Anda di halaman 1dari 24

PACU JALUR DAN SOLIDARITAS SOSIAL

MASYARAKAT KABUPATEN KUANTAN SINGINGI


(Kajian Terhadap Tradisi Maelo)

Hasbullah
UIN Sultan Syarif Kasim Riau
hasbullah@uin-suska.ac.id

Abstrak
Pacu Jalur merupakan event yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi.
Setiap tahun event ini dilaksanakan dan masyarakat menyambut secara antusias. Hal ini
ditandai dari ramainya masyarakat yang hadir dalam perlombaan tersebut. Di samping
itu, memenangkan perlombaan ini merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat yang
memiliki jalur tersebut. Perlombaan Pacu Jalur dipersiapkan oleh setiap peserta lomba
yang berasal dari kecamatan- kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi dan
daerah lain yang ikut berpartisipasi dalam perlombaan tersebut. Jalur merupakan wujud
kebudayaan bagi masyarakat Kuantan Singingi yang diwariskan secara turun temurun.
Bagi masyarakat Rantau Kuantan jalur memiliki makna tersendiri, baik bagi diri pribadi
maupun sebagai warga kampung. Jadi, tidak sempurna suatu kampung jika warganya
tidak mempunyai jalur. Tradisi pacu jalur masyarakat Kuantan Singingi menuntut adanya
solidaritas sosial masyarakat. Tanpa kekompakan dan kebersamaan warga masyarakat,
jalur tidak akan mungkin diwujudkan. Salah satu bentuk solidaritas masyarakat
diperlihat dalam tahapan maelo. Maelo atau menarik kayu atau jalur setengah
jadi)merupakan suatu tahapan dalam pembuatan jalur. Tahapan ini dilakukan setelah
kayu jalur ditebang. Mengingat maelo merupakan pekerjaan yang berat yang
memerlukan banyak tenaga manusia, maka amat diperlukan solidaritas dan
partisipasi masyarakat.

Kata kunci: Pacu Jalur, Solidaritas Sosial, Maelo, dan Kuantan Singingi

Pendahuluan memiliki satu


Kabupaten Kuansing (Kuantan
Singingi) sering juga disebut dengan
Rantau Kuantan (UU. Hamidy, 1998:
15) atau daerah perantauan orang-
orang dari Minangkabau. Masyarakat
Kabupaten Kuantan Singingi
1|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,
Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015
perlombaan tradisional yang
sangat populer, yaitu perlombaan
Pacu Jalur. Festival Pacu Jalur
merupakan salah satu tradisi
kebanggaan masyarakat Kabupaten
Kuantan Singingi khususnya dan
masyakarat Provinsi Riau umumnya.
Tradisi Pacu Jalur pada saat
sekarang

2|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,


Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015
Hasbullah: Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuntan Singingi

sudah menjadi event nasional sejak lama. Di samping itu, pacu jalur
(Suwardi, 2007: 126). juga memiliki gengsi tersendiri
Tradisi pacu jalur yang diadakan bagi masyarakat desa atau kecamatan.
sekali setahun ini pada awalnya Oleh
dimaksudkan sebagai acara
memperingati hari-hari besar umat
Islam, seperti Hari Raya Idul Fitri,
Idul Adha, Maulid Nabi, ataupun
peringatan tahun baru Hijriah. Pada
Masa penjajahan Belanda acara pacu
jalur sudah dijadikan kegiatan
memperingati hari lahir Ratu Wihelmina
(Ratu Belanda). Biasanya diadakan
bulan November setiap tahunnya.
Namun, setelah kemerdekaan
Indonesia, festival pacu jalur ini
ditujukan untuk merayakan Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia (Suwardi,
2007: 126-127). Pacu jalur biasanya
diikuti oleh masyarakat setempat,
kabupaten tetangga, bahkan juga
pernah diikuti peserta dari negara-
negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura, dan Thailand.
Perlombaan Pacu Jalur
dipersiapkan oleh setiap peserta lomba
yang berasal dari kecamatan-
kecamatan, dan bahkan kampung-
kampung yang ada di Kabupaten
Kuantan Singingi serta daerah lain yang
ikut berpartisipasi dalam
perlombaan tersebut. Perlombaan
Pacu Jalur merupakan salah satu
cabang olahraga yang juga
diperlombakan pada tingkat nasional.
Olahraga Pacu Jalur amat akrab
dengan masyarakat Kuantan
Singingi, hal ini dikarenakan tradisi
perlombaan ini sudah dilaksanakan
178|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,
Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015
Hasbullah: Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuntan Singingi

karena itu, kegiatan ini didukung untuk memahami gejala-gejala


sepenuhnya oleh masyarakat desa sedemikian rupa untuk tidak
atau kecamatan, baik secara moril memerlukan kuantifikasi atau gejala-
maupun materil. Maka tidak heran jika gejala tersebut tidak mungkin
pada waktu pertandingan diukur secara tepat
masyarakat desa atau kecamatan (Judistira K. mengambil lokasi
berbondong-bondong Garna, 1999: 32; di Kabupaten
menyaksikan jalur mereka Lexy J. Moleong, Kuantan Singingi.
berlomba. Mereka rela 1989: 2-3). Dipilihnya lokasi
meninggalkan rumah dan pekerjaan Metode kualitatif penelitian ini,
hanya untuk menyaksikan merujuk kepada dengan alasan
perlombaan, apalagi jika jalur prosedur penelitian bahwa kawasan ini
mereka masuk final. yang terdapat fenomena
menghasilkan yang akan dikaji.
Metode Penelitian data deskriptif, Di samping itu,
Metode yang Digunakan yakni apa yang Tradisi Pacu Jalur
Metode yang digunakan dalam dituturkan orang, merupakan event
penelitian ini adalah metode baik lisan maupun terbesar di
kualitatif. Metode kualitatif pada tulisan, apa yang kawasan ini.
dasarnya bertujuan untuk dilakukan orang
memahami keberadaan saling yang secara Data yang
hubungan antara berbagai gejala fundamental diperlukan
eksternal maupun internal yang bergantung pada Data pokok
terdapat dalam tradisi Pacu Jalur di pengamatan (data primer)
Kabupaten Kuantan Singingi. manusia dalam yang dikumpulkan
Pendeskripsian maupun keluasannya dalam penelitian ini
pengungkapan tentang fenomena- sendiri dan terpusat pada
fenomena empirik sebagai realitas berhubungan fenomena-
objektif masyarakat akan lebih dengan orang fenomena yang
ditekankan pada metode tersebut dalam berkaitan langsung
deskriptif. Penelitian deskriptif bahasanya serta dengan objek
menggambarkan dengan tepat dalam penelitian ini;
mengenai sifat-sifat individu, peristilahannya yaitu Tradisi Pacu
keadaan, gejala dan kelompok (Bogdan & Taylor, Jalur di
tertentu, menentukan frekuensi 1993: 4). Kabupaten
adanya hubungan tertentu antara Kuantan Singingi,
satu gejala dengan gejala lainnya Lokasi Penelitian yang meliputi:
dalam masyarakat. Sedangkan Penelitian mulai dari
pendekatan kualitatif dicirikan tentang Tradisi pencarian kayu
oleh tujuan penelitian yang berupaya Pacu Jalur sampai menjadi
179|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,
Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015
Hasbullah: Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuntan Singingi

jalur, pelaksanaan Teknik 1) Orang yang struktur sosial


perlombaan, Pengumpulan dapat masyarakat
tempat dan Data memberikan Kuantan Singingi,
waktu, media Untuk informasi maka yang
(alat-alat) yang pengumpulan secara menjadi informan
digunakan, orang- data di lapangan mendalam dalam penelitian
orang yang sebagai data dan rinci ini berjumlah 20
terlibat, serta data- primer, peneliti tentang orang. Untuk
data lain yang menggunakan kebudayaan melihat
dipandang beberapa teknik dan tradisi kebenaran data
terkait dengan pengumpul data, yang dalam penelitian
penelitian ini, dan yaitu observasi, terdapat di ini dilakukan
dibatasi wawancara, dan Kabupaten cross checks
berdasarkan dokumentasi. Kuantan data di antara
relevansi dengan Singingi. informan-
pertanyaan dasar Informan Penelitian 2) Orang yang informan yang
dalam penelitian Untuk mampu ditentukan di
yang mendapatkan memberikan lapangan.
kesemuanya informasi yang informasi Informan berasal
dianalisis diperlukan secara dari berbagai
berdasarkan teori dalam penelitian mendalam kalangan yang
Sosiologi Agama ini, maka perlu tentang terdapat dalam
dan Antropologi ditemukan Tradisi Pacu masyarakat, antara
Agama. informan kunci Jalur yang lain dukun jalur,
yang dapat terdapat di tukang jalur,
memberikan Kabupaten pengurus jalur,
berbagai Kuantan anak pacu,
keterangan yang Singingi. tokoh
diperlukan masyarakat, tokoh
(Koentjaraningrat, Berdasarkan agama, dan tokoh
1991: 130). Agar adat.
keabsahan data Teknik Analisis menarik
dari informan Data kesimpulan
dapat Kegiatan berdasarkan hasil
terandalkan, analisis data reduksi dan
penentuan dilakukan penyajian data
informan kunci mengikuti proses yang telah
(key informant) antara lain, reduksi dilakukan
dengan kriteria data (sortir data), sebelumnya.
sebagai berikut: penyajian data, dan Pengolahan data
180|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,
Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015
Hasbullah: Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuntan Singingi

atau analisis terhadap setiap baik informasi kualitatif dapat


deskriptif informasi yang yang diperoleh dilakukan cek
(descriptive diperoleh, melalui silang pada studi
analysis) wawancara kuantitatif; data-
mengandung mendalam (in data yang
pengertian depth interview) diperoleh dari
sebagai usaha maupun informasi angket akan
untuk yang diperoleh dilakukan cek
menyederhanak melalui silang dengan
an dan observasi. Alan data-data yang
sekaligus Bryman (2002: diperoleh dari
menjelaskan 84) menjelaskan wawancara dan
bagian dari bahawa observasi.Secara
keseluruhan data triangulasi ialah singkat, proses
melalui langkah- logika analisis data
langkah pendekatan pendekatan
klasifikasi penyelidikan di kualitatif dapat
sehingga mana temuan- diilustrasikan pada
tersusun suatu temuan dari satu gambar berikut
rangkaian jenis kajian ini.
deskripsi yang dapat dicek pada
sistematis dan temuan-temuan
akurat. Dari data yang diperoleh
yang diperoleh di dari jenis kajian
lapangan akan lain. Informasi ini
dianalisis dengan ditafsirkan dan
menggunakan diolah menjadi
teori- teori kesimpulan.
Sosiologi Agama Interpretasi
dan Antropologi dibangun
Agama. melalui
Untuk kombinasi data,
mendapatkan teori yang
informasi yang digunakan, dan
betul-betul sikap peneliti
akurat, maka (reasoning
dilakukan cek capacity).
silang (cross cek) Misalnya, hasil-
melalui teknik hasil penyelidikan
triangulasi
181|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama,
Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015
Gambar: Proses Analisis Data Pendekatan Kualitatif

Pendekatan Kualitatif

Participant Wawancara
Observation Mendalam

Catatan
Lapangan Informan

Dokumen Pengolahan Data

Deskripsi

Penafsiran/Interpretasi
Data Lapangan

Penelitian Sebelumnya Publikasi Yang Relevan


EKSPLANASI

Sumber: Diadaptasi dari A. Djaja Saefullah (1993: 9), dengan modifikasi


Solidaritas Sosial Durkheim sebagai sumber moral
Solidaritas secara bahasa untuk membentuk tatanan sosial di
diartikan kebersamaan, kekompakan, tengah masyarakat. Durkheim
kesetiakawanan, empati, simpati, tenggang menyatakan bahawa asal usul otoritas
hati, dan tenggang rasa (Departemen moralitas harus ditelusuri sampai pada
Pendidikan Nasional, 2009: 551). sesuatu yang agak samar-samar yang ia
Solidaritas sosial merupakan tema sebut “masyarakat”.
utama yang dibicarakan oleh Durkheim menghasilkan dua
konsep yang berhubungan untuk bagian hidup sadar para individu yang
penjelasannya tentang kenyataan sosial. mereka miliki bersama berkenaan
Konsep-konsep itu adalah “conscience dengan kehidupan bersama mereka.
collective” (kesadaran kolektif atau suara Gambaran kolektif adalah simbol-
hati kolektif) dan “representations simbol yang mempunyai makna yang
collective” (gambaran kolektif). sama bagi semua anggota sebuah
Kesadaran kolektif adalah sebuah kelompok dan memungkinkan
konsensus normatif yang mereka untuk merasa sama, satu
mencakup kepercayaan-kepercayaan sama lain sebagai anggota kelompok.
keagamaan atau kepercayaan- Gambaran kolektif tersebut
kepercayaan lain yang memperlihatkan cara-cara anggota
menyokongnya, sama dengan kelompok melihat diri mereka dalam
konsep Marx tentang ideologi hubungan-hubungan mereka dengan
tanpa hubungannya dengan kelas. objek-objek yang mempengaruhi mereka.
Durkheim menyatakan bahwa Gambaran kolektif adalah bagian dari
keseluruhan kepercayaan normatif yang isi kesadaran kolektif, sebuah entitas
dianut bersama dengan implikasi- yang ada di antara pikiran kelompok
implikasi untuk hubungan-hubungan yang bersifat metafisis dan kenyataan
sosial membentuk sebuah sistem opini publik yang lebih prosais.
tertentu dengan fungsi mengatur Kesadaran kolektif mengandung
kehidupan dalam masyarakat dan semua gagasan yang dimiliki bersama
karenanya memantapkan oleh para anggota individual
kesatuannya. Kesadaran kolektif yang masyarakat dan yang menjadi tujuan-
intensitas, kekakuan dan banyaknya, tujuan dan maksud-maksud
berbeda-beda dari satu masyarakat kolektif (Campbell, 1994: 179-180).
dengan masyarakat lain adalah Durkheim membagi solidaritas
sosial kepada dua kelompok, yaitu
solidaritas mekanik dan organik.
Durkheim menggunakan istilah
solidaritas mekanik dan organik untuk
mengalisa masyarakat keseluruhan,
bukan organisasi-organisasi dalam
masyarakat. Solidaritas mekanik
didasarkan pada suatu “kesadaran
kolektif ” (collective consciousness/conscience),
yang menunjuk pada “totalitas
kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-
sentimen bersama yang rata-rata ada
pada warga masyarakat yang sama
itu. Itu merupakan suatu individu-individu yang
solidaritas yang tergantung pada
memiliki sifat-sifat yang sama dan penting dari solidaritas mekanik
menganut kepercayaan dan pola adalah bahwa solidaritas itu didasarkan
normatif yang sama pula. Karena itu, pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi
individualitas tidak berkembang; dalam kepercayaan, sentimen, dan
individualitas itu terus menerus sebagainya. Homogenitas serupa itu
dilumpuhkan oleh tekanan yang besar
sekali untuk konfirmitas (Soerjono
Soekanto, 1985: 4-9).
Bagi Durkheim, indikator yang
paling jelas untuk solidaritas mekanik
adalah ruang lingkup dan kerasnya
hukum- hukum yang bersifat menekan
(repressive). Hukum-hukum ini
mendefinisikan setiap perilaku sebagai
sesuatu yang jahat, yang mengancam
atau melanggar kesadaran kolektif
yang kuat. Hukuman terhadap
penjahat memperlihatkan
pelanggaran moral dari kelompok
itu melawan ancaman atau
penyimpangan yang demikian itu,
karena mereka merusakkan dasar
keteraturan sosial. Hukuman tidak
harus mencerminkan pertimbangan
rasional yang mendalam mengenai
jumlah kerugian secara objektif yang
menimpa masyarakat itu, juga tidak
merupakan pertimbangan yang
diberikan untuk menyesuaikan
hukuman itu dengan kejahatannya;
sebaliknya, hukuman itu
mencerminkan dan menyatakan
kemarahan kolektif yang muncul tidak
terlalu banyak oleh sifat orang yang
menyimpang atau tindakan
kejahatannya seperti oleh penolakan
terhadap kesadaran kolektif yang
diperlihatkannya. Ciri khas yang
hanya mungkin kalau pembagian ketergantungan fungsional yang
kerja bersifat sangat minim (Johnson, bertambah antara individu-individu yang
1986: 183). memiliki spesialisasi dan secara
Berlawanan dengan itu, relatif lebih otonom sifatnya. Seperti
solidaritas organik muncul karena dikatakan Durkheim: “itulah pembagian
pembagian kerja bertambah besar. kerja yang terus saja mengambil peran
Solidaritas ini didasarkan pada yang tadinya diisi oleh kesadaran
tingkat saling ketergantungan kolektif ” (Johnson, 1986: 183-184).
yang tinggi. Saling ketergantungan Durkheim mempertahankan bahwa
itu bertambah sebagai hasil dari kuatnya solidaritas organik itu
bertambahnya spesialisasi dalam ditandai oleh pentingnya hukum yang
pembagian pekerjaan, yang bersifat memulihkan (restitutive)
memungkinkan dan juga daripada yang bersifat repserif.
menggairahkan bertambahnya Tujuan kedua tipe hukum itu sangat
perbedaan di kalangan individu. berbeda. Hukum represif
Munculnya perbedaan- perbedaan mengungkapkan kemarahan kolektif
di tingkat individu ini merombak yang dirasakan kuat; hukum restitutif
kesadaran kolektif, yang pada berfungsi mempertahankan atau
gilirannya menjadi kurang penting melindungi pola saling
lagi sebagai dasar untuk keteraturan ketergantungan yang kompleks antara
sosial dibandingkan dengan saling berbagai individu
yang berspesialisasi atau yang mendasari solidaritas sosial. Pola
kelompok- kelompok dalam restitutif ini jelas terlihat dalam hukum-
masyarakat. Karena itu, hukuman yang hukum kepemilikan, hukum- hukum
diberikan kepada seorang penjahat kontrak, hukum perdagangan dan
berbeda dalam kedua hukum peraturan administratif dan prosedur-
tersebut. Dalam sistem organik, prosedur (Johnson, 1986: 184).
kemarahan kolektif yang timbul
karena perilaku menyimpang Pengertian Jalur dan Pacu Jalur
menjadi kecil kemungkinannya, Kata “jalur” dalam dialek Melayu
karena kesadaran kolektif itu tidak Rantau Kuantan sulit dicarikan
begitu kuat. Sebagai hasilnya, padanannya secara tepat maknanya dalam
hukuman lebih bersifat rasional, Bahasa Indonesia. Meskipun demikian,
disesuaikan dengan parahnya penjelasan dalam berbagai Kamus Bahasa
pelanggaran dan bermaksud untuk Indonesia dan Kamus Dewan dapat
memulihkan atau melindungi hak- membantu memahami kata tersebut,
hak dari pihak yang dirugikan atau seperti dijelaskan oleh W.J.S.
menjamin bertahannya pola saling Poewadarminta (1966: 227), jalur adalah
ketergantungan yang kompleks itu, barang tipis panjang; sedangkan Sulchan
Yasyin (1997: 231) menjelaskan sebatang kayu yang dikorek.
jalur adalah sampan kecil yang Penjelasan beberapa kamus di atas
dibuat dari sebatang pohon, perahu sedikit banyaknya dapat menjelaskan
belongkang; dalam Kamus Dewan dan menggambarkan jalur seperti
(2005: 602) dijelaskan jalur adalah yang dipahami oleh masyarakat
perahu dibuat dari Melayu Kuantan. Dalam dialek
masyarakat Kuantan Singingi, Jalur
adalah sebuah perahu yang pada
awal abad ke-17 digunakan sebagai
alat transportasi utama warga desa di
Rantau Kuantan yang berada di
sepanjang Sungai Batang Kuantan.
Jalur tersebut terbuat dari sebuah
pohon yang besar yang sudah
berumur ratusan tahun. Panjang
sebuah jalur berkisar antara 25 – 27
meter dengan muatan bisa diisi antara
40 – 50 orang, dengan lebar ruang
tengah kira- kira 1 – 1,25 meter
(Nopris Andika Putra [anak pacu],
Wawancara, 3 Oktober 2015;
lihat juga UU. Hamidy, 2005: 8).
Dalam kehidupan sosial
masyarakat Kuantan Jalur
merupakan wujud kebudayaan yang
diwariskan secara turun temurun.
Bagi masyarakat Rantau Kuantan
jalur memiliki makna tersendiri, baik
bagi diri pribadi maupun sebagai
warga kampung. Jadi, tidak sempurna
suatu kampung jika warganya tidak
mempunyai jalur. Jalur merupakan
hasil karya budaya yang memiliki nilai
estetik tersendiri, dan juga mencakup
kreativitas dan imaginasi. Hal ini terlihat
dengan jelas dari beberapa seni budaya
yang terdapat di jalur, seperti seni
ukir, seni tari, seni musik, dan seni
sastra. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa jalur merupakan masa lalu untuk memenuhi kebutuhan
upaya masyarakat Rantau Kuantan manusia
akan rasa indah, dan sekaligus sebagai Oktober 2015).
penikmat keindahan tersebut. Namun dapat hampir dipastikan
Sedangkan pacu jalur terdiri dari Pacu Jalur sudah dikenal penduduk
dua kata, yaitu pacu dan jalur. Pacu daerah ini paling kurang tahun 1900
adalah perlombaan memacu atau dan dalam tahun itu yang dipacukan
mendayung. Dengan demikian, pacu penduduk
jalur adalah perlombaan dayung
menggunakan jalur tradisional yang
menjadi ciri khas daerah Kuantan
Singingi (Kuansing) yang sampai
sekarang masih bertahan. Lomba
dayung (Pacu Jalur)
diselenggarakan setiap satu tahun
sekali untuk merayakan Hari
Kemerdekaan Republik Indonesia dan
juga menggunakan upacara adat khas
daerah Kuansing.

Sejarah dan Perkembangan Pacu


Jalur Di awal abad ke-17, jalur
merupakan alat transportasi utama
warga desa di Rantau Kuantan,
yakni daerah di sepanjang Sungai
Kuantan yang terletak antara
Kecamatan Hulu Kuantan di bagian
hulu hingga Kecamatan Cerenti di
hilir. Saat itu memang belum
berkembang transportasi darat.
Akibatnya, jalur itu benar-benar
digunakan sebagai alat angkut dan
transportasi penting bagi warga desa,
terutama digunakan sebagai alat
angkut hasil bumi, seperti pisang dan
tebu, serta berfungsi untuk mengangkut
orang yang mencapai sekitar 40 orang
(H. Akhmad Khatib [Tokoh Adat],
Wawancara, 4
kebanyakan perahu-perahu besar Oktober 2015).
yang biasa digunakan untuk alat
Sebelum kedatangan Belanda,
transportasi kebutuhan sehari-hari.
daerah Rantau Kuantan dikuasai oleh
Kegiatan Pacu Jalur
pemuka adat terutama para penghulu
diselenggarakan di kampung-
masing- masing suku. Bagi pemenang
kampung di sepanjang Batang
pacu jalur biasanya diberi hadiah oleh
Kuantan untuk memperingati dan
penghulu berupa marewa.1 Hal ini
merayakan berbagai hari besar
diberikan sampai dengan pemenang
Islam, seperti Maulid Nabi
keempat dan besar kecilnya marewa
Muhammad, Hari Raya Idul Fitri,
yang menjadi ukuran untuk
memperingati tahun baru Islam (1
mengetahui pemenang satu, dua, tiga,
Muharram), dan sebagainya. Pada
dan empat.
waktu itu beberapa kampung tidak
memberi hadiah bagi jalur yang Sesudah masa itu, di Teluk
menang. Namun selesai pacu, Kuantan pernah pula muncul (dan
biasanya diakhiri dengan makan mungkin juga di beberapa kampung
bersama makanan tradisional lain) semacam jalur yang diberi
setempat seperti: konji, godok, ukiran bermotif kepala binatang
lopek, paniaram, lida kambiang, pada haluannya, seperti: kepala
buah golek, buah malako, dan lain
sebagainya (H. Akhmad Khatib 1
Marewa adalah Bendera yang berbentuk segi
[Tokoh Adat], Wawancara, 4 tiga yang terbuat dari kain yang berwarna-warni
dengan renda-renda pada bagian pinggirnya.
ular, buaya, harimau, dan sebagainya Apabila jalur yang bermotif ini
serta muatan jalur ini juga kira-kira digunakan dalam pacu jalur, maka jalur
untuk 40 orang. Untuk jenis jalur yang bermotif kepala binatang mulai
semacam ini di samping dipacukan juga mempergunakan dukun/pawang jalur
dipakai sebagai alat transportasi air dan kegiatan pacu jalur dengan motif
oleh orang-orang besar pada saat semacam ini diperkirakan muncul ketika
itu seperti untuk menyambut, kedatangan Belanda sekitar tahun 1903
menjemput, dan mengantar para (Pacu Jalur/Perahu dengan model
penghulu, datuk-datuk atau para inilah yang digunakan hingga sampai
bangsawan lainnya. Apabila jalur sekarang). Sehubungan dengan
digunakan untuk orang-orang besar panjang dan besarnya sebuah
ini, maka biasanya diberikan hiasan jalur sehingga
seperti: payung, tali temali, kain dan membutuhkan sejumlah orang dalam
selendang, tiang tengah (gulang- pembuatannya, maka karena itulah
gulang), lambai- lambai (tempat barangkali jalur ini tidak mungkin
maonjai/kemudi), dan lain merupakan milik pribadi atau beberapa
sebagainya. orang saja, tetapi merupakan suatu benda
budaya yang hanya mungkin diwujudkan wujud karya masyarakat yang
dengan melibatkan seluruh anggota memuaskan dalam arti utuh dalam
masyarakat di suatu kampung. Di segala aspeknya.
samping tenaga/fisik dalam pembuatan Kegiatan pacu jalur merupakan
jalur ini juga diperlukan keterlibatan kegiatan yang paling disenangi
unsur spiritual, sebab tanpa partisipasi masyarakat, khususnya di kecamatan
dua hal atau unsur tersebut, jalur tidak di wilayah Rantau Kuantan. Hampir
akan dapat muncul sebagai setiap kampung atau desa memiliki
jalur. Setiap kampung dibagi lagi atas
beberapa bagian yang dulu disebut
sebagai banjar. Banjar itu biasanya juga
mempunyai sebuah jalur, sehingga setiap
kampung dapat memiliki dua sampai
tiga buah jalur. Dengan demikian,
jalur merupakan milik bersama
masyarakat banjar (dalam kesatuan
yang lebih kecil) dan milik
masyarakat kampung (dalam satu
kesatuan masyarakat yang lebih
besar).
Dalam tahun 1905 Belanda masuk
ke wilayah Rantau Kuantan
dengan menduduki Kota Teluk
Kuantan. Belanda memanfaatkan
kebudayaan dan tradisi pacu jalur ini
dengan melanjutkannya untuk
merayakan Hari Ulang Tahun (HUT)
atau kelahiran Ratu Wihelmina setiap
tanggal 31 Agustus dan bukan lagi
dirayakan saat hari besar Islam.
Karena pesta pacu jalur ini diadakan
hanya setahun sekali setiap HUT
Wihelmina, maka kedatangan pesta
ini pada tiap tahunnya dipandang
oleh penduduk Rantau Kuantan
sebagai datangnya tahun baru dan
dilaksanakan di Teluk Kuantan, dan
itulah sebabnya sampai saat ini masih
ada masyarakat yang menyebut kegiatan
ini sebagai Tambaru. menyediakan hadiah sampai dengan
Kegiatan pacu jalur pemenang yang keempat, tapi
hadiahnya sudah agak lain
dan disebut sebagai “Tonggol” Pada tahun 1951-1952 munculnya
(merupakan Marewa yang diperbesar pacu perahu yang bermuatan 7-15
dan lebih diperindah lagi dan orang, kemudian muncul lagi yang
dituliskan nomor pemenang). lebih besar dengan bermuatan sekitar
Kegiatan Pacu Jalur juga selalu 25 orang di beberapa kampung di
mengikuti gelombang kehidupan wilayah Rantau Kuantan dan sesudah
masyarakatnya, baik secara karakteristik itu muncullah kembali jalur dengan
yang bersifat fundamental maupun segala kesempurnaannya
dari watak yang bersifat konservatif.
Pada waktu zaman pendudukan
Jepang serta agresi pertama dan
kedua yang mengakibatkan
bencana besar bagi seluruh sektor
kehidupan masyarakat, khususnya
sektor kehidupan ekonomi, telah
menyebabkan jalur pada waktu itu
untuk sementara harus diabaikan oleh
masyarakatnya. Sampai kira-kira
tahun 1950, aktivitas pacu jalur masih
belum kembali dalam kehidupan
kebudayaan masyarakat Rantau
Kuantan.
Beberapa tahun setelah tahun
1950, setelah kehidupan masyarakat
bertambah stabil dan keadaan ekonomi
berangsur- angsur membaik dengan
makin mahalnya harga karet alam, maka
masyarakat daerah ini kembali
membangkitkan jalur dengan pacu
jalurnya dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini perlu
dibangkitkan kembali karena
menyangkut hakekat hidup manusia,
hakekat karya, hakekat budaya, dan
hakekat hubungan manusia dengan
alamnya.
kembali mengisi sejarah kehidupan di wilayah Provinsi Riau, berbagai
masyarakat dengan mengambil daerah Provinsi di Indonesia, bahkan
bagian dalam upacara beberapa negara lainnya dan
memperingati HUT Kemerdekaan tercatat sebagai event pariwisata
Republik Indonesia setiap tanggal 17 Budaya Nasional dan diupayakan
Agustus (UU. Hamidy, 2005: mencapai tingkat Regional bahkan
2-10). Internasional.
Jika dahulu hadiah besar yang Ketika acara pembukaan dan
menjadi kebanggaan adalah Marewa, pelaksanaan pacu Jalur tahun 2006
kemudian Tonggol, namun sekarang lalu yang dihadiri oleh Wakil
hadiah yang diperebutkan ialah Presiden RI. Yusuf Kala serta Menteri
kerbau, sapi serta piala bergilir. Kebudayaan dan Pariwisata RI. Jero
Tidaklah berlebihan jika saat ini Wacik, mengatakan pengakuannya
dikatakan bahwa pacu jalur bahwa “Pacu jalur merupakan Pesta
dalam memperingati HUT RI rakyat dan Pesta Budaya yang
merupakan hari terbesar bagi paling ramai, paling digemari, dan
masyarakat Kabupaten Kuantan paling didukung oleh seluruh lapisan
Singingi dan dalam catatan masyarakatnya, sepanjang yang ia
pelaksanaan Pacu Jalur tahun 2002 ketahui dan hadiri”.
yang diselenggarakan di Teluk Kuantan Upacara adat khas daerah Kuansing
diikuti oleh 117 peserta jalur yang ini diselenggarakan setiap satu tahun
meliputi utusan dari berbagai daerah sekali
untuk merayakan HUT Kemerdekaan diadakan di Tepian Narosa tersebut,
Republik Indonesia, tepatnya pada terlebih dahulu diadakan perlombaan
tanggal 23 – 26 Agustus. Festival ini pacu jalur tingkat rayon. Setiap rayon
diikuti oleh ratusan perahu dan terdiri atas 2 sampai 4 kecamatan.
melibatkan beribu- ribu atlet dayung, Setiap kecamatan di setiap rayon
serta dikunjungi oleh ratusan ribu menjadi tuan rumahnya secara
penonton, baik wisatawan domestik bergiliran dan yang ikut berlomba
maupun mancanegara. boleh dari kecamatan dan juga
Puncak dari kegiatan pacu jalur kabupaten manapun.
adalah yang diselenggarakan di Kota Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta
Teluk Kuantan dengan nama Tepian rakyat yang terbilang sangat meriah. Bagi
Narosa di Kecamatan Kuantan para wisatawan yang berkunjung ke acara
Tengah. Lokasi Pacu Jalur yang ini dapat menyaksikan kemeriahan festival
berada di Tepian Narosa berjarak yang merupakan hasil karya
kira-kira 150 km dari Kota masyarakat Kuantan Singingi. Bagi
Pekanbaru ke arah Selatan. Sebelum masyarakat setempat, Pacu Jalur
pacu jalur tingkat Nasional yang merupakan puncak dari seluruh
kegiatan, segala upaya, dan segala meriahnya acara ini, konon beredar
keringat yang mereka keluarkan untuk cerita bahwa sepasang suami istri
mencari penghidupan selama harus rela bercerai jika salah satu
setahun. Pendeknya, Pacu Jalur selalu pasangannya dilarang mendatangi
ditunggu-tunggu oleh masyarakat. acara tersebut.
Masyarakat Kuantan Singingi dan Selain perlombaan, dalam pesta
sekitarnya tumpah ruah rakyat ini juga terdapat rangkaian
menyaksikan acara yang ditunggu- tontonan lainnya, di antaranya
tunggu ini. Karena Pekan Raya, Pertunjukan Sanggar
Tari, pementasan lagu daerah, Randai
Kuantan Singingi, dan pementasan
kesenian tradisional lainnya dari
kabupaten/kota di Riau.
Para wisatawan yang berkunjung
ke festival ini juga dapat mengunjungi
objek- objek wisata lainnya yang
jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi
penyelenggaraan acara ini, seperti Air
Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban di
Desa Lubuk Ambacang, dan Desa
Wisata Sentajo yang menyimpan warisan
rumah adat tradisional zaman dahulu
dan masjid tua Pangean yang
menyimpan sejarah.

Aktivitas Maelo dan Solidaritas


Sosial Maelo atau manarik merupakan
salah satu tahapan penting dalam
tradisi pacu jalur. Aktivitas ini
dilakukan setelah kayu yang akan
dibuat jalur ditebang. Mengingat
besar dan panjangnya kayu tersebut,
maka diperlukan banyak tenaga manusia
untuk menarik atau maelonya. Oleh
karena itu, kekompakan masyarakat
suatu kampung amat diperlukan agar
pekerjaan maelo berjalan dengan sukses.
Menarik (maelo) jalur sudah menjadi
tradisi yang melekat dan mendarah
daging bagi masyarakat Kuantan ditunggu-tunggu oleh masyarakat,
singingi. Bahkan tradisi ini banyak terutama para pemuda dan
pemudi. Pada masa lalu, aktivitas maelo ini
Pada masa lalu, yang ditarik diikuti oleh hampir seluruh penduduk
bukanlah kayu jalur, melainkan kayu banjar atau kampung. Hal ini
yang sudah dibentuk dan sudah nampak disebabkan aktivitas maelo
bentuk jalur. Dengan demikian, memerlukan banyak tenaga. Kegiatan
sebagian pekerjaan membuat jalur ini amat disenangi dan
sudah dilakukan di hutan. Hal ini
disebabkan menarik kayu jalur bulat-
bulat amatlah berat. Oleh karena itu,
kayu jalur perlu diolah sehingga sudah
berbentuk jalur dan lebih ringan untuk
ditarik. Pada masa sekarang, terdapat
dua model yang dilakukan masyarakat,
yaitu;
(1) sebagian pekerjaan membuat jalur
sudah dilakukan di hutan, sehingga
yang dielo adalah kayu yang sudah
berbentuk jalur atau jalur setengah
jadi, dan (2) semua pekerjaan
membuat jalur dilakukan di
kampung, dan yang ditarik dari hutan
betul-betul kayu bulat yang akan
dibuat jalur. Hal ini disebabkan
aktivitas membawa kayu jalur ke
kampung sudah menggunakan kendaraan
alat berat. Meskipun demikian, tradisi
maelo masih tetap dilaksanakan,
yaitu menarik kayu jalur tersebut dari
hutan sampai ke tepi jalan besar. Setelah
sampai di tepi jalan besar, kayu jalur
diangkut dengan menggunakan
kendaraan alat berat sampai ke
kampung. Masyarakat menyewa alat
berat tersebut atau juga dibantu oleh
pihak perusahaan (Ajasmi [Tokoh
Masyarakat], Wawancara, 5
Oktober 2015).
ditunggu-tunggu, terutama oleh pemudi berkumpul.
anak- anak muda (bujang dan gadis). Dalam tradisi maelo ini terlihat
Dalam pelaksanaan kegiatan maelo ini, dengan jelas solidaritas sosial
biasanya seorang bujang dibawakan masyarakat. Tradisi maelo mampu
nasi oleh kekasihnya, dan mereka mengikat mereka untuk datang
dapat makan bersama. Di samping beramai-ramai melakukan aktivitas
itu, mereka juga dapat berdekatan menarik kayu jalur. Dengan
dalam maelo atau menarik tali. demikian, dapat dikatakan jalur
Tidak jarang ketika tali penarik itu merupakan salah satu hasil budaya
putus, mereka saling berjatuhan masyarakat Kuantan Singingi yang
dan berdekatan. Hal ini menjadi dapat merekat hubungan antar anggota
hiburan dan tertawaan bagi yang lain, atau warga masyarakat. Dalam
sehingga badan letih tidak terasa. pandangan Durkheim, solidaritas
Apalagi saat-saat tersebut diisi seperti ini disebut dengan solidaritas
dengan pandir-pandir atau humor mekanik. Warga masyarakat secara
berupa kelakar- kelakar dan ucapan sadar dan sukarela terlibat dalam
yang bernada jenaka dengan sorak kegiatan ini. Mereka menyadari
sorai yang tak ketinggalan. Aktivitas bahwa kegiatan ini merupakan milik
ini juga kadang-kadang digunakan bersama kampung mereka sehingga
sebagai ajang mencari jodoh, karena mereka bertanggung jawab untuk
dalam aktivitas ini para pemuda dan mensukseskannya.
Solidaritas sosial di masyarakat berkaitan dengan prestise bagi
terlihat nyata dalam kegiatan ini, di masyarakat. Oleh karena itu,
mana setiap anggota masyarakat masyarakat mendukung sepenuhnya
mengorbankan waktu, materi, dan setiap proses pembuatan jalur di
tenaga untuk mensukseskan kampungnya. Demikian juga dukungan
kegiatan ini. Pada saat maelo anggota diberikan pada saat pertandingan
masyarakat bersama-sama pergi ke berlangsung, di mana warga
hutan untuk menarik kayu jalur masyarakat akan hadir di saat
ataupun jalur setengah jadi. Kegiatan pertandingan berlangsung. Di samping
ini dikomandai oleh dukun jalur dan masyarakat yang tempatan, dukungan
juga pengurus jalur. Dukun jalur dan juga diberikan oleh warga perantau
pengurus jalur menetapkan hari yang berasal dari kampung tersebut.
dilaksanakan maelo tersebut, dan Jalur bagi masyarakat setempat
masyarakat kampung mengikutinya. memiliki nilai tersendiri, sehingga jika
Pacu jalur bagi masyarakat suatu kampung tidak memiliki jalur
Kuantan Singingi bukan hanya merupakan suatu aib. Dengan
merupakan suatu pertandingan yang demikian, setiap kampung berupaya
rutin dilaksanakan, melainkan juga menyediakan jalur yang dapat
dijadikan kebanggaan kampung untuk melihat tuah suatu kampung
mereka. Jalur juga dipandang sebagai juga dapat dikaitkan dengan
simbol kekompakan masyarakat dan keberadaan jalur tersebut. Jalur yang
sekaligus dianggap berkah bagi desa baik atau berkualitas tidak akan
tersebut. Dalam pandangan wujud tanpa adanya kekompakan
masyarakat dan solidaritas warga masyarakatnya.
Oleh karena itu, kesolidan antara
pengurus jalur, dukun jalur, anak
pacu, dan warga masyarakat amat
menentukan kemenangan sebuah jalur
dalam perlombaan. Jika ada yang
tidak kompak atau curang dalam
kepengurusan, maka jalur tersebut
sulit untuk mendapatkan kemenangan.
Untuk membuat suatu jalur
memerlukan biaya yang cukup besar,
mulai dari mencari kayu, maelo,
membuat jalur, melayur, latihan anak
pacu, dan ikut perlombaan. Kesemua
tahapan tersebut membutuhkan dana
yang harus dibayar oleh pengurus
jalur. Keseluruhan biaya tersebut
didapatkan dari sponsor dan juga
sumbangan warga masyarakat, baik
yang ada di kampung maupun di
rantau. Menghadirkan sebuah jalur
pada suatu kampung memerlukan
solidaritas seluruh warga kampung. Di
mana setiap keputusan yang diambil
akan dimusyawarahkan terlebih
dahulu bersama seluruh warga, baik
berkaitan dengan kegiatan fisik,
penunjukan dukun, maupun mencari
dana. Dengan demikian, untuk
menyediakan sebuah jalur
memerlukan dukungan dari berbagai
pihak, baik secara tenaga, materil,
maupun moril.
Setiap warga masyarakat akan
memberikan kontribusinya untuk yang diberikan tentu saja disesuaikan
jalur kampung mereka. Kontribusi dengan
kemampuan mereka, ada yang menjadi wisata budaya.
menyumbangkan dana, tenaga, dan Tradisi pacu jalur masyarakat Kuantan
juga kemampuan spiritual. Untuk Singingi menuntut adanya solidaritas
membuat jalur yang berkualitas sosial masyarakat. Tanpa kekompakan
keseluruhan kontribusi tersebut dan kebersamaan warga masyarakat,
diperlukan, sehingga seluruh warga jalur
masyarakat dapat terlibat dan
berpartisipasi.

Kesimpulan
Jalur merupakan wujud
kebudayaan bagi masyarakat Kuantan
Singingi yang diwariskan secara turun
temurun. Bagi masyarakat Rantau
Kuantan jalur memiliki makna
tersendiri, baik bagi diri pribadi maupun
sebagai warga kampung. Jadi, tidak
sempurna suatu kampung jika
warganya tidak mempunyai jalur.
Jalur merupakan hasil karya budaya
yang memiliki nilai estetik tersendiri,
dan juga mencakup kreativitas dan
imaginasi. Pacu jalur merupakan
tradisi yang sudah berlangsung
sejak lama dan tetap dipertahankan
oleh masyarakat Kuantan Singingi dan
mendapat dukungan penuh dari
pemerintah. Bagi masyarakat
setempat, Pacu Jalur merupakan
puncak dari seluruh kegiatan, segala
upaya, dan segala keringat yang
mereka keluarkan untuk mencari
penghidupan selama setahun. Pada
saat sekarang ini Pemerintah
Kabupaten Kuantan Singingi
menjadikan kegiatan Pacu Jalur
sebagai event nasional dan sekaligus
tidak akan mungkin diwujudkan. A. Djadja Saefullah. (1993). Pendekatan
Salah satu bentuk solidaritas Kuantitatif dan Kualitatif
masyarakat diperlihat dalam tahapan dalam Penelitian Lapangan:
maelo. Maelo atau menarik (kayu atau Khusus dalam Studi
jalur setengah jadi) merupakan Kependudukan. Media
suatu tahapan dalam pembuatan Bandung: Fakultas Ilmu Sosial
jalur. Tahapan ini dilakukan setelah dan Ilmu Politik UNPAD.
kayu jalur ditebang. Mengingat Bogdan, R. & S.J. Tylor. (1993).
maelo merupakan pekerjaan yang Kualitatif Dasar-dasar Penelitian
berat yang memerlukan banyak (terjemahan). Surabaya: Usaha
tenaga manusia, maka amat Nasional.
diperlukan solidaritas dan BPS Kabupaten Kuantan Singingi.
partisipasi masyarakat. Dalam (2014). Profil Kuantan Singingi
kegiatan maelo seluruh warga dalam Angka 2014. Kuantan
masyarakat terlibat, baik laki-laki Singingi: Kerjasama Bappeda
maupun perempuan. Mereka beramai- dan BPS Kabupaten Kuantan
ramai pergi ke hutan untuk maelo jalur Singingi.
atau kayu jalur. Bryman, Alan. (2002). “Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif:
Pemikiran Lebih Lanjut
Daftar Kepustakaan Tentang Penggabungannya”,
dalam Julia Brannen (ed.).
Memadu Metode
Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Singingi. Pekanbaru: ASA Riau.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Husaini Usman dan Purnomo Setiady
Campbell, Tom. (1994). Tujuh Teori Akbar. (1996). Metodologi Penelitian
Sosial: Sketsa, Penilaian, Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Perbandingan (terjemahan). Irawan Soehartono. (1995). Metode
Yogyakarta: Kanisius. Penelitian Sosial. Bandung:
Departemen Pendidikan dan Remaja Rosdakarya.
Kebudayaan. (2009). Tesaurus Johnson, Doyle Paul. (1986) Teori
Alfabetis Bahasa Indonesia. Sosiologi Klasik dan Modern
Bandung: Mizan. (terjemahan). Jilid I. Jakarta:
Hamid Patilima. (2007). Metode Gramedia.
Penelitian Kualitatif. Bandung: Judistira K. Garna. (1996). Ilmu-ilmu Sosial
Alfabeta. Dasar – Konsep – Posisi. Bandung:
Hasbullah. (2014). Togak Balian: Ritual PPs. UNPAD.
Pengobatan Tradisional Masyarakat Kamus Dewan. (2005). Edisi Keempat.
Kenegerian Koto Rajo Kuantan Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka. Ghalib et.al. (Penyunting).
Koentjaraningrat. (1991). Metode-metode (1977). Sejarah Riau.
Penelitian Masyarakat. Jakarta: Pekanbaru: Pemda Tk. I Riau.
Gramedia. S. Nasution. (1996). Metode Penelitian
Lexy J. Moleong. (2000). Metodologi Naturalistik Kualitatif. Bandung:
Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Remaja Rosdakarya. Soerjono Soekanto. (1985). Emile
Muchtar Luthfi, Soewardi MS. & Wan Durkheim: Aturan-aturan Metode
Sosiologis. Jakarta: Rajawali Press.
Sugiono. (2009). Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulchan Yasyin. (1997). Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia.
Surabaya: Amanah.
Suwardi. (2007). Bahan Ajar Kebudayaan
Melayu. Pekanbaru:
Kampus Akademi Pariwisata
Engku Puteri Hamidah.
Tim Pengumpul Data: Bidang
Penelitian/ Pengkajian dan
Penulisan Lembaga Adat
Melayu Riau. (2006).
Pemetaan Adat Masyarakat
Melayu Kabupaten Kota Se Provinsi
Riau. Pekanbaru: Lembaga
Adat Melayu Riau.
Tim Penulis. (2010). Sejarah
Pembentukan Kabupaten
Kuantan Singingi. Pekanbaru:
Pemkab Kuantan Singingi
Bekerjasama dengan
Masyarakat Sejarawan
Indonesia.
UU. Hamidy. (1986). Dukun
Melayu Rantau Kuantan Riau.
Pekanbaru: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
———. (1996). Orang Melayu di Riau.
Pekanbaru: UIR Press.
———. (1998). Membaca Kebudayaan Orang Melayu. Pekanbaru: Bumi
Pustaka. Kebudayaan, Kesenian dan
———. (1999). Islam dan Pariwisata Propinsi Riau.
Masyarakat Melayu di Riau. W.J.S. Poewadarminta. (1966). Kamus
Pekanbaru: UIR Press. Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
———. (2005). Kesenian Jalur di Balai Pustaka.
Rantau Kuantan. Pekanbaru:
Dinas

Anda mungkin juga menyukai