Pendahuluan
Nur Sutan Iskandar merupakan salah satu pengarang yang banyak menulis
novel sejak tahun 1920 –an . Dua novel yang terkenal ialah Howeloebalang
radja dan Salah pilih. Tahun 1919, Nur Sutan Iskandar pindah ke Jakarta dan
bekerja di Balai pustaka sebagai korektor redaksi melayu.
Nur Sutan Iskandar telah menulis banyak karya sastra , tulisannya yanng
terakhir berangka tahun 1962. Di samping menulis karya asli, Ia juga
menerjemahkan beberapa karya sastra yang asing. Novel Salah pilih ditulis
setelah karyanya yang berjudul Tjinta Jang Membawa Maoet. Novel Salah Pilih
merupakan sebuah roman yang menampilkan adat Minangkabau. Asri dan
Asnah adalah pelaku utamanya. Novel ini menceritakan kisah cinta Asri dan
Asnah dengan kekentalan adat Minangkabau.
Nur Sutan Iskandar telah menulis banyak karya sastra , tulisannya yanng
terakhir berangka tahun 1962. Di samping menulis karya asli, Ia juga
menerjemahkan beberapa karya sastra yang asing. Novel Salah pilih ditulis
setelah karyanya yang berjudul Tjinta Jang Membawa Maoet. Novel Salah Pilih
merupakan sebuah roman yang menampilkan adat Minangkabau. Asri dan
Asnah adalah pelaku utamanya. Novel ini menceritakan kisah cinta Asri dan
Asnah dengan kekentalan adat Minangkabau
Sinopsis Novel Salah Pilih
Nur Sutan Iskandar telah menulis banyak karya sastra , tulisannya yanng
terakhir berangka tahun 1962. Di samping menulis karya asli, Ia juga
menerjemahkan beberapa karya sastra yang asing. Novel Salah pilih ditulis
setelah karyanya yang berjudul Tjinta Jang Membawa Maoet. Novel Salah Pilih
merupakan sebuah roman yang menampilkan adat Minangkabau. Asri dan
Asnah adalah pelaku utamanya. Novel ini menceritakan kisah cinta Asri dan
Asnah dengan kekentalan adat Minangkabau.
Nur Sutan Iskandar telah menulis banyak karya sastra , tulisannya yanng
terakhir berangka tahun 1962. Di samping menulis karya asli, Ia juga
menerjemahkan beberapa karya sastra yang asing. Novel Salah pilih ditulis
setelah karyanya yang berjudul Tjinta Jang Membawa Maoet. Novel Salah Pilih
merupakan sebuah roman yang menampilkan adat Minangkabau. Asri dan
Asnah adalah pelaku utamanya. Novel ini menceritakan kisah cinta Asri dan
Asnah dengan kekentalan adat Minangkabau.
Mereka menilai Saniah sebagai perempuan yang memiliki perilaku tidak
baik, sombong dan membeda- bedakan golongan manusia. Sikap dan perilaku
Saniah yang demikian ini merupakan hasil didikan dari ibunya, Rangkayo
soleah. Sementara itu, Asri adalah pemuda yang baik dan sayang pada
keluarganya. Walaupun demikian, Asnah berjanji pada Bu Mariati untuk
menjaga perdamaian dirumah gadang.
Pada masa awal pernikahan seringkali terjadi pertengkaran antara Asri
dan Asnah, beberapa kali Saniah mengusir Asnah sehingga membuat Bu
Mariati merasa sedih. Walaupun Asnah adalah anak angkat, tapi Bu Mariati
selalu memperlakukan Asnah layaknya seorang anak kandung. Asri pun marah
pada Saniah karena perilaku Saniah yang kasar kepada Asnah. Hal tersebut
semakin membuat Saniah benci dan cemburu pada Asnah. Perasaan sedih
karena melihat Saniah selalu bertengkar dengan Asnah membuat Bu Mariati
sakit cukup lama dan akhirnya meninggal dunia. Wafatnya Bu Mariati membuat
Saniah merasa bebas di rumah gadang.
Kepergian Bu Mariati tidak membuat Saniah berubah. Ia semakin
curiga dan marah pada Asri yang beberapa kali terlambat pulang dan terkadang
tidak pulang. Karena marahnya, Saniah pergi tanpa pamit kepada suaminya
kerumah ibunya. Tiba di rumah ibunya, Saniah dan ibunya pergi keluar kota
untuk menemui saudaranya. Dalam Perjalanan mobil mereka mengalami
kecelakaan yang menyebabkan Saniah dan ibunya meninggal dunia. Tak lama
setelah Saniah meninggal, Asnah dan Asri menikah. Namun , pernikahan
mereka mendapat ejekan dari orang – orang kampung. Hal itu terjadi karena
Asnah dan Asri dianggap sebagai satu suku yang dalam adat Minangkabau tidak
boleh menikah.