Disusun Oleh:
Alrisa Nur Dewi Masita (A04218002)
Dosen Pengampu:
Ezith Perdana Estafeta, M.Hum
Mata Kuliah:
Manusia dan Kebudayaan Indonesia
2019
Bab I
Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke
dan terdiri dari berbagai macam kepulauan, yang menghasilkan berbagai macam
keragaman budaya seperti adat istiadat, agama, ras, bahasa, kepercayaan, teknologi, hari
perayaan, dan lainnya. Di Indonesia sendiri terdapat dua macam kehidupan masyarakat
yang ada, yang pertama adalah dalam lingkup perkotaan dan yang kedua di lingkup
pedesaan, dalam lingkup ini mereka memiliki perbedaan yang amat sangat salah satunya
seperti teknologi, kebudayaan, hari perayaan. Di jurnal ini saya akan melakukan studi dan
masih sangat kental dengan adat. Walaupun pada akhirnya teknologi lah yang akan
menggantikan semuanya tetap kita sebagai generasi muda harus tahu kebudayaan adat
kita sendiri, dan memiliki rasa ingin mempertahankan kebudayaan yang telah diyakini.
Dan harus menemukan akal untuk membuat hal-hal baru untuk menciptakan sebuah karya
sastra masterpiece dan membentuk sebuah sesuatu untuk dijadikannya sebuah budaya
baru.
Karya sastra banyak bentuknya, karya sastra merupakan sesuatu hal yang dinikmati
keindahannya oleh semua orang yang memahaminya. Karya sastra diciptakan pengarang
untuk diapresiasi oleh pembaca. Banyak berbagai karya sastra hasil dari buatan manusia
yang diciptakan untuk menghasilkan karya lain seperti tarian, lukisan, upacara adat, dan
lainnya. Karya tersebut berisi tentang jaman dahulu seperti mitos. Adanya
keanekaragaman budaya yang banyak diIndonesia ini menjadikan karya sastra tersebut
turun-menurun dalam kehidupan masyarakat, salah satunya ialah masyarakat pulau Jawa,
masyarakat disini pada umumnya masih menggunakan tradisi-tradisi para leluhur yang
telah dipercaya. Di kajian studi ini akan dibahas mengenai tradisi kebudayaan yang
berpatok pada keagamaan seluruh umat muslim yaitu Islam, kajian ini berjudul penelitian
tradisi genduren (kenduri) atau slametan pada masyarakat di Ponorogo, Jawa Timur yang
Dahulu masyarakat Jawa sebelum mengenal agama Islam mereka memiliki agama
kepercayaan yaitu kejawen, sesuatu hal yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan
Jawa yang masih mempercayai segala hal yang berhubungan dengan mitos dan hal-hal
percaya akan adanya hal-hal yang dilakukan dari batas kemampuan manusia dan
digunakannya juga sebagai salah satu penyebaran media agama Islam, genduren juga
dijadikan sebagai penyebaran agama pada saat itu. Dapat kita ketahui bahwasannya
sebenarnya genduren hampir sama dengan acara tahlil atau kirim doa, pekumpulan ini
dihadiri dari beberapa orang untuk melakukan pemanjatan do’a, do’a yang dipanjatkan
ditujukan untuk berterima kasih atas rasa syukur yang Tuhan telah berikan dan meminta
keselamatan atas apa yang telah dilimpahkan. Genduren boleh dihadiri oleh siapapun dari
sanak keluarga, teman, tetangga, dan ada juga yang mempercayai bahwasannya disaat
masyarakat setempat melaksanakan genduren arwah nenek moyang ikut dan hadir dalam
acara tersebut (Geertz, 1981:13). Tradisi genduren awal mulanya bersumber dari
semakin pudar dikalangan generasi muda. Dengan ini mengakibatkan manusia melakukan
Manusia pada dasarnya tidak dapat hidup secara individualisme karena setiap manusia
pasti membutuhkan bantuan sesama yang menjadikan manusia itu sebagai makhluk
sosial.
Bab II
Metode Penelitian
mekanisme deskriptif analisis. Menurut Ratna (2001:53) metode deskriptif analitik ialah
mekanisme yang dilakukan dengan cara memaparkan fakta yang ada lalu diimbuhi
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada
suatu konteks khususnya yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
Dalam melakukan pengumpulan data yang nyata dan spesifik diperlukannya suatu
studi lapangan. Maka investigasi ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari hasil jawaban dari responden
guna menggali keaslian data. Sedangkan data sekunder adalah data yang dihasilkan dari
a. Kepustakaan
jurnal penelitian ini. Studi kepustakaan sangat penting karena dengan kepustakaan
kita dapat menciptakan sebuah data yang lebih valid dan nyata. Dalam hal ini saya
banyak menggunakan referensi buku cetak dan jurnal online dengan sedikit
mengkutip dan disadur dengan kalimat yang nyata dengan apa yang saya teliti.
b. Observasi
Dalam hal ini setiap peneletian pasti memerlukan suatu observasi guna
nyata. Dalam metode penelitian yang bersifat kualitatif data tidak bisa
dituakan. (Raco, 2013: 112). Pengamatan ini berperan sebagai hasil akhir, dalam
hal ini penelitian terjun ke lapangan juga membutuhkan waktu cukup banyak guna
mempervalid kajian (Moleong, 2002: 126). Disini saya mengamati dan terjun
langsung ke lapangan pada tanggal 30 Mei 2019 yang bertempat di rumah eyang
saya di dusun puncu, Kediri Jawa Timur dan studi terjun ke lapangan kedua yaitu
pada tanggal 5 Juni 2019 yang bertempat di desa tugurejo, Sawoo, Ponorogo Jawa
Dilakukannya sebuah wawancara sebuah penelitian itu merupakan hal yang sangat
penting guna untuk mempervalid setiap data-data yang akan dijadikan garis besar.
menerima dan menjawab segala pertanyaan yang kita lontarkan. Di kajian studi ini
saya mewawancari 2 informan salah satunya yaitu Bpk. Lurah dusun Tugurejo
Bpk. M. Yani Khotib dengan Bpk. Katemo selaku warga dari dusun Tugurejo
Sawoo.
d. Dokumentasi
sumber-sumber yang nyata sebagai pendukung sebuah penelitian. Disini saya akan
Bab III
Landasan Teori
lalu, memahami masa kini, dan mempersiaokan masa depan”. Maksud dari kalimat tersebut
yaitu, mengingat masa lalu sama dengan dengan kita menelusuri setiap permasalah yang ada
di masa lalu, dan dari situ kita dapat memetik permasalahan yang bernilai pada masa itu,
memahami masa kini berarti kita dapat menangkap permasalahan yang ada di kehidupan
Struktural hasil karya dari Talcott Parsons. Dalam hal ini hubungan sistem struktural
memandang realitas sosial masyarakat, yang berada dalam kesepadanan, menekankan unsur-
bergantung dan menjadi kesatuan yang bermakna. Teori dalam paradigma fakta sosial dan
dapat disamakan dengan sosiologi merupakan teori yang diperkenalkan oleh Talcott (Ritzer,
2005:117). Pada hal ini teori fungsionalisme Talcoot memfokuskan pada keadaan masyarakat
dengan hubungan dari berbagai struktur agar saling membantu menuju keseimbangan yang
Taloot mengaitkan segala kebutuhan dari sistem untuk memenuhi semua kegiatan.
Ada empat cara mutlak dalam teori Talott dapat disebut sebagai “AGIL” merupakan
kepanjangan dari “Adaption, Goal Attainment, Integration, dan Latency”. Adaption yaitu
dengan lingkungannya, Goal Attainment yaitu tercapainya semua tujuan, semua bentuk atau
susunan kita harus berusaha untuk mencapai suatu tujuan tersebut, Integration kita sebagai
masyarakat harus dapat mengatur sebuah hubungan antar elemen-elemen supaya dapat
berfaedah ataupun bermanfaat, and yang terakhir yaitu Latency kita dapat mempertahankan,
membenahi, dan menginovasi antar tiap individu dengan memikirkan pola-pola budaya yang
bersifat positif.
Masyarakat dapat melebur menjadi satu dengan adanya kesepakatan dari para
anggotanya dengan tetap memegang nilai-nilai dan kemampuan untuk mengatasai seluruh
perbedaan, sehingga masyarakat dapat dipandang sebagai suatu tatanan yang secara
fungsional dalam bentuk harmoni yang indah. Dengan begitu dapat dikatakan bahwasannya
masyarakat merupakan sekumpulan bentuk-bentuk sosial yang satu dengan yang lain saling
Pembahasan
Berdasarkan hasil kajian studi ini dapat kita tarik pembahasan mengenai tentang
genduren tersebut seperti apa. Dahulu sebelum Islam menyebar di Jawa, agama Hindu sudah
lebih dulu menyebarkan agamanya pada penduduk setempat, dan mempengaruhi masyarakat
sekitar dengan ketika ada keluarga atau tetangga yang ingin menikah, telah meninggal dan
lainnya saat malam hari masyarakat yang beragama Hindu melakukan acara lek-lek an atau
sekarang ini disebut melek-an, mereka saat itu mengisi malam dengan bermain kartu atau
gaplek, namun setelah Islam menyebar di masyarakat Jawa tradisi lek-lekan disadur diganti
tersebut seperti, ya kebanyakan dari mereka masih menganut agama yang kejawen dengan
percaya kepada mitos-mitos dan leluhur, sehingga dapat dikatakan kepercayaan ini turun
menurun walapun dengan adanya tumbuh teknologi-teknologi baru. Namun tetap teknologi
tidak dapat menghilangkan seluruh kepercayaan, tradisi masyarakat daerah pedesaan, hanya
saja dengan adanya teknologi masyarakat memiliki tambahan ilmu-ilmu dan wawasan yang
luas. Salah satu tradisi pedesaan yang masih terus dilestarikan dan dipertahankan yaitu
“genduren” atau “kenduri” dalam bahasa Indonesia. Kenduren itu sendiri yaitu upacara
makan-makan dalam rangka memperingati putri Nabi Muhammad saw, yang katanya berasal
dari bahasa Persia, sedangkan kata Genduren itu juga merupakan vokal yang diucapkan oleh
beberapa orang yang tinggal di sekitaran Jawa. Kenduri juga sering disebutkan dalam “HSR.
Al Bukhari Muslim dalam al Bayan, no. 825”, Rasul bersabda: “Maka Allah akan
walau hanya menyembelih seekor kambing”. Dalam hal ini Walimah biasa disebut dengan
kenduri atau genduren. Didalam situasi genduren yang telah saya telaah di desa Puncu,
Kediri Jawa Timur dan desa Tugurejo, Sawoo, Ponorogo Jawa Timur tidak ada perbedaan
yang mencolok. Dalam dua desa ini saya melihat situasi genduren hampir sama dengan
mengundang sanak saudara, tetangga, kerabat dan keluarga dengan ditambah hadirnya modin
atau seseorang yang dianggap tua atau leluhur setempat yang memimpin pemanjatan do’a-
do’a. Pemilik hajatan tersebut telah menyiapkan beberapa tumpeng besar yang berisi sego
gurih, ayam kampung yang rada alot, sambel goreng tahu, mie kuning, kue apem, pisang, dan
lainnya dalam satu wadah besar yang kemudian diletakkan ditengah-tengah orang yang
sedang melaksanakan genduren. Setelah pemanjatan do’a selesai biasanya pemilik rumah
atau yang memiliki hajatan menyiapkan daun pisang atau kertas bungkusan nasi dan modin
atau yang dituakan mengambil dan membagi makanan yang ada dalam wadah tersebut ke
dalam daun pisang dengan dibagi sama rata pada semua orang yang telah menhadiri genduren
tersebut, lalu bungkusan tersebut dibawa pulang kerumah masing-masing. Bungkusan yang
dibawa itu disebut brekat (berkat), saya mengutip kalimat seseorang “brekat dari segi bahasa
merupakan saduran dari bahasa Arab ‘berkatun’ atau ‘barokatun’, yang memiliki arti
kebaikan yang bertambah terus-menerus. Ada juga yang menyebutkan bahwasannya nama
berkat berasal dari kata ‘brek lalu diangkat’ maksud dari kalimat tersebut yaitu ‘brek’
disamakan dengan bunyi yang diletakkan, lalu dibawa pulang oleh tamu genduren. Menurut
studi yang telah saya lakukan kebanyakan yang datang pada acara genduren tersebut ialah
bapak-bapak yang telah berusia, tak lepas dari hal tersebut sebenarnya anak-anak muda
diperbolehkan menghadiri genduren, namun tak jarang banyak anak muda yang tidak
menghadirinya karena mereka pikir mungkin acaranya hanya untuk yang berusia jauh diatas
mereka. Namun tak lepas dari itu, selaku Pak Lurah setempat Bp. M. Yanni menegaskan
bahwasannya kami sebagai golongan muda yang layak untuk mempertahankan dan
Simpulan
Dapat kita tarik kesimpulan, bahwasannya genduren bukanlah suatu hal yang tabu,
dan kita sebagai generasi-generasi milenial selayaknya dapat melanjutkan seluruh tradisi
yang ada pada daerah-daerah tempat tinggal kita. Kendati begitu genduren tetaplah tradisi
yang harus dipertahankan keasliannya dan kearifan lokalnya meskipun genduren hanyalah
sebuat tradisi yang sangat sederhana. Meski begitu genduren memiliki makna yang luar biasa
mendalam bagi yang mengetahuinya yaitu, dengan genduren mereka merasa bahwa apapun
yang mereka lakukan disetiap pekerjaannya itulah kuasa dari Sang Pencipta dan mereka
merasa bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan dan mengasihi apapun yang diminta
makhluk-Nya. Dengan genduren tersebut kita juga dapat mempererat tali silahturahmi antar
tetangga, karena memang tradisi genduren tersebut ialah tradisi yang amat populer pada masa
nya.
Daftar Pustaka
Robi Nur Aldin. 2016. Dimensi Aksiologis Max Scheler dalam Tradisi Kenduri.
10(2): 1-4.
Jones. 2009. Pengantar Teori Sosial, dari Teori Fungsionalism hingga Postmodern.
Jakarta: Yayasan Obor
https://media.neliti.com/media/publications/252840-none-bdcd0bb5.pdf
Lampiran
Daftar Pertanyaan:
1. Menurut bapak apakah genduren itu termasuk dalam kosa kata bahasa Indonesia atau
3. Bagaimana sejarah awal mula adanya genduren hingga sekarang menjadi sebuah
istilah yang lekat dikalangan masyarakat setempat terutama pada daerah Jawa?
4. Dan apakah genduren hanyalah sebuah istilah atau kah sebuah adat istiadat yang telah
5. Pertanyaan terakhir ya pak, pesan apa untuk generasi muda agar tetap melestarikan
Daftar Foto