuliah D1 Manajemen Administrasi. Tiga bulan

setelahnya, ia diangkat oleh Bu Rosidah menjadi asisten pribadinya.

Selain sebagai asisten pribadi, Ayna juga diangkat menjadi koordinator

sekretaris Bu Rosidah. Dari situlah, ia berhasil memiliki usaha toko roti yang

diberi nama „Roti Barokah‟. Hal tersebut terdapat pada kutipan:

Kini Ayna tidak hanya menjadi asisten Bu Rosidah, tetapi ia sering juga
merangkap menjadi sopir dan sekretaris Bu Rosidah. Atau lebih
tepatnya, ia mirip koordinator para sekretaris Bu Rosidah. Sebab di
semua lini usaha, sesungguhnya Bu Rosidah punya sekretaris. (h. 265 p.
4)

Usaha membuat dan jualan roti dan kue itu kini mulai berkembang.
Ayna sudah menyewa ruko di dekat Univeritas Ibn Khaldun sebagai
tempat usaha yang ia beri nama Roti Barokah (h. 264 p. 2)

Adapun latar sosial budaya yang berhubungan dengan tradisi ditemukan

adanya dua macam tradisi, yaitu tradisi pesantren dan tradisi pernikahan. Pada

novel ini, ditemukan beberapa macam tradisi pesantren yang terdapat di

Pesantren Kanzul Ulum, yaitu sebagai berikut.

(1) Pesantren Kanzul merupakan pesantren sistem modern yang masih

mempertahankan sistem salaf. Hal ini terdapat pada kutipan:

Pesantren itu awalnya adalah pesantren tradisional salaf murni. Kini sudah
berkembang dan mengadopsi sistem modern. Namun program dan sistem
salafnya dipertahankan. (h. 39 p 2)

(2) Asrama dan tempat belajar santri putra dan putri dipisah dengan sangat ketat.

Hal ini terdapat pada kutipan:


wwwe

Asrama dan tempat belajar santri putra dan putri dipisah dengan sangat ketat.
Hanya saja dalam kegiatan-kegiatan besar, semua santri dikumpulkan jadi satu
dengan tempat duduk dipisah. (h. 40 p. 3)

(3) Diadakannya acara Haflah Akhirussanah atau perpisahan kelulusan tiap

tahunnya. Rangkaian acara tersebut di antaranya berisi pengajian akbar dan

pertunjukan wayang kulit. Hal ini terdapat pada kutipan:

Salah satu kegiatan akbar yang diadakan tiap tahun adalah kegiatan Haflah
Akhirussanah, atau di sekolah-sekolah umum dikenal dengan misalnya acara
perpisahan SMA atau SMP. Tradisi itu dicanangkan oleh Kyai Ahsan untuk
menumbuhkan sikap fastabiqal khairat, semangat berlomba dalam kebaikan
yang sehat, bukan persaingan yang tidak sehat. (h. 40-41 p. 3)

Usai salat Asar, Rohmatun mengajak Ayna untuk melihat panggung wayang
kulit. Tradisi ini dimulai oleh Mbah Muslim untuk nguri-uri budaya leluhur
sekaligus mendekatkan pesantren dengan masyarakat secara luas. (h. 42 p 3)

(4) Tradisi salat tepat waktu. Hal ini terdapat pada kutipan:

Laila dan para santriwati tampak kecewa dengan kebijakan moderator, yang
tak lain adalah Gus Asyiq. Tapi waktu memang tidak mengizinkan, tradisi
salat tepat pada waktunya tidak boleh digeser sedikit pun dan oleh alasan
apapun. (h. 41 p. 4)

(5) Pesantren bekerja sama dengan warga sekitar menyediakan penginapan di

rumah warga untuk wali murid dan membuat pengajian khusus bada Subuh.

Hal ini terdapat pada kutipan:

Pesantren bekerja sama dengan warga sekitar menyediakan penginapan. Ya,


para wali murid itu bisa menginap di rumah-rumah warga di sekitar pesantren.
Sebab, selama satu pekan itu Pak Kyai Sobron membuat pengajian khusus
bada Subuh. Yaitu membacakan kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi, dan
sering memberi ijazah serta amalan kepada yang ikut mengaji. Amalan itu
bersanad dari para ulama hingga sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Itu
adalah pengajian favorit yang ditunggu para santri dan masyarakat luas.” (h.
44 p. 1)

(6) Pesantren Kanzul Ulum menganut konsep anak didik lelaki dan perempuan

dipisah dalam proses belajar mengajar. Hal ini terdapat pada kutipan:

Pesantran itu menganut konsep anak didik lelaki dan perempuan dipisah dalam
proses belajar mengajar. (h. 53 p. 1)
wwwe

(7) Diadakannya seremonial acara puncak Haflah Akhirussanah dan pengajian

akbar. Hal ini terdapat pada kutipan:

Hari itu adalah hari yang dinantikan para santri yang mau meninggalkan
pesantren. Seremonial acara puncak perayaan Haflah Akhirussanah Pondok
Pesantren Kanzul Ulum dan pengajian akbar akan digelar di halaman utama
pesantren. (h. 59 p. 2)

(8) Shalat berjamaah, berzikir, dan mengaji. Hal ini terdapat pada kutipan:

Suasana pesantren yang damai ini tidak mudah dicari gantinya. Shalat
berjamaah, zikir, ngaji, ingat Allah, ingat kanjeng nabi Saw., adalah
kenikmatan yang mungkin tidak mudah didapat saat nanti kuliah di Yogya. (h.
79 p. 2)

Sementara itu, tradisi pernikahan khususnya yang memiliki status sosial

tinggi di dalam novel ini yaitu sebagai berikut.

(1) Mahligai pengantin ditata penuh wibawa dan kemegahan, panggung hiburan

dipersiapkan. Hal ini terdapat pada kutipan:

Pada hari Kamis, dua hari sebelum akad nikah dilaksanakan, tratag didirikan.
Tidak hanya di halaman rumah pakdenya, namun juga di jalanan. Mahligai
pengantin ditata penuh wibawa dan kemegahan. Panggung hiburan
dipersiapkan. Orang-orang Kaliwenang belum pernah melihat kemewahan
yang seperti itu. (h. 184 p. 3)

(2) Pesta pernikahan berlangsung dengan sangat megah dan meriah. Hal ini

terdapat pada kutipan:

Setelah akad nikah, pesta pernikahan berlangsung dengan sangat megah dan
meriah. Jalan sepanjang lima puluh meter disulap menjadi tempat pesta.
Tetamu datang dan pergi, mulai dari rakyat kecil hingga Bupati. (h. 186-187 p.
3)

(3) Pada pernikahan di pesantren, dipasang umbul-umbul pesantren berwarna

warni dipinggir jalan. Tratag dan deklit terbaik telah terpasang. Panggung

pelaminan megah berhias bunga berdiri gagah berhadapan dengan masjid. Hal

ini terdapat pada kutipan:

Pagi itu kesibukan besar terjadi di Pondok Pesantren Kanzul Ulum,


Candiretno, Secang, Magelang. Di pinggir jalan sepanjang 1 km menuju
pesantran umbul-umbul pesantren, dan umbul-umbul warna-warni dipasang
wwwe

berjajar. Di kanan kiri gerbang pesantren umbul-umbul khas janur


melengkung berdiri anggun. Halaman masjid sepenuhnya disulap menjadi
istana jamuan. Tratag dan deklit terbaik telah terpasang di sana. Panggung
pelaminan yang megah berhias bunga berdiri gagah berhadapan dengan
masjid. (h. 316 p. 3)

157
wwwe

158
wwwe

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. (2015). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Bahtiar, Ahmad dan Aswinarko. (2013). Metode

Penelitian Sastra. Tangerang: PT Pustaka Mandiri.

Herman, J. Waluyo. (2017). Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.

Julfahnur. Tidak diketahui (NK). “Sudut Pandang Sebagai Unsur Fiksi Karya Sastra”. Fakultas
Sastra, Universitas Muslim Indonesia Jalan Urip. Makassar
Nurgiyantoro, Burhan. (2014). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Padi, Editorial. (2013). Kumpulan Super Lengkap Sastra Indonesia. Jakarta: CV Ilmu Padi
Infra Pustaka Makmur.
Pradopo, Rachmat Djoko. (2014). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Priyatni, Indah Tri. (2010). Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi
Aksara.
Rokhmansyah, Alfian. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stanton, Robert. (2012). Teori Fiksi Robert
Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
wwwe
wwwe
wwwe
wwwe

Anda mungkin juga menyukai